Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR/ COMBUSTIO

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Program Profesi Ners


Departemen Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh
Andik Pambudi
190070300011026

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll). Atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam, kuat, basa kuat). Luka bakar merupakan salah satu jenis luka
yang paling sering dialami oleh tiap orang, terutama anak-anak, setelah kecelakaan.
Derajatnya berbeda-beda, dari luka bakar yang paling ringan yaitu akibat sengatan
matahari, hingga yang terberat, menyebabkan kematian. Luka bakar yaitu luka yang
disebabkan oleh suhu tinggi, dapat disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air
panas, listrik seperti kabel listrik yang terbuka, petir atau bahan kimiawi seperti asam
atau basa kuat.
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah
RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas,
petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang
bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)

2. Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu
tipe luka bakar radiasi.

3. Klasifikasi
1. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme
injuri dan usia
Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada
elemen kulit yang rusak.
Tabel Kedalaman Luka Bakar

Kedalaman Penyebab Penampilan


Ketebalan partial Jilatan api, sinar ultra violet Kering tidak ada gelembung.
superfisial (terbakar oleh matahari).
Oedem minimal atau tidak ada.
(tingkat I)
Pucat bila ditekan dengan ujung jari,
berisi kembali bila tekanan dilepas.
Lebih dalam dari Kontak dengan bahan air Blister besar dan lembab yang
ketebalan partial atau bahan padat. ukurannya bertambah besar.

(tingkat II) Jilatan api kepada pakaian. Pucat bial ditekan dengan ujung jari,
bila tekanan dilepas berisi kembali.
 Superfisial Jilatan langsung kimiawi.
 Dalam
Sinar ultra violet.
Ketebalan sepenuhnya Kontak dengan bahan cair Kering disertai kulit mengelupas.
atau padat.
(tingkat III) Pembuluh darah seperti arang terlihat
Nyala api. dibawah kulit yang mengelupas.

Kimia. Gelembung jarang, dindingnya sangat


tipis, tidak membesar.
Kontak dengan arus listrik.
Tidak pucat bila ditekan.
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi :
1. rule of nine,
2. Lund and Browder,
3. hand palm.
Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari
metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari
permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi
menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar.
1. Metode rule of nine
Metode ini mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar.
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian
anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat
gambar 1).

2. Metode Lund and Browder


Metode ini merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh
menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang
luas luka bakar.
3. Metode hand palm
Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan
menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar
yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi
pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi
kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali
membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi
terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja
secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat
terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah
torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.
d. Kesehatan Umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-
penyakit ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan
gagal ginjal, harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien
terhadap injuri dan penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5-4 kali
lebih tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung.
Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka
kematiannya dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu
juga klien alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama
berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih
lama hari rawatnya di rumah sakit.
e. Mekanisme Injury
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan
berat ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri
inhalasi memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh,
mengakibatkan kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu
berarti akan tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih
luas, khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage,
tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah
sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi
morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini
seringkali berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi
ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau
vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit
dapat terjadi.
f. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya
(Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama
pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka
bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti
lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan
mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu
juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih
tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti
ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.
2. Kategori berat luka bakar menurut ABA
Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA)
mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar. Perkumpulan
itu mengklasifikasikan beratnya luka bakar ke dalam 3 kategori, dengan
petunjuknya seperti tampak dalam tabel berikut :
Petunjuk klasifikasi beratnya luka bakar menurut ABA :
1. Luka Bakar Berat
 25 % pada orang dewasa
 25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
 Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
 mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan
disabiliti.
 LB karena listrik voltage tinggi
 Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.
2. Luka Bakar Sedang
 15-25 % mengenai orang dewasa
 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun
 10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun

3. Luka Bakar Ringan


 <>< 10 th
 <>> 40 th
 Tidak ada resiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.
Dari American Burn Association. (1984). Guidelines for service standars and
severity classification in the treatment of burn injury. Bulletin of the American
College of Surgeons, 69(10), 24-28.
Management
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka
bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung
jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada
pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan
keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada
rencana perawatan di halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat
dibagi kedalam 3 fase, yaitu :
1. Fase emergent dan resusitasi
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan
membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam
setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk
mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang
termasuk ke dalam fase emergensi adalah perawatan sebelum di rumah
sakit, penanganan di bagian emergensi dan periode resusitasi.
2. Fase acut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil,
permeabilitas kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya
dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri.
Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut :
mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen
nyeri, dan terapi fisik.
3. Fase Rehabilitasi.
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir
dari perawatan luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita
luka bakar adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian
perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan
penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan
hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan
support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses
rehabilitasi.
Derajat Luka Bakar:
1. Grade I = hanya mengenai epidermis saja, gejalanya berupa kulit yang hiperemis,
kering, dan nyeri
2. Grade II = mengenai epidermis dan sebagian dari dermis, gejalanya terbentuk bula.
Namun bila bula sudah pecah, akan menyisakan lesi yang berwarna merah muda,
basah, dan nyeri
3. Grade III = mengenai epidermis dan seluruh bagian dermis, bahkan dapat
melibatkan struktur di bawah dermis. Pada luka bakar grade III, luka akan terlihat
pucat/abu-abu, banyak jaringan kulit yang mati (eschar), dan tidak terasa nyeri.

4. Manifestasi Klinik
1. Fase Resusitasi :
 Defisit volume cairan
 Kerusakan pertukaran gas
 Nyeri
 Resiko terhadap cedera
 Resiko terhadap infeksi
 Resiko terhadap inefektif koping, individu/ keluarga
2. Fase Akut :
 Resiko terhadap cedera berhubungan dengan luka bakar dan immobilitas
 Resiko terhadap infeksi
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Inefektif Termoregulasi
 Kurang pengetahuan berhubung dengan perawatan luka bakar
3. Fase Rehabilitasi :
 Perubahan status nutrisi
 Nyeri dan pruritus
 Kerusakan integritas kulit
 Gangguan body image
 Resiko tinggi inefektif koping individu

5. Efek Lokal dan Efek Sistemik


1. Efek Lokal
 Blister
 Panas
 Nyeri
2. Efek Sistemik
 Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar
tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil
(smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang
mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari
total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka
respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya
injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama
dari tubuh, seperti :
 Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif
(catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari
jaringan yang mengalmi injuri. Substansi-substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep)
kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai
pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar
dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik
yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang
dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan
intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik
pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka
bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut
jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan
terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output. Kadar
hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran
cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi
melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran
cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari
adalah 350 ml. (lihat tabel 1)

Tabel 1 : Rata-rata output cairan perhari untuk orang dewasa

Rute Jumlah (ml) pada suhu normal


Urin 1400
Insensible losses: 350
 Paru 350
 Kulit 100
Keringat 100
Feces
Total : 2300
Sumber : Adapted form A.C. Guyton, Textbook of medical physiology, 7th ed. (Philadelphia:
WB. Saunder Co., 1986) p. 383
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika
ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock
hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat
terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun,
tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri.
Kardiac outuput kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi
kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar.
Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi
intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit
yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka
bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada
waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan
dalam 2-3 minggu berikutnya.
 Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran
darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih
dari 25 %.
 Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan
macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.
Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis
yang mengancam kelangsungan hidup klien.
 Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.
Smoke Inhalation. Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner
yang seringkali berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri
inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB
yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau
nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe,
kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak,
terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru
dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
 Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan
terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel
berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin
(COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh
pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat
dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari
keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 2) :
Tabel 2 : Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)

Kadar CO (%) Manifestasi Klinik

5 – 10 Gangguan tajam penglihatan

11 – 20 Nyeri kepala

21 – 30 Mual, gangguan ketangkasan

31 – 40 Muntah, dizines, sincope


41 – 50 Tachypnea, tachicardia

> 50 Coma, mati

Diambil dari Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of inhalation
injuries. Critical Care Clinics of North America, 3(2), 195.

6. Komplikasi
1. Hipertrofi Jaringan Parut
Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien
dengan luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih bisa diatasi dengan
tindakan tertentu terbentuknya hipertrofi jaringan parut pada pasien luka bakar
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
 Kedalaman luka bakar
 Sifat kulit
 Usia pasien
 Lamanya waktu penutupan kulit
 Penanduran kulit.
2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan.
Beberapa tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi komplikasi
kontraktur adalah :
 Pemberian posisi yang baik dan benar sejak awal.
 Ambulasi yang dilakukan 2-3 kali/hari sesegera mungkin (perhatikan jika
ada fraktur) pada pasien yang terpasang berbagai alat invasif (misalnya, IV,
NGT, monitor EKG, dll) perlu dipersiapkan dan dibantu (ambulasil pasif).
 Pressure grament adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang
bertujuan menekan timbulnya hipertrosi scar, dimana penggunaan presure
grament ini dapat menghambat mobilitas dan mendukung terjadinya
kontraktur.
3. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat
mengalami sepsis.
4. Curling’s ulcer (tukak curling)
Ini merupakan indiksi serius, biasanya muncul pada malam kelima atau hari
kesepuluh terjadi ulkus duadenum atau ulkus lambung, kadang-kadang di temui
hematomesis.
5. Gangguan jalan nafas
Paling dini muncul di bandigkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama.
Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi.
1. Gagal Nafas Akut (ARDS)
2. Syok Hipovolemik
3. Gagal Ginjal Akut (ARF)
4. Sindrom kompartemen
5. Ileus paralitik
6. Ulcus Pepticum

7. Pencegahan
HATI-HATI

8. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a. Udara panas ,mukosa rusak, oedem, obstruksi.
b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin, iritasi,
Bronkhokontriksi, obstruksi, gagal nafas.
2) Sirkulasi :
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler, hipovolemi relatif, syok, ATN, gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:


RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfa diazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.


F. Obat – obatan:
 Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
 Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
 Analgetik : kuat (morfin, petidine)
 Antasida : kalau perlu

2. Non-Farmakologi
 Perawatan Luka Bakar
Adapun tujuan perawatan luka bakar adalah menjaga luka tetap bersih,
mencegah infeksi, mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan dan
komplikasi.

Masing-masing luka bakar mempunyai 2 perawatan antara lain:


a. Perawatan terbuka
Perawatan ini digunakan pada daerah terbuka seperti muka, leher,
perineum dan seluruh badan. Penderita hanya di berikan sungkup agar
tidak di hinggapi lalat atau kemasukan debu. Dengan membiarkan luka
bakar berhubungan dengan udara, luka akan mengerin dalam waktu 3 – 4
hari. Dengan demikian terbentuklah keropeng yang akan melindung kulit.
Pasien luka bakar harus tidur dengan seprei yang steril, perawatan luka
bakar harus dilakukan secara aseptik dan kamar harus dalam keadaan
bersih. Suhu kamar di atur agar jangan terlalu panas atau terlalu dingin,
suhu kamar berkisar antara 240-250C. Suhu yang terlalu panas dapat
menyebabkan pasien kehilangan cairan melalui keringat. Bila suhu kamar
terlalu dingin makan pasanglah selimut pada sungkupan pasien.
b. Perawatan tertutup
Perawatan luka bakar tertutup menggunakan kassa steril dengan
lubang agak besar yang diberi vaselin atau dapat memakai kassa Paten :
misalnya sofratule atau daryanttulle. Kotoran, pasir, sisa pakaian, kayu,
daun dan kulit yang telah mati harus di buang dengan cara septik, misalnya
phisohek dan cairan garam fisiologik. Luka bakar yang mengenai jari-jari
harus di bungkus satu persatu jangan sampai bersentuhan dan saling
melekat. Perban di gangi 4-8 hari, bila perban basah akibat eksudat, harus
di gangi dengan yang kering agar menjadi tempat berkembang biak bagi
mikroorganisme.

9. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik/Sistemik
1. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok),
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik),
takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik), pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
2. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
3. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan
otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi), penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
4. Makanan/cairan:
Tanda : oedema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
5. Neurosensori
Gejala : area batas, kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik), laserasi
corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik),
ruptur membran timpanik (syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan suhu, luka
bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
7. Respirasi/Pernafasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda : serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
10. Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan menurut Teori
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada klien
dengan luka bakar adalah :
 Identitas
a. Identitas pasien terdiri dari Nama, Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku bangsa, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor medical record dan diagnosa medis
serta identitas penanggung jawab yang meliputi : Nama, Jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, agama dan hubungan
dengan klien.
b. Riwayat kesehatan sekarang yang terdiri dari keluhan utama,
riwayat perjalanan penyakit dan kapan timbulnya penyakit
c. Riwayat Psikologis dan spiritual
d. Riwayat kesehatan masa lalu, apakah klien sudah pernah
mengalami penyakit seperti yang di alami klien saat ini.
e. Riwayat kesehatan keluarga, apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama seperti yang dialami klien yang
menyokong diagnosa, pengetahuan dan pengertian keluarga
terhadap penyakit yang diderita klien.
f. Riwayat aktifitas sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit, berapa kali
klien makan, porsi makan di habiskan atau tidak, apakah ada
makanan pantangan, berapa banyak klien minum, jenis
minumannya dan berapa banyak klien minum dalam sehari.
2. Pola Eliminasi
Sebelum dan sesudah masuk rumah sakit, berapa kali BAB,
bagaimana konsistennya, apakah padat, lembek atau cair,
bagaimana warnanya kuning atau coklat, berapa kali klien BAK
bagaimana warnanya kuning atau keruh.
3. Pola Aktifitas
Sebelum dan sesudah klien masuk rumah sakit, apakah
aktifitas klien terganggu, siapa yang memenuhi kebutuhan sehari-
harinya.
4. Pola Istirahat
Sebelum dan sesudah masuk rumah sakit, bagaimana pola
tidur, apakah klien tidur siang, berapa jam sehari dan berapa jam
klien tidur malam.
5. Personal Hygiene
Sebelum dan sesudah masuk rumah sakit, berapa kali klien
mandi, apakah klien mandi menggunakan sabun mandi, berapa
kali klien gosok gigi dan ganti pakaian.
 Analisa data
Setelah data-data terkumpul dari haril pengkajian, selanjutnya
data tersebut dianalisis dan di cari penyebab dan masalah-masalah
yang aktual maupun potensial
 Riwayat Penyakit
 Pemeriksaan
2. Diagnosa
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for
planning and documenting patient care mengemukakan beberapa
Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan obtruksi trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya
kerja silia. Luka bakar daerah leher, kompresi jalan nafas thorak
dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan
: status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera
inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder
terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer
tidak adekuat, kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan
respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan;
pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh
debridemen luka.
6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi
aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas
dengan edema.
7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 %-60% lebih besar
dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme
protein.
8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan
tahanan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma :
kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
(parsial/luka bakar dalam).
10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan
krisis situasi, kejadian traumatik peran klien tergantung,
kecacatan dan nyeri.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi
Tidak mengenal sumber informasi.
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mahardika.
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.
Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Bulechek. Gloria dkk. (2013). Nursing intervention Classification (NIC). Edisi 6 Bahasa
Indonesia. Singapura : Elshevier
Doengoes, M.E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC, Jakarta.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on
http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_BAKAR
_3 diakses tanggal 22 Nopember 2016
https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,diakses
tanggal 22 Nopember 2016
Herdman, T. Heather.2018.NANDA-1 Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi
2018-2020.Jakarta : EGC
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on
Mansjoer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Moorhead Sue dkk. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 5 Bahasa
Indonesia. Singapura : Elshevier
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai