Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktifitas manusia
dalam rumah tangga, industri, trafic accident, maupun bencana alam. Luka bakar ialah luka yang
terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air
panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) (Paula,K.,dkk, 2009).
Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar dari pada
yang diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi
di rumah. Memasak, memanaskan dan menggunakan alat-alat listrik merupakan pekerjaan yang
lazimnya terlihat dalam kejadian ini. Kecelakaan industry juga menyebabkan banyak kejadian
luka bakar (Brunner&Suddarth, 2001).

Sehingga sangat perlu adanya penanganan atau pertolongan pertama pada luka bakar
yang benar. Pertolongan pertama adalah penanganan yang diberikan saat kejadian atau bencana
terjadi di tempat kejadian, sedangkan tujuan dari pertolongan pertama adalah menyelamatkan
kehidupan, mencegah kesakitan makin parah, dan meningkatkan pemulihan (Paula,K.,dkk,2009).
Namun ada kebiasaan masyarakat yang kurang tepat, jika terjadi luka bakar banyak orang yang
memberikan pertolongan pertama pada kasus luka bakar.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang di maksud dengan luka bakar?


b. Apa saja jenis luka bakar?
c. Apa faktor yang mempengaruhi luka bakar?
d. Bagaimana penyembuhan luka bakar?
e. Bagaimana patofisiologi luka bakar?
f. Apa yang di maksud medikasi?
g. Apa yang di maksud terapi?
h. Bagaimana penatalaksanaan luka?

Page 1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Luka Bakar

Luka bakar adalah Cedera yang terjadi akibat pajanan terhadap panas, bahan kimia,
radiasi atau arus listrik. Pemindahan energi dari sumber panas ke tubuh manusia menyebabkan
urutan kejadian fisiologis sehingga pada kasus yang paling berat menyebabkan destruksi jaringan
irreversible. Rentang keparahan luka bakar mulai dari kehilangan minor segmen kecil lapisan
terluar kulit sampai cedera kompleks yang melibatkan semua sistem tubuh. Terapi bervariasi dari
aplikasi sederhana agen antiseptik topikal di klinik rawat jalan hingga pendekatan tim
antardisiplin, multisystem dan invasif di lingkungan aseptik pusat penanganan luka bakar.

2.2 Jenis Cedera Luka Bakar

 Luka Bakar Termal

Luka bakar termal terjadi akibat pajanan terhadap panas kering (nyala api) atau panas lembab
(uap air dan cairan panas). Luka bakar ini merupakan cedera luka bakar yang paling umum dan
paling sering terjadi pada anak-anak dan lansia. Pajanan langsung terhadap sumber panas
menyebabkan destruksi sel yang dapat menyebabkan hangusnya vascular, tulang, otot dan
jaringan saraf.

 Luka Bakar Kimia

Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak kulit langsung dengan asam, agen alkali (basa)
atau senyawa organik. Lebih dari 25.000 produk yang ditemukan di rumah atau tempat kerja
dapat menyebabkan luka bakar kimia. Bahan kimia merusak protein jaringan sehingga
menyebabkan nekrosis. Luka bakar yang disebabkan oleh alkali lebih sulit dinetralkan
dibandingkan luka bakar yang disebabkan oleh asam. Luka bakar senyawa organik seperti akibat
hasil Sulingan minyak tanah menyebabkan kerusakan hutan melalui kerja pelarut lemak dan juga
dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati jika diserap.

 Luka Bakar Listrik


Page 2
Keparahan luka bakar listrik bergantung pada jenis dan durasi arus dan jumlah voltase.
Merupakan hal yang menantang untuk mengkaji kedalaman dan luas luka bakar karena listrik
mengikuti jalur hambatan yang paling kecil yang di tubuh manusia cenderung terletak di
sepanjang otot, tulang, pembuluh darah dan saraf. Tempat masuk dan keluar luka cenderung
kecil sehingga menutupi kerusakan jaringan yang meluas di bawah luka. Nekrosis jaringan
terjadi akibat gangguan aliran darah sekunder akibat koagulasi darah di tempat cedera listrik.
Karena luka bakar listrik pada ekstremitas sering menyebabkan nekrosis jaringan yang berat luka
bakar tersebut sering mengalami gangren yang mengharuskan amputasi.

 Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi biasanya dikaitkan dengan luka terbakar sinar matahari atau terapi radiasi
untuk kanker. Jenis luka bakar ini cenderung superficial, hanya mencakup lapisan yang paling
jauh dari epidermis. Semua fungsi kulit tetap utuh. Gejala terbatas pada reaksi sistemik ringan :
sakit kepala, menggigil, mual dan muntah. Pajanan yang lebih luas terhadap radiasi atau bahan
radioaktif, seperti pada kecelakaan tenaga nuklir menyebabkan derajat kerusakan jaringan yang
sama dan keterlibatan multi sistem yang berkaitan dengan jenis luka bakar lain.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Klasifikasi Luka Bakar

1. Kedalaman Luka Bakar

Kedalaman cedera luka bakar di tentukan oleh elemen kulit yang rusak atau hancur.
Kedalaman luka bakar terjadi akibat kombinasi suhu agena pembakar dan lama kontak. Luka
bakar diklasifikasikan sebagai superficial, partial thickness atau full thickness.

 Luka Bakar Superfisial

Luka bakar superfisial hanya mencakup lapisan epidermis kulit. Jenis luka bakar ini paling
sering terjadi akibat kerusakan karena terbakar sinar matahari sinar ultraviolet, cedera flash
minor (dari pembakaran atau ledakan mendadak), atau luka bakar radiasi ringan terkait terapi
kanker. Karena kulit tetap utuh derajat luka bakar ini tidak dihitung menjadi perkiraan cedera
luka bakar. Warna kulit berkisar dari merah muda hingga merah terang dan mungkin ada sedikit

Page 3
edema pada area yang mengalami luka bakar. Luka bakar superfisial yang mencakup area
permukaan tubuh yang luas dapat ditandai dengan menggigil, sakit kepala, mual dan muntah.
Cedera biasanya sembuh dalam 3 sampai 6 hari dengan kekeringan dan pengelupasan lapisan
luar kulit. Tidak terjadi pembentukan jaringan parut. Luka bakar superfisial diatasi dengan
analgetik ringan dan penggunaan lotion larut air. Luka bakar superfisial yang luas, terutama pada
lansia mungkin memerlukan terapi cairan intravena.

 Luka Bakar Partial Thickness

Luka bakar partial thickness dapat dibagi lagi menjadi luka bakar Partial Thickness
Superfisial dan luka bakar Partial Thickness Dermal yang dalam. Klasifikasinya tergantung pada
kedalaman luka bakar. Luka bakar partial thickness superfisial mencakup seluruh dermis dan
papila dermis. Penyebabnya dapat mencakup cedera seperti pajanan singkat terhadap semburan
api atau agen bahan kimia cair, atau kontak dengan permukaan yang panas. Luka bakar ini
seringkali berwarna merah terang tetapi memiliki penampilan Yang mengkilat dan lembab
dengan pembentukan lepuh. Area luka bakar akan memecat jika ditekan, sensasi sentuhan dan
nyeri tetap utuh. Nyeri sebagai respons terhadap suhu dan udara biasanya berat. Cedera ini
sembuh dalam 21 hari dengan pembentukan jaringan parut yang minimal atau tidak ada jaringan
parut tetapi perubahan pigmen bisa terjadi. Analgesik diberikan, dan jika area lepuh yang besar
robek, pengganti kulit dapat digunakan. Luka bakar partial thickness dalam juga mencakup
seluruh dermis tetapi meluas hingga dermis dibandingkan luka bakar partial thickness superfisial.
Folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat epidermis tetap utuh. Cairan atau benda
padat yang panas semburan api nyala api langsung energi radiasi yang Intens, atau agen kimia
dapat menyebabkan tingkat luka bakar ini. Permukaan luka bakar tampak pucat dan seperti lilin
dan dapat lembab atau kering. Lepuh yang besar dan mudah robek mungkin terjadi, atau lepuh
dapat terlihat seperti kertas tisu yang datar dan kering. Pengisian kapiler menurun, dan ada
sensasi terhadap tekanan yang dalam. Luka bakar tidak begitu nyeri dibandingkan luka bakar
partial thickness superfisial, tetapi area nyeri dan area penurunan sensasi mungkin terjadi. Luka
bakar partial thickness dalam seringkali memerlukan lebih dari 21 hari untuk sembuh dan dapat
berubah menjadi cedera full thickness ketika nekrosis menambah kedalaman luka. Kontraktur
mungkin terjadi, demikian juga pembentukan jaringan parut hipertrofik dan gangguan

Page 4
fungsional. Eksisi dan tandur mungkin diperlukan untuk mengurangi jaringan parut dan
kehilangan fungsi.

 Luka Bakar Full Thickness

Luka bakar full thickness mencakup seluruh lapisan kulit, termasuk epidermis, dermis, dan
anggota tubuh epidermal. Luka bakar dapat meluas hingga lemak subkutan, jaringan ikat, otot,
dan tulang. Luka bakar full thickness disebabkan oleh kontak yang lama dengan nyala api, uap
air, bahan kimia, atau arus listrik bervoltase tinggi.

Bergantung pada penyebab cedera, luka bakar dapat terlihat pucat, seperti lilin, kuning, coklat,
berbintik-bintik, hangus, atau merah yang tidak memucat. Permukaan luka kering, kasar, dan
keras saat disentuh. Pembuluh darah yang trombosis dapat terlihat di bawah permukaan luka.
tidak ada sensasi nyeri atau sentuhan ringan karena reseptor nyeri dan sentuhan rusak luka bakar
full thickness memerlukan tanduk kulit untuk sembuh.

2. Luas Luka Bakar

Ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan luas cedera. "Rule of Nine" adalah
metode perkiraan yang cepat yang digunakan selama fase perawatan sebelum ke rumah sakit dan
perawatan kedaruratan. Pada metode ini tubuh dibagi menjadi lima area permukaan kepala,
tubuh, lengan, tungkai, dan perineum dan persentase yang sama atau total jumlah 9 ditetapkan
pada setiap area tubuh.

Saat pasien masuk ke rumah sakit, area perawatan kritis, atau pusat penanganan luka bakar
metode yang lebih akurat untuk memperkirakan luas Cedera pun digunakan. Misalnya metode
Lund and Browder yang menentukan pengukuran area permukaan untuk setiap bagian tubuh
menurut usia pasien.

Page 5
2.4 Penyembuhan Luka Bakar

Luka bakar sembuh melalui proses yang sama seperti luka lainnya, tetapi fase penyembuhan
luka terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama. Proses penyembuhan mencakup tiga fase
yaitu inflamasi, proliferasi dan remodeling.

 Inflamasi. Segera setelah cedera trombosit yang kontrak dengan jaringan yang rusak
mengalami agregasi. Fibrin disimpan, yang menjebak trombosit lebih lanjut, dan trombus
dibentuk. Trombus, yang dikombinasikan dengan vasokonstriksi lokal menyebabkan
hemostasis yang memisahkan Luka dari sirkulasi sistematik.

 Vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler menyertai hemostasis. Neutrofil


menginfiltrasi luka dan memuncak dalam sekitar 24 jam, dan kemudian monosit
mendominasi. Monosit diubah menjadi makrofag, yang mengonsumsi patogen dan
jaringan mati dan juga menyekresi berbagai faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan ini
menstimulasi proliferasi fibroblaa dan deposit matriks luka sementara.

Page 6
 Proliferasi. Dalam 2-3 hari setelah terjadi luka bakar fibroblas adalah Sel utama dalam
luka. Jumlahnya memuncak pada sekitar 14 hari setelah cedera. Jaringan granulasi mulai
terbentuk, dengan reepitelialisasi lengkap yang terjadi selama tahap ini. Sel epitel
menutup luka karena setiap sel meregang di sepanjang permukaan luka untuk menyatu
dengan lembar sel epitel yg lain atau sisi lain dari luka. Fase proliferasi berlangsung
sampai reepitelialisasi lengkap terjadi melalui perpindahan sel epitel intervensi
pembedahan atau kombinasi keduanya.

 Remodeling. Fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Serat kolagen, yang
menjadi Dorman selama fase proliferasi, diatur kembali menjadi area yang lebih padat.
Jariingan parut berkontraksi dan memudar warnanya. Dalam penyembuhan normal
setelah cedera luka bakar minor, kulit yang baru terbentuk sangat menyerupai jaringan
sekitarnya. Namun, ketika cedera luka bakar meluas hingga lapisan dermis kulit, dua
jenis jaringan parut yang berlebihan pun terbentuk. Jaringan parut hipertrofik adalah
pertumbuhan berlebihan jaringan Dermal yang tetap berada dalam batasan luka. Keloid
adalah jaringan parut yang meluas melebihi batasan luka aslinya individu yang berkulit
gelap berisi lebih tinggi untuk mengalami jaringan parut hipertrofik dan keloid.

Pasien yang Mengalami Luka Bakar Minor

Cedera luka bakar minor terdiri atas luka bakar superficial yang tidak luas, luka bakar
partial thickness superficial yang mencakup kurang dari 15% TBSA, dan luka bakar full
thickness yang mencakup kurang dari 2% TBSA, yang tidak mencakup area perawatan khusus
(mata, telinga, wajah, telapak tangan, telapak kaki, perineum, dan persendian). Cedera luka bakar
minor tidak berkaitan dengan immunosupresi, hipermetabolisme, atau peningkatan kerentanan
terhadap infeksi. Cedera luka bakar minor biasanya ditangani di fasilitas rawat jalan. Tujuan
terapi adalah meningkatkan penyembuhan luka menghilangkan ketidak nyamanan
mempertahankan mobilitas dan mencegah infeksi.

Page 7
2.5 Patofisiologi

 Luka Terbakar Sinar Matahari

Luka terbakar sinar matahari terjadi akibat pajanan terhadap sinar ultraviolet. Cedera tersebut
yang cenderung superficial lebih sering terlihat pada pasien yang berkulit lebih terang, karena
kulit tetap utuh. Manifestasi pada sebagian besar kasus bersifat ringan dan terbatas pada nyeri,
mual, muntah, kemerahan kulit, menggigil, dan sakit kepala. Terapi dilakukan di fasilitas rawat
jalan dan biasanya terdiri atas menggunakan lotion ringan asupan cairan, memberikan analgesik
ringan, dan mempertahankan kehangatan. Lansia harus dipantau untuk mengetahui adanya tanda
dehidrasi. Penggunaan tabir surya yang tepat dan membatasi pajanan terhadap matahari pada
jam-jam yang tidak terlalu bahaya dalam sehari (sebelum pukul jam 10 pagi dan setelah pukul 03
sore) dapat mencegah luka terbakar sinar matahari.

 Luka Bakar Akibat Air Panas

Luka bakar minor akibat air panas terjadi akibat pajanan terhadap panas yang lembab dan
mencakup luka bakar partial thickness superfisial dan luka bakar superfisial kurang dari 15%
TBSA. Tujuan terapi adalah mencegah kontaminasi luka dan meningkatkan penyembuhan.
Perawat mengajarkan pasien untuk menggunakan larutan antibiotik dan balutan ringan dan
mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat. Analgesik ringan dapat diberikan untuk
membantu pasien melakukan aktivitas hariannya. Toksoid tetanus diberikan seperlunya.

Asuhan Antardisiplin

Di fasilitas rawat jalan luka di cuci dengan sabun ringan dan air. Buster toksoid tetanus
direkomendasikan untuk semua pasien yang riwayat imunisasi nya diragukan. luka bakar minor
dengan lebih mungkin dibiarkan utuh atau dilakukan debridement. Perawatan tidak lanjut untuk
cedera luka bakar minor mencakup membersihkan luka dua kali sehari dengan aplikasi salep
topikal, latihan rentang gerak untuk persendian yang terkena, dan janji pertemuan klinik
mingguan sampai luka sembuh sepenuhnya.

Pasien yang Mengalami Luka Bakar Mayor

Page 8
Luka bakar Mayor mencakup cedera serius hingga lapisan dasar kulit dan menutupi area
permukaan tubuh yang luas. ABA mendefinisikan luka bakar Mayor sebagai luka bakar satu dari
hal berikut :

 Lebih dari 25% TBSA pada individu dewasa yang berusia kurang dari 40 tahun

 Lebih dari 20% TBSA pada individu dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun

 Lebih dari 10% tbsa luka bakar full thickness

 Cedera pada wajah, mata, telinga, telapak tangan, dan telapak kaki atau perineum

 Cedera listrik bervoltase tinggi

 Semua cedera luka bakar dengan cedera inhalasi atau trauma mayor

Patofisiologi

Perubahan patofisiologi yang terjadi akibat cedera luka bakar mayor mencakup semua
sistem tubuh. Kehilangan kulit yang luas (barier perlindungan tubuh) dapat mengakibatkan
infeksi masif, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan hipotermia. Seringkali individu
menginstalasi produk pembakaran sehingga mengganggu fungsi pernapasan. Disritmia jantung
dan gagal sirkulasi merupakan manifestasi umum cedera luka bakar serius. Status katabolik yang
sangat besar secara dramatis meningkatkan pemakaian kalori dan defisiensi nutrisi. Perubahan
motilitas gastrointestinal memicu pasien mengalami ileus paralitik dan hiperasiditas
menyebabkan ulserasi lambung dan duodenum. Dehidrasi memperlambat laju filtrasi glomerulus
dan bersihan zat sisa toksik pada ginjal dan dapat menyebabkan nekrosis tubular akut dan gagal
ginjal akut. Metabolisme tubuh secara keseluruhan dapat sangat berubah.

Sistem Integumen

kehilangan kulit pada cedera luka bakar mengganggu fungsi kulit normal dan mekanisme
perlindungannya. Kunci mekanisme kehilangan pada cedera luka bakar mencakup pencegahan
kehilangan air evaporative dan masuknya bakteri, dan pemeliharaan kehangatan tubuh.
Pemindahan panas ke Kulit merupakan fenomena yang kompleks. Jika mikrosirkulasi kulit tetap
utuh ketika terbakar, mikrosirkulasi mendinginkan dan melindungi bagian kulit yang lebih dalam
Page 9
dan mendinginkan permukaan luar saat sumber panas dihilangkan. Pada cedera luka bakar yang
luas integritas mikrosirkulasi hilang dan proses pembakaran berlanjut bahkan setelah sumber
panas dihilangkan.

Luka bakar memiliki karakteristik penampilan permukaan kulit yang menyerupai mata lembu,
dengan luka bakar yang paling parah terletak di tengah dan luka bakar yang tidak begitu parah
terletak di sepanjang tepi luka perifer. Bergantung pada intensitasnta, luka bakar terdiri atas
satu, dua, atau tiga zona tiga dimensi konsentris yang berdekatan sesuai dengan permykaan kulit
dengan kedalaman luka bakar.

1. Zona luar hyperemia adalah jaringan yang tidak terbakar memutih jika ditekan dan
sembuh dalam 2 - 7 hari setelah terjadi luka bakar.

2. Zona media statis pada awalnya lembab, merah, dan lepuh serta memutih jika ditekan.
Zona ini dapat pulih atau menjadi pucat dan nekrotik pada hari ke-3 hingga 7 setelah
terjadi luka bakar akibat penurunan perfusi dan infeksi.

3. Zona dalam koagulasi segera tampak kasar dan mengalami koagulasi. Zona ini dapat
menyatu dengan zona stasis dalam 3 - 7 hari setelah terjadi luka bakar.

Ketebalan secara keseluruhan dermis dan epidermis sangat bervariasi dari satu area tubuh ke area
tubuh lainnya. Suhu yang sama menghasilkan kedalaman cedera yang berbeda terhadap bagian
tubuh yang berbeda. Misalnya, pada individu dewasa kulit yang menutupi bagian medial lengan
bawah lebih tipis dan lebih mudah rusak dibandingkan kulit yang menutupi punggung individu
yang sama. Kulit menghamburkan panas secara maksimal pada area vaskularisasi yang paling
besar. Ketika penyerapan panas melebihi kecepatan disipasi, suhu seluler naik dan jaringan kulit
rusak. Cedera luka bakar mengakibatkan pembentukan nekrotik kulit dan jaringan subkutan.
Selama tahap akut cedera krusta yang keras (eskar) terbentuk, yang menutupi luka dan memiliki
jaringan nekrotik. Karakteristik escar adalah kasar dan kaku. Pengangkatan eskar memudahkan
penyembuhan.

Sistem Kardiovaskular

A. Syok Hipovolemik (Syok Luka Bakar)

Page 10
Dalam beberapa menit cedera luka bakar, kaskade kejadian seluler dimulai dan sejumlah
besar cairan bergeser dari kompartemen intraseluler dan intravaskular kedalam interstisium
(rongga ketiga). Pergeseran ini merupakan jenis syok hipovolemik yang disebut sok luka bakar
dan berlanjut hingga integritas kapiler membaik, biasanya dalam 24 - 36 jam cedera. Meskipun
mekanisme patofisiologis perubahan vascular setelah terjadi luka bakar dan pergeseran volume
cairan tidak dipahami dengan jelas, tiga proses terjadi pada awal fase setelah terjadi luka bakar
pada pasien dengan lebih dari 40% TBSA :

 Peningkatan permeabilitas microvascular pada area luka bakar

 Gangguan umum fungsi dinding sel yang mengakibatkan edema intraseluler

 Peningkatan tekanan osmotik pada jaringan yang terbakar yang menyebabkan akumulasi
cairan yang luas

Selama syok luka bakar, pergeseran cairan merupakan akibat langsung dari hilangnya integritas
dinding sel pada area cedera dan pada dasar kapiler. Kebocoran cairan terjadi dari kapiler ke
dalam kompartemen interstisial yang terletak pada area luka bakar dan seluruh tubuh, yang
mengakibatkan penurunan volume cairan dalam ruang intravaskular. Protein plasma dan natrium
keluar ke knteestisium sehingga meningkatkan pembentukan edema. Tekanan darah turun ketika
curah jantung menurun.

B. Perubahan Irama Jantung

Luka bakar listrik sering mengakibatkan disritmia jantung atau henti jantung-paru yang
disebabkan oleh panas yang merusak miokardium atau gangguan listrik pada aktivitas listrik
jantung.

C. Gangguan Vaskular Perifer

Panas langsung merusak ekstremitas terutama jika luka bakar sirkumferensial,


mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah. Sirkulasi pada ekstremitas dapat lebih lanjut
terganggu oleh edema dan oleh vasokonstriksi perifer yang terjadi selama syok luka bakar.

Sistem Pernapasan

Page 11
Cedera inhalasi merupakan cedera yang sering terjadi dan seringkali merupakan
komplikasi luka bakar yang mematikan. Edema pulmonal interstisial terjadi sekunder akibat
pengeluaran cairan dari pembuluh darah pulmonal ke dalam kompartemen interstisial jaringan
paru. Surfaktan diinaktifkan sehingga menyebabkan etelektasis dan kolaps alveolar. Sloughing
jaringan paru yang rusak dan mati kadang kala menghasilkan debris yang dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas lengkap. Cedera inhalasi diduga terjadi ketika pasien mengalami luka bakar
pada wajah, kulit kepala, atau rambut hidung. Temuan fisik mencakup adanya jelaga, hangus,
melepuh, dan ulserasi di sepanjang lapisan mukosa oral faring dan laring. Edema yang dihasilkan
pada jalan napas memuncak dalam 24 jam pertama hingga 48 jam cedera. Cedera termal jalan
napas bagian bawah jarang terjadi karena jalan napas bagian bawah dilindungi oleh refleks
laring, cedera termal di bawah pita suara jarang ditemui. Namun ketika cedera tersebut terjadi
biasanya dikaitkan dengan inhalasi uap air atau gas eksplosif atau aspirasi cairan panas.

Sistem Gastrointestinal

Ulkus stres atau ulkus curling adalah ulserasi akut pada lambung atau duodenum yang
terbentuk setelah cedera luka bakar. Nyeri abdomen, kadar pH lambung asam, hematemesis, dan
melena pada feses dapat menunjukkan ulkus lambung.

Selain itu, iskemia usus halus akibat vasokontriksi splanknik meningkatkan permeabilitas
mukosa usus halus. Akibatnya bakteri usus halus normal berpindah dari lumen usus besar ke area
extraluminal, suatu proses yang disebut translokasi bacterial. Proses ini diyakini menjadi salah
satu mekanisme yang menyebabkan sepsis sistemik dan sindrom diskusi organ multiple.

Sistem Gastrointestinal

Disfungsi system gastrointestinal secara langsung berhubungan dengan ukuran luka


bakar. Pasien dengan ≥ 20% TBSA mengalami penurunan peristalsis dengan akibat distensi
lambung dan peningkatan risiko aspirasi. Penurunan atau tidak adanya bising usus adalah
manifestasi ileus paralitik (usus tidak dinamik) sekunder akibat trauma luka bakar. Henti
motilitas usus yang dihasilkan menyebabkan distensi lambung, mual, muntah dan hematemesis.
Ulkus stress (Ulkus Curling) adalah ulserasi akut pada lambung atau duodenum yang terbentuk

Page 12
setelah cedera luka bakar. Nyeri abdomen, kadar pH lambung asam, hematemesis dan melena
pada feses dapat menunjukkan ulkus lambung. Selain itu, iskemia usus halus akibat
vasokontriksi splanknik meningkatkan permeabilitas mukosa usus halus.

Sistem Perkemihan

Selama tahap awal cedera luka bakar, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
sangat berkurang akibat penurunan volume darah intravascular dan pelepasan hormone
antidiuretic (ADH) oleh hipofisis posterior. Haluaran urin menurun, dan kreatinin serum dan
nitrogen urea darah meningkat. Urin pekat berwarna cokelat tua menunjukkan mioglobinuria
atau hemoglobinuria, akibat kerusakan otot dasar atau pelepasan sejumlah besar eritrosit yang
mati atau rusak setelah cedera luka bakar mayor. Ketika sejumlah besar pigmen ini dilepaskan,
hati tidak dapat menyesuaikan dengan konjugasi dan pigmen melewati glomerulus. Pigmen dapat
menyumbat tubulus ginjal dan menyebabkan gagal ginjal, terutama ketika dehidrasi, asidosis
atau syok.

System Imun

fungsi system imun adalah melindungi tubuh manusia dari invasi mikroorganisme asing.
Kebocoran kapiler yang terjadi pada tahap awal cedera luka bakar berlanjut selaa fase syok lka
bakar dan mengganggu komponen aktif system imun yang diperantarai sel dan system imun
humoral. System imun humoral bergantung pada sel B untuk menghasilkan antibody atau
immunoglobulin. Pada pasien luka bakar, kadar serum semua immunoglobulin berkurang secara
signifikan. Kadar protein serum tetap rendah secara persiten selama proses klinis sampai
penutupan luka terjadi. Penurunan nyata hitung sel T mengakibatkan penurunan aktivitas
sitotoksik dan penekanan system imun yang diperantai sel. Gangguan system imun yang
diperantai sel dan humoral merupakan keadaan imunodefisiensi didapat, yang menyebabkan
pasien luka bakar berisiko mengalami infeksi. Periode kerentanan bersifat sementara dan dapat
berlangsung dari 1-4 minggu setelah awitan cedera luka bakar. Selama kerangka waktu ini,
infeksi oportunistik dapat menjadi fatal meskipun dilakukan terapi antimikroba agresif.

Metabolisme

Page 13
Dua fase yang berbeda menandakan respons metabolic tubuh terhadap cedera luka bakar.
Fase surut yang terjadi selama 3 hari pertama cedera, ditandai dengan penurunan konsumsi
oksigen, ketidakseimbangan cairan, syok dan volume sirkulasi yang tidak adekuat. Respons ini
melindungi tubuh dari dampak awal cedera. Fase kedua yaitu fase pasang, terjadi ketika
resusitasi luka bakar yang adekuat sudah dilakukan. Fase ini ditandai dengan peningkatan
aktivitas selular dan katabolisme protein, lipolysis dan gluconeogenesis. Laju metabolik basal
(BMR) secara signifikan meningkat, yang mencapai dua kali laju normal. Berat badan dan panas
turun secara dramatis. Hipermetabolisme menetap sampai setelah penutupan luka terjadi dan
dapat muncul kembali jika komplikasi terjadi.

2.6 ASUHAN ANTARDISIPLIN

Tahap Asuhan Antardisiplin

1. Tahap Darurat/Resusitasi
Tahap ini berlangsung dari awitan cedera sampai resusitasi cairan yang berhasil. Selama
tahap ini, petugas layanan memperkirakan luas cedera luka bakar, melakukan tindakan
pertolongan pertama dan mengimplementasikan terapi resusitasi cairan. Pasien dikaji untuk
mengetahui adanya syok dan tanda gawat napas. Jika diindikasikan, selang intravena
dipasang dan pasien dapat diintubasi secara profilaksis. Tahap ini petugas layanan kesehatan
menetukan apakah pasien dipindahkan ke pusat penanganan luka bakar untuk strategi
intervensi yang kompleks oleh tim luka bakar professional antardisiplin. Pasien dewasa yang
harus ditangani di pusat penanganan luka bakar mencakup pasien yang mengalami hal
berikut :
 Luka bakar derajat dua atau tiga > 10% TBSA pada individu dewasa berusia > 50 tahun
 Luka bakar derajat dua atau tiga > 20% TBSA pada individu dewasa berusia > 50 tahun
 Luka bakar derajat tiga > 5% TBSA pada individu dewasa berbagai usia
 Luka bakar yang mencakup telapak tangan, telapak kaki, wajah, mata, telinga, atau
perineum
 Cedera listrik (tersambar petir), bahan kimia, dan inhalasi
 Luka bakar sirkumferensial pada ektremitas dan atau dada

Page 14
 Setiap luka bakar yang berkaitan dengan masalah yang meringankan, penyakit yang ada
sebelumnya, fraktur, atau trauma lain.

2. Tahap Akut
Tahap akut diawali dengan dimulainya diuresis dan diakhiri dengan penutupan luka bakar
(baik sembuh secara alami maupun melalui tandur kulit). Selama tahap ini, penatalaksanaan
perawatan luka, terapi nutrisi dan tindakan untuk mengendalikan proses infeksi dimulai.
Hidroterapi dan eksisi dan tandur luka full thickness dilakukan sesegera mungkin setelah
cedera. Tindakan untuk mengatasi infeksi diimplementasikan dengan pemberian agens
antimikroba topical dan sistemik. Penatalaksanaan nyeri merupakan segmen rencana asuhan
keperawatan yang signifikan selama proses klinis pasien yang mengalami cedera luka bakar.

3. Tahap Rehabilitasi
Tahap rehabilitasi dimulai dengan penutupan luka dan berakhir ketika pasien kembali ke
tingkat tertinggi pemulihan kesehatan, yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Pada
tahap ini focus utama adalah penyesuaian biopsikososial pasien, khususnya pencegahan
kontraktur dan jaringan parut dan berhasil memulai kembali pekerjaan, keluarga, dan peran
social pasien melalui rehabilitas fisik, vokasional, okupasional, dan psikososial.

Hentikan Proses Pembakaran

1. Luka Bakar Termal


Jika cedera termal disebabkan oleh panas yang kering, ditutupi pakaian yang terbakar atau
siram dengan air. Bantu individu “menghentikan, meredakan dan berguling” untuk
memadamkan api dan membatasi luas luka bakar. Saat api padam, tutupi tubuh untuk
mencegah hipotermia. Jika cedera termal disebabkan oleh panas yang lembap, siram area
tersebut dengan air dingin. Es tidak digunakan untuk mendinginkan karena es menyebabkan
vasokontriksi dan dapat menyebabkan cedera lebih lanjut. Ter dan aspal dapat dihilangkan
dengan minyak mineral, salep petroleum, medisol (jeruk dan petroleum yang disuling dengan
struktur hidrokarbon) atau Crisco.

2. Luka Bakar Kimia

Page 15
Segera lepaskan pakaian dan gunakan penyemprotan atau pancuran untuk menyiram area
yang terkena secara menyeluruh selama minimum 20 menit. Banyak bahan kimia dalam
bentuk bubuk dan bahan kimia yang kering harus dihilangkan sebanyak mungkin sebelum
menyiram permukaannya dengan air. Bahan kimia yang tidak biasa memerlukan konsultasi
dengan pusat pengendalian racun tentang terapi yang tepat. Pakaian pelindung harus dipakai
selama proses ini untuk melindungi penolong dari pajanan bahan kimia. Percikan bahan
kimia ke dalam atau dekat mata memerlukan irigasi mata segera dengan air atau salin yang
dingin dan bersih.

3. Luka Bakar Listrik


Pastikan sumber arus listrik sudah dihentikan atau dipindahkan individu ke tempat yang
aman dan jauhkan dari sumber energy dengan menggunakan alat nonkonduktif seperti
pegangan sapu yang tidak di cat. Jika individu tidak berespon, kaji adanya fungsi jantung dan
pernapasan. Jika diindikasikan, mulai RJP.

4. Luka Bakar Radiasi


Cedera radiasi biasanya minor dan hanya mencakup lapisan epidermis kulit. Terapi berfokus
pada membantu mekanisme tubuh normal meningkatkan penyembuhan luka. Untuk luka
bakar radiasi yang berat, seperti kecelakaan radiasi industry, petugas terlatih mungkin perlu
memindahkan ke area aman saat penyelamatan.

Dukung Fungsi Vital

Pengkajian awal status pernapasan dan hemodinamik dimulai dengan evaluasi jalan napas,
pernapsan dan sirkulasi pasien (Airway Breathing Circulation)

 Jika pasien tidak memiliki denyut nadi dan tidak bernapas, mulai RJP. Bebaskan jalan
nafas dan mulai pernapasan mulut ke mulut dan kompresi dada. Lanjutkan RJP sampai
fungsi jantung-paru spontan atau sampai tim penatalaksanaan kedaruratan mengambil
alih.

 Atur posisi pasien dengan kepala ditinggikan >30 derajat dan berikan oksigen yang
dilembapkan 100% melalui masker wajah.

Page 16
 Pantau disritmia atau henti jantung. Jika tersedia, hubungkan pasien dengan monitor
jantung dan observasi adanya disritmia. Tinggika ekstremitas yang mengalami luka bakar
diatas level jantung untuk memfasilitasi sirkulasi

 Mulai terapi penggantian cairan untuk luka bakar yang mencakup >20% area permukaan
tubuh total. Kaji secara kontinu suara jantung dan paru, observasi tingkat kesadaran,
frekuensi dan irama jantung, tekanan darah, dan haluaran urine.

 Tutupi pasien untuk mempertahankan suhu tubuh dan mencegah kontaminasi luka lebih
lanjut dan kerusakan jaringan.

Perawatan Kedaruratan dan Akut

Petugas pra-rumah sakit melaporkan kepada staf unit gawat darurat tentang semua
temuan dan intervensi medis yang terjadi di tempat kejadian cedera. Perawat mendapatkan
riwayat cedera, memperkirakan kedalaman dan luas luka bakar, memulai resusitasi cairan dan
mempertahankan ventilasi sesuai dengan protokol.

1. Resusitasi Cairan

Pemberian cairan intravena untuk memulihkan volume darah sirkulasi selama periode
akut peningkatan permeabilitas kapiler. Untuk mengatasi efek syok luka bakar, panduan
resusitasi cairan digunakan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan yang
berkaitan dengan cedera luka bakar mayor. Penggantian cairan diperlukan pada semua luka
bakar yang mencakup ≥20% TBSA. Cairan kristaloid diberikan melalui dua ateter berdiameter
besar (ukuran 14 - 16), lebih dipilih dipasang pada kulit yang tidak mengalami luka bakar.
Larutan laktat ringer yang dihangatkan adalah cairan intravena yang paling sering digunakan
pada 24 jam pertama setelah cedera luka bakar, karena paling mendeteksi komposisi cairan
ekstraseluler tubuh. Beberapa rumus dapat digunakan untuk mengganti kehilangan cairan:

 Rumus Parkland (Larutan laktat Ringer) = 4 mL x Kg x %TBSA luka bakar

 Rumus Brooke yang dimodifikasi (Larutan laktat Ringer) = 2 mL x Kg x %TBSA luka


bakar

Page 17
Rumus ini menentukan volume cairan yang diinfuskan dalam 24 jam pertama dari waktu
cedera luka bakar, dengan 50% cairan yang diinfuskan selama 8 jam pertama, yang dilanjutkan
dengan 50% sisanya pada 16 jam berikutnya(25% per 8 jam). dalam 24 jam kedua, cairan untuk
pasien yang lebih besar > 30%TBSA diganti dengan larutan kristaloid dekstrosa 5% dalam air
yang diritrasi untuk mempertahankan haluaran urine. Haluaran urine per jam sering digunakan
sebagai indikator resusitasi cairan yang efektif dengan sekitar 0,5 mL/Kg/jam untuk individu
dewasa yang dianggap adekuat. Selama resusitasi cairan, pasien mungkin memerlukan
pemantauan hemodinamik invasif. Kateter arteri pulmonal dapat digunakan untuk memantau
curah jantung, indeks jantung dan tekanan baji arteri pulmonal. Semua pengukuran harus
dipertahankan dalam batas normal untuk menyebabkan resusitasi cairan yang adekuat.

2. Penatalaksanaan Pernapasan

Beberapa pengkajian dasar status pernapasan harus dilakukan: pemeriksaan sinar-x dada,
AGD, tanda-tanda vital, dan kadar karbonhemoglobin. Intubasi diindikasikan untuk semua
pasien yang mengalami luka bakar pada dada, wajah atau leher. Intervensi yang harus dilakukan:

 Pertahankan kepala tempt tidur pada 30 derajat atau lebih untuk memaksimalkan upaya
ventilasi pasien. Ubah posisi miring setiap 2 jam untuk mencegah pneumonia hipostatik

 Untuk mempertahankan bersihan saluran jalan nafas, lakukan suction, bantu pasien
melakukan latihan batuk efektif dalam 2 jam.

 Dalam menghadapi obsturksi jalan napas, pasien memerlukan intubasi segera.


Pemasangan nasotrakea lebih baik ditoleransi dan dapat lebih efektif difiksasi. Namun,
jika pasien mengalami luka bakar nasolabial, rute orotrakea lebih dipilih. . intubasi
nasotrakea dan orotrakea dilakukan untuk penatalaksanaan ventilasi jangka pendek, untuk
pentalaksanaan jangka panjang >3 minggu trakeostomi.

 Humidifikasi udara ruangan atau oksigen membantu mencegah pengeringan sekresi


trakea. Aliran udara lingkungan atau aliran oksigen berdasarkan hasil AGD. Pasien dapat
dipasang masker wajah, kolar uap, T-piece, ventilasi mekanisme dengan PEEP, ventilasi
dukungan tekanan atau ventilasi jet frekuensi tinggi. Tujuan untuk mempertahankan

Page 18
oksigen jaringan yang adekuat dengan jumlah minimal aliran oksigen inspirasi yang
diperlukan.

 Medikasi untuk mendilatasi saluran bronkial yang mengalami konstriksi diberikan


melalui intravena dan sebagai inhalan untuk mengendalikan bronkospasme dan mengi

 Medikasi nyeri diberikan jika pasien tidak dalam keadaan syok.

Diagnosis

1. Urinalisis menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal dan status nutrisi pasien. Kehilagan
nitrogen diukur melalui penampungan urine 24 jam untuk itrogen total, nitrogen urea dan
nitrogen asam amino. Mioglobinuria yang ditandai dengan urine cokelat tua dan berwarna
seperti minuman anggur, menandakan perkembangan nekrosis tabular akut. Glikosuria adalah
perkembangan sementara setelah cedera luka bakar mayor, glikosuria mengindikasikan
kebutuhan untuk menyesuaikan program nutrisi.

2. Hitung darah lengkap dipantau secara teratur. Hematokrit yang meningkat sekunder akibat
hemokonsentrasi dan pergeseran cairan dari kompartemen intravaskular. Hemoglobin yang
menurun sekunder akibat hemolisis. Sel darah putih meningkat jika infeksi terjadi.

3. Elektrolit serum dipantau secara teratur. Kadar natrium yang menurun sekunder akibat
pergeseran cairan masif ke dala interstisium.

4. Hasil pemeriksaan fungsi ginjal dipantau secara ketat, nitrogen urea darah (BUN)
meningkat sekunder akibat dehidrasi. Kreatinin meningkat karena adanya insufisiensi ginjal.

5. Protein total, albumin, transferin, prealbumin, protein pengikat retinol, alfa 1-asam
glikoprotein dan protein C-reaktif mengindikasikan sintesis protein dan status nutrisi.

6. Kreatin fosfokinase (CPK) meningkat setelah luka bakar listrik, sekunder akibat kerusakan
otot yang luas. Glukosa darah meningkat sementara setelah cedera luka bakar mayor

7. Rangkaian AGD menunjukkan adanya hipoksia dan gangguan asam basa dan meunjukkan
respons pasien terhadap perubahan terapi oksigen. Pasien yang mengalami cedera luka bakar
mungkin menunjukkan peningkatan atau penurunan pH, penurunan PCO 2, penurunan PO2, dan
kadar bikarbonat normal-rendah.
Page 19
8. Oksimetri nadi memungkinkan pengkajian kadar saturasi oksigen yang berkesinambungan.
Pasien yang mengalami cedera luka bakar dapat memiliki kadar saturasi dibawah 95%

9. Rangkaian pemeriksaan ronsen dada mendokumetasikan perubahan dalam 24 - 48 jam


pertama yang dapat meggambarakan adanya atelektasis, edema paru, atau sindrom gawat
nafas akut (ARDS)

10. Rangakaian EKG diperlukan untuk memantau perkembangan disritmia, terutama yang
berkaitan dengan status hipokalemia dan hiperkalemia.

2.7 MEDIKASI

1. Pengendali Nyeri

Luka bakar sering menyebabkan nyeri yang menyiksa. Pada tahap darurat perawatan,
nakotik yang diberikan melalui intravena seperti morfin, hidromorfon atau fentanil merupakan
cara terbaik menangani nyeri. Terapi luka bakar juga dapat menghasilkan tingkat ansietas yang
tinggi dan mengharuskan penggunaan agens ansiolitik seperti midazolam dan lorazepam. Selama
tahap akut, opioid diberikan secara kontinu untuk mengurangi nyeri yang terjadi pada saat
istirahat. Analgesia yang dikendalikan pasien meningkatkan kemampuan koping pasien terhadap
nyeri. Rute pemberian per oral, subkutan atau intramuskular harus dihindari sampai stabilitas
hemodinamik dan perfusi jaringan yang tidak terganggu telah kembali. Setelah pasien memasuki
tahap rehabilitasi perawatan, terapi alternatif untuk pengendalian nyeri dapat ditambahkan pada
rencana asuhan. Distraksi, hipnotis diri, imajinasi terbimbing dan teknik relaksasi sangat
bermanfaat dalam mengatasi nyeri dan koping terhadap kehilangan.

2. Agens Antimikroba

Infeksi sistemik merupakan penyebab utama kematian pada pasien luka bakar mayor.
Organisme gram-positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus melakukan kolonisasi pada
permukaan luka bakar selama minggu pertama setelah terjadi luka bakar. Untuk menghilangkan
infeksi pada permukaan luka bakar, terapi antimikroba topikal yang bergantung pada protokol.
Dari banyak agens antimikroba yang tersedia, tiga jenis antimikroba yang paling banyak
digunakan adalah krim mafenida asetat (Sulfamylon), krim sulfadiazin perak (Silvadene) dan
rendaman nitrat perak 0,5%. walaupun dilakukan terapi antimikroba, pasien yang mengalami

Page 20
cedera luka bakar mayor memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami sepsis dan syok
septik. Pasien yang mengalami luka bakar mayor biasanya diberi antibiotik profilaksis. Terapi
antimikroba sistemik diindikasikan pada periode praoperasi dan pascaoperasi segera yang
berkaitan dengan eksisi dan autografting.

3. Profilaksis Tetanus

Jika status imunisasi pasien diragukan, toksoid tetanus diberikan melalui intramuskular
pada awal fase akut perawatan untuk mencegah infeksi Clostridium tetani.

4. Mencegah Hiperasiditas Lambung

Hiperasiditas harus dikendalikan untuk mencegah ulkus Curling. Slang nasogastrik


dipasang selama fase darurat perawatan dan aspiran lambung didapatkan setiap jam. pH lambung
harus dikaji dan dipertahankan pada kadar diatas 5. untuk mengendalikan sekresi asam lambung
selama fase akut perawatan, penyekat H2 histamin. Segera setelah bising usus terdengar, pasien
ditempatkan pada regimen antasid.

2.8 TERAPI

1. Pembedahan

 Debridement Pembedahan

Proses mengeksisi luka sampai tingkat fasia (eksisi fasia) atau secara berurutan
melepaskan irisan tipis luka bakar sampai tingkat jaringan yang dapat hidup (eksisi tangensial).
Eksisi fasia atau fasiektomi, mengorbankan lemak dan jaringan limfatik yang berpotensi dapat
hidup, penggunaannya disediakan untuk pasien yang mengalami luka bakar full thickness atau
yang luas. Teknik yang paling umum adalah elektrokauter dengan memotong dan membekukan
kemampuan saat ini.

 Eskarotomi

Ketika eskar luka bakar terbentuk secara sirkumferensial disekitar torso atau ekstremitas,
eskar ini bertindak sebagai tornikuet sehingga mengganggu sirkulasi. Jika tidak diperiksa, bagian
tubuh yang terkena mejadi gangren. Untuk mencegah konstriksi sirkumferensial pada torso atau

Page 21
ekstremitas, eskarotomi dilakukan oleh dokter dengan pisau bedah atau dengan elektrokauter.
Insisi pembedahan steril dibuat secara longitudinal di sepanjang ekstremitas atau tubuh untuk
melepaskan kulit yang tegang dan memungkinkan ekspansi yang disebabkan oleh pembentukan
edema. Dalam 24 jam pertama setelah prosedur, insisi harus dengan hati-hati dibalut
menggunakan kasa jaring halus. Setlah 24 jam, area tersebut ditangani dengan aplikasi langsung
agens antimikroba topikal.

 Autografting

Prosedur yang digunakan untuk menyebabkan penutupan kulit secara permanen.


Autografting epitelial yang dikultur adalah teknik ketika sel kulit dilepaskan dari area yang tidak
terbakar pada tubuh pasien, kemudian diiris dan diletakkan pada medium kultur untuk
pertumbuhan. Masalah dengan infeksi dan kurangnya pelekatan dapat terjadi.

2. Balutan Biologis dan Biosintesis

Setiap bahan sementara yang dengan cepat melekat pada dasar luka, meningkatkan
penyembuhan dan atau menyiapkan luka bakar untuk penutupan autografi permanen. Idealnya
jenis balutan ini harus mudah digunakan dan dilepaskan, tidak mahal, non-antigenik, elastis,
mampu mengurangi nyeri, mampu berfungsi sebagai barier bakteri dan mampu meningkatkan
proses penyembuhan alami. Menutup luka menghilangkan kehilangan air melalui evaporasi,
mengurangi infeksi dan meningkatkan penyembuhan luka. Balutan biologis dan biosintesis yang
saat ini digunakan mencakup homografi (alograft), heterografi (xenograft), selaput ketuban dan
bahan sintesis.

Homograft atau alograft adalah kulit manusia yang dihasilkan dari kadaver. Homografi
disimpan dalam bank kulit yang terletak diseluruh negeri. Homografi dibuat sebagai strip yang
dipotong dengan pola luka bakar dan dipasang dengan menggunakan teknik steril. Heterograft
atau xenograft adalah kulit yang diambil dari hewan, biasanya babi. Heterografi babi yang
ditangani dengan nitrat perak dikembangkan untuk memperlambat pertumbuhan mikroba.
Biobrane yaitu campuran bahan-bahan yang terdiri atas jaringan nilon yang diikat dengan silikon
yang terbukti berhasil menutup sementara luka bakar derajat dua dan tiga. Meskipun biobrane
melekat dengan baik pada luka yang cukup bersih, tetapi tidak dapat melekat pada atau
mengurangi hitung bakteri pada luka yang sangat terkontaminasi.
Page 22
2.9 PENATALAKSANAAN LUKA

1. Debridement Luka

Debridement adalah proses pengangkatan semua jaringan yang lepas, debris luka, dan
eskar (jaringan mati) dari luka. Tiga metode yang dipakai yaitu mekanis, enzimatik dan
pembedahan. Perawat boleh melakukan debridement mekanis dengan memasang dan melepas
balutan kasa (basah ke kering atau basah ke lembap), hidroterapi, irigasi, atau gunting dan pinset.
Pelepasan balutan kasa dapat menyebabkan nyeri dan kemungkinan merusak jaringan granulasi.
Selama hidroterapi (dikolam berendam, pancuran, atau pada meja semprotan) cedera luka bakar
dapat dicuci secara perlahan dengan sabun antimikroba yang ringan dan non-parfum atau larutan
pembersih luka untuk menghilangkan kulit mati dan memisahkan eskar. Debridement enzimatik
mencakup penggunaan agens topikal untuk melarutkan dan menghilangkan jaringan nekrotik dan
megangkat eskar. Enzim seperti accuzyme, kolagenase (santyl) atau fibrinolisis-
deoksiribonuklease (elase) digunakan pada lapisan tipis hanya dalam area luka dan ditutup
dengan satu lapisan tipis kasa jaring. Agens antimikroba topikal kemudian digunakan dan ditutup
dengan balutan basah yang besar, luka diimobilisasi dengan kasa jaring yang bisa diregangkan.
Agens enzimatik dihentikan penggunaannya saat eskar dilepas dan jaringan granulasi muncul.

2. Pengaturan Posisi, Bidai dan latihan Kontraktur

Masalah umum pada pasien yang mengalami cedera luka bakar. Selama terapi, pasien
harus dipertahankan dalam posisi yang mencegah terjadinya kontraktur. Karena fleksi
merupakan posisi istirahat alami pada sendi dan ekstremitas, tetapi fisik awal mencakup
mempertahankan posisi antideformitas. Bidai mengimobilisasi bagian tubuh dan mencegah
kontraktur sendi. Bidai digunakan sesegera mungkin setelah cedera dan dilepaskan sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan oleh ahli terapi fisik. Pada awal fase akut perawatan, ahli terapi fisik
menentukan latihan ROM aktif dan pasif yang dilakukan setiap 2 jam ditempat tidur, paling
sering melalui terapi fisik.

3. Dukungan Nutrisi

Page 23
Pasien yang mengalami luka bakar mayor berada dalam kondisi hipermetabolik dan
katabolik. Penatalaksanaan diet biasa yang berdasarkan asupan per oral jarang memenuhi
kebutuhan kkal yang diperlukan untuk mengatasi keseimbangan nitrogen negatif dan memulai
proses penyembuhan. Pemberian makan enteral dengan selang pemberian makan nasointestinal
dilakukan dalam 24- 48 jam cedera luka bakar untuk mengimbangi hipermetabolisme,
memperbaiki keseimbangan nitrogen, mengurangi sepsis dan mengurangi lama rawat di rumah
sakit.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

Skenario 2 :
Page 24
Seorang laki-laki berusia 27 tahun diantar ke UGD dengan keluhan terjatuh saat memindahkan
dandang berisi air panas kejadian jam 5 pagi tiba di UGD jam 6. Hasil pengkajian di UGD klien
kesadaran CM mengerang kesakitan, tampak luka bakar mengenai kedua kaki dari paha sampai
jari-jari kaki, eritema dan tampak bullae pada paha sebelah kanan, nafas spontan 30 x/menit,
Nadi 120 x/menit teraba lemah, TD 90/70 MmHg, akral dingin, CRT > 3 detik. Pasien di UGD
diberikan O2 dan pemasangan infuse RL 2 jalur, luka dibersihkan dan diberi zink asif 1%. Pasien
juga dipasang cateter urine, urine keluar 30 cc dan berwarna pekat. Hasil observasi setelah 1 jam
di UGD pasien masih kesakitan, nafas 26 x/menit, TD 100/60 MmHg, BB klien 65 Kg.

I. Pengkajian
Pengumpulan Data
A. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 27 tahum
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Cempaka Putih, Jakarta Pusat
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk UGD dengan keluhan terjatuh saat memindahkan dandang berisi air
panas kejadian jam 5 pagi tiba di UGD jam 6. Hasil pengkajian di UGD klien
kesadaran CM mengerang kesakitan, tampak luka bakar mengenai kedua kaki dari
paha sampai jari-jari kaki, eritema dan tampak bullae pada paha sebelah kanan, nafas
spontan 30 x/menit, Nadi 120 x/menit teraba lemah, TD 90/70 MmHg, akral dingin,
CRT > 3 detik.
C. Riwayat Penyakit Yang Lalu
Klien tidak pernah mengalami penyakit yang sama atau tidak ada riwayat
penyakit lainnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
E. Pemeriksaan Fisik

Page 25
1) Kesadaran : Composmentis
2) Tanda-Tanda Vital
TD 90/70 MmHg
N 120 x/menit
RR 30 x/menit
F. Pengkajian Primer
a) Airway
 Look
1) Klien tidak mengalami adanya sumbatan/obstruksi jalan napas.
2) Klien bernapas spontan
3) Klien sadar dan tampak mengerang kesakitan
 Listen
1) Tidak ada bunyi suara napas tambahan
 Feel
Patensi hidung simetris kiri dan kanan dimana Aliran udara yang keluar
pada hidung sama
b) Breathing
 Look
Tampak klien bernapas dengan baik RR 30 x/menit
 Listen
Tidak ada vesikuler dan bunyi suara napas tambahan
 Feel
Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
c) Circulation
 TD 90/70 MmHg
 N 120 x/menit
 Akral dingin
 CRT . 3 detik
d) Disability
Kesadaran composmentis, tampak mengerang kesakitan
e) Exposure

Page 26
Tampak luka bakar mengenai kedua kaki dari paha sampai jari-jari kaki,
eritema dan tampak bullae pada paha sebelah kanan.

G. Pengkajian Sekunder (Head to toe)


1) Kepala
Inspeksi : simetris, distribusi rambut merata, beruban
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
2) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan penglihatan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
3) Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
4) Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada pengeluaran serumen ataupun darah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut
Inspeksi : simetris kiri dan kanan,mukosa bibir pucat dan kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
6) Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada vena jugularis maupun kelenjar tiroid.
7) Dada
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dada normal.
Palpasi : ada nyeri tekan.
8) Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : bunyi peristaltik normal
9) Ekstremitas
 Atas  :

Page 27
Inspeksi : tidak ada luka bakar pada bagian lengan
Palpasi ; tidak ada nyeri tekan
 Bawah :
Inspeksi : tampak luka bakar mengenai kedua kaki dari paha sampai jari-
jari kaki dengan derajat luka bakar 36 %, eritema dan tampak bullae pada
paha sebelah kanan
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada yang mengalami luka bakar
10) Genetalia
Inspeksi : Tidak Ada Kelainan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

II. Analisa Data

Data Etiologi Problem


Data Subjektif : - Kerusakan jaringan kulit Nyeri Akut
Data Objektif :
1. Kesadaran CM
2. Tampak mengerang kesakitan
tampak luka bakar mengenai
kedua kaki dari paha sampai
jari-jari kaki dengan derajat
luka bakar 36 %, eritema dan
tampak bullae pada paha
sebelah kanan
3. P : tampak luka bakar
mengenai kedua kaki dari paha
sampai jari – jari kaki, eritema
dan tampak bullae pada paha
sebelah kanan
Q : Rasanya seperti terbakar,
hasil observasi setelah 1 jam
di UGD pasien masih
Page 28
kesakitan
R : daerah ekstermitas bawah
S : 8 skala
T : nyeri masih dirasakan,
hasil observasi setelah 1 jam
di UGD pasien masih
kesakitan
4. Tanda-tanda Vital
TD 90/70 MmHg
N 120 x/menit, teraba lemah
RR 30 x/menit
5. Akral dingin dan CRT > 3
detik
6. Luka dibersihkan dan diberi
zinc asif 1%
7. Hasil observasi setelah 1 jam
di UGD pasien masih
kesakitan.
8. Hasil observasi setelah 1 jam
RR 26 x/menit, TD 100/60
MmHg, BB klien 65 Kg.
Data Subjektif : - Trauma, kerusakan Kerusakan Integritas
Data Objektif : permukaan kulit Kulit
1. Kesadaran CM tampak luka
bakar mengenai kedua kaki
dari paha sampai jari-jari kaki
dengan derajat luka bakar 36
%, eritema dan tampak bullae
pada paha sebelah kanan
2. Luka dibersihkan dan diberi
zinc asif 1%.

Page 29
Data Subjektif : - Kelemahan umum Intoleransi Aktivitas
Data Objektif :
1. Kesadaran CM
2. Tampak mengerang kesakitan
Ekstermitas bawah klien
tampak luka bakar mengenai
kedua kaki dari paha sampai
jari-jari kaki dengan derajat
luka bakar 36 %, eritema dan
tampak bullae pada paha
sebelah kanan
3. Tanda-tanda Vital
TD 90/70 MmHg
N 120 x/menit, teraba lemah
RR 30 x/menit.
4. Terpasang cateter urine
5. Hasil observasi setelah 1 jam
RR 26 x/menit, TD 100/60
MmHg, BB klien 65 Kg.
Data Subjektif : - Kehilangan volume cairan Kekurangan Volume
Data Objektif : aktif Cairan
1. Kesadaran CM
2. Tampak mengerang kesakitan
Ekstermitas bawah klien
tampak luka bakar mengenai
kedua kaki dari paha sampai
jari-jari kaki dengan derajat
luka bakar 36 %, eritema dan
tampak bullae pada paha
sebelah kanan
3. Tanda-tanda Vital

Page 30
TD 90/70 MmHg
N 120 x/menit, teraba lemah
RR 30 x/menit.
4. Akral dingin, CRT > 3 detik
5. Terpasang infuse RL 2 jalur
6. Terpasang Oksigen
7. Terpasang cateter urine, urine
keluar 30 cc dan berwarna
pekat.
8. Hasil observasi setelah 1 jam
RR 26 x/menit, TD 100/60
MmHg, BB klien 65 Kg.
Data Subjektif : - Pertahanan primer tidak Resiko Infeksi
Data Objektif : adekuat & penekanan
1. Kesadaran CM respon inflamasi
2. Tampak mengerang kesakitan
Ekstermitas bawah klien
tampak luka bakar mengenai
kedua kaki dari paha sampai
jari-jari kaki dengan derajat
luka bakar 36 %, eritema dan
tampak bullae pada paha
sebelah kanan
3. Tanda-tanda Vital
TD 90/70 MmHg
N 120 x/menit, teraba lemah
RR 30 x/menit.
4. Hasil observasi setelah 1 jam
RR 26 x/menit, TD 100/60
MmHg, BB klien 65 Kg.

Page 31
III. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Kerusakan jaringan kulit
2. Kekurangan Volume Cairan b/d Kehilangan volume cairan aktif
3. Kerusakan Integritas Kulit b/d Trauma, kerusakan permukaan kulit
4. Intoleransi Aktivitas b/d Kelemahan umum
5. Resiko Infeksi b/d Pertahanan primer tidak adekuat & penekanan respon inflamasi

IV. Rencana Keperawatan

Nyeri Akut b/d Kerusakan jaringan kulit

 Intervensi :     

 Pengkajian nyeri komprehenisf


 Kaji kualitas, lokasi dan penyebaran dari rasa sakit
 Berikan posisi yang nyaman
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
 Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
 Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan
tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan
badan sendiri.

Kekurangan Volume Cairan b/d Kehilangan volume cairan aktif

Manajemen Cairan

 Monitor adanya factor-faktor yang menyebabkan defisit volume cairan (kesulitan


mempertahankan intake oral)
 Monitor total intake dan output cairan setiap 8 jam atau setiap jam  pada pasien yang
tidak stabil)

Page 32
 Monitor kecenderungan dalam output cairan selama 3 hari termasuk semua rute intake
dan output dan catatan warna dan berat jenis urine.
 Monitor setiap hari BB yang tiba-tiba terutama menurunan urine output atau kehilangan
cairan aktif
 Manajemen Hipovolemi
 Monitor tanda vital klien dengan definisit volume cairan setiap 15 menit – 1 jam pada
klien yang tidak stabil, observasi penurunan TD (Hipetensi) tachicardi, penurunan
volume nadi serta peningkatan/ penurunan temperatur tubuh.
 Monitor turgor kulit, haus, lidah dan mambran mukosa yang kering, kesulitan berbicara,
kulit kering, kelelahan dan kesadaran klien
 Kesediaan air segar dan cairan oral untuk klien
 Pertahankan ketepatan cairan IVFD dengan hati-hati

Kerusakan Integritas Kulit b/d Trauma, kerusakan permukaan kulit

Perawatan Kulit :

Pengobatan tipikal
 Implemetasikan rencana pengobatan yang diresepkan untuk pengobatan topical pada
tempat kulit yang mengalami  kerusakan
 Pilih pengobatan topical yang akan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka
basah dan keseimbangan dengan kebutuhan pengabsobsi eksudat.
 Ajarkan klien menggunakan obat topical yang sesuai dengan luka dan lokasinya
Perawatan Luka
 Kaji tempat / lokasi kerusakan kulit dan tentukan penyebab.
 Monitor lokasi kerusakan kulit paling sedikit sekali sehari untuk perubahan warna,
kemerahan, pembekakan, hangat, nyeri atau tanda-tanda infeksi lain. Tentukan apakah
pasien mengalami perubahan dalam sensasi nyeri.
 Monitor cara perawatan kulit klien, catat jenis sabun atau bahan pembersih lain yang
digunakan, suhu air yang digunakan dalam membersihkan kulit

Page 33
 Jangan memposisikan pasien pada lokasi kulit yang mengalami kerusakan jika sesuai
dengan  tujuan manajemen pasien secara keseluruhan, rubah dan posisikan pasien paling
sedikit 2 jam. Pindahkan pasien dengan perawatan pada perlindungan terhadap efek yang
merugikan dari kekuatan mekanik eksternal seperti tekanan, gesekan dan teriris.
 Hindari melakukan masase di sekitar kulit dan sekeliling Daerah Bone Prominance
 Ajarkan klien mengkaji kulit dan luka serta memonitor tanda dan gejala infeksi,
komplikasi dan penyembuhan luka.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama


terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap
infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi
sebagai organ eksretori dan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan
mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk
cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah Luka bakar merupakan cedera yang cukup
sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat
yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain.Biaya yang dibutuhkan
juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena api ( secara

Page 34
langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhutinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api
( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Luka bakar
adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald),
tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan- bahan kimia,
serta sengatan matahari.

DAFTAR PUSTAKA

Page 35

Anda mungkin juga menyukai