Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG LUKA BAKAR

Disusun oleh :
Dimas Dwi Setiawan

Sena Bayu Putra

Siti Novita Sari

Trianti Rusmia Anggraeni

Semester/Tingkat : V/IIIA

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA WACANA METRO

TA.2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah
ini dengan sangat mudah dan tepat waktu dengan judul “ MAKALAH TENTANG LUKA
BAKAR”.
Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai
penyempurnaan makalah ini, sehingga dikemudian hari makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua mahasiswa/i di Akper Dharma Wacana Metro. Seiring dengan itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Ibu Dosen yang memberikan Mata Kuliah
ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan kepada kita semua. Amin.

Metro, 20 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah cedera yang terjadi akibat pajanan terhadap panas, bahan kimia, radiasi,
atau arus listrik. Pemindahan energi dari sumber panas ketubuh manusia menyebabkan urutan
kejadian fisiologis sehingga pada kasus yang paling berat menyebabkan destruksi jaringan
ireversibel. Rentang keparahan luka bakar mulai dari kehilangan minor segmen kecil lapisan
terluar kulit sampai cedera komplek yang melibatkan semua sistem tubuh. Terapi bervariasi
dari aplikasi sederhana agens antiseptik topikal di klinik rawat jalan hingga pendekatan tim
antardisiplin, multisistem, dan invasif dilingkungan aseptik pusat penanganan luka bakar.
Diperkirakan bahwa 500.000 milyar cedera luka bakar yang memerlukan intervensi medis
terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, dan dari jumlah tersebut, sekitar 40.000 memerlukan
hospitalisasi dengan perkiraan sekitar 4.000 cedera luka bakar mengakibatkan kematian
(American burn Association [ABA], 2007).
Rumah merupakan tempat yang paling umum terjadinya luka bakar terkait kebakaran (43 %).
Kebakaran rumah menyebabkan 92,5 % dari semua kematian terkait kebakaran. Sebagian
besar kebakaran tempat tinggal disebabkan oleh memasak yang tidak di awasi, yang
disebabkan oleh minyak yang mudah terbakar, lemari, penutup dinding, gorden, dan kantong
kertas atau plastik. Bahkan roko, termasuk sigaret, cerutu, dan rokok tipa, merupakan
penyebab utama kematian akibat kebakaran rumah. Sampah, kasur, dan perabot yang dilapisi
dengan kain pelapis merupakan bahan yang sering terbakar dirumah.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Agar Mahasiswa lebih mengetahui dan memahami tentang Luka Bakar


2. Agar Mahasiswa lebih mengetahui etiologi luka bakar
3. Agar Mahasiswa lebih mengetahui tanda dan gejala luka bakar
4. Agar Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi luka bakar
5. Agar Mahasiswa lebih mengetahui pemeriksaan penunjang luka bakar
6. Agar Mahasiswa dapat mengetahui tentang penatalaksanaan untuk Luka Bakar
7. Agar Mahasiswa dapar mengetahui tentang komplikasi luka bakar
8. Agar Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan pada kasus luka bakar

1.3 Manfaat
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
mahasiswa memahami tentang luka bakar.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Konsep luka bakar


2.1.1 Pengertian

Luka bakar adalah cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap sumber
panas, kimia, listrik atau radiasi (Joyce M. Black, 2009).
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera
oleh sebab lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab
luka bakar selain karena api ( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat
tidak langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga (Sjamsuhidajat, 2005 )

2.1.2 Etiologi

Luka bakar termal :


 Kebakaran rumah
 Kecelakaan kendaraan
 Bermain dengan korek api
 Menggunakan petasan dengan cara yang salah
 Menggunakan bensin dengan cara yang salah
 Cedera melepuh dan kecelakaan di dapur (seperti anak yang memanjat kompor gas
atau memegang alat setrika yang panas)
 Pelecehan anak atau lanjut usia(lansia) oleh dewasa
 Pakaian yang terbakar

Luka bakar kimia :


 Zat yang menimbulkan lepuhan yang mengenai tubuh korban dengan kontak terhirup
(inhalasi) terminum, atau kena suntikan

Luka bakar listrik :


 Kontak dengan kawat listrikyang mengandung arus listrik atau dengan sumber alrus
listrik tegangan tinggi
 Anak-anak yang menggigit kabel listrik

Luka bakar gesekan :


 Kulit mengalami gesekan hebat dengan permukaan yang kasar

Luka bakar sengatan matahari :


 Seseorang terpajan matahari dengan berlebihan

2.1.3 Klasifikasi luka bakar

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,
baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah
yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah
terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat
kedalaman luka bakar.

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:

 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak
jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh
dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai
eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka
bakar derajat I adalah sunburn.
 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan
tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal
rambut. Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh
dalam 2-3 minggu.

Superficial partial thickness :

 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis


 Kulit tampak kemerahan, udem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar grade
I
 Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
 Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah
 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan
 Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena infeksi ), tapi
warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.

 Deep partial thickness


 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
 Disertai juga dengan bula
 Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari vaskularisasi
pembuluh darah ( bagian yang putih punya hanya sedikit pembuluh darah dan yang
merah muda mempunyai beberapa aliran darah )
 Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.
 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau
jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat
menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan
kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun
bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.
2.1.4 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala bergantung pada tipe luka bakar dan dapat meliputi :
 Nyeri dan eritema setempat yang biasa terjadi tanpa lepuh dalam waktu 24 jam
pertama (luka bakar derajat I)
 Menggigil, sakit kepala, edema lokal dan nausea serta vomitus ( pada luka bakar
derajat I yang lebih berat )
 Lepuhan berdinding tipis berisi cairan, yang muncul dalam tempo beberapa menit
sesudah cedera disertai edema ringan hingga sedang dan rasa nyeri (luka bakar derajat 2
dengan ketebalan parsial- superfasial )
 Tampilan putih seperti lilin pada daerah yang rusak (luka bakar derajat 2 dengan
ketebalan parsial- dalam)
 Jaringan seperti bahan dari kulit yang berwarna putih, cokelat, atau hitam dengan
pembuluh darah yang terlihat dan mengalami trombosis akibat destruksi elastisitas kulit
(bagian dorsum tangan merupakan lokasi paling sering terdapat vena yang mengalami
trombosis) tanpa disertai lepuhan (luka bakar derajat 3).
 Daerah yang menonjol dan berwarna seperti perak, yang biasa terlihat pada tempat
terkena arus listrik (luka bakar elektrik).
 Bulu hidung yang berbau sangit, luka bakar mukosa, perubahan suara, batuk batuk,
mengi, hangus pada mulut atau hidung, dan sputum berwarna gelap (karena inhalasi asap dan
kerusakan paru).

2.1.5 Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang
terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut
rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang
baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi
pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman
saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai
antibiotik.

` Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram
negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin
lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga
jaringan yang didarahinya nanti.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang
atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala
tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan


protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga
yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot
skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah
sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis
luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar


yaitu :
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera,
pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht
turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi
bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

2.1.7 Penatalaksanaan

 Penderita luka bakar harus segera dijauhkan dari agens yang dapat membakar,dan
daerah kulit yang terkena harus segera di rendam dalam air dingin untuk menghentikan
kerusakan lebih lanjut. Pemberian es harus di hindari karena dapat menurunkan aliran darah
ke daerah yang terkena dan memperburuk derajat luka bakar. Pakaian yang dikenakan tidak
boleh di lepas pada luka bakar serius, karena melepas luka bakar berarti melepas kulit.
 Pemberian cairan intravena molekul makro dengan volume besar seperti
albumin,dextran,dan glukosa, dapat men ingkatkan edema dsaerah yang tidak terkena luka,
tetapi tidak terjadi pada derah yang terkena.
 Heparin dapat mempertahankan aliran darah pada daerah yang terkena tetapi dapat
juga menimbulkan edema.
 Luka bakar derajat pertama dapat direndam dalam air dingin atau kompres dingin dan
obat anti implamasi dalam waktu yang lama.
 Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial memerlukan balutan khusus yang
merangsang pembelahan sel dan pertumbuhan
 Penatalaksanaan nyeri adalah tujuan utama terapi luka bakar. Peredaan nyeri yang
adekuat dapat menghilangkan trauma psikologis akibat luka bakar dan sebagian bertahan
seiring dengan penyembuhan kulit.

2.1.8 Komplikasi luka bakar

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction


Syndrome (MODS),dan Sepsis

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai
stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi
autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.

Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi


(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh
karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara
berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik,
menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan
fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan
berbagai organ (Multi-system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien
luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS
keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa
SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang
digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society
of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut
selama beberapa hari, yaitu:

- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)


- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2 < 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm 3), leukopeni (< 4000 sel/mm3)
atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan
MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ
pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa
intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan
sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan
bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.

2.1.9 Proses keperawatan

1). Pengkajian

Setelah keseimbangan cairan tercapai, klien berpindah ke fase akut perawatan luka
bakar. Selama fase ini, penutupan luka adalah focus utama perawatan. Luka dikaji setiap hari
dengan setiap penggantian balutan sebagai tanda penyembuhan pada infeksi. Area pengkajian
lainnya meliputi kondisi pernafasan : kendali nyeri, status gizi, dan ulserasi stres; mobilitas
dan kontraktur ; serta penyesuaian psikologi oleh klien dan keluarganya.

2). Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas


2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3. Hipotermi
4. Risiko infeksi
5. Risiko ulserasi stress
6. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
7. Nyeri akut
8. Kecemasan
9. Gangguan mobilitas fisik
10. Gangguan identitas diri
11. Ketidakmampuan koping keluarga

3). Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas


Hasil yang diharapkan : klien akan mengalami perbaikan pertukaran gas, yang
dibuktikan dengan pernapasan yang ringan ( tidak memerlukan usaha tambahan ), laju
respirasi 16 hingga 24 x/menit. Pa O2 lebih dari 90 mmHg, Pa O2 antara 35 sampai 45
mmHg, SaO2 lebih dari 95 % dan suara napas bilateral yang bersih.
Intervensi : Intervensi berlanjut tidak berubah sejak fase resusitatif cedera.
Pengkajian pernapasan yang komprehensif dan pembersihan paru preventif harus dilakukan
setiap 2 jam ketika klien sedang terbangun.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Hasil yang diharapkan : Klien akan mendapatkan bersihan saluran napas yang
efektif, yang dibuktikan dengan suara napas bilateral yang bersih, sekret paru yang jernih
hingga putih, mobilitasi sekret paru yang efektif, dan napas yang ringan (tidak memerlukan
usaha tambahan).
Intervensi : Intervensi berkelanjutan dimulai saat fase resusitatif penatalaksanaan.
Usaha pembersihan paru meliputi mengubah posisi klien, batu dan napas dalam; penggunaan
sporometri intensif setiap 2 hingga 4 jam ketika klien sedang terbangun; dan pengisapan
endotrakeal bila diperlukan memfasilitasi bersihan sekret dan sputum. Tinggalkan peralatan
suction oral dalam jangkauan klien untuk penggunaan mandiri.
3. Hipotermi
Hasil yang diharapkan : Klien akan menjaga suhu inti tubuh antara 99,6o dan 101o F
(antara 37,5o hingga 38,3o C). Tutupi klien dengan selimut hangat setelah sesi hidroterapi,
dengan hanya daerah permukaan tubuh terbatas saja yang terpapar selama pemberian balutan
dan obat topikal. Berikan lampu penghangat atau tameng panas dan tingkatkan suhu ruangan
sekitarnya dalam ruangan klien jika klien menunjukkan suhu dibawah normal. Cairan
intervena dan selimut penghangat dapat digunakan diruang operasi untuk menjaga suhu
tubuh.
4. Risiko infeksi
Hasil yang harapkan : Klien tidak akan mengalami invasi mikroba luka bakar yang
signifikan, seperti ditunjukkan oleh kultur luka kuantitatif yang mengandung kurang dari
100.000 unit untuk bentukan koloni/g ( CFUs/g). klien juga akan memperrtahankan suhu inti
tubuh pada 99,6o hingga 101o F, dan akan ditemukan bengkak , kemerahan, atau purulensi
pada lokasi insersi jalut; dan memiliki hasil negative pada kultur darah, urine, dan sputum.
Intervensi : Terus lakukan kebijakan pengendalian infeksi untuk klien dengan cedera
luka bakar dalam usaha untuk mencegah kontaminasi silang. Kaji manifestasi klinis infeksi
pada luka bakar; perubahan warna pada luka, drainase, bau, penyembuhan yang tertunda. ,
atau eskar berpori (spongy). Sama seperti pada fase resusitatif, berikan perawatan luka yang
cermat dengan cara aseptic, bersihkan dan bilas luka, serta debridemen jaringan nonvital
longgar untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Berikan obat antimikroba topikal keluka
untuk menurunkan risiko infeksi luka lokal. Lanjutkan untuk mengukur atau memotong
rambut tubuh sekitas batas luka hingga penutupan luka selesai. Amati indikator-indikator
klinis sepsis: sakit kepala, menggigil, anoreksia, anoreksia, perubahan tanda-tanda vital ,
hiperglikemia, dan glikosuria, ileus paralitik, serta kebingungan , keresahan, atau halusinasi.
Kaji manifestasi pada lokasi insersi kateter dan luka. Ambil hasil kultur sesuai perintah
dokter, dan berikan antibiotik dan antipiretik seperti diresepka.

5. Risiko ulserasi stress


Hasil yang diharapkan : Perawat akan memantau manifetasi perdarahan dan
menjaga pH lambung agar lebih dari 5.
Intervensi : pantau dan dokumentasikan nilai pH lambung da nisi hem setiap 2 jam
saat pipa nagostrik klien terpasang. Berikan antacid, pem\nyekat H 2, atau inhibitor pompa
proton sesuai permintaan dokter untuk menurukan isi asam lambung, karena kadar asam yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan perdarahan. Pantau kotoran untuk melihat adanya
perdarahan okulta.
BAB III

PEMBAHASAN KHASUS

3.1.1 Sembilan Pasien Luka Bakar Ledakan gas

Liputan6.com, Jakarta:
Sembilan korban ledakan tabung gas yang dirawat di Rumah Sakit Islam Cempaka
Putih,
Jakarta Pusat, Sabtu (17/4) kebanyakan mengalami luka bakar sampai 80 persen. Seorang di
antaranya dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU). Empat di antara sembilan pasien
adalah anak-anak. Penderitaan dirasakan Zidan, pasien RSI Cempaka Putih yang meringis
menahan sakit. Sekujur tubuh dan wajah bocah empat tahun itu terbakar. Orangtua sampai
turun tangan menenangkan erangan Zidan. Hamid, orangtua Zidan menuturkan ketika tabung
gas meledak, Zidan sedang melintas bersama teman-temannya. Kebetulan korban hendak
membeli mainan di Jalan Haji Ung, Kelurahan Harapan Mulya, Kemayoran, Jakpus. Usai
terkena ledakan orangtua langsung membawa sang buah hati ke rumah sakit.
Purwaningsih, pemilik gas yang meledak bingung dengan kejadian di rumahnya. Ia
tidak tahu kenapa tabung gas miliknya meledak. Kebetulan waktu itu sedang duduk di depan
rumah. Kepala Kepolisian Resor Jakpus Komisaris Besar Hamidin mengatakan, polisi
menyita tabung serta regulator yang diduga menjadi penyebab ledakan.
Pada umumnya kasus meledaknya tabung gas dari tabung tiga kilogram. Pertamina
mengumbar janji kalau tabung gas tiga kilogram diansuransikan. Korban ledakan juga
berharap Pertamina membantu membiayai para korban di rumah sakit AIS.

3.1.2 Tindakan keperawatan dari kasus diatas :

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a). Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.

2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,
memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien
dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%


Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang
menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat
menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator
dan modulator sepsis.

4. Perawatan jalan nafas


5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan
mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan
produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih
kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

b). Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang
di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada
setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi
cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular
untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi
dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam
cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan
adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini:

 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c). Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.
BAB IV

PENUTUP

4.1.1 Kesimpulan

Luka bakar adalah cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan
terhadap sumber panas, kimia, listrik atau radiasi (Joyce M. Black, 2009). Luka bakar
merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat memperlihatkan
morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab
lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar
selain karena api ( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung
dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuhidajat, 2005 )

4.1.2 Saran

Agar pembaca memahami dan mengerti tentang luka bakar, tingkat luka bakar,
tindakan pada luka bakar agar dapat bermanfaat serta berguna bagi pembaca dan
masyarakat umum
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.


Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed. USA: The McGraw-
Hill Companies; 2007.

Anda mungkin juga menyukai