Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti terkena air panas
(scald), koboran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash), tersentuh benda
panas (contact), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah.1,2
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang
berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan
cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penagannnya pun tinggi. Trauma
termal menimbulkan morbiditas dan moratalitas yang cukup tinggi. Menguasai prinsip-
prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma dan menerapkan tindakan
sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip
yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas
pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui
resusitasi cairan. 1,2
Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia.
Berdasarkan luas daerah yang terbakar, Wallace membagi bagian tubuh dengan
kelipatan dari 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Bagian tubuh tersebut termasuklah kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan depan
18%, badan belakang 18%, tungkai 36% dan genitalia/perineum 1%.. 1,3
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
a. mampu mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Luka bakar atau combustio.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, patogenesa, diagnosis dari
Luka bakar atau combustio.
b. Mengetahui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi dari
Luka bakar atau combustio.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.1,2

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat
dibagi menjadi1,3

2.2 Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia.
Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas , durasi
kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.1

1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)


Luka bakar termal disebabkan oleh air panas (scald), jilitan api ke tubuh (flash),
koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya (misalnya olastik logam panas dan lain-lain).1,2
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan
bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga.1,2
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah;
dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.1,2

2
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka
bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik
dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi.1,2

Gambar 1: Tipe luka bakar4

2.3 Patofisiologi
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu1:
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan
terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh
koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami kerusakan
endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan perfusi jaringan
diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin
berkakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona Hiperemia

3
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih
viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsi berat
dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 2: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi adekuat
dan inadekuat.1

Respon Sistemik

Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa1:

1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang


menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi
vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium
menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan ini
disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan
hipoperfusi oragan.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan pada luka
bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal
ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic menyababkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.

4
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi sistem
imun humoral dan seluler.

Gambar 3: Respon sistemik terjadi setelah luka bakar1

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan
cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut
dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena
gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi
berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari
prosedur resusitasi.1

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.
1. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajta ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh.
Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu
lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka
bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujiuan

5
agar pasien merasa nayamandengan mengoleskan soothing salves dengan atau
tanpa gel lidah buaya.1,3,5

2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)


Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial
partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness
burns atau luka bakar derajat IIA. Luka bakar derajat IIA ini tampak eritema,
nyeri, pucat jika ditekan, dan ditanadai adanya bulla berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat.Luka ini
mereepiteliasasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut
dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka
bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang
lama.1,3,5
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis
(deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness
burns atau luka bakar derajat IIB. Luka bakar derajat IIB ini tampak lebih pucat,
tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh
dalam 14-35 hari dengan reepiteliasasi dar folikel rambut,keratinosit dan kelenjar
keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.1,3,5
3. Luka bakar derajat III(full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai
ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri,
dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun
dermis sehingga luka harus sembuh debgan reepitelisasi dari tepi luka. Full-
thickness burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.1,3,5
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit
seperti otot dan tulang.3,5

6
Gambar 4: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman3,5

2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau
Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of
Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan
pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada
anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekan
kan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.1,2,3,5

Gambar 5: Wallence Rule of Nines 4

7
Gambar 6: Lund and Browder 4
3. Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association1,8:
1. Luka Bakar Ringan
 Luka bakar derajat II < 5%
 Luka bakar derajat II 10% pada anak
 Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
 Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
 Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
 Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
 Luka bakar derajat III 10% atau lebih
 Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
 Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

8
2.5 Kriteria Perawatan
Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang digunakan
untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka bakar adalah seperti
berikut4,5:
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10 tahun atau
lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, amlat kelamin, perineum, atau sendi
utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua
kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar kimia.
7. Trauma inhalasi
8. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka bakar
tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
9. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan anak
yang berkualitas maupun peralatannya.
10. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.6,7,8

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS6,7

9
2.7 Penatalaksanaan
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien
dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang
meleleh atau menempel pada kulit tidka bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan
ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan
untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.1,3,4
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi sikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan
dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage.
Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan
morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus
yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar
luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit
melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik
disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada
cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distress pernapasan. Gejala dan
tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu
pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas
darah serial dan foto thorax.1,2,5
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.1,3,5

10
1. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik
dan koloid:
1. Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer Laktat
dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki
osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial.
Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.1,5,6

2. Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan penggunaannya
dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam hiperonik tersedia dalam
beberapa konsentrasi, yaiyu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini
melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui
mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.1,5
3. Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran. Molekul
koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh karena itu
sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan
sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada.1,5,8
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama 5 hari,
tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak
menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan,
elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek
antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal
ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat
mencegah terjadinya SIRS.1

11
2. Dasar pemilihan Cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oksigen, PH
buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis
dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih
menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa kristaloid adalah
cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis
tertentu. Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini
dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial
secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan
pemberian cairan kristaloid.1,5
3. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat
kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan volume
intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan
memperbaiki transpor oksigen.1
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan
beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau
dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25%
dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom
syok.1,3,5
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter
3-4 ml/kgBB/% LB. 1,3
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada
kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik
sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak
terlalu luas tanpa keterlambatan.1,3,5
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut1,5,8:
 Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua,
12
kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan
cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
 Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB
dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi
rata dalam 24 jam.
 Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin
melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan
ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
 Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
 Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase
lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.1
Penatalaksanaan 24 jam kedua
 Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam.
Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml.
Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
 Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi
uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
 Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.1,5
Penatalaksanaan setelah 48 jam
 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
 Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin
dan hematokrit.1
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
 Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
 Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
 Hari I:

13
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1-5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc
 Hari II: sesuai kebutuhan faal
Formula Parkland:
 Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam
 Penambahan cairan rumatan pada anak :
4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin
yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.1,3

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami,
mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan
pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan
mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan
kontraktur dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan
setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk
bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm)
dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya.1,3,5
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar
derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar)

14
da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment
syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian
kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini
harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas.1,3,5
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan
air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril
dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing
untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan
kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi.
Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.1,3,5
5. Eksisi dan graft
Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa
autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan
biological dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat
dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan
penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen).
Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer
autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts
(FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan
penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien.1,3,5

15
Gambar 7 : Skin Graft 3

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertama populasi kuman yang sering
dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri
Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress
ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.1,5
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi..1,2,3,5
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk memperlancarkan
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam
posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam.
Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa
gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit.1,2,5

16
2.8 Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat perawatan
kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting. Kompilkasi
yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi
pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan
mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis
karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi,
hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka
bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan
kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi.
Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah.1

2.9 Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut.
Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut.1,3

17
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn .A

Usia : 19 tahun

Alamat : Muaro Bodi

Agama : Islam

Pekerjaan : Siswa

Pendidikan : SMA

Status : belum menikah

Masuk RS : 11 Agustus 2019

ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 11 Agustus 2019 pukul 19.00
WIB di IGD RSUD Sijunjung

Keluhan utama

Pasien dengan kiriman puskesmas Muaro bodi dengan keluhan Kulit wajah sebelah kanan,
lengan kanan atas, tangan kiri dan punggung kaki keduanya melepuh karena terkena api
sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

18
Riwayat penyakit sekarang

 wajah sebelah kanan, lengan kanan atas, tangan kiri dan punggung kaki keduanya
melepuh karena terkena api sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien membakar ayam bersama temanya Tiba-tiba kompor minyak tanah dari
dalam warung meledak dan menyambar ke tubuh pasien. Setelah kejadian pasien
langsung di bawa ke puskesmas .
 Riwayat terperangkap dalam ruangan tidak ada.
 Terhirup asap tidak ada
 Sukar bicara tidak ada
 sesak nafas tidak ada.
 terbentur di kepala tidak ada.
 Penurunan kesadaran tidak ada.
 pusing tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada.
 Demam tidak ada.
 Mual muntah tidak ada
 Bak dan Bab dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat Hipertensi tidak ada.


- Riwayat Gastritis tidak ada.
- Riwayat DM tidak ada.
- Riwayat alergi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat :

Hipertensi (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-)

19
PEMERIKSAAN FISIK

Primary survey

A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar

B : Spontan, frekuensi nafas 22x/menit, reguler, kedalaman cukup

C : Akral hangat, CRT < 2”, tekanan darah 140/80 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit,

suhu afebris

D : GCS 15, E4M6V5

Secondary survey

A. Status Generalis

 Keadaan umum :Tampak sakit sedang

 Kesadaran :Compos mentis

- Tanda Vital :TD :140/80 mmHg


N :120 x/menit

RR :22 x/m

T :37,00C

BB : 70 kg

TB : 165 CM

20
Kepala

 Bentuk : Normocephali, simetris


 Rambut : Hitam, lurus, penyebaran merata, tidak mudah dicabut
 Wajah : Tampak bula pada sisi wajah sebelah kanan.
 Mata : Kelopak atas mata kiri edema (-) dan dapat dibuka,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, lensa jernih, pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)

 Hidung : Nafas cuping hidung -/- , septum deviasi (-), sekret -/-,
mukosa hiperemis(-)
 Mulut : Bibir kering (+), edema (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-),
faring tidak hiperemis (-)
Leher

 Bentuk : Simetris
 Trakea : Di tengah
 KGB : Tidak ada pembesaran
 JVP : 5+2 cmHg
Thoraks

Paru

Inpeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada kanan kiri simetris
Palpasi : fremitus kanan kiri sama pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V 2 cm medial dari linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V 1 cm medial dari linea midklavikularis sinistra

21
Auskultasi: Bunyi jantung I - II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen

Inspeksi : Perut datar, simetris


Palpasi : Supel, asites (-), nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas

- Superior : Oedem -/-, sianosis -/-, akral dingin -/-, palmar manus pucat (-)
- Inferior : Pitting oedem -/-, sianosis -/-, akral dingin -/- CRT < 2 “
- Lihat status lokalis

Status lokalis

Facialis Dekstra : 2.5 %

Esktremitas Superior dekstra : 4.5 %

Ekstremitas Superior sinistra :9%

Ekstremitas Inferior Dekstra : 1%

Ekstremitas Inferior Sinistra :1%

Genitalia :0%+

Total : 18 %

Keterangan gambar

: Luka Bakar

: Bulla

22
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin

 Hemoglobin : 13,3 g/dL


 Hematokrit : 40 %
 Leukosit : 11500/L
 Trombosit : 343.000/L

DIAGNOSIS KERJA

Combustio grade II A dengan luas luka Bakar 18 %

DIAGNOSA BANDING

PENATALAKSANAAN

 O2 2 – 3 L/menit
 Tirah baring
 Diet TKTP
 Cairan Rumus Baxter : 4 x kgBB x % luas luka bakar
o 4 x 70 KG x 18 % = 5040 ml
o 8 jam Pertama : 2520 ml
o 16 jam berikutnya : 2520 ml
 Injeksi. Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv) st
 Inj. Dexketoprofen 3 x 1 amp (iv)
 Burnazin Salf.
 Kompres Nacl.

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Functionam : Bonam

23
Quo ad Sanactionam : Bonam

Follow Up

12 Agustus 2019

S/ Sesak nafas (-)


Nyeri pada luka bakar (+)
Mual muntah (-), Demam (-)

O/ KU : Sedang Kes : CMC


 TD : 120/80 mmHg Nadi : 93x/mnt
 Nafas : 22 x/mnt Suhu : 36.7 oC

A/ Combustio grade II A dengan luas luka Bakar 18 %


P/
 Awasi tanda trauma inhalasi
 IVFD RL 500 CC 6 jam /kolf
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr ( iv ) st
 Inj. Dexketoprofen 3 x 1 amp iv
 Burnazin Cream

13 Agustus 2019

S/ Sesak nafas (-)


Nyeri pada luka bakar (+) intensitas sudah mulai berkurang
Mual muntah (-), Demam (-)

O/ KU : Sedang Kes : CMC


 TD : 110/70 mmHg Nadi : 90x/mnt
 Nafas : 21 x/mnt Suhu : 36.5 oC

A/ Combustio grade II A dengan luas luka Bakar 18 %

24
P/
 Awasi tanda trauma inhalasi
 Diet TKTP
 IVFD RL 500 CC 6 jam /kolf
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr ( iv ) st
 Inj. Dexketoprofen 3 x 1 amp iv
 Redresing luka bakar.
 Burnazin Cream

14 Agustus 2019

S/ Sesak nafas (-)


Nyeri pada luka bakar (+) intensitas sudah mulai berkurang
Mual muntah (-), Demam (-)

O/ KU : Sedang Kes : CMC


 TD : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/mnt
 Nafas : 20 x/mnt Suhu : 36.5 oC

A/ Combustio grade II A dengan luas luka Bakar 18 %


P/
 IVFD RL 500 CC 6 jam /kolf ( aff)
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr ( iv ) st ( aff)
 Inj. Dexketoprofen 3 x 1 amp iv ( aff)
 Redresing luka bakar.
 Cefixime 2 x 100 mg po
 Asam mefenamat 3 x 500 mg po
 Burnazin Cream
 Pasien di perbolehkan pulang

25
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Tn. A usia 19 tahun datang dengan Pasien dengan kiriman puskesmas


Muaro bodi dengan keluhan Kulit wajah sebelah kanan, lengan kanan atas, tangan kiri dan
punggung kaki keduanya melepuh karena terkena api sejak 1 jam sebelum masuk rumah
sakit. wajah sebelah kanan, lengan kanan atas, tangan kiri dan punggung kaki keduanya
melepuh karena terkena api sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
membakar ayam bersama temanya Tiba-tiba kompor minyak tanah dari dalam warung
meledak dan menyambar ke tubuh pasien. Setelah kejadian pasien langsung di bawa ke
puskesmas .Pasien tidak terkurung dalam ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing,
mual, maupun muntah.

Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu diperhatikan ABCD
dari pasien. Dari pemeriksaan umum tidak ditemukan bulu hidung yang terbakar. Hal ini
dapat menyingkirkan adanya cedera inhalasi. Pernapasan normal dan tidak ada eskar
melingkar yang dapat menghalangi pergerakan pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit
Meningkat yaitu 140/80 mmHg dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 120x/menit.
Hal ini dapat menunjukkan adanya gangguan pada sistem kardiovaskular akibat terjadinya
hipovolemik yang diakibatkan penguapan berlebih dan keluarnya cairan intravaskular.

Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah sebelah kanan (2.5%), lengan kanan atas
( 4.5 %), tangan kiri ( 9 %), punggung kaki keduanya ( 2 % ). Luas luka ditentukan menurut
diagram rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 18% dengan kedalaman
derajat IIA.

Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II sebab kerusakan meliputi
epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan proses eksudasi,
ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf
sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar
derajat I kelainannya hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi.
Luka bakar juga tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III

26
dijumpai kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung)
dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat kerusakan
total ujung serabut saraf sensoris.

Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan leukosit.


Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka bakar.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah resusitasi cairan. Dengan cara Baxter dapat
dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu: 4 x BB x % luka bakar =4 x 70 KG x 18 % = 5040
ml

Pada 8 jam pertama pasien diberikan 2520 mL. Kemudian pada 16 jam kemudian
diberikan cairan sebanyak 2520 mL. Pada hari kedua diberikan cairan sebanyak setengah
cairan pertama yaitu 2860 mL/24 jam. Pada hari ketiga jumlah cairan kembali dikurangi
setengahnya menjadi 1260 mL/24 jam. Jumlah cairan dapat dikurangi bahkan dihentikan
bila diuresis pasien memuaskan dan pasien dapat minum tanpa kesulitan.

Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan air
hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu di daerah
cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan. Untuk menutup luka,
digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan RL atau salep untuk mencegah
penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bula yang luas dengan akumulasi
transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula sehinggamenyebabkan
gangguan keseimbangan cairan. Oleh karena itu perlu dilakukan insisi. Insisi ini bertujuan
untuk mengeluarkan cairan transudat tanpa membuang epidermis yang terlepas. Tutup luka
dengan kasa lembab selama 2-3 hari, kemudian diberikan salep antibiotik sampai terjadinya
epitelisasi.

Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit ini sudah didiagnosis
dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam pada pasien ini adalah
bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka, penyembuhan dapat terjadi secara
spontan dan telah dilakukan terapi pengobatan yang adekuat terhadap luka bakar. Prognosis
ad sanactionam pada pasien ini adalah bonam karena faktor penyebab dapat dihindari dan
tidak ada angka rekurensi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku


ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,
Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 12 october
2019.
5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari
http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 12 october 2019.
6. American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma Life
Support Seventh Edition.Indonesia: IkabiBarret-Nerin, JP & Herndon, DN. Principles and
Practise of Burn Surgery. New York: Marcel Dekker, 2005.
7. Sukasah C.L. Luka Bakar, Departemen Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009. pg 21 – 24
8. Prelack, K., Dylewski, M., & Sheridan, RL. Review: Practical Guidelines for Nutritional
Management of Burn Injury and Recovery. Burns 33 (2007)

28

Anda mungkin juga menyukai