Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH KASUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA


BAKAR
Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh
Kelompok 3 / Kelas 3B
1. Rifqoh Adiya I.K 1501100061
2. Lavenia Ika Novitasari 1501100062
3. Henny Rosa Rosyida 1501100064
4. Anisa Nurkholifah 1501100065
5. Nabilah Alwafi T.S 1501100066
6. Miranda Amami R 1501100067
7. Thanti Rhusdiana W 1501100068
8. Febri Dwi Hariono 1501100070
9. Alif Reza Q.R 1501100074

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


PRODI DIII KEPERAWATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
OKTOBER 2017
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.3 TUJUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.1.1 PENGERTIAN
Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2008 Hal : 130) luka bakar
adalah kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya
disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik,
dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Menurut Smeltzer, dkk (2008) luka bakar (combustio) adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Menurut Betz C, L & Sowden, L, A (2009, Hal : 56) luka bakar adalah
kerusakan jaringan karena karena kontak dengan agens, tremal, kimiawi,
atau listrik.

2.1.2 PREVELENSI
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang
dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang
terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua
sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua
puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan
tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi
gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari
50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75%
mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar
biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang
diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan
penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan
fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih
efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada
sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan
tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya,
penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan
permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih
dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar
yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh
cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan
komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api
atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia
memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan
listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia
menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain
dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat
mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik
pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan
umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar
sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar
tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta
terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan
langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur,
status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi
beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar
sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau
kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya.
Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan
yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang
yang menyertai pada luka bakar tertentu.

2.1.3 ETIOLOGI
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

2.1.4 KLASIFIKASI
Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar :
a. Berdasarkan kedalamannya, luka bakar diklasifikasikan menjadi :
1) Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat I merusak bagian kulit yaitu epidermis, ini biasa
dikarenakan akibat terjemur matahari. Pada awalnya terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi dan kemudian gatal akibat stimulasi
reseptor sensoris dan biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa
meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama adalah setiap
luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan
jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah
yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi
oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan
dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar
derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam
5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama
akan sembuh tanpa bekas.
Luka bakar derajat I :
1) Disebut juga luka bakar superficial
2) Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah
dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn
3) Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
4) Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).
2) Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal,
nyeri karena ujung_ujung saraf teriritasi. luka bakar dibedakan menjadi 2,
yaitu :
a) Derajat II dangkal (superficial)
mengenai bagian superficial dari dermis. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit
seperti olikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar
masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lenih dari sebulan.
Luka bakar derajat II :
1) Superficial partial thickness:
a) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
b) Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada
luka bakar grade I
c) Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
d) Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang
basah
e) Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena
tekanan
f) Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena
infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.
2) Deep partial thickness
a) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
b) disertai juga dengan bula
c) permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari
d) vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya hanya sedikit
pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran
darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.
3) Luka bakar derajat III
Yang terkena dalam luka bakar derajat III adalah seluruh bagian dermis
dan bagian lapisan lemak. Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Luka akan tampak
berwarna putih , coklat, merah atau hitam. Luka ini tidak akan
menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor sensoris telah mengalami
kerusakan total. Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan
yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau
coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena
koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa
nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
Luka bakar derajat III :
1) Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
2) Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan
pembuluh darah sudah hancur.
3) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan
tulang.
4) Luka bakar grade IV
Berwarna hitam
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan Jilatan api, sinar Kering tidak ada Bertambah Nyeri
partial ultra violet gelembung. merah.
superfisial (terbakar oleh Oedem minimal atau
(tingkat I) matahari). tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.
Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan lembab Berbintik- Sangat
dari ketebalan bahan air atau yang ukurannya bintik yang nyeri
partial bahan padat. bertambah besar. kurang jelas,
(tingkat II) Jilatan api Pucat bial ditekan dengan putih, coklat,
- Superfis kepada pakaian. ujung jari, bila tekanan pink, daerah
ial Jilatan langsung dilepas berisi kembali. merah coklat.
- Dalam kimiawi.
Sinar ultra violet.
Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, kering, Tidak sakit,
sepenuhnya bahan cair atau mengelupas. hitam, coklat sedikit
(tingkat III) padat. Pembuluh darah seperti tua. sakit.
Nyala api. arang terlihat dibawah Hitam. Rambut
Kimia. kulit yang mengelupas. Merah. mudah
Kontak dengan Gelembung jarang, lepas bila
arus listrik. dindingnya sangat tipis, dicabut.
tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.

b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka, menurut American Bum Association


terdiri dari :
1) Luka Bakar Mayor
Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum
2) Luka Bakar Moderat
Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak
Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum
3) Luka Bakar Minor
Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang
dari 10% pada anak-anak
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, dan kaki
Luka tidak sirkumfer
Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur
Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga
tingkatan fase, yaitu : (dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC)
a. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena
adanya cidera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan
keseimbagan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat
sistemik. Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme
bernapas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernapasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase
akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan masalah inflamasi,
sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi. Fase berlangsung
setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini
adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur,
dan deformitas lainnya. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan
sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka
c. Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas, dan kontraktur.

Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of
nine) yang diprovokasi oleh Wallace, yaitu :
1. Kepala dan leher : 9%
2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4. Tungkai masing-masing 18% : 36%
5. Genitatalia/perineum : 1%
Total : 100%
Pada anak-anak menggunakan tabel dari lund atau Browder yang mengacu pada
ukuran bagian tubuh terbesar pada seorang bayi/anak (yaitu kepala) (Moenadjat,
2009).
Usia (tahun) 0 1 5 10 15 Dws
A-kepala (muka belakang) 9 8 6 5 4 3
B-1 paha (muka belakang) 2 3 4 4 4 4

C-1 kakai (muka belakang) 2 2 2 3 3 3

Menurut Kahan dan Raves (2011) :


Lokasi yang
Derajat Karakteristik Perkembangan Klinis Terapi
Terlibat
Derajat 1 Epidermis. Eritema dan Sembuh dalam waktu 3-4 Lotion dan
atau nyeri. hari tanpa pembentukan obat anti
ketebalan jaringan parut. Sel-sel imflamasi
partial epidermis yang mati non steroid.
superficial. mengalami deskuamasi
(mengelupas).
Derajat 2 Melewati Merah muda/ Luka bakar dermis Dilakukan
atau epidermis merah/ superficial sembuh dalam eksisi dan
ketebalan dan sampai mengeluarkan waktu 1 minggu tanpa graft pada
partial ke dermis. cairan, pembentukan jaringan luka bakar
superficial pembengkakan parut atau gangguan dermis yang
dalam. dan kepuh, fungsional. Luka bakar dalam.
sangat nyeri. dermis yang dapat sembuh
dalam waktu 3-8 minggu
tetapi disertai dengan
pembentukan jaringan
parut yang berat dan
gangguan fungsi.
Derajat 3 Semua Putih atau Luka bakar hanya dapat Dilakukan
atau lapisan hitam , seperti sembuh dengan cara eksisi dan
ketebalan melewati beludru, migrasi epitel dari perifer graft.
penuh. dermis. seperti lilin, dan kontraksi. Kecuali
tidak nyeri luka bakar berukuran
kecil, luka bakar ini
memerlukan tindakan
graft.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS


Menurut Corwin Elizabeth, J. (2009, Hal : 131) manifestasi klinis
pada klien dengan luka bakar ialah sebagai berikut.
a. Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh kemerahan dan
nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit
mungkin terkelupas.
b. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai oleh
terjadinya lepuh ( dalam beberapa menit) dan nyeri hebat.
c. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam ditandai oleh
lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka
yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
d. Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis, dan
kering. Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungin
tampak putih, merah atau hitam dan kasar.
e. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau
mungkin tampak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung.
Luka bakar listrik biasanya timbul dititik kontak listrik. Kerusakan
internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada
luka yang tampak dibagian luar.

Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan


dari luka bakar tersebut, yaitu :
a. Derajat I : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi
pembengkakan hanya pada lapisan atas kulit ari (Stratum
Corneum), terasa sakit, merah dan bengkak.
b. Derajat II : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan
kulit ari, luka nyeri, edema, terdapat gelembung berisi cairan kuning
bersih (eksudat).
c. Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica), kulit
terbuka dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat dengan
tekanan, tidak nyeri, folikel rambut dan kelenjar keringat rusak.
d. Derajat IV : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih
dari kulit ari dan kulit jangat sudah terbakar.

2.1.6 PATOFISIOLOGI
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2
pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit
terbakar atau terpajan suhu tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya,
area sekitar, dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan
permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke
interstisial sehingga terjadi oedema dan bula yang mengandung banyak
elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan
hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya
cairan intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%,
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang
terbakar luas (lebih dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, serta produksi urin berkurang.
Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat
terjadi anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka
terjadi di wajah dapat terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna
gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat terikat dengan
hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat oksigen.
Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan
muntah.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke
pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka
bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak
tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman
penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
biasanya sangat berbahaya karena kumanya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif
yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian
dapat terjadi invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang
dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya,
terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka
bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama
dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan
keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang
invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan
jaringan keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik. Akibatnya,
luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi
kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang
terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini
dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar
sebasea, sel basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar
derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat jelek. Luka bakar yang
derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur.
Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada
penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di
mukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan
gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau
stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi
iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat
nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini
adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan
melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang
karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi.
Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori
tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat
dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita
menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun.
Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama bila mengenai
wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat
tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut
schizophrenia post burn. (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).
2.1.7 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan luka bakar
a. Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat, dkk. (2010)
1) Luka bakar suhu atau thermal
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan kain basah.
Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-guling agar
bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang
panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang
terbakar atau menyelup-kan diri ke air dingin atau melepas baju yang
tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit. Upaya pendinginan ini dan upaya mempertahankan suhu
dingin pada jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel di
jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terlangsung walaupun api
telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas.

2) Luka bakar kimia


Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering
mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka
karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan,
padahal daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam.
Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia
secara masif, yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan
kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis.
Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu
untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat
menambah kerusakan jaringan.
Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan
umum, serta pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10%
dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus
jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat
menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin
diperlukan debridemen yang disusul skin grafting dan rekonstruksi.
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa
irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus
sampai penderita ditangani di rumah sakit.
3) Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung
muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian
kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus
diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang
diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka bakar di
kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih dalam.
Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena
mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini mengharuskan
pengeluaran urin 75-100 ml per jam. Selain itu, urin harus diubah menjadi
basa dengan natrium bikarbonat intravena yang menghalangi pengenda-pan
mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap
rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus
diberikan diuretik yang kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot
yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan
selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas
mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat atau
pembersihan jaringan nonviabel.
Otot jantung juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG)
harus dilakukan untuk menge-tahui adanya kerusakan jantung dan
pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan
merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama pada
medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes
elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu dilakukan pada
tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas peritonealis
dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.
4) Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari
kontaminan sehingga harus mengguna-kan pelindung. Prinsip penolong
penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju
pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari
dan dihentikan serta benda yang terkontaminasi dibersihkan dengan air
sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain
itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia,
trombositopenia, dan kerenta-nan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak
digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang.
2. Penatalaksanaan ABC (airway, breathing, circulation)
a. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan napas dari sumbatan yang
terbentuk akibat edema mukosa jalan napas ditambah sekret yang
diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada
luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa
endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada
kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan napas yang dapat
menyebabkan distres pernapasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan
trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres napas.
Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi
merupakan sarana pembebasan jalan napas dari sekret yang diproduksi,
memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase
bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
Pemasangan pipa Nasofaringeal
Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi nares,
nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau kedua nares
sehingga ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa nasal mempunyai
keuntungan karena bisa dipasang pada penderita yang masih mempunyai
reflek muntah tanpa menyebabkan muntah.
b. Breathing
Menurut Moenadjat (2009), pastikan pernapasan adekuat dengan :
1) Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak
dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi,
penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input)
oksigen karena patologi jalan napas, bukan karena kekurangan oksigen.
Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan
karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti
terjadinya stres oksidatif.
2) Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah
untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan
meredam proses inflamasi mukosa.
3) Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan
melalui pipa endotrakea atau krikotiroidek-tomi. Prosedur ini dikerjakan
pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan
kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk
mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi akibat zat kimia.
Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
4) Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul pada mukosa jalan napas dibandingkan
tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat
erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan
menggunakan metode endoskopik (bronkos-kopik) dan merupakan gold
standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur
diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan napas.
5) Rehabilitasi pernapasan
Proses rehabilitasi sistem pernapasan dimulai seawal mungkin.
Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut
antara lain :
a) Pengaturan posisi
b) Melatih reflek batuk
c) Melatih otot-otot pernapasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara
aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif.
6) Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan
distresparpernapasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem
pernapasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan volume
kontrol.
c. Circulation
Penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter
yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk
mempertahankan volume sirkulasi.
Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan
jarum atau kateter yang besar minimal no. 18, Hal ini penting untuk
keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP.
CVP (Central Venous Pressure) merupakan perangkat untuk memasukkan
cairan, nutrisi parenteral, dan merupakan parameter dalam menggambarkan
informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana,
penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak
meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan
permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian
cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat
pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan CVP.
3. Melepaskan penghalang
Tujuan melakukan penilaian serta mencegah terjadinya konstriksi sekunder
akibat edema
4. Resusitasi cairan
Pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan
diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektro-lit) dari
intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik
intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan
onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan
gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang
hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intra-vaskuler mengalami
defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi
oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang
timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan
organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi
dengan angka kematian.
Pemberian Cairan dengan menggunakan Rumus Baxter
Rehidrasi dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :(2)
4cc/kgBB/%lukabakar/24 jam.
Separuhnya diberikan dalam 8 jam pertama dan separuhnya lagi
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Rumus inipun tidak mutlak tepat karena banyak faktor tidak
diperhitungkan, misalnya luka bakar yang dalam.
Contoh :
Korban gawat darurat dengan BB 50kg, luas luka bakar 20%. Maka korban
gawat darurat akan mendapat 50 x 20 x 4 cc / 24 jam = 4000 cc / 24 jam.
Separuhnya 2000 cc (4 kolf) dalam 8 jam pertama.
Catatan : 2000cc x 20 (tetes infus set) = 80 tetes / menit.
4 (jam) x 60 (menit)
Rumus ini hanya merupakan patokan awal, dan menilai cukupnya cairan yang
diberikan lebih tepat dengan menilai reproduksi urin setiap jam, yaitu 30 50
cc setiap jam pada orang dewasa. Atau dapat menggunakan ukuran 1-1,5 cc /
kgBB / jam. Contohnya, korban yang Bbnya 50 kg, maka produksi urin
normalnya antara 50 70 cc / jam.
Bila masa pra rumah sakit hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan
kateter uretra ( pemasangan DC, Dauer Catheter). Namun dalam keadaan
khusu dimana masa pra-rumah sakit yang lama ( transportasi yang sangat
lama ), maka perlu pemasangan DC sehingga dapat di lakukan monituring
produksi urin.
5. Fluid Creep Phenomena
Dalam dekade terakhir, resusitasi cairan pada pasien luka bakar telah
dilakukan sebagai proses yang rutin. Kebanyakan dari klinisi menggunakan
rumus Parkland dalam 24 jam pertama untuk menyesuaikan volume cairan
yang diberikan. Sesuai dengan variasi situasi pada pasien luka bakar,
penggunaan volume cairan yang berlebih cenderung terjadi untuk
meningkatkan pengeluaran urin. Pemberian cairan yang berlebihan dapat
mengakibatkan komplikasi edema yang dikenal dengan fenomena "fluid
creep". Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk optimasi titrasi dan jenis
cairan yang digunakan, seperti pemakaian koloid atau larutan garam
hipertonik. Tujuannya adalah untuk menurunkan kebutuhan volume cairan
dan terjadinya edema. Penelitian saat ini tentang resusitasi cairan pasien luka
bakar berkonsentrasi pada pendekatan untuk meminimalisir fenomena "fluid
creep" dengan memperketat kontrol cairan intravena. Formula Parkland
sebaiknya hanya digunakan sebagai panduan dalam pemberian cairan.
selanjutnya harus dilakukan penyesuaian pada volume dan kecepatan cairan
intravena sesuai dengan respon pasien. Banyak penelitian menunjukkan
perbandingan antara pemakaian kristaloid dan koloid pada 24 jam pertama
setelah kejadian luka bakar. Saat ini, masih terdapat perdebatan penentuan
waktu yang tepat untuk pemakaian cairan koloid untuk resusitasi.
Bagaimanapun, penggunaan albumin 5% dalam 24 jam kedua dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif yang bisa diterima (Septrisa, 2012).
6. Penatalaksanaan pencegahan infeksi
Menurut Hudak dan Gallo (2000), ketika kestabilan hemodinamik dan
pulmonal telah tercapai, perhatian ditujukan pada perawatan awal luka bakar.
Menurut Moenadjat (2009), infeksi luka yang berkembang menjadi sepsis
menjadi topik yang banyak dibahas dan merupakan penyebab kematian pada
luka bakar. Konsekuensinya penggunaan antibiotika dalam penatalaksanaan
luka bakar menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak. Tindakan yang dilakukan
untuk mencegah dan mengatasi infeksi terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu :
a. Tindakan aseptik
Yang dimaksud dengan tindakan aseptik adalah serangkaian perlakuan
yang diterapkan dan mencerminkan upaya mencegah infeksi, dengan cara :
Mengupayakan ruang perawatan dalam kondisi aseptik. Hal ini diupayakan
melalui beberapa cara termasuk desain ruangan yang memungkinkan
ventilasi laminar berlangsung layaknya sebuah ruang operasi, penerapan
sistem positive air preasure air filter, termasuk perawatan yang bertalian
dengan proses desinfeksi ruangan, dll.
Linen dan bahan lain yang steril. Penggunaan perangkat khusus seperti
baju (piyama), skort, topi, masker, alas-kaki, pencucian tangan,
penggunaan sarung tangan, dll. Hal ini mencerminkan perilaku petugas
sebagai digariskan dalam general precaution upaya mencegah infeksi.
b. Pencucian luka
Pencucian luka dilakukan menggunakan air yang disterilkan. Prinsip
dilution is the best solution for pollution diterapkan.
Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar
(dalam delapan jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali dalam
sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement.
Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan membuang
eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang memicu respon inflamasi
dan menghalangi proses penyembuhan luka karena berpotensi besar untuk
berkembang menjadi fokus infeksi. Tindakan ini dilakukan seawal
mungkin dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Yang
dimaksud tindakan awal adalah dalam 3-4 hari pertama pasca trauma, saat
konsistensi eskar masih padat dan belum mengalami lisis, eskar yang
mengalami lisis memicu respon inflamasi sangat kuat dan sulit dilakukan.
Pada prosedur ini, luka dicuci menggunakan larutan steril.
Perawatan untuk pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci setiap
kali penggantian balutan.
c. Eskarotomi
Meskipun peninggian ekstrimitas dapat menurunkan edema, namun
eskarotomi sering diperlukan. Eskarotomi adalah insisi pada jaringan parut
yang menebal sehingga memungkinkan jaringan edematosa yang hidup di
bawahnya melebar. Dengan demikian memulihkan perfusi jaringan yang
adekuat. Eskarotomi dibuat pada garis midlateral atau midmedial
ekstrimitas yang terkait. Prosedur dilakukan di tempat tidur, dan tidak
memerlukan anestesi lokal. Tempat eskarotomi ditutupi dengan agen
topikal karena karena jaringan hidup terpajan, dan dipasang balutan tipis.
Biasanya prosedur ini diperlukan hanya pada cedera yang terjadi
lingkungan arus listrik bertegangan tinggi atau cedera hancur (Hudak dan
Gallo, 1996).
d. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik secara umum dibedakan atas dua jenis, yaitu
antibiotik profilaksis dan terapeutik.
1) Antibiotikaprofilaksis pada luka bakar
Secara umum yang dimaksud dengan pemberian antibiotik profilaksis
adalah pemberian antibiotik sistemik bertujuan mencegah
berkembangnya infeksi sebelum melakukan sayatan tindakan
pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Antibiotik diberikan
melalui jalur intravena 30 menit sebelum tindakan untuk satu kali
pemberian (single dose). Jenis antibiotik yang diberikan didasari atas
pola bakteri yang didasari atas pola bakteri yang paling sering
menimbulkan infeksi di rumah sakit pada kurun waktu tertentu.
2) Antibiotik teraupetik pada luka bakar
Pemberian antibiotik sistemik yang ditujukan mengatasi infeksi yang
timbul. Pemilihan jenis antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur
mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas terhadap
mikroorganisme penye-bab. Pemberiannya diberikan sesuai dosis
lazim.
7. Amputasi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), indikasi amputasi apabila terdapat :
a. Cedera otot masif akibat elektric injury disertai mioglobin pada urin
yang gagal berespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian diuretik
kuat serta manitol.
b. Keropeng dengan perlemahan status vaskuler dengan nekrosis iskemik.
c. Infeksi yang meluas hingga mengenai sebagian besar anggota gerak.
8. Perawatan Luka Pada Luka Bakar
Terdapat 2 jenis perawatan luka pada luka bakar, yaitu :
1) Perawatan luka bakar terbuka (exposure method)
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit
berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya mitras-
argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang
enak karena melihat luka yang tampak kotor. Perawatan terbuka ini
memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka
harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat LB
yang dangkal. Untuk LB III dengan eksudasi dan pembentukan pus harus
dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering.
Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka dicuci dengan
sabun atau antiseptik dan secara bertahap dilakukan eksisi eskar atau
debridement.
2) Perawatan luka bakar tertutup (occlusive dressing method)
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah
luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan
tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan
antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak,
sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tole) setelah dibubuhi dan
dikompres dengan antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari.
Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan
terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk LB luas debridement
harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.
9. Tindakan Bedah
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita LB yang dapat melewati fase aktif
adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin
menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme
yang sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan
nekrotik dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam.
Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah :
1. Keadaan umum cepat membaik.
2. Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
3. Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.
4. Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
5. Sensitivitas lebih baik.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPEARAWATAN


2.2.1 PENGKAJIAN
2.2.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.

2.2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


2.2.4 RENCANA KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
Resiko bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas tetap Kaji refleks gangguan/menelan; Dugaan cedera inhalasi
efektif berhubungan dengan efektif. perhatikan pengaliran air liur,
obstruksi trakheobronkhial; Kriteria Hasil : Bunyi ketidakmampuan menelan, serak, batuk
oedema mukosa; kompressi jalan nafas vesikuler, RR mengi.
nafas . dalam batas normal, Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan
bebas dispnoe/cyanosis. Awasi frekuensi, irama, kedalaman perubahan sputum menunjukkan terjadi distress
pernafasan ; perhatikan adanya pernafasan/edema paru dan kebutuhan
pucat/sianosis dan sputum mengandung intervensi medik.
karbon atau merah muda. Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat
terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai
48 jam setelah terbakar.
Auskultasi paru, perhatikan stridor,
mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, Dugaan adanya hipoksemia atau karbon
batuk rejan. monoksida.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi
ceri merah pada kulit yang cidera pernafasan.

Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari Bila kepala/leher terbakar, bantal dapat
penggunaan bantal di bawah kepala, menghambat pernafasan, menyebabkan
sesuai indikasi nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar
dan meningkatkan konstriktur leher.
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan
perubahan posisi sering. drainase sekret.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan Membantu mempertahankan jalan nafas bersih,
ekstrem, pertahankan teknik steril. tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena
edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril
menurunkan risiko infeksi.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji Peningkatan sekret/penurunan kemampuan
kemampuan untuk bicara dan/atau untuk menelan menunjukkan peningkatan
menelan sekret oral secara periodik. edema trakeal dan dapat mengindikasikan
kebutuhan untuk intubasi.
Selidiki perubahan perilaku/mental Meskipun sering berhubungan dengan nyeri,
contoh gelisah, agitasi, kacau mental. perubahan kesadaran dapat menunjukkan
terjadinya/memburuknya hipoksia.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian
perhatikan variasi/perubahan. cairan meningkatkan risiko edema paru.
Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan
kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih
karena edema.
Lakukan program kolaborasi meliputi : O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Berikan pelembab O2 melalui cara yang Pelembaban menurunkan pengeringan saluran
tepat, contoh masker wajah pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
Awasi/gambaran seri GDA Data dasar penting untuk pengkajian lanjut
status pernafasan dan pedoman untuk
pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih
besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan
inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Kaji ulang seri rontgen Perubahan menunjukkan atelektasis/edema
paru tak dapat terjadi selama 2 3 hari setelah
terbakar
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri Fisioterapi dada mengalirkan area dependen
intensif. paru, sementara spirometri intensif dilakukan
untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga
meningkatkan fungsi pernafasan dan
menurunkan atelektasis.
Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila
sesuai indikasi. jalan nafas edema atau luka bakar
mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume Pasien dapat Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan Memberikan pedoman untuk penggantian
cairan berhubungan dengan mendemostrasikan status kapiler dan kekuatan nadi perifer. cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
Kehilangan cairan melalui rute cairan dan biokimia
abnormal. Peningkatan kebutuhan : membaik. Awasi pengeluaran urine dan berat Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan
status hypermetabolik, ketidak Kriteria evaluasi: tak ada jenisnya. Observasi warna urine dan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada
cukupan pemasukan. Kehilangan manifestasi dehidrasi, hemates sesuai indikasi. orang dewasa. Urine berwarna merah pada
perdarahan. resolusi oedema, kerusakan otot masif karena adanyadarah dan
elektrolit serum dalam keluarnya mioglobin.
batas normal, haluaran Perkirakan drainase luka dan kehilangan Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan
urine di atas 30 ml/jam. yang tampak protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan
melalui evaporasi mempengaruhi volume
sirkulasi dan pengeluaran urine.
Timbang berat badan setiap hari Penggantian cairan tergantung pada berat
badan pertama dan perubahan selanjutnya
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan
tiap hari sesuai indikasi cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi
dan pengeluaran urine.
Selidiki perubahan mental Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan ketidak adequatnya volume
sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Observasi distensi Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari
abdomen,hematomesis,feces hitam. semua pasien yang luka bakar berat(dapat
Hemates drainase NG dan feces secara terjadi pada awal minggu pertama).
periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah
stasis atau refleks urine.
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV. Memungkinkan infus cairan cepat.
Berikan penggantian cairan IV yang Resusitasi cairan menggantikan kehilangan
dihitung, elektrolit, plasma, albumin. cairan/elektrolit dan membantu mencegah
komplikasi.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan
Hb, elektrolit, natrium ). SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan
elektrolit.
Berikan obat sesuai indikasi :
- Diuretika contohnya Manitol Meningkatkan pengeluaran urine dan
(Osmitrol) membersihkan tubulus dari debris /mencegah
nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine
- Kalium dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan
- Antasida inhibitor histamin menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Pantau: Mengidentifikasi penyimpangan indikasi
- Tanda-tanda vital setiap jam selama kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
periode darurat, setiap 2 jam selama diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca
periode akut, dan setiap 4 jam luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai
selama periode rehabilitasi. oleh hipovolemia yang mencetuskan individu
- Warna urine. pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.
- Masukan dan haluaran setiap jam
selama periode darurat, setiap 4 jam
selama periode akut, setiap 8 jam
selama periode rehabilitasi.
- Hasil-hasil JDL dan laporan
elektrolit.
- Berat badan setiap hari.
- CVP (tekanan vena sentral) setiap
jam bial diperlukan.
- Status umum setiap 8 jam. Inspeksi adekuat dari luka bakar.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan Penggantian cairan cepat penting untuk
semua pakaian dan perhiasan dari area mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan
luka bakar. bermakna terjadi melalui jarinagn yang
terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan tekanan vena sentral memberikan data tentang
jarum lubang besar (18G), lebih disukai status volume cairan intravaskular.
melalui kulit yang telah terluka bakar.
Bila pasien menaglami luka bakar luas
dan menunjukkan gejala-gejala syok Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia
hipovolemik, bantu dokter dengan dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka
pemasangan kateter vena sentral untuk bakar luas, perpindahan cairan dari ruang
pemantauan CVP. intravaskular ke ruang interstitial menimbukan
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 hipovolemi.
ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6
mmHg, bikarbonat serum di bawah Pasien rentan pada kelebihan beban volume
rentang normal, gelisah, TD di bawah intravaskular selama periode pemulihan bila
rentang normal, urine gelap atau encer perpindahan cairan dari kompartemen
gelap. interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan
Konsultasi doketr bila manifestasi adanya perdarahan GI. Perdarahan GI
kelebihan cairan terjadi. menandakan adaya stres ulkus (Curlings).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas
mencetuskan pasien pada ulkus stres yang
Tes guaiak muntahan warna kopi atau disebabkan peningkatan sekresi hormon-
feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.
positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau


antagonis reseptor histamin seperti
simetidin
Resiko kerusakan pertukaran gas Pasien dapat Pantau laporan GDA dan kadar karbon Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan
berhubungan dengan cedera mendemonstrasikan monoksida serum. dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat
inhalasi asap atau sindrom oksigenasi adekuat. merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas
kompartemen torakal sekunder Kriteroia evaluasi: RR pada membran kapiler alveoli.
terhadap luka bakar sirkumfisial 12-24 x/mnt, warna kulit Beriakan suplemen oksigen pada tingkat Suplemen oksigen meningkatkan jumlah
dari dada atau leher. normal, GDA dalam yang ditentukan. Pasang atau bantu oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi
renatng normal, bunyi dengan selang endotrakeal dan temaptkan mekanik diperlukan untuk pernafasan
nafas bersih, tak ada pasien pada ventilator mekanis sesuai dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara
kesulitan bernafas. pesanan bila terjadi insufisiensi mandiri.
pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia,
hiperkapnia, rales, takipnea dan
perubahan sensorium). Pernafasan dalam mengembangkan alveoli,
Anjurkan pernafasan dalam dengan menurunkan resiko atelektasis.
penggunaan spirometri insentif setiap 2
jam selama tirah baring. Memudahkan ventilasi dengan menurunkan
Pertahankan posisi semi fowler, bila tekanan abdomen terhadap diafragma.
hipotensi tak ada.
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi)
dokter bila terjadi dispnea disertai dengan memungkinkan ekspansi dada.
takipnea. Siapkan pasien untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.

Resiko tinggi infeksi berhubungan Pasien bebas dari infeksi. Pantau:


dengan Pertahanan primer tidak Kriteria evaluasi: tak ada - Penampilan luka bakar (area luka Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan
adekuat; kerusakan perlinduingan demam, pembentukan bakar, sisi donor dan status balutan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.
kulit; jaringan traumatik. jaringan granulasi baik. di atas sisi tandur bial tandur kulit
Pertahanan sekunder tidak adekuat; dilakukan) setiap 8 jam.
penurunan Hb, penekanan respons - Suhu setiap 4 jam.
inflamasi - Jumlah makanan yang dikonsumsi
setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik
lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) meningkatkan pembentukan granulasi.
sesuai pesanan. Berikan mandi kolam
sesuai pesanan, implementasikan
perawatan yang ditentukan untuk sisi
donor, yang dapat ditutup dengan balutan
vaseline atau op site. Antimikroba topikal membantu mencegah
Lepaskan krim lama dari luka sebelum infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi
pemberian krim baru. Gunakan sarung pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi
tangan steril dan beriakn krim antibiotika media yang baik untuk kultur pertumbuhan
topikal yang diresepkan pada area luka baketri.
bakar dengan ujung jari. Berikan krim
secara menyeluruh di atas luka. Temuan-temuan ini mennadakan infeksi.
Beritahu dokter bila demam drainase Kultur membantu mengidentifikasi patogen
purulen atau bau busuk dari area luka penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat
bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur
Dapatkan kultur luka dan berikan hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini
antibiotika IV sesuai ketentuan. memberiakn media kultur untuk pertumbuhan
bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk
Tempatkan pasien pada ruangan khusus pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan
dan lakukan kewaspadaan untuk luka tindakan perawatan perlindungan
bakar luas yang mengenai area luas lainmelindungi pasien terhadap infeksi.
tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan
handuk dan skort untuk pasien. Gunakan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada
skort steril, sarung tangan dan penutup kebosanan.
kepala dengan masker bila memberikan
perawatan pada pasien. Tempatkan radio
atau televisis pada ruangan pasien untuk Melindungi terhadap tetanus.
menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat,
berikan globulin imun tetanus manusia Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat
(hyper-tet) sesuai pesanan. mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn dan merencanakan diet untuk emmenuhi
protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat
suplemen nutrisi seperti ensure atau memabntu penyembuhan luka dan memenuhi
sustacal dengan atau antara makan bila kebutuhan energi.
masukan makanan kurang dari 50%.
Anjurkan NPT atau makanan enteral bial
pasien tak dapat makan per oral.
Nyeri berhubungan dengan Pasien dapat Berikan anlgesik narkotik yang Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok
Kerusakan kulit/jaringan; mendemonstrasikan diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat
pembentukan edema. Manipulasi hilang dari sebelum prosedur perawatan luka. IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas
jaringan cidera contoh debridemen ketidaknyamanan. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan yang disebabkan oleh perpindahan interstitial
luka. Kriteria evaluasi: analgesik IV bila luka bakar luas. berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas
menyangkal nyeri, kapiler.
melaporkan perasaan Pertahankan pintu kamar tertutup, Panas dan air hilang melalui jaringan luka
nyaman, ekspresi wajah tingkatkan suhu ruangan dan berikan bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan
dan postur tubuh rileks. selimut ekstra untuk memberikan eksternal ini membantu menghemat kehilangan
kehangatan. panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila berat badan jauh dari linen temapat tidur
diperlukan. terhadap luka dan menuurnkan pemajanan
ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang
Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar
jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan selama gerakan membantu meinimalkan
tambahan sesuai kebutuhan, khususnya ketidaknyamanan.
bila pasien tak dapat membantu
membalikkan badan sendiri.
Resiko tinggi kerusakan perfusi Pasien menunjukkan Untuk luka bakar yang mengitari Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan
jaringan, perubahan/disfungsi sirkulasi tetap adekuat. ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
neurovaskuler perifer berhubungan Kriteria evaluasi: warna status neurovaskular dari ekstermitas
dengan Penurunan/interupsi aliran kulit normal, menyangkal setaip 2 jam. Meningkatkan aliran balik vena dan
darah arterial/vena, contoh luka kebas dan kesemutan, Pertahankan ekstermitas bengkak menurunkan pembengkakan.
bakar seputar ekstremitas dengan nadi perifer dapat diraba. ditinggikan.
edema. Temuan-temuan ini menandakan keruskana
Beritahu dokter dengan segera bila terjadi sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan
nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap
atau penurunan sensasi. Siapkan untuk intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan
untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d Memumjukkan Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan
kerusakan permukaan kulit regenerasi jaringan luka, perhatikan jaringan nekrotik dan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
sekunder destruksi lapisan kulit. Kriteria hasil: Mencapai kondisi sekitar luka. tentang sirkulasi pada aera graft.
penyembuhan tepat
waktu pada area luka Lakukan perawatan luka bakar yang tepat Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan
bakar. dan tindakan kontrol infeksi. menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Pertahankan penutupan luka sesuai Kain nilon/membran silikon mengandung


indikasi. kolagen porcine peptida yang melekat pada
permukaan luka sampai lepasnya atau
mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko
Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah
Pertahankan posisi yang diinginkan dan graft dapat mengubah posisi yang
imobilisasi area bila diindikasikan. mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan
Pertahankan balutan diatas area graft baru permukaan tembus pandang tak reaktif.
dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan memerlukan perawatan khusus untuk
minyaki dengan krim, beberapa waktu mempertahankan kelenturan.
dalam sehari, setelah balutan dilepas dan
penyembuhan selesai. Graft kulit diambil dari kulit orang itu
Lakukan program kolaborasi : sendiri/orang lain untuk penutupan sementara
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap
biologis. ditanam.
BAB 3
KASUS DAN PEMBAHASAN
KASUS
Klien Ny. T datang dari IGD ke ruang Melati pukul 10.00 WIB dengan tubuh
terkena api kompor dari perut ke kepala, sadar, perih, nafsu makan berkurang, lemah,
Tekanan darah : 110/70 mmHg, Suhu : 37,30C , Nadi : 84 kali/menit, Pernafasan : 18
kali/menit.

PEMBAHASAN
3.1 PENGKAJIAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal pasien masuk : 17 April 2017
Tanggal pengkajian : 20 April 2017
Pukul : 09.35 WIB
1. Identitas Klien
Nama : Ny. T
Umur : 24 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Kawin
No. Register : 12345
Dx Medis : Combustio
Dokter PJ : dr. H. Chamid T, SpB
Ruang / Kamar : Melati / II
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hub. Dengan pasien : Suami
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTP
Agama : Islam
Alamat : Limpung Batang

B. PENGKAJIAN GORDON
1. Pola Persepsi Tentang Kesehatan dan Management Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien datang ke IGD dengan keluhan tubuh terkena api kompor dari perut
ke kepala.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut keterangan klien dan keluarga, klien belum pernah mengalami sakit
seperti ini dan belum pernah diopname di Rumah Sakit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dari IGD keruang Melati pukul 10.00 WIB dengan keluhan
tubuh terkena api kompor dari perut ke kepala, sadar, perih, nafsu makan
berkurang, lemah, Tekanan darah : 110/70 mmHg, Suhu : 37,30 C , Nadi : 84
kali/menit, Pernafasan : 18 kali/menit.
d. Riwayat Pengobatan keluarga bila sakit
Klien dan keluarga biasa memeriksakan diri ke Puskesmas bila sakit.
Anggota keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menular
e. Pengobatan yang Sedang Dijalani
Klien sedang menjalani rawat inap di ruang Melati RSUD Kalisari
Kabupaten Batang dengan diagnosa Combustio.
f. Allergi
Klien tidak mempunyai riwayat allergi terhadap obat-obatan maupun
makanan.
g. Preventif Kesehatan Lingkungan
Lingkungan sekitar klien aman, jauh dari trauma mekanik, elektrik dan termal.
h. Preventif Gaya Hidup
Klien tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol.
2. Pola Nutrisi Metabolik
a. Suhu Tubuh
- Keadaan kulit : Lembab
- Temperatur : 37.30 C
b. Nutrisi
Status Nutrisi :
- Karakteristik fisik : Turgor Baik
- Penampilan umum : KU sedang
Hal Sebelum MRS Saat MRS
Kebiasaan makan 3x sehari 1 porsi 3x sehari porsi
Jenis makanan Nasi, sayur, lauk pauk Sesuai diit
Kebiasaan minum 7 gelas/hari 5 gelas/hari
Jenis minuman Air putih, teh manis Air putih, teh manis
Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
Minuman pantangan Tidak ada Tidak ada
Selera makan Baik Kurang

3. Pola Eliminasi
a. BAK
Hal Sebelum MRS Saat MRS
Kebiasaan +6 x sehari +4 x sehari
Warna Kuning jernih Kuning
Kelancaran Baik/lancar Baik/lancar
Faktor yang Jenis makanan atau minuman dan jumlah cairan yang
mempengaruhi masuk

b. BAB
Hal Sebelum MRS Saat MRS
Kebiasaan 1 x sehari 2 x sehari
Konsistensi Lunak Agak keras
Kelancaran Baik Tidak baik
Warna Kuning tengguli Kuning kecoklatan
Faktor yang Jenis makanan dan mobilisasi fisik.
mempengaruhi
4. Pola Aktivitas dan latihan
a. Sebelum Sakit
Klien melaksanakan aktivitas dengan baik, baik sebagai istri maupun
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
b. Selama sakit
Mobilisasi klien selama sakit berkurang kerena klien merasa pusing, klien
hanya tiduran. Sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dibantu oleh perawat dan keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Muka : Lesu, terdapat lepuhan luka
Rambut : Bersih, hitam tidak rontok
Telinga : Bersih tidak ada om dan serumen, pendengaran baik
Hidung : Tidak ada polip dan epitaksis
Mata : Tidak ada ikterik, konjungtiva normal
Dada : Simetris, gerakan dada normal
Perut : Terdapat lepuhan luka bakar
Kulit : Bersih, terdapat luka, turgor jelek
Kuku : Bersih, pendek
Ekstrimitas atas : Baik, terpasang infus sebelah kiri
Ekstrimitas bawah : Baik, tidak ada odem dan varises
2. Palpasi
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Abdomen : Nyeri pada kulit perut
Ekstrimitas : Hangat, nadi 84 X/menit, irama jelas dan teratur
3. Perkusi
Dada : Tidak ada krepitasi
Perut : Tidak kembung
4. Auskultasi
Dada : Bunyi jantung normal
Abdomen : Peristaltik baik

d. Pernafasan
1. Jalan Nafas : Bersih tidak ada sumbatan
2. Respon Serebral
- Kesadaran : Compos Mentis
- Orientasi : Baik
3. Sirkulasi dan Pernafasan
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Pernafasan : 18 X/menit
- Nadi : 84 X/menit
- Suhu tubuh : 37,3oC
5. Pola Istirahat dan Tidur
Hal Sebelum MRS Saat MRS
Kebiasaan tidur malam + 8 jam + 4 jam sering terbangun
Kebiasaan tidur siang Hanya istirahat ringan Terbangun
Keluhan Tidak ada Tidak bisa tidur dan
sering terbangun

6. Pola Persepsi dan konsep diri


a. Body Image
Klien merasa tubuhnya jelek.
b. Identitas Diri
Karakter kepribadian klien baik dan tenang.
c. Harga Diri
Klien berhubungan baik dengan keluarga, petugas kesehatan dan pengunjung.

7. Pola Peran Hubungan Sosial


a. Hubungan antar anggota keluarga cukup harmonis, begitu juga
dengansekitarnya. Banyak tetangga, saudara klien yang menjenguk dan menunggu
secara bergantian.
b. Klien dapat diajak kerjasama dalam prosedur tindakan perawatan dan
pengobatan dengan tim kesehatan.
c. Status dalam keluarga klien merupakan seorang istri dan anak ke dua dari
lima bersaudara.

8. Pola Kognitif Persepsi


Pola kognitif klien baik, dapat berespon dengan lingkungan sekitar.

9. Pola Seksual
Klien berjenis kelamin perempuan dan belum pernah mengalami ganguan
dengan alat reprodukasinya.

10. Pola Koping Toleransi Stres


Klien dalam menghadapi suatu masalah selalu dibicarakan dengan
keluarganya.

11. Pola nilai Kepercayaan


Klien dan keluarga beragama Islam, klien percaya bahwa penyakitnya akan
segera sembuh.

C. DATA PENUNJANG
Therapy tanggal 20 April 2017 :
- Infus NaCl 32 tetes/menit
- Injeksi Ampicillin 1gr/8 jam
- Injeksi Cimetidin 1 gr/8 jam
- Injeksi Orasic 100 gr/12 jam
- Injeksi Gentamicyn 80 ge/12 jam

D. PENGELOMPOKAN DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Klien mengatakan sakit bila bergerak Luka bakar dari perut ke kepala
Klien mengatakan nyeri pada dearah Klien menyeringai kesakitan
luka bakar
Klien mengatakan cemas terhadap Oedem pada daerah luka bakar.
penyakitnya
Terpasang infuse NaCl 32 tetes/menit
Luka masih basah, terdapat bula
E. ANALISA DATA
No. DATA PROBLEM ETIOLOGI
1. DS : Klien mengatakan
sakit bila bergerak.
DO : Odem pada daerah
luka bakar (perut ke
kepala), terpasang infus
NaCl 32 tts/mnt.

2. DS: Klien mengatakan Nyeri akut Kerusakan ujung-ujung


nyeri pada daerah luka saraf kulit akibat luka
bakar. bakar.
DO: Klien menyeringai
kesakitan, odema pada
daerah luka bakar.

3. DS: Klien mengatakan


cemas terhadap
penyakitnya.
DO: terdapat luka bakar di
daerah perut ke kepala,
luka masih basah, terdapat
bula pada luka tersebut.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


3.3 RENCANA KEPERAWATAN
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
3.5 EVALUASI
BAB 4
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai