Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh
hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan
dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah
tingkat kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak iskemik. Pengendalian TIK
yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan.
Tekanan intrakranial adalah tekanan yang ada di dalam tulang kranium
yang mana berisi otak, sistem vaskuler cerebral dan cairan cerebrospinal.
Tekanan biasanya diukur melalui cairan otak dengan tekanan normal antara 5 -
15 mmHg atau antara 60 - 180 mmH2O. Tekanan diatas 250 mmH2O disebut
peningkatan tekanan intrakranial dan gejala-gejala serius dari gangguan
penyakit yang menyertai akan muncul. TIK yang diukur melalui lumbal fungsi
biasanya tidak terlalu akurat karena apabila ada sumbatan pada jalur
kortikospinal akan mendapatkan hasil yang kurang akurat. Contoh ada
obstruksi antara otak dan medulla spinalis, tekanan pada lumbal mungkin
normal dan pada kranial atau otak akan terjadi tekanan sangat tinggi sehingga
dalam monitoring TIK sering dipakai fungsi cisterna (fungsi tulang kranium).
Prosentase dari masing-masing komponen volume intrakranial adalah
sebagian otak paling besar yaitu 87 %, volume darah 3 – 4 % dan CSF
berkisar 9 – 10 %.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana anatomi dan fisiologi dari sistem saraf pusat?
2) Apa pengertian dari peningkatan tekanan intrakranial?
3) Bagaimana etiologi dari peningkatan tekanan intrakranial?
4) Bagaimana patofisiologi dari peningkatan tekanan intrakranial?
5) Bagaimana manifestasi klinis dari peningkatan tekanan intrakranial?
6) Bagaimana komplikasi dari peningkatan tekanan intrakranial?
7) Bagaimana penatalaksaan dari peningkatan tekanan intrakranial?
8) Bagaimana asuhan keperawatan dari peningkatan tekanan intrakranial?

1
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat.
2) Untuk mengetahui pengertian dari peningkatan tekanan intrakranial.
3) Untuk mengetahui etiologi dari peningkatan tekanan intrakranial.
4) Untuk mengetahui patofisiologi dari peningkatan tekanan intrakranial.
5) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari peningkatan tekanan
intrakranial.
6) Untuk mengetahui komplikasi dari peningkatan tekanan intrakranial.
7) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari peningkatan tekanan intrakranial.
8) Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari peningkatan tekanan
intrakranial.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Kedua bagian ini tidak dapat terpisahkan, karena saling
berhubungan untuk menciptakan koordinasi berbagai gerakan serta
pengoptimalan fungsi indera. Otak dilindungi oleh tulang tengkorak, dan
medulla spinalis dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang.

Sebagian besar otak terdiri dari hampir 98% jaringan saraf tubuh atau
sekitar 10 miliar neuron yang kompleks. Otak memiliki berat sekitar 1,4 kg
dan memiliki volume sekitar 1200 cc. Asupan energi terutama hasil
metabolisme glukosa dan oksigen sangat dperlukan dalam jumlah besar. Otak
merupakan bagian tubuh yang sangat penting dan memiliki sifat kenyal serta
lembut. Selain dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras, otak juga
dilindungi oleh jaringan dan cairan didalam tengkorak agar tidak mengalami
kerusakan. Dua jaringan utama pelindung sistem saraf adalah meningen dan
sistem ventrikular.
2.1.1 Meningen
Meningen terdiri dari tiga lapisan, yaitu pia mater, arakhnoid, dan dura
mater. Masing-masing merupakan suatu lapisan terpisah namun memiliki
hubungan berkelanjutan. Antara pia mater dan arakhnoid terdapat
trabekula. Dura mater disebut pakhimening dan gabungan pia mater serta
arakhnoid disebut leptomening.

3
1. Pia Mater
Langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, serta
mengikuti kontus struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Pia mater
adalah lapisan vaskular dan lapisan ini meluas ke bagian bawah
medula spinalis, berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1.
2. Arakhnoid
Merupakan membran fibrosa yang tipis, halus, dan avaskular.
Perbedaannya dengan pia mater adalah tidak mengikuti kontur luar
otak dan spinal.
Terdapat ruang subarakhnoid antara arakhnoid dan pia mater yang
diisi oleh arteri, vena serebri, trabekula arakhnoid, serta cairan
serebrospinal. Ruang subarakhnoid ini mempunyai pelebaran-
pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu pelebaran yang terbesar
adalah sisterna lumbalis di daerah lumbal kolumna vertebralis. Bagian
bawah lumbal (biasanya L3-L4 atau L4-L5) merupakan tempat yang
umum dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi.
3. Dura Mater
Merupakan jaringan liar, tidak elastis, dan mirip kulit sapi, yang
terdiri atas lapisan bagian luar yang disebut duraendosteal dan lapisan
bagian dalam yang disebut dura meningeal. Lapisan endosteal
membentuk bagian dalam periosteum tengkorak dan berlanjut sebagai
periosteum yang membatasi kanalis vertebralis medula spinalis.

4
Medula spinalis dipertahankan di sepanjang kanalis vertebralis
oleh 20 sampai 22 pasang ligamentum dentatum atau dentikulatum.
Ligamenta yang melekat pada dura mater dalam jarak-jarak tertentu
ini, merupakan perpanjangan lateral dari jaringan kolagen pia mater
yang memisahkan radiks dorsal dan radiks ventral (Price, 1995).
Hemisfer serebri kanan dan kiri dipisahkan pada fisura longitudinal
oleh falks serebri. Tentorium serebeli memisahkan serebrum dan
serebellum. Sinus-sinus vena terletak diantara kedua lapisan dura
mater di tempat-tempat dimana kedua lapisan tersebut memisah.
Sinus-sinus ini tidak mempunyai jaringan vaskular dan terdiri atas dura
mater yang dilapisi oleh jaringan endotel.
Pada kerusakan vaskular otak dapat terjadi perdarahan di ruang
ekstradural atau epidural (antara duraendosteal dan tulang tengkorak),
ruang subdural (antara durameningeal dan arakhnoid), ruang
subarakhnoid (antara arakhnoid dan pia mater), atau dibawah pia mater
kedalam otak sendiri.
2.1.2 Bagian Otak
Otak sebagai sistem saraf yang kompleks memiliki bagian-bagian yang
terkoordinasi serta fungsional.

Serebrum adalah area atau bagian otak terbesar, terdapat pusat-pusat


saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur
proses penalaran, ingatan, dan intelejensia. Serebrum terdiri atas hemisfer

5
kanan dan kiri yang dibagi oleh suatu lekuk atau celah yang disebut fissura
longitudinalis mayor. bagian luar hemisfer serebri terdiri atas substansia
grisea yang disebut korteks serebri, terletak diatas substansia alba yang
merupakan bagian inti hemisfer dan disebut pusat medula. Kedua hemisfer
saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus
kalosum. Lobus pada otak terdiri dari lobus frontalis, parietalis, oksipitalis,
dan temporalis.
Serebellum terletak didalam fossa kranii posterior dan ditutupi oleh
dura mater yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang
memisahkan dari bagian posterior serebrum. Serebellum terdiri atas bagian
tengah, vermis, dan dua hemisfer lateral. Serebellum dihubungkan dengan
batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan pendikuli. Semua
aktivitas serebellum berada di bawah kesadaran.
Batang otak merupakan bagian yang berlanjut sebagai medula spinalis
dan ke bagian rostral berhubungan dengan pusat-pusat otak yang lebih
tinggi. Bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons, dan otak tengah (mesensefalon). Batang otak merupakan pusat
transmitter dan refleks dari SSP.
Diensefalon merupakan istilah untuk menyatakan struktur-struktur di
sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam serebrum.
Dibagi menjadi empat wilayah, yaitu talamus, subtalamus, epitalamus, dan
hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu
memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang
tersebut.
2.1.3 Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependimal (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medula spinalis serta mengandung
CSS). Tiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga
terdapat dalam diensefalon, dan ventrikel keempat dalam pons dan medula
oblongata. Ventrikel lateral memiliki hubungan dengan ventrikel ketiga
melalui sepasang foramen-interventrikularis (Foramen Monro).

6
Ventrikel ketiga dan keempat dihubungkan oleh akueduktus silvius
(saluran sempit didalam otak bagian tengah). Terdapat tiga lubang
sepasang foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di medial
pada ventrikel keempat, yang berlanjut ke ruang subarakhnoid otak dan
medula spinalis (Simon, 2003).

2.1.4 Cairan Serebrospinal


Pada tiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut
pleksus koroideus. Pleksus koroideus ini yang mensekresi cairan
serebrospinal (CSS) sebanyak ±95% dan sisanya diproduksi di ventrikel
ke-3 dan ke-4 serta melalui difusi pembuluh-pembuluh ependim dan pia
mater. Cairan ini bersifat jernih dan tidak berwarna, yang digunakan
sebagai bantal pelindung SSP. CSS mengandung komponen air, elektrolit,
gas oksigen, karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit
(terutama limfosit), dan sedikit protein (Price, 1995)1. Pembeda cairan ini
dengan cairan ekstraselular tubuh yang lain adalah tingginya kadar natrium
dan klorida, sedangkan kadar glukosa dan kalsium lebih rendah.
Ketika mencapai ruang subarakhnoid, maka CSS akan bersirkulasi di
sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem vaskular (SSP
tidak mengandung sistem getah bening). Sebagian besar CSS direabsorpsi
kedalam darah melalui struktur khusus yang disebut vili arakhnoidalis atau

1
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta:Salemba Medika

7
granulasio arakhnoidalis, yang menonjol dari ruang subarakhnoid ke sinus
sagitalis superior otak.

CSS diproduksi dan direabsorpsi secara terus menerusa dalam SSP.


Volume total CSS di seluruh rongga serebrospinal sekitar 125 ml,
sedangkan kecepatan sekresi pleksus koroideus sekitar 500-750 ml per
hari. Adanya tekanan oleh cairan serebrospinal memengaruhi kecepatan
proses pembentukan cairan dan resistensi reabsorpsi oleh vili
arakhnoidalis. Tekanan CSS sering diukur pada saat lumbal pungsi dan
pada posisi telentang biasanya berkisar antara 130 mmH2O (13 mmHg).
Fungsi utama dari CSS antara lain:
1. Sebagai mekanis, yaitu melindungi otak terhadap segala kerusakan
serta guncangan, berperan sebagai penahan guncangan untuk otak dan
medula spinalis;
2. Membantu memikul berat otak. Berat otak ± 1400 gram yang terdirei
dari 80% air, beratnya hanya 50 gram bila ditimbang dalam air
(liquor);
3. Sebagai buffer antara otak, dura mater, dan tengkorak;
4. Mempertahankan agar hubungan antara tekanan dan volume di ruang
tengkorak tetap konstan;
5. Mempertahankan komposisi kimiawi lingkungan susunan saraf pusat;
serta

8
6. Membersihkan otak dari sisa-sisa metabolisme benda asing dan zat
toksik.
2.1.5 Suplai Darah
Seperti bagian tubuh lainnya, SSP juga membutuhkan aliran darah
untuk pemenuhan nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme. Suplai
darah arteri ke otak sangat kompleks, saling berhubungan, serta
bercabang-cabang guna mencapai suplai darah yang adekuat untuk sel.
Arteri yang menjamin aliran darah ke otak adalah arteri vertebralis dan
arteri karotis interna yang bercabang-cabang dan membentuk sirkulus
arteriosus serebri Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis kira-kira setinggi kartilago tiroid. Arteri karotis komunis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta, sedangkan arteri karotis komunis
kanan berasal dari arteri brakiosefalika (sisa dari arkus aorta kanan yang
panjangnya 1 inchi).
Fungsi dari arteri serebri anterior adalah memberikan suplai darah
pada struktur-struktur inti dan basal ganglia, bagian-bagian kapsula interna
dan korpus kalosum, serta bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Sedangkan arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis, frontalis korteks serebri, serta membentuk
penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas.

9
Aliran vena berjalan paralel dengan distribusi pembuluh arterinya.
Sebagian besar drainase melalui pembuluh vena dalam, yang mengalir
menuju pleksus vena superfisialis, dan ke sinus-sinus dura mater yang
akan berujung pada vena jugularis interna dan bersatu dengan sirkulasi
umum. Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri
vertebralis dan dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang berasal
dari aorta torakalis dan abdominalis.

2.2 Peningkatan Tekanan Intrakranial


2.2.1 Definisi

10
Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan total yang diberikan oleh
otak, darah dan CSS dalam lemari besi intrakranial. Hipotesis Monroe
Kellie menyatakan jumlah dari volume intrakranial otak (≈80%), darah
(≈10%), dan CSS (≈10%) adalah konstan, dan bahwa peningkatan salah
satu dari ini harus diimbangi dengan sama penurunan lain, atau tekanan
meningkat lagi. TIK bervariasi dengan usia dan normatif nilai untuk anak-
anak tidak mapan. nilai normal adalah kurang dari 10 sampai 15 mm Hg
untuk orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua, 3 sampai 7 mm Hg
untuk anak-anak, dan 1,5-6 mm Hg untuk bayi jangka. TIK nilai lebih
besar dari 20 sampai 25 mm Hg memerlukan perawatan di sebagian besar
keadaan. Nilai TIK berkelanjutan yang lebih besar dari 40 mm Hg
menunjukkan parah, hipertensi intrakranial yang mengancam jiwa.
Peningkatan tekanan intrakranial adalah gejala klinis yang umum
terjadi pada berbagai cedera neurologis. Hal ini ditandai dengan
peningkatan volume kubah intrakranial, dan merupakan tantangan besar di
unit perawatan intensif. Penyebabnya dapat berupa peningkatan volume
otak, aliran darah otak, atau cairan serebrospinal (CSS) volume.
2.2.2 Etiologi
Lesi Massa Intrakranial
 Hemorrhage (Epidural,  Brain tumor
Subdural,  Cerebral abscess
intraparenchymal)
Peningkatan Volume Otak (cytotoxic edema dan/atau osmotic edema)
 Ischemic stroke  Idiopathic (pseudotomor
 Global hypoxia cerebri)
 Reye's syndrome  Toxins and medications
 Acute hyponatremia (lead, tetracycline,
 Hepatic encephalopathy doxycycline, rofecoxib,
retinoic acid)
Peningkatatan Volume CSF

11
 Hydrocephalus  CSF absorption (ie, venous
(Communicating, Non- sinus thrombosis)
communicating)  CSF outflow obstruction
 Choroid plexus papilloma from leptomeningeal
 Decreased metastasis
Peningkatan Volume Darah (vasogenic edema, pemecahan
persimpangan endotel ketat yang membuat tahanan blood-brain
barrier (BBB))
 Impaired auto-regulation  Altitude-related cerebral
(ie, endarterectomy) edema (HACE)
 Traumatic brain injury  Hypoxia
 Tumoral associated  Hypercarbia
vasogenic edema  Hyperpyrexia
 Meningitis  Seizure
 Encephalitis  Jugular venous
 Vasculitis obstruction
 Hypertensive  Mechanical ventilation
encephalopathy (when peak and
 Eclampsia expiratory pressure >
 Subarachnoid baseline intracranial
hemorrhage pressure)
 Dural sinus thrombosis
2.2.3 Patofisiologi
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah
pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak
beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK
dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari
kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung
kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada
satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul
gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun
dimulai (Black&Hawks, 2005).

12
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak.
Ketika volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi
asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah.
Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada
hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan
jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui
foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi
dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak
disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen
supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke
bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx
serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan
serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak dalam semua
kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan
mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah
(Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter
pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama
perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan
meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat
menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang
lebih lama untuk kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2005).
2.2.4 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda peningkatan TIK tidak spesifik tetapi dalam
pengaturan klinis hak dapat menyebabkan cepat diagnostik dan
pengobatan pendekatan.
a. Gejala
 Sakit kepala  Disorientasi
 Muntah  Kelesuan
b. Tanda
 Penurunan tingkat kesadaran (letargi, stupor, koma)

13
 Hipertensi, dengan atau tanpa bradikardia
 Papilledema
 Saraf kranial ke-6 palsy
 Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, dan respirasi tidak teratur)
 Spontan memar periorbita

14
2.2.5 WOC (Web of Cautions)
Trauma/ Tumor pada Hidosefalus Trauma
Sumbatan pada Otak Kepala
vaskuler

Onkogen dalam Obstruksi Pleksus


Iskemia Koroideus Vaskuler
sel Otak
jaringan otak pecah

Poliferasi Inti Gangguan produksi


Autoregulasi dan absorbsi CSF Darah menuju
Sel lapisan
terganggu
Arakhnoid

Keseimbangan Peningkatan
Aliran darah
sel terganggu Volume CSF Volume
meningkat
Intrakranial
meningkat
Massa Otak
Peningkatan meningkat
Volume darah di
Otak

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Trauma pada Menstimulasi saraf nyeri Trauma pada Trauma pada


Cerebral tekan pada lapisan Duramater Cerebellum Medulla Oblongata

Perfusi Jaringan Gangguan Pusat Gangguan Frekuensi


Cerebral Motorik dan Kontraksi Pernapasan
Stimulasi
Keseimbangan tubuh Otot Lambung
Hipotalamus
Pernapasan Cepat
Penurunan dan Dangka
Kesadaran Keseimbangan Reflek Mual
dan tonus otot dan Muntah
Sekresi Sekresi ADH
MK : Risiko Prostaglandin dan Aldosteron MK : Pola
Intoleransi Napas
MK : tidak
Aktivitas Penurunan MK : Gangguan
Retensi Na + efektif
Mobilitas Keseimbangan
Penurunan MK : Nyeri H2O Fisik Nutrisi Kurang
Fungsi Alat dari Kebutuhan Hipoksia
Indera Tubuh
MK :
Gangguan
Keseimbangan MK : Gangguan
MK : Gangguan Cairan dan Perfusi Jaringan
Komunikasi Elektrolit Sistemik
Verbal

MK : Risiko
Cedera

15
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi dari peningkatan Tekanan Intrakranial, yaitu:
1. Herniasi batang otak
Peningkatan TIK menyebabkan pergeseran bagian jaringan otak dari
daerah tekanan tinggi ke tekanan rendah. Herniasi menganggu suplai
darah dan menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat menyebabkan
kematian jaringan otak.
2. Diabetes Insipidus akibat penurunan sekresi ADH kelebihan urine,
penurunan osmolaritas urine, serum hiperosmolaritas dengan terapi:
cairan, elektrolit, vasopresin.
3. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH)
Adalah peningkatan sekresi ADH kebalikan Diabetes
insipidus , terapi: batasi cairan, 3 % hipertonic saline solution hati-hati
central pontine myelolysis tetraplegia dengan defisit nerves cranial.
Terapi lain SIADH lithium carbonate/ demeclocycline blok aksi
ADH.
2.2.7 Penatalaksanaan
2.2.7.1 Managemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
1) Kaji kepatenan jalan napas, pernapasan (frekuensi, irama, kedalaman),
dan sirkulasi.
2) Berikan obat diuretik osmosis seperti manitol atau urea, sesuai intruksi
untuk mengeluarkan cairan dari daerah otak dan darah yang berada
pada otak.
3) Berikan steroid seperti deksametason, sesuai intruksi untuk
mengurangi edema sekitar otak, jika ada.
4) Bantu hiperventilasi dengan menggunakan ventilator volume untuk
alkalosis respiratorik, yang menyebabkan vasokontriksi serebral dan
penurunan volume yang menyebabkan pengurangan TIK.
5) Monitor efek obat paralis neuromuskular seperti pancurmonium, yang
mungkin diberikan selama penggunaan ventilasi mekanik untuk
mencegah perubahan tekanan intrakranial secara mendadak
berhubungan dengan bentuk, tegang, atau akibat pemakaian ventilator.

16
6) Obati demam sesuai permintaan, sebab peningkatan volume cairan
CSS dan kejadian peningkatan TIK yang mendadak terjadi bersama
dengan serangan demam.
7) Berikan barbiturat dosis tinggi dan obat anestesi lainnya sesuai intruksi
untuk mengurangi status koma dan tekanan metabolisme otak yang
dapat mengurangi aliran darah serebral dan TIK.
8) Hindari posisi atau aktivitas yang mungkin meningkatkan TIK seperti
memutar kepala klien, posisi, dan fleksi leher.
9) Jaga posisi kepala, tinggikan sekitar 30 derajat untuk mengurangi
tekanan vena jugularis dan penurunan TIK.
10) Gunakan monitoring/ Pemantuan TIK untuk mengetaui peningkatan
TIK (di atas 20 mmHG persisten 15 menit atau lebih jika sesuai
peningkatan TIK).
2.2.7.2 Monitoring Peningkatan Tekanan Intrakranial
1) Pemantauan TIK
Pemantauan TIK digunakan untuk mencegah terjadinya fase
kompensasi ke fase dekompensasi. Secara obyektif, pemantauan
TIK adalah untuk mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena
nilai tekanan menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar
terhindar dari cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat
ireversibel dan letal. Dengan pemantauan TIK juga kita dapat
mengetahui nilai (Cerebral Perfusion Pressure) CPP, yang sangat
penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak
begitu juga dengan oksigenasi otak.
2) Indikasi Pemantauan TIK
Pedoman BTF (Brain Trauma Foundation) 2007 merekomendasi
bahwa TIK harus dipantau pada semua cedera kepala berat (Glasgow
Coma Scale/GCS 3-8 setelah resusitasi) dan hasil CT scan kepala
abnormal (menunjukkan hematoma, kontusio, pembengkakan,
herniasi, dan/atau penekanan sisterna basalis) (Level II), TIK juga
sebaiknya dipantau pada pasien cedera kepala berat dengan CT
scan kepala normal jika diikuti dua atau lebih kriteria antara lain

17
usia>40 tahun, sikap motorik, dan tekanan darah sistolik <90
mmHg (level III).
3) Kontraindikasi Pemantauan TIK
Tidak ada kontrindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya
ada beberapa kontraindikasi relatif yaitu:
a. Koagulopati dapat meningkatkan risiko perdarahan pada
pemasangan pemantauan TIK. Bila memungkinkan pemantauan
TIK ditunda sampai International Normalized Ratio (INR),
Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT)
terkoreksi ( INR <1,4 dan PT <13,5 detik). Pada kasus
emergensi dapat diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) dan vitamin
K.
b. Trombosit < 100.000/mm³
c. Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya berikan
sekantong platelet dan fungsi platelet dengan menghitung waktu
perdarahan.
d. Imunosupresan baik iatrogenik maupun patologis juga
merupaka kontraindikasi relatif pemasangan pemantauan TIK
4) Metode pemantauan TIK
Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara
langsung) dan non invasive (tidak langsung). Metode non invasif
(secara tidak langsung) dilakukan pemantauan status klinis,
neuroimaging dan neurosonology (Trancranial Doppler
Ultrasonography/ TCD). Sedangkan metode invasif (secara langsung)
dapat dilakukan di beberapa lokasi anatomi yang berbeda yaitu
intraventrikular, intraparenkimal, subarakhnoid/ subdural, dan
epidural. Metode yang umum dipakai yaitu intraventrikular dan
intraparenkimal (microtransducer sensor). Metode subarakhnoid
dan epidural sekarang jarang digunakan karena akurasinya rendah.
Pengukuran tekanan LCS lumbal tidak memberikan estimasi TIK
yang cocok dan berbahaya bila dilakukan pada TIK meningkat.
Beberapa metode lain seperti Tympanic Membrane Displacement/

18
TMD, Optic nerve sheath diameter/ ONSD namun akurasinya sangat
rendah.
a) Pemantauan TIK secara tidak langsung
Pemantauan status klinis Beberapa kondisi klinis yang harus
dinilai pada peningkatan TIK yaitu:
- Tingkat kesadaran (GCS)
- Pemeriksaan pupil
- Pemeriksaan motorik ocular (perhatian khusus pada nervus III
dan VI)
- Pemeriksaan motorik (perhatian khusus pada hemiparesis)
- Adanya mual atau muntah
- Keluhan nyeri kepala
- Tanda-tanda vital saat itu
b) Pemeriksaan TIK secara langsung
Pemantauan TIK secara langsung dapat dilakukan dibeberapa
lokasi sesuai dengan anatomi kepala.
 Subarachnoid Screw. Subarachnoid screw dihubungkan ke
tranducer eksternal melalui tabung. Alat ini ditempatkan ke
dalam tengkorak berbatasan dengan dura. Ini adalah sekrup
berongga yang memungkinkan CSF untuk mengisi baut,
memungkinkan tekanan untuk menjadi sama. Keuntungan
metode ini adalah infeksi dan risiko perdarahan rendah.
Aspek negatif termasuk kemungkinan kesalahan
permantauan TIK, salah penempatan sekrup, dan oklusioleh
debris.
 Kateter subdural/ epidural adalah metode lain untuk
memantau TIK. Metode ini kurang invasif tetapi juga kurang
akurat. Hal ini tidak dapat digunakan untuk mengalirkan
CSF, namun kateter memiliki risiko yang lebih rendah
dari infeksi atau perdarahan.
 Pemantauan TIK intraparenkim menggunakan microtransducer
yang diletakkan di parenkim otak melalui lubang kecil dan

19
baut tengkorak yang memungkinkan pemantauan TIK
simultan, mikrodialisis serebral dan oksigenasi jaringan
otak. Posisi pilihan perangkat tersebut adalah pada subtansia
alba regio frontal nondominan pada cedera otak difus, atau
parenkim perikontusional pada cedera otak fokal. Probe
tekanan intraparenkimal ditempatkan pada hemisfer
kontralateral dari hematoma intraserebral. Perangkat yang
berbeda juga tersedia, termasuk fiberoptic dan teknologi
pneumatik. Monitor TIK pneumatic Spiegelberg juga
memungkinkan kalibrasi in vivo dan pemantauan intrakranial.
Monitor TIK Neurovent-P adalah kateter serbaguna yang
menggabungkan TIK, oksigenasi jaringan otak dan
pemantauan temperatur otak. Nilai TIK harus
diinterpretasikan dengan hati-hati dan berhubungan dengan
penilaian klinis dan radiologis pasien. Ketika ada perbedaan
yang signifikan antara nilai pemantauan dan gejala klinis,
penggantian atau penempatan kembali probe harus
dipertimbangkan.
 Intraventikular kateter: dapat memonitor TIK secara langsung,
dokter memasukkan polietilen kecil atau silicon karet kedalam
ventrikel lateral melalui burr hole. Dapat mengukur secara
akurat dan mengalirkan cairan serebrospinal namun dapat
menimbulkan resiko infeksi. Kontraindikasi jika ada serebral
ventrikel stenosis, aneurisma serebral, dan suspek lesi vaskuler.

2.2.7.3 Monitoring Cairan dan Elektrolit


Menurut Tandon & Ramamurthi (2011) tujuan dari terapi cairan pada
pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial adalah untuk
mempertahankan euvolemia. apabila untuk beberapa alasan kristaloid
harus dipertahankan, koloid dapat diberikan untuk mempertahankan
euvolemia. Dulunya, pemberian cairan pada pasien PTIK dibatasi agar
tidak terjadi edema cerebral dan SIADH (Syndrome of Inappropriate

20
Antidiuretic Hormone Secretion). Namun, pemberian cairan isotonis
dalam volume besar tidak menyebabkan edema cerebral. Sangat penting
untuk mempertahankan preload yang adekuat sehingga curah jantung dan
tekanan darah tubuh cukup untuk mempertahankan perfusi cerebral yang
optimal. Alat monitor tekanan vena sentral sangat diperlukan untuk
memandu pemberian terapi dan harus dipasang pada pasien yang
mendapatkan terapi manitol atau terapi diuretik lainnya. Pemberian cairan
hipotonis dalam jumlah besar tidak dianjurkan. Penambahan dextrosa juga
tidak dianjurkan karena pasien PTIK sering mengalami hiperglikemia, dan
hiperglikemia akan memperparah edema serebri. Dalam praktik
keperawatan saat ini, pemeliharaan cairan lebih difokuskan dalam
pemberian cairan dalam jumlah normal seperti NaCl 0,9% dengan
potassium atau larutan ringer laktat dan memonitor glukosa secara teratur.
Penambahan pemberian cairan tergantung pada tekanan vena sentral,
tekanan darah, denyut jantung, dan perfusi, dan diberikan melalui bolus
dengan kristaloid isotonik (NaCl 0,9% atau larutan ringer laktat), atau
koloid. Pada anak dalam kondisi kritis, yang terpasang ventilator atau
diberikan terapi anti edema, serum elektrolit harus diperiksa minimal 2
kali sehari dan, jika diberi terapi manitol, osmolaritas serum harus
diperiksa, idealnya sebelum pemberian manitol.
Pasien PTIK memiliki resiko untuk mengalami SIADH. Yang ditandai
dengan turunnya output urine, meskipun mendapatkan input cairan yang
adekuat dan hiponatremia, dan penatalaksanaannya dengan pembatasan
cairan. Pada pasien PTIK sangat penting untuk membedakan antara
hiponatremia yang disebabkan oleh SIADH dan CSW (Cerebral Salt
Wasting), yang disebabkan oleh kelebihan peptida natriuretic atrial dan
menyebabkan hilangnya sodium dan air di urin secara masiv,
mengakibatkan hiponatremia dan penurunan volume cairan. Penting untuk
membedakan kedua kondisi hiponatremia tersebut karena
penatalaksanaannyapun berbeda.
Cairan hipertonis telah digunakan dalam manajemmen pasien dengan
PTIK, dengan berbagai laporan mengklaim bahwa TIK pasien turun, rawat

21
inap di ICU yang lebih singkat dan lebih sedikit komplikasi. Meskipun
demikian, masih belum ada penelitian resmi terkait penatalaksanaan PTIK
dengan pemberian cairan hipertonis yang menunjukkan bahwa teknik ini
memberikan hasil yang lebih baik daripada teknik tradisional. Sehingga,
pemberian cairan hipertonis secara rutin tidak dianjurkan untuk saat ini,
kecuali untuk penggunaan pada keadaan individual sesuai advis dokter.

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL
3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada sistem persarafan adalah salah satu
komponen dari proses keperawatan yang merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh perawat dalam mengali permasalahan dari klien meliputi
usaha pengumpulan data dan membuktikan data tentang status kesehatan klien
tersebut.
Pada bahasan klien dengan gangguan sistem persarafan, maka perawat
menggali informasi yang berhubungan dengan sistem persarafan guna
menentukan diagnosa pada langkah selanjutnya. Kegiatan menggali informasi
tersebut harus sistematis, akurat dan menyeluruh serta saling berhubungan.
Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan oleh seorang perawat
dalam pengkajian keperawatan. Adapun macam data yang perlu dikumpulkan
oleh perawat adalah:
1. Data Subyektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara oleh perawat
kepada klien ataupun keluarga klien yang sifatnya tidak dapat diukur
dengan jelas karena merupakan suatu penilaian subyektif.
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diukur hasilnya. Data obyektif
diperoleh melalui hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang
lainnya seperti hasil pemeriksaan laboratorium.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan sistem
respirasi antara lain; (1) Riwayat Kesehatan, (2) Kajian per Sistem, (3)
Pengkajian Psikososial.
3.1.1 Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan
sekarang dan masa lalu. Serta perlu dikaji pula riwayat kesehatan keluarga
klien, apakah ada penyakit yang diturunkan secara genetis atau tidak.
Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem respirasi

23
adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (apakah tempat kerja memengaruhi
sistem respirasi klien), kondisi tempat tinggal, serta apakah klien tinggal
sendiri atau dengan orang lain.
a. Keluhan utama
Dalam membuat riwayat kesehatan dengan data keluhan utama
yang berhubungan dengan sistem persarafan, maka sangat penting
untuk mengenal tanda serta gejala umum mengalami gangguan
persarafan, antara lain keluhan sakit kepala, mual muntah, gangguan
penglihatan, gangguan kesadaran, dan lain-lain.
1. Sakit Kepala
Tekanan intrakranial meningkat disebabkan oleh memar pada
permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan
terjadinya penurunan kemampuan autoregulasi cerebral.
Peningkatan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak
dapat membesar karena tidak adanya aliran cairan otak dan
sirkulasi otak, sehingga lesi akan menggeser dan mendorong
jaringan otak. Bila tekanan intrakranial terus meningkat maka
berkurangnya aliran darah ke otak yang akan menyebabkan
gangguan perfusi cerebral. Perfusi yang tidak adekuat akan
menyebabkan timbulnya vasodilatasi dan edema otak. Edema akan
terus bertambah dan mendesak jaringan saraf. Hal inilah yang
menimbulkan nyeri.
2. Mual muntah
Meningkatnya tekanna intrakranial akan merangsang aktivitas
hipotalamus dan stimulasi vagus yang dapat menyebabkan
hiperkardium. Hiperkardium bisa menyebabkan peningkatan
pengeluaran katekolamin yang berperan menangani stress dan hal
ini akan mempengaruhi produksi asam lambung. Jika asam
lambung meningkat, maka akan menyebabkan mual dan muntah
karena refluks asam lambung.
3. Gangguan Penglihatan

24
Defisit visual dapat terjadi sejak gejala masih awal. Gangguan
tersebut dapat berupa : ketajaman visus, kabur dan diplopia.
Menurutnya ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur adalah
keluhan yang sering terjadi, karena diperkirakan tingginya tekanan
intrakranial mengakibatkan penekanan syaraf – syaraf nervus
optikus (N. 11) yang melintasi hemisfer cerebri. Diplopia berkaitan
dengan kelumpuhan dari satu atau lerbih syaraf – syaraf penggerak
bola mata ekstra- okuler (N. III, IV, VI) Sehingga pasien melihat
double pada posisi tertentu. Gejala – gejala visual semakin
menonjol seiring semakin meningkatnya TIK.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan
sehingga menimbulkan gangguan pada sistem neuro. Sebagai contoh:
melakukan anamnesa kepada pasien mengenai apakah pernah
mengalami gejala serupa sebelumnya, kemudian apakah memiliki
penyakit hipertensi. Tanyakan kepada pasien mengenai riwayat
aktivitas pemicu seperti merokok (kapan mulai merokok, jumlah rokok
yang dihabiskan perhari, serta usia berhenti merokok bila pasien
mengatakan sudah berhenti). Apabila pasien mengeluhkan penyakitnya
kambuh, tanyakan obat apa saja yang pernah dikonsumsi sehingga
sakitnya reda serta kapan terakhir kali rasa sakit itu muncul. Riwayat
alergi yang dimiliki juga perlu ditanyakan sebagai data penunjang
diagnosa.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna
mengetahui apakah ada potensi penyakit yang dapat diturunkan atau
ditularkan secara genetis atau tidak. Hal ini akan membantu perawat
mengetahui sumber penularannya jika memang ada penyakit serupa
yang pernah terjadi dalam lingkup keluarganya.
d. Riwayat Sosial
1. Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.

25
2. Tanyakan apakah didalam anggota keluarganya ada yang
menderita penyakit yang berhubungan dengan sistem respirasi.
e. Riwayat Psikologis
1. Adakah perasaan cemas pada diri klien saat menghadapi suatu
penyakit?
2. Kaji tingkat stres klien.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik Sistem Neurobehavior
Pemeriksaan fisik merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan
secara holistik yang bertujuan melihat kondisi klien serta mendapatkan
data obyektif secara valid dan didukung dengan pemeriksaan penunjang.
Pada keadaaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 13 – 15, cedera kepala
berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
1. B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi dari
perubahan jaringa cerebral akibat trauma kepala. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaaan fisik dari sistem ini akan didapatkan :
a) Inspeksi
Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru
tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya
atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang
iga, pnemothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube
trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal,
pernapan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat
inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal
tidak mampu menggerakkan dinding dada.
b) Palpasi

26
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
c) Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada thoraks/ hematothoraks
d) Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala
dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada
beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah,
nadi bradikardi, takikardia dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin dalam darah.
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda -
tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH)
yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi
atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan
meningkatkan konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan
resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
sistem kardiovaskuler.
3. B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya

27
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma
dan epidural hematoma. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
a) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
b) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I : Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang
merusak anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami
kelainan pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau
bilateral
 Saraf II : Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan
menurunkan lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari
nervus optikus. Perdarahan diruang intrakranial, terutama
hemoragia subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan
diretina. Anomali pembuluh darah didalam otak dapat
bermanifestasi juga difundus. Tetapi dari segala macam
kalainan didalam ruang intrakranial, tekanan intrakranial dapat
dicerminkan pada fundus
 Saraf III, IV dan VI : Gangguan mengangkat kelopak mata
terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga
orbital. pada kasus-kasus trauma kepala dapat dijumpai
anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika
midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda awal
herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada
tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria
dimana bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis
yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang

28
lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini
disebabkan oleh lesi dilobus frontalis ipsilateral yang
mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat
siliospinal menjadi tidak aktif sehingga pupil tidak berdilatasi
melainkan berkonstriksi.
 Saraf V : Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan
paralisis nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan menguyah, tetapi jika pasien dalam keadaan
koma, tidak bisa dilakukan pemeriksaan pada saraf V.
 Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan pada
pasien dengan kesadaran compos-mentis
 Saraf VIII : Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera
kepala ringan biasanya tidak didapatkan penurunan apabila
trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis.
 Saraf IX dan Xl : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
 Saraf XI : Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas
klien cukup baik dan tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII : Indra pengecapan mengalami perubahan
c) Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda yang lain.
d) Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi persepsi adalah ketidakmampuan
untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsivisual karena
gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri.

29
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan
kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimulasi visual, taktil dan auditorius.
4. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik,
termasuk berat jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera
kepala klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi.
5. B5 (Bowel)
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan
adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau
tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ±
2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya
udara yag berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
6. B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran
mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan
dengan rendahnya kadar hemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis
pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Joundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama. Pada
klien dengan kulit gelap. Perubahan warna tersebut tidak begitu jelas
terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya

30
demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menil ai adanya lesi dan
dekubitus.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri
dengan tujuan mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh,
mengetahui kadar oksigen dalam tubuh dan mengetahui kadar
karbondioksida dalam tubuh.
pH 7.35-7.45
PaO2 80-100 mmHg
PaCO2 35-45 mmHg
HCO3 22-26 mEq/L
Sa O2 94-100%

Adapun hasil abnormal dapat menjadi tanda dari kondisi medis


tertentu, sebagai berikut:
 pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Rendah, PCO2: Rendah =>
Asidosis Metabolik, contohnya pada gagal ginjal, syok, dan
ketoasidosis diabetik (KAD).
 pH darah: < 7,4; Bikarbonat: Tinggi, PCO2: Tinggi => Asidosis
Respiratorik, contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk
pneumonia atau PPOK.
 pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Tinggi, PCO2: Tinggi => Alkalosis
Metabolik, contohnya pada muntah kronis, kalium darah rendah
(hipokalemia).
 pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah =>
Alkalosis Respiratorik, contohnya pada Bernapas terlalu cepat,
rasa sakit, atau kecemasan.
2. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu
suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu
penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap

31
suatu penyakit. Disamping itu juga pemeriksaan ini sering dilakukan
untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada pasien yang menderita
suatu penyakit infeksi.
Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter
pemeriksaan, yaitu

Hemoglobin 13-16 g/dL


Hematokrit 33-45 vol%
Leukosit 4.5-11.0 x 103ųL
Trombosit 150-500 x 103 ųL
Eritrosit 4.5-5.50 x 106 ųL
3. CT-Scan
Merupakan teknik pengambilan gambaran otak dengan posisi yang
sudah ditentukan.
4. MRI
Merupakan alat pemeriksaan yang menggunakan resonansi
magnetik sebagai sumber energi untuk mengambil gambaran potongan
melintang tubuh. MRI lebih banyak digunakan daripada CT scan
karena dapat membedakan antara jaringan normal dan patologis.
5. Radiografi dada (foto thoraks)
Dilakukan sesuai jarak standar pada saat klien melakukan inspirasi
maksimum dan menaham napas untuk menstabilkan diafragma.
Pengambilan foto dapat dilakukan dalam berbagai sudut pandang.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas perubahan kedalaman pernafasan, penurunan
kapasitas vital, dispnea
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan istirahat total
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis., biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)

32
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilngan cairan aktif
(mual, muntah, dan anoreksia)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan
sekunder, dan prosedur invasif

33
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas perubahan kedalaman pernafasan, penurunan
kapasitas vital, dispnea
Diagnosa:
Ketidakefektifan pola nafas (00032)
Domain 4. Aktivitas/Istirahat
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/Pulmonal
NOC NIC
Status Pernafasan (0415) Manajemen Jalan Nafas (3140)
1. Klien memiliki frekuensi dan 1. Posisikan pasien untuk
irama nafas yang normal. memaksimalkan ventilasi
2. Saturasi oksigen klien adekuat 2. Berikan brokodilator
(95% - 100%). 3. Auskultasi suara nafas, catat area
Status Pernafasan: Pertukaran Gas yang ventilasinya menurun atau
(0402) catat ada atau tidak adanya suara
1. Ventilasi pernafasan klien tambahan
mencapai keseimbangan sehingga 4. Monitor status pernafasan dan
klien tidak menggunakan oksigenasi
ventilator Monitor Pernafasan (3350)
Status Neurologi: Otonomik (0910) 1. Monitor frekuensi dan irama
Tekanan darah sistolik klien kembali pernafasan klien
normal (<140 mmHg) 2. Monitor pola nafas klien (takipnea,
hiperventilasi)
3. Monitor tingkat saturasi oksigen
(SaO2) klien
4. Catat perubahan pada saturasi O2
dan perubahan nilai analisa gas
darah dengan tepat
Monitor Tanda-Tanda Vital (6680)
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan klien
2. Identifikasi kemungkinan

34
penyebab perubahan tanda-tanda
vital
Monitor Neurologi (2620)
1. Monitor tingkat kesadaran
klien
Monitor ICP

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan istirahat total


Diagnosa :
Intoleransi Aktivitas (00092)
Domain 4. Aktivitas/Istirahat
Kelas 4. Respon Kardiovaskuler/Pulmonal
NOC NIC
Level Kelelahan(0007) Terapi Aktivitas (4310)
1. Pertimbangkan kemampuan klien
1. Klien tidak tampak kelelahan,
dalam aktivitas fisik
memiliki wajah yang tampak
2. Bantu klien untuk melakukan
segar dan sehat
aktivitas yang biasa dilakukan.
3. Bantu aktivitas fisik secara teratur
sesuai dengan kebutuhan
4. Kolaborasikan dengan ahli terapis
fisik, okupasi, dan terapis
reaksional jika diperlukan
Peningkatan Mekanika Tubuh
(0140)
1. Kaji kesadaran pasien
2. Kaji pemahaman pasien mengenai
mekanika tubuh dan latihan
misalnya, mendemonstrasikan
kembali teknik melakukan
aktivitas/latihan yang benar.
3. Bantu pasien mengenai posisi tidur
yang tepat

35
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
Diagnosa:
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
Domain 4. Aktivitas/Istirahat
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/Pulmonal
NOC NIC
Status Sirkulasi (0401) Manajemen Edema Serebral (2540)
1. Tingkat saturasi oksigen klien 1. Monitor status neurologi dan
adekuat bandingkan dengan nilai normal
2. Klien tidak mengalami edema 2. Monitor tanda-tanda vital
cerebri 3. Monitor karakteristik cairan
Perfusi Jaringan: Serebral (0406) serebrospinal: warna, kejernihan,
1. Klien tidak mengalami konsistensi
peningkatan tekanan intrakranial 4. Monitor dan analisa pola TIK
2. Tekanan darah sistolik klien 5. Monitor status pernafasan:
kembali normal (<140 mmHg) frekuensi, irama, kedalaman
3. Klien tidak mengalami penurunan pernapasan, PaO2, PaCO2, pH
tingkat kesadaran 6. Posisikan tinggi kepala tempat
4. Klien mampu bicara dengan jelas, tidur klien 30 derajat atau lebih
menunjukkan konsentrasi, 7. Hindari tindakan valsava manufer
perhatian dan orientasi baik (suction lama, mengedan, batuk
terus menerus)
8. Sesuaikan pengaturan ventilator
untuk menjaga PaCO2 tetap
adekuat
9. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
Monitor Tekanan Intrakranial
(TIK) (2590)
1. Lakukan perekaman pembacaan
tekanan TIK

36
2. Monitor kualitas dan karakteristik
gelombang TIK
3. Monitor tekanan aliran darah otak
4. Monitor status neurologis
5. Letakkan kepala dan leher klien
dalam posisi netral, hindari fleksi
pinggang yang berlebihan untuk
mengoptimalkan perfusi serebral
6. Jaga tekanan arteri sistemik dalam
jangkauan tertentu
7. Kolaborasi pemberian obat-obatan
untuk meningkatkan volume
intravaskuler sesuai perintah
dokter

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis., biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
Diagnosa :
Nyeri Akut (00132)
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
NOC NIC
Kontrol Nyeri (1605) Pain Management (1400)
1. Klien mampu mengenali kapan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
nyeri terjadi komprehensif termasuk lokasi,
2. Klien mampu menggambarkan karakteristik, durasi, frekuensi,
faktor penyebab kualitas, dan faktor presipitasi)
3. Klien menggunakan analgesik 2. Observasi reaksi nonverbal dari
yang direkomendasikan ketidaknyamanan
Status Kenyamanan Fisik (2010) 3. Gunakan teknik komunikasi
1. Klien mampu memposisikan tubuh terapeutik untuk mengetahui
yang nyaman pengalaman nyeri pasien

37
2. Klien mampu melakukan kontrol 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri
pada gejala 5. Pilih dan lakukan penanganan
3. Klien mampu mempertahankan nyeri
kepatenan jalan nafas 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan teknik non farmakologi
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
10. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgetic Administration (2210)
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
8. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat

38
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilngan cairan aktif
(mual, muntah, dan anoreksia)
Diagnosa :
Resiko kekurangan volume cairan (00028)
Domain 2. Nutrisi
Kelas 5. Hidrasi
NOC NIC
Keseimbangan Cairan (0601) Manajemen Cairan (4120)
1. Klien memiliki keseimbangan 1. Jaga intake atau asupan yang
cairan yang normal (Intake : 2500 akurat dan catat output klien.
, Output : 2300 cc). 2. Masukkan kateter urine.
2. Klien memiliki berat badan yang 3. Monitor status hidrasi (misalnya,
stabil (IMT normal : 18,5 – 24,9 ). membrane mukosa lembab).
3. Klien memiliki turgor kulit 4. Monitor makanan atau cairan
normal (normal : < 1 dtk). yang dikonsumsi dan hitung
4. Klien kelembaban membrane asupan kalori harian).
mukosa normal. 5. Monitor status gizi
Keparahan Mual dan Muntah 6. Berikan cairan dengan tepat
(2107) Manajemen Muntah (1570)
1. Frekuensi mual pada klien 1. Pertimbangkan frekuensi dan
berkurang durasi muntah dengan
2. Frekuensi muntah pada klien menggunakan skala (seperti :
berkurang Duke Descriptive Scales dan
Rhodes Index of Nausea and
Vomitting (INV) Formulir 2).
2. Identifikasi faktor-faktor yang
dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadap muntah
3. Kurangi atau hilangkan faktor-
faktor yang memicu atau
meningkatkan rangsangan

39
muntah.
4. Posisikan pasien untuk mencegah
aspirasi.
5. Pertahankan jalan nafas
6. Monitor keseimbangan cairan
elektrolit.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan


sekunder, dan prosedur invasif
Diagnosa:
Risiko Infeksi (00004)
Domain 11. Keamanan/Perlindungan
Kelas 1. Infeksi
NOC NIC
Kontrol Risiko: Proses Infeksi Kontrol Infeksi (6540)
(1924) 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
1. Klien mampu mengidentifikasi kegiatan perawatan pasien
faktor risiko infeksi 2. Gunakan sarung tangan saat
2. Klien mampu mengidentifikasi melakukan tindakan sebagaimana
tanda dan gejala infeksi dianjurkan oleh kebijakan
3. Klien dapat memonitor faktor di pencegahan universal/Universal
lingkungan yang berhubungan Precautions
dengan risiko infeksi 3. Ajarkan pasien dan anggota
Keparahan Infeksi (0703) keluarga mengenai bagaimana cara
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi untuk menghindari infeksi
2. Suhu tubuh dalam batas normal 4. Batasi jumlah pengunjung
Perawatan Selang (1870)
1. Pertahankan kebersihan tangan
sebelum, selama, dan setelah
insersi atau manipulasi selang
2. Sediakan selang yang cukup
panjang agar dapat bergerak bebas,

40
sesuai kebutuhan
3. Rekatkan selang untuk mencegah
tekanan dan terlepasnya selang
secara tidak sengaja
4. Pastikan penempatan alat dengan
tepat
5. Lakukan irigasi selang untuk
menjamin kepatenan, berdasarkan
kebijakan institusi dan kondisi
pasien
6. Ganti selang secara rutin
7. Monitor respon pasien dan anggota
keluarga mengenai tujuan adanya
selang dan bagaimana merawatnya

3.4 Evaluasi
1. S: Klien mengatakan bahwa nafasnya normal
O: Saturasi oksigen klien sudah adekuat (95-100%), klien sudah tidak
menggunakan ventilator, tekanan darah normal.
A: Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P: Intervensi diberhentikan
2. S: Klien mengatakan sudah merasa sehat
O: Klien tampak senang dan segar.
A: Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P: Intervensi diberhentikan
3. S: Klien mengatakan sudah tidak kesulitan berbicara dan berbicara dengan
jelas
O: Klien tidak mengalami penurunan kesadaran, tidak ada edema cerebri,
tidak mengalami perdarahan intracranial

41
A: Laporan subjektif dan objektif memuaskan, criteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P: Intervensi diberhentikan
4. S: pasien mengatakan apa penyebab nyeri, mengenali kapan terjadinya
nyeri, menggunakan analgesic yang direkomendasikan, dan dapat
melakukan kontrol gejala.
O: Klien dapat mempertahankan kepatenan jalan nafas, memposisikan
tubuh yang nyaman.
A: Laporan subjektif dan objektif memuaskan, criteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P: Intervensi diberhentikan
5. S: Klien mengatakan kulitnya sudah tidak lagi kering, frekuensi mual
muntah sudah berkurang
O: Klien terlihat lebih segar karena berat badannya sudah normal (IMT
normal= 18,5-24,9), turgor kulit normal, keseimbangan cairan normal
(intake: 2500cc; output: 2300cc)
A: Laporan subjektif dan objektif memuaskan, criteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P: Intervensi diberhentikan
6. S: Klien mengatakan mampu mengidentifikasi faktor resiko infeksi,
tanda,gejala, faktor di lingkungan yang mempengaruhi.
O: Klien tidak telihat adanya tanda-tanda infeksi, suhu tubuh normal
(36,5-37,5 C)
A: Laporan subjektif dan objektif memuaskan, criteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P: Intervensi diberhentikan

42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tekanan intrakranial adalah tekanan total yang diberikan oleh otak, darah
dan CSF dalam lemari besi intrakranial. Hipotesis Monroe Kellie menyatakan
jumlah dari volume intrakranial otak (≈80%), darah (≈10%), dan CSF (≈10%)
adalah konstan, dan bahwa peningkatan salah satu dari ini harus diimbangi
dengan sama penurunan lain, atau tekanan meningkat lagi. ICP bervariasi
dengan usia dan normatif nilai untuk anak-anak tidak mapan. nilai normal
adalah kurang dari 10 sampai 15 mm Hg untuk orang dewasa dan anak-anak
yang lebih tua, 3 sampai 7 mm Hg untuk anak-anak, dan 1,5-6 mm Hg untuk
bayi jangka. ICP nilai lebih besar dari 20 sampai 25 mm Hg memerlukan
perawatan di sebagian besar keadaan. nilai ICP berkelanjutan yang lebih besar
dari 40 mm Hg menunjukkan parah, hipertensi intrakranial yang mengancam
jiwa. Etiologi bisa berupa hemorrage, tumor, abses, stroke, hipoksia,
hipertensi, dll. Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah
pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak
beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK
dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial
adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial
dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik.
Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan
usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai. Gejala nya
adalah pusing, muntah mual, penurunan tingkat kesadaran, lesu.
Penatalaksanaan secara umum Kaji kepatenan jalan napas, pernapasan
(frekuensi, irama, kedalaman), dan sirkulasi. Berikan obat diuretik osmosis
seperti manitol atau urea, sesuai intruksi untuk mengeluarkan cairan dari
daerah otak dan darah yang berada pada otak. Berikan steroid seperti
deksametason, sesuai intruksi untuk mengurangi edema sekitar otak, jika ada.
Bantu hiperventilasi dengan menggunakan ventilator volume untuk alkalosis
respiratorik, yang menyebabkan vasokontriksi serebral dan penurunan volume
yang menyebabkan pengurangan TIK.

43
DAFTAR PUSTAKA

Black, M.J and Hawks, J.H. 2005. Medical Surgical Nursing; Clinical
Management for Positif Outcomes, 7th editiom. Saint Louis Missouri : Elsevier
Saunders

Brain Trauma Fondation. 2007. Guidelines for the Management of Severe


Traumatic Brain Injury, 3rd Edition. New York: Mary Ann Liebert. Inc.

Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), sixth


edition. USA: ELSEVIER.

Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), sixth


edition. USA: ELSEVIER.

Harsono, dr, DSS. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Sadoudi, Ali. 2013. Measurement and Management of Increased Intracranial


Pressure. The Open Critical Care Medicine Journal. USA. 56-65

Sunardi. 2010. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial, Valsava


Maneuver & Pengikatan. Dipublish Oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB)

44

Anda mungkin juga menyukai