Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR

Dosen Pembimbing :

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep.Ns., M.Kep.

Oleh :

1. Ulfa Solfadilla (P27820118048)


2. Ayu Novita Febriyanti (P27820118091)
TINGKAT III REGULER B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar” dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
keperawatan medikal bedah 2. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Hepta Anugrahini S.Kep.Ns., M.Kep. selaku
dosen mata kuliah keperawatan medikal bedah 2 yang telah memberikan tugas ini dan tak lupa
ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan sangat membantu penulis dalam
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan trauma yang berdampak paling berat terhadap fisik maupun
psikologis dan mengakibatkan penderitaan sepanjang hidup seseorang, dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi [ CITATION Yel03 \l 1033 ]. Luka bakar sering terjadi
pada masyarakat terutama luka bakar dengan derajat II [ CITATION Ang18 \l 1033 ].

Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka keseluruhan
secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah wanita. Data Nasional
mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di seluruh Indonesia masih
belum ada. Umumnya pusat luka bakar di level RSUP atau RSUD yang ada bedah plastik
mempunyai data pasien yang dirawat di unit luka bakar RSUP / RSUD tersebut.

Penyebab luka bakar bisa berbeda - beda antar daerah dan di rumah sakit. Luka
bakar biasanya disebabkan oleh terpajannya kulit dengan api, suhu tinggi, listrik, radiasi
maupun bahan kimia sehingga membuat integritas kulit menjadi terganggu atau rusak.
Umumnya luka bakar yang terjadi dapat dicegah. Komplikasi yang sering terjadi pada
pasien luka bakar juga beraneka ragam seperti syok, kekurangan volume cairan dan
elektrolit, hipermetabolisme, infeksi, masalah pernapasan akut dan juga kematian, pada
luka bakar yang luas dapat juga terjadi kecacatan dan depresi.

Berdasarkan data - data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar
memiliki jumlah kasus yang relatif banyak (high volume) dan mempunyai resiko
morbiditas dan mortalitas yang tinggi (high risk), sehingga cenderung memerlukan biaya
yang tinggi dan sumber daya yang banyak (high cost). Tata laksana luka bakar di berbagai
rumah sakit juga bervariasi (high variability) dan sangat diperlukan untuk mengurangi
angka kejadian morbidiltas dan mortalitas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran konsep dari luka bakar?


2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar?

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum


Mengetahui gambaran umum dari konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan luka bakar.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran dari konsep dari luka bakar
2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Luka Bakar

2.1.1. Pengertian
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi dan disebabkan
banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang
mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik,
bahan kimia dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif. (Precise, 2011).
2.1.2. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin di pindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai
faktor dapat menjadi penyebab luka bakar antara lain sebagai berikut.

1. Cairan panas (air, minyak, kuah)


2. Api (bensin, minyak tanah, gas LPG)

3. Listrik (PLN, petir)


4. Zat kimia (asam, basa, kosmetik)

5. Radiasi (matahari, radioterapi, bom)

Faktor yang mempengaruhi beratnya luka bakar antara lain :

1. Keluasan luka bakar

2. Kedalaman luka bakar

3. Umur pasien

4. Agen penyebab

5. Fraktur atau luka lain yang menyertai

6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, ginjal, jantung, dll.


7. Obesitas

8. Adanya trauma inhalasi

2.1.3. Klasifikasi
A. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalamannya
1. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis
yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang
berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat.
Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

2. Luka bakar derajat II


Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri
karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua, yaitu
sebagai berikut.
a. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat,
kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi
protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

B. Klasifikasi Luka Bakar


Berdasarkan Luasnya
1. Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan rule of nine of wallace yaitu :

a. Lengan masing-masing 9% : 18%

b. Badan depan 18%, badan bagian belakang 18% : 36%

c. Tungkai masing-masing 18 : 36%

d. Genitalia/perinium : 1%

2. Diagram bagan Lund & Bowder


Ditunjukkan untuk menentukan keluasan luka bakar yang terjadi pada
anak - anak dan bayi dimana dalam bagian ini usia yang berbeda mempunyai
keluasan yang berbeda. Bagan ini memberikan penilaian yang lebih akurat.

C. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Berat Ringannya


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain.
1. Presentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

2. Kedalaman luka bakar

3. Anatomi lokasi luka bakar

4. Umur klien

5. Riwayat pengobatan yang lalu

6. Trauma yang menyertai atau bersamaan

America burnAssociation membagi sebagai berikut.

1. Yang termasuk luka bakar ringan (minor)


a. Tingkat II : kurang dari 15% total bodysurface area pada orang dewasa
atau kurang dari 10% total bodysurface area pada anakanak 10.
b. Tingkat III : kurang dari 2% total bodysurface area yang tidak disertai
komplikasi .
2. Yang termasuk luka bakar sedang (moderate)
a. Tingkat II : 15% - 25% total bodyserface area pada orang dewasa atau
kurang dari 10% - 20% total body pada area anak.
b. Tingkat III: kurang dari 10% total bodysurface area yang tidak disertai
komplikasi
3. Yang termasuk luka bakar kritis (mayor)
a. Tingkat II 32% : Total bodysurface area atau lebih pada orang dewasa
atau lebih dari 20% total bodysurface area pada anakanak.

b. Tingkat III : 10% atau lebih

c. Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga kaki dan
perineum.

d. Luka bakar pada jalan pernapasan atau adanya komplikasi pernapasan.

e. Luka bakar sengatan listrik (elektrik).

f. Luka bakar yang ditandai dengan masalah yang memperlemah daya


tahan tubuh seperti luka jaringan lunak, fraktur, trauma lain atau masalah
kesehatan sebelumnya.

2.1.4. Patofisilogi
Luka bakar disebabkan oleh cairan panas, api listrik , zat kimia, dan radiasi.
Luka bakar menyebabkan dampak bilogis dan psikologis. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran
nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ
visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang
lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56,1°C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perbahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler
ke dalam ruangan interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
vaskuler, maka curah jantung akan teus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang
meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi, selanjutnya vasokontriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36
jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum
luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium
serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera
setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi
sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan
tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel
darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
2.1.5. Pathway

2.1.6. Manifestasi Klinis


A. Derajat I (superficial) : tersengat matahari, tekena api dengan intensitas rendah.
1. Bagian kulit yang terkena : epidedermis

2. Gejala : kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa nyeri mereda jika


didinginkan.

3. Penampilan luka : memerah, menjadi putih ketika ditekan minimal atau


tanpa edema.
4. Perjalanan kesembuhan : kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu,
terjadi pengelupasan kulit.

B. Derajat II (partial thickness) : tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api.
1. Bagian kulit yang terkena : epidedermis dan bagian dermis

2. Gejala : nyeri, hiperestesia, sensitif terhadap udara yang dingin

3. Penampilan luka : melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah, epidermis


retak, permukaan luka basah, terdapat edema

4. Perjalanan kesembuhan : kesembuhan dalam waktu 2 - 3 minggu,


pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi
derajat III.

C. Derajat III (full thickness) : terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam
waktu yang lama, tersengat arus listrik
1. Bagian kulit yang terkena : epidermis, keseluruhan dermis dan kadang-
kadang jaringan subkutan

2. Gejala : tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan
kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan
terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik)

3. Penampilan luka : kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau
gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang tampak, terdapat edema

4. Perjalanan kesembuhan : pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan,


pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit, hilangnya jari
tangan atau ekstrenitas dapat terjadi

2.1.7. Komplikasi
A. Segera

Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkumferensial (luka bakar pada


ekstremitas iskemia ekstremitas, luka bakar pada toraks hipoksia dari gagal
napas restriktif). Cegah dengan eskaratomi segera.

B. Awal
1. Infeksi ( waspadai steptococcus ) obati infeksi yang timbul ( 10% organisme
pada biopsi luka ) dengan antibiotik sistemis.

2. Ulkus akibat stres ( ulkus cerling) ( cegah dengan antasida, broker H2 atau
inhibitor pompa proton profilaksis)

3. Hiperkalsemia ( dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati dengan insulin,
dekstrosa.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
sebagai berikut.

1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi


sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah
merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh
darah.

2. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi

3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi

4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,


hipokalemia terjadi bila diuresis.

5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan

6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan

7. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar

8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar


selanjutnya.

2.1.9. Penatalakasaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien
dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain
mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat
darurat, penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan
antara lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar
memerlukan obat-obatan topikah karena eschar tidak dapat ditembus dengan
pemberian obat antibiotik sistemis. Pemberian obatobatantopikah anti mikrobial
bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian obat-obatan topikah
secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah
sepsis yang sering kali masih terjadi penyebab kematian pasien.

1. Tatalaksana Resusitasi Luka Bakar

a. Tatalaksana Resusitasi Jalan Napas

1) Inkubasi : tindakan inkubasi dikerjakan sebelum edema mukosa

2) Krikotiroidomi :bertujuan sama dengan inkubasi hanya dianggap agresif

3) Pemberian oksigen 100%

4) Perawatan jalan napas

5) Penghiasapan Secret

6) Pemberian terapi inhalasi

7) Bilasan bronkoalveolor

8) Perawatan rehabilitatif untuk respirtif

9) Eskarotomi

b. Tatalaksana Resusitasi Cairan

1) Cara Evans

a) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah Nacl/24


jam

b) Luas luka bakar dama % x berat badan dalam kg = jumlah plasma/24


jam

c) 2000 cc Dextrose 5% /24 jam untuk mengganti cairan yg hilang


akibat penguapan.
d) Separuh dari jumlah cairan a+b+c diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya dberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua berikan
setengah jumlah cairan pada hari pertama, pada hari ketiga berikan
setengah jumlah cairan hari ke dua.

2) Cara baxter

% x BB x 4cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama,


sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama teutama
diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi deficit ion Na. hari
kedua diberikan setengh cairan hari pertama. Contoh : seorang dewasa
dengan berat badan 50 kg dan luka bakar seluas 20 % dari permukaan
kulit.

Diberikan 20x50x4 = 4.000 cc yang dberikan pada hari pertama


dan 2.000 cc pada hari kedua.

c. Tatalaksana Resusitasi Nutrisi

Perhitungan kebutuhan kalori basal melibatkan faktor BB, TB, umur.


Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula
dengan menambahkan faktor aktivitas fisik dan stress (sebesar 20-30%).

Pria : 66,5 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) x AF x FS

Wanita : 65,6 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) x AF x FS

Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian


khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka
yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi
lain, kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan
hati.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan


beberapa metode yaitu : oral, enteral, parenteral.
Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada
penderita luka bakar, masih sangat bervariasi dimulai sejak 4 jam pasca
trauma sampai dengan 48 jam pasca trauma.

2. Rehabilitasi pada pasien luka bakar fase kritis (Afidah. 2016)

a. Ranging (full ROM) pasif : mencegah terjadinya Kontraktur.

b. Pencegahan deformitas : meminimalisir pemendekan tendon, lig.collateral


dan kapsul sendi serta mengurangi edema pada ekstermitas.

c. Pencegahan kontraktur : memposisikan pasien dengan prinsip melawan arah


sendi yang dapat menyebabkan kontraktur.

3. Perawatan Luka

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan


dilakukan perawatan luka. Perawatan luka tergantung pada karekteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera
sembuh dan meminimalkan rasa sakit. Luka dibersihkan dan di Debridement
kemudian luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi :

a. Akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya


koloni bakteri atau jamur.

b. Untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi.

c. Penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa


nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit.
2.1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi
anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki penilaian tinggi
terhadap jumlah kematian. Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki
resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi
yang tepat dalam pendekatan [ CITATION Pur161 \l 1033 ]
II. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan klien dengan luka bakar adalah nyeri
yang biasanya disebabkan karena iritasi terhadap saraf dan sesak nafas yang timbul
setelah beberapa jam atau hari setelah klien mengalami luka bakar yang biasanya
disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran
nafas bagian dan bila ada edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi
paru.
III. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien yang mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru –
paru, diabetes mellitus, neurologis, penyalahgunaan obat maupun alkohol
mempunyai risiko kematian yang tinggi bila mengalami luka bakar.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


IV. Pola – Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya klien mengalami anoreksi, mual dan muntah serta terjadi edema
jaringan umum.
3. Pola Eliminasi
Biasanya klien mengalami diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), haluaran urine menurun pada fase darurat,
warna urine mungkin hitam kemerahan bila terjadi myoglobin, terjadi penurunan
mobilitas usus atau peristaltik gastrik (luka bakar kutaneus lebih besar dari
20%), penurunan bising usus.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya klien mengalami keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit, gangguan massa otot, penurunan kekuatan otot, perubahan tonus.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat dikarenakan nyeri
pada lukanya.
6. Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran dikarenakan klien mengalami
penurunan kekuatan sehingga klien cenderung untuk beristirahat.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya klien mengalami gangguan konsep diri, merasa tidak berdaya,
tidak percaya diri terhadap penampilannya yang berubah karena luka yang
dialaminya, menarik diri, ketakutan yang berlebih.
8. Pola Sensori dan Kognitif
Biasanya klien mengalami penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik),
laserasi korneal, kerusakan retinal, ruptur membran timpani (syok listrik),
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf), penurunan reflek tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik).
9. Pola Reproduksi Seksual
10. Pola Penanggulangan Stres
Biasanya klien mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
klien menarik diri dan mengalami gangguan percaya terhadap dirinya sendiri
akibat luka yang dialaminya.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Biasanya klien mengalami penurunan dalam hal melakukan ibadah
dikarenakan kelemahan yang dialaminya dan terkadang klien juga meminta
bantuan jika ingin beribadah diatas tempat tidur.
V. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
a. Kesadaran : Biasanya klien datang dengan keadaan kotor
mengeluh panas, sakit dan gelisah sampai
menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila
luka bakar mencapai derajat cukup berat.
b. Tanda – tanda vital : Tekanan darah menurun, nadi cepat, suhu dingin,
pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya
pengembalian darah pada 48 jam pertama.
2. Kepala dan Rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar.
3. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang
rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
4. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
5. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang.
6. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
7. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan.
8. Thorax dan Dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
9. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
10. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi
sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
11. Muskuloskeletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
12. Neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang
hebat (syok neurogenik).
13. Integumen
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah
9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut.

BAGIAN TUBUH 1 TAHUN 2 TAHUN DEWASA


Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstremitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18%
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ekstremitas bawah (kanan dan 27% 31% 30%
kiri)
Genetalia 1% 1% 1&

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade


tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya
dan lamanya kesembuhan luka.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah lengkap
Hb (hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri)
Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan
tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
e. Natrium Urin
Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat
Peningkatan alkali fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum
Peninggian glukosa serum menunjukkan respon stress.
h. Albumin Serum
Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
j. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
2. EKG
Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
3. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. hipersekresi jalan nafas d.d. gelisah, sianosis,
mengi(SDKI Kode D. 0149)
2.
3. Gangguan intregitas kulit b.d. kekurangan volume cairan d.d. kerusakan lapisan
kulit, nyeri (SDKI Kode D.0129)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. hipersekresi jalan nafas d.d. gelisah, sianosis,
mengi. (SDKI Kode D. 0149)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 × 24 jam bersihan jalan
nafas efektif dengan kriteria hasil sebagai berikut. (SLKI Kode L. 01001)
a. Mengi menurun

Intervensi :

2. Nyeri akut b.d. agen pencederaan kimiawi (terbakar) d.d. mengeluh nyeri, gelisah,
sulit tidur. (SDKI Kode D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 × 24 jam diharapkan
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil sebagai berikut. (SLKI Kode L. 08066)
a. Keluhan nyeri menurun
b. Gelisah menurun
c. Kesulitan tidur menurun

Intervensi :

1) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan
atau kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan
debridement.

b. Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks


1. c. Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan
tepat
2. Gangguan intregitas kulit b.d. kekurangan volume cairan d.d.
kerusakan lapisan kulit, nyeri (SDKI Kode D.0129)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan
intregitas kulit meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut.
a. Kerusakan lapisan kulit menurun
b. Nyeri menurun
c. Kemerahan menurun

Intervensi :

1)
3.
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai intervensi yang telah dibuat dan tidak
menutup kemungkinan jika melaksanakan tindakan keperawatan tidak sesuai dengan
intervensi (memodifikasi) bergantung dengan kondisi klien.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada tahap ini akan menentukan
apakah tindakan keperawatan dihentikan (masalah teratasi sesuai dengan kriteria hasil),
tindakan keperawatan dilanjutkan (jika masalah memerlukan perpanjangan waktu untuk
mengatasinya) serta tindakan keperawatan dimodifikasi (jika intervensi keperawatan
tidak sesuai dengan perkembangan kondisi klien).
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/rinycabby/asuhan-keperawatan-luka-bakar-42152025

Anda mungkin juga menyukai