Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
suhu/termal.
Luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi
sejumlah besar jaringan mati (eschar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka
waktu yang lama. (Bruner & Suddarth)
Perlukaan pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya. (Donna,1991).
Perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar dengan zat-zat termal, kimia,
elektrik, atau radiasi yang menyebabkan luka bakar. (Luckman & Sorensen, 1993)
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan
perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah
tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain,
misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus.
oleh sebab itu kami mengambil materi luka bakar untuk dapat kami pelajari lebih
lanjut dan agar kami lebih memahami tentang apa itu luka bakar dan bagaimana cara
penanganan nya.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
2. Tujuan Khusus :
a. agar bisa mengerti dan memahami definisi luka bakar
b. agar bisa mengerti dan memahami Asuhan Keperawatan Pada Pasien luka
bakar
c. agar dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien luka bakar
d. dapat memahami manajemen pada luka bakar.

Page 1
C. SISTEMATIKA
Makalah ilmiah ini terdiri dari tiga bab yang disusun berdasarkan sistematika sebagai
berikut:

Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan teoritis, yang berisikan definisi, manajemen luka bakar, dan
asuhan keperawatan klien dengan luka bakar.

Bab III : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


Daftar pustaka

Page 2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
- Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
suhu/termal. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar yang tidak
merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari epitel. Biasanya dapat
pulih dengan penangan konsevatif . luka bakar dengan ketebalan penuh merusak
semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel kulit dan bisa membutuhkan
eksisi dan cangkok kulit jika luas. ( PIERCE A GRACE & NEIL R. BORLEY. 2007.
At A Glance , edisi III . Erlangga , Jakarta )
- Luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi
sejumlah besar jaringan mati (eschar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka
waktu yang lama. (Bruner & Suddarth)
- Perlukaan pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya. (Donna,1991).
- Perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar dengan zat-zat termal, kimia,
elektrik, atau radiasi yang menyebabkan luka bakar. (Luckman & Sorensen, 1993)

B. MANAJEMEN LUKA BAKAR


1. Fase Luka Bakar
Perjalanan penyakit luka bakar terutama yang mengancam nyawa dibedakan dalam 3
fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut. Namun demikian tidak berarti terdapat
garis pembatas yang tegas di antara ketiga fase ini. Kerangka berpikir dalam
penanganan penderita tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase
sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.2 Fase-fase tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
a) Fase akut/fase syok/fase awal

Fase ini mulai dari saat kejadia sampai penderita mendapat perawatan di instalasi
gawat darurat atau di unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti
penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
napas), breathing (mekanisme bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi).
Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah

Page 3
terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera
inhalasi dalam 48 – 72 jam pascatrauma.

Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka bakar mengenai daerah muka
atau wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap, atau uap
panas yang terhisap. Edema laring dapat terjadi dan menyebabkan gangguan
berupa hambatan jalan napas.

Pada fase ini dapat terjadi pula gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan
elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Pada luka bakar
berat atau mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti
dengan ekstravasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskular ke
jaringan interstisial dan mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskular dan
edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu
sehingga sirkulasi ke bagian distal terhambat yang akhirnya menyebabkan
gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ (syok). Syok yang timbul harus
segera diatasi dengan melakukan resusitasi cairan. Adanya syok yang bersifat
hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berkaitan
dengan instabilitas sirkulasi.

b) Fase subakut

Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang
terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yakni:

• proses inflamasi atau infeksi,

• masalah penutupan luka

• keadaan hipermetabolisme

c) Fase lanjut

Pada fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui
rawat jalan. Masalah yang muncul pada fase ini adalah komplikasi berupa parut

Page 4
yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya
kontraktur.

2. Penyebab Luka Bakar


Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
penyebab, antara lain:
• Luka bakar karena api
• Luka bakar karena air panas
• Luka bakar karena bahan kimia
• Luka bakar karena listrik, petir, dan radiasi
• Luka bakar karena sengatan sinar matahari
• Luka bakar karena benda panas/tungku panas/udara panas
• Luka bakar karena ledakan bom

3. Derajat Kedalaman Luka Bakar


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas
sumber, penyebab, dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Pembagiannya
terdiri atas 3 tingkat atau derajat, yakni:
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit hiperemik
berupa eritem, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri dengan intensitas ringan –
sedang karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu singkat (beberapa hari) tanpa pengobatan khusus
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi dan terdapat bula. Luka ini menimbulkan nyeri
sedang – berat karena terangsangnya nosiseptor dan tereksposnya ujung saraf
bebas akibat kerusakan jaringan dermis yang berguna sebagai pelindung.
Luka ini dibedakan atas dua bagian, yaitu:
• Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis. Organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea
masih banyak. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari
tanpa terbentuk sikatriks.

Page 5
• Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama
dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu
lebih dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot, dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan dan tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bula. Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu sampai berwarna hitam kering. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
Sensasi hilang dan tidak dijumpai rasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik rusak. Namun umumnya luka bakar derajat III merupakan bagian
sentral dengan area luka bakar derajat II di sekitarnya yang sangat nyeri.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
Penanganan luka secara umum meliputi upaya preparasi bed luka
(debridement, penanganan infeksi, manajemen eksudat) serta penutupan luka
(skin grafting).

4. Luas Luka Bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9 yang
dikenal dengan rule of nine atau rule of Wallace. Dalam perhitungan agar
lebih mudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita sebagai 1% dari luas
permukaan tubuhnya.1,2 Pembagian luas luka bakar dijelaskan dalam skema
berikut.

5. Kriteria Luka Bakar

Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association


ialah:
a. Luka bakar ringan
1) Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa

Page 6
2) Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
3) Luka bakar derajat III < 2%
b. Luka bakar sedang
1) Luka bakar derajat II 15% – 25% pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II 10% – 20% pada anak-anak
3) Luka bakar derajat III < 10%
c. Luka bakar berat
1) Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
3) Luka bakar derajat III 10% atau lebih
4) Luka bakar mengenai wajah, telinga, mata, dan genitalia/perineum
5) Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma laiN
6. Komplikasi dan Prognosis Luka Bakar
a) Luka bakar mempunyai dampak langsung terhadap perubahan lokal
maupun sistemik yang tak terjadi pada kebanyakan luka lain. Luka bakar
ringan dan sedang umumnya dapat sembuh spontan dalam beberapa hari
hingga minggu. Luka bakar berat memerlukan perawatan sekitar 1-6
bulan. Khusus untuk luka bakar yang dirawat, angka kematian menurut
data RSCM ialah sekitar 37%. Hal ini disebabkan karena mudahnya
terjadi komplikasi berupa infeksi, gagal ginjal, acute respiratory distress
syndrome, dan multiple organ failure, terutama pada luka bakar berat.
b) Luka bakar juga dapat menimbulkan kecacatan yang berdampak
kesulitan bekerja seperti kontraktur atau mempengaruhi penampilan
misalnya parut di wajah.

7. Pencegahan dan Penatalaksanaan Penderita Luka Bakar


Sebagian kasus luka bakar dapat dicegah, terutama dengan memberi
pengertian serta memberi edukasi perilaku untuk orang-orang yang
berkecimpung dengan berbagai penyebab luka bakar. Penggunaan bahan-
bahan isolator juga bermanfaat untuk mengurangi risiko kejadian luka bakar.

Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita
trauma-trauma lainnya, harus ditangani secara teliti dan sistematik. Prioritas
pertama pada penderita luka bakar yang harus diperhatikan ialah jalan napas,

Page 7
proses bernapas, dan perfusi sistemik. Bila diperlukan, harus segera
dilakukan intubasi endotrakeal atau pemasangan infus untuk
mempertahankan volume sirkulasi. Selanjutnya, anamnesis untuk
mengetahui penyebab dan memperkirakan perjalanan penyakit serta
pemeriksaan fisik untuk memperoleh kelainan pada pasien mutlak
diperlukan. Misalnya, apabila penderita terjebak pada ruang tertutup, maka
perlu dicurigai kemungkinan trauma inhalasi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan derajat dan luas luka bakar.

Pemeriksa wajib memakai sarung tangan steril bila akan melakukan


pemeriksaan. Penderita harus dijauhkan dari sumber panas, termasuk
melepas pakaiannya bila terbakar. Untuk membebaskan jalan napas dapat
dipasang pipa endotrakea. Apabila memerlukan resusitasi, dapat diberikan
cairan Ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam. Dilakukan pemasangan
kateter Foley untuk memonitor jumlah urin yang diproduksi serta
pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi gastrik. Untuk
menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena. Obat yang
umum dipergunakan pada nyeri luka bakar ialah golongan opioid, NSAID,
dan obat anestesi.

Bila diperlukan, tetanus toksoid dapat diberikan. Pencucian luka di kamar


operasi dalam keadaan pembiusan umum. Setelah bersih dioles dengan
sulfadiazin perak topikal sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril
yang tebal, lalu pada hari kelima kasa dibuka dan penderita dimandikan
dengan air dicampur Savlon 1:30.

Page 8
C. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LUKA BAKAR
1. Pengkajian :
a. Data pengkajian awal didapatkan oleh pemberi asuhan pre rumah sakit
b. Fokuskan pada prioritas utama dari semua pasien trauma dengan luka sebagai
pertimbangan sekunder
c. Pantau potensi jalan nafas pasien ; evaluasi nadi afikal, perotis, dan femoral
d. Mulailah lakukan pemantauan jantung
e. Periksa tanda-tanda vital dengan teratur menggunakan alat ultra sonografi jika
diperlukan
f. Periksa nadi perifer pada extrimitas yang mengalami luka bakar setiap jam
g. Pantau masukan cairan dan haluaran serta ukur perjam ; kaji berat jenis urin ,
PH , protein dan HB.
h. Perhatikan adanya peningkatan serak suara, tridor, frekuensi dan kedalaman
pernapasan atau perubahan mental akibat hipoksia
i. Kaji suhu tubuh berta badan, riwayat berat badan sebelum berat badan, alergi,
imunisasi tetanus , masalah-masalah medis atau pembedahan yang lalu ,
penyakit sekarang dan penggunaan medikasi .
j. Kaji kedalaman luka dan identifikasi area dalam cedera kedalaman penuh dan
ketebalan parseal.
k. Kaji status neurologis : kesadaran ; status fsikologis, nyeri dan tingkat ansietas,
serta perilaku
l. Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang cedera dan pengobatan .

2. DIAGNOSA
a. Tidak efektif bersihkan jalan nafas dan gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan edema paru, injury pulmonal sekunder dari smoke Inhalation, karbon
monoksida atau hipoksia.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan luka bakar.
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
intravaskular ke dalam rongga interstisial dan hilangnya cairan secara evaporasi.
d. Nyeri berhubungan dengan rusaknya ujung-ujung syaraf, trauma dan edema
karena injury luka bakar, dan prosedur.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar, injury thermal.

Page 9
f. Risiko infeksi berhubungan dengan hilangnya lapisan pelindung kulit sekunder
dari luka bakar, atau luka yang terkontaminasi.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipermetabolisme dan peningkatan kebutuhan kalori dan protein.
h. Risiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka bakar, nyeri, gangguan
pergerakan sendi, dan adanya pembentukan skar.
i. Risiko tidak efektif termuregulator berhubungan dengan hilangnya panas dan
perubahan mekanisme kulit untuk mempertahankan suhu tubuh.
j. Gangguan citra tubuh, perubahan proses keluarga, tidak efektif coping keluarga,
dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan luka bakar.

3. PERENCANAAN
a. Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan yang ditandai dengan saturasi oksigen
dalam batas normal, jalan nafas dan bunyi nafas bersih.
b. Klien akan menunjukkan pengeluaran urine lebih kurang atau sama dengan 1
ml/kg berat badan/jam untuk 24 jam pertama setelah injury dan tetap terpantau.
c. Klien akan memperlihatkan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Klien merasakan nyeri berkungan yang ditandai dengan anak dapat beristirahat
dan beraktivitas sesuai kebutuhan.
e. Luka bakar akan sembuh tanpa infeksi.
f. Luka bakar akan mengalami penyembuhan tanpa infeksi, tidak ada sepsis, dan
tidak ada infeksi pulmonal.
g. Status metabolisme seimbang yang ditandai dengan berat badan stabil, serum
elektrolit normal, penyembuhan luka yang cepat, intake makanan dapat
dipertahankan 90% sesuai kebutuhan.
h. Anak akan mencapai fungsi aktivitas yang optimum.
i. Fungsi termuregulator dapat dipertahankan yang ditandai dengan suhu tubuh
dalam batas normal.
j. Klien dan keluarganya mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak,
pengobatan, prosedur dan partisipasi dalam perawatan anak.

4. IMPLEMENTASI
a. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas;
1) Kaji status pernafasan setiap jam untuk 72 jam pertama.
Page
10
2) Monitor analisa gas darah.
3) Monitor pulse oximetry
4) Pemberian oksigen sesuai program
5) Latihan nafas dalam dan batuk efektif setiap 1-2 jam sekali bila tidak tidur.
6) Tinggikan posisi kepala 15-30 derajat.
7) Pengisapan (suction) lendir bila perlu.
b. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat;
1) Berikan cairan intravena dan oral sesuai dengan kebutuhan dan pantau secara
ketat.
2) Monitor urine output (pengeluaran urine) dan catat bila kurang dari 1 ml/kg
berat badan jam dan lapor ke penanggung jawab.
3) Kaji tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit; hypokalemia dan
hyperkalemia, hyponatremia dan hypernatremia, hypochloremia,
hypercalcemia dan hypocalcemia.
4) Monitor status neurology
5) Monitor nadi perifer dan nadi bagian distal serta catat adanya perubahan dan
lakukan kolaborasi.
c. Mempertahankan volume cairan dalam batas normal;
1) Monitor tanda-tanda vital sampai stabil
2) Monitor pemasukan dan pengeluaran.
3) Timbang berat badan setiap hari.
4) Monitor elektrolit, Hgb, dan Hct.
5) Pemberian terapi intravena dan oral.
6) Pemberian kalium bila kalium rendah.
d. Mengurangi rasa nyeri;
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10
2) Catat HR, tekanan darah dan pernafasan
3) Pemberian obat nyeri 20-30 menit sebelum prosedur perawatan luka
4) Hati-hati dalam perawatan kulit.
5) Gunakan kontak taktil
6) Gunakan terapi distraksi
7) Kurangi hal-hal yang dapat menimbulkan nyeri.
8) Lakukan pergerakan aktif dan pasif
9) Pengaturan posisi yang tepat.
Page
11
e. Meningkatkan penyembuhan luka dan integritas kulit;
1) Kaji luka pada fase akut: perubahan warna, kulit, membran mukosa dan kuku.
2) Rubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan klien terutama bagian tulang-
tulang yang resiko menimbulkan decubitus.
3) Cegah adanya gesekan pada kulit.
4) Support dengan bantal pada bagian tertentu yang dibutuhkan.
5) Lakukan perawatan luka dengan steril; menggunakan sarung tangan, baju
khusus, gunakan larutan normal saline yang steril untuk membersihkan luka.
6) Jaga agar kulit tetap kering.
f. Mencegah infeksi :
1) Kaji luka selama mengganti balutan.
2) Gunakan teknis steril saat melakukan perawatan luka.
3) Kaji adanya sepsis; perubahan status neurology, hypothermia, demam oliguria.
4) Angkat eschar secara hati-hati.
5) Mencuci tangan dengan teknik aseptic setiap akan menyentuh
6) Bersihkan luka dengan larutan steril (normal saline)
7) Gunakan standar pencegahan universal; baju khusus, mencuci tangan,
menggunakan masker (semua personel yang mendekati anak).
8) Pantau tanda-tanda vital; suhu, nadi.
9) Observasi luka; purulent dan drainage.
10) Pemberian antibiotik sesuai program.
g. Meningkatkan status nutrisi yang optimum.
1) Berikan nutrisi; kue-kue atau makanan kecil yang tinggi, kalori dan protein.
2) Hindari nyeri saat prosedur karena nyeri dapat menurunkan nafsu makan.
3) Berikan vitamin dan mineral
4) Berikan makanan tambahan yang dapat menambah nafsu makan.
5) Antisipasi total nutrisi parenteral.
h. Meningkatkan fungsi aktivitas.
1) Jelaskan pentingnya latihan dan lakukan latihan pergerakan aktif dan pasif.
2) Observasi kontriksi eschar khususnya persendian; kontraktor.
3) Ajarkan cara meningkatkan penggunaan fungsi pergerakan.
4) Pemberian analgetik sebelum melakukan aktivitas, bila perlu.
5) Tingkatkan aktivitas diri

Page
12
6) Libatkan keluarga untuk melakukan pergerakan persendian, fleksi, ekstensi,
rotasi, abduksi-abduksi.
i. Meningkatkan fungsi termuregulator
1) Monitor tanda vital; suhu
2) Kaji kulit, dingin, perubahan warna dan pengisian kembali kapiler (capillary
refill).
3) Observasi demam dan menggigil.
4) Hindari stress yang dingin.
j. Meningkatkan konsep diri, koping yang positif dan pemahaman kondisi dan
pengobatan.
1) Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
2) Jelaskan tentang kondisi luka bakar, perawatan dan pengobatannya dan
jelaskan apa yang dapat dilakukan oleh keluarga.
3) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan termasuk alasannya.
4) Kaji support sistem keluarga.
5) Demonstrasikan cara merawat luka dengan teknik aseptic.
6) Tenangkan klien dan keluarganya dengan komunikasi yang terapeutik.
7) Antisipasi perilaku regresi.

5. DICHARGE PLANNING / Rencana Pemulangan


1) Jelaskan resiko terjadinya luka bakar, dan pencegahannya.
2) Instruksikan untuk meningkatkan status nutrisi dengan mengkonsumsi
makanan tinggi protein dan kalori, pemberian mineral dan vitamin.
3) Informasikan gejala-gejala komplikasi.
4) Tekankan pentingnya terapi fisik dan latihan yang teratur.
5) Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.
6) Jelaskan hal penting dengan terjadinya perubahan kondisi; komplikasi dan
segera lapor ke dokter atau perawat.
7) Jelaskan mungkin perlu dilakukan bedah plastik dan konsul ke ahli bedah
plastik.

Page
13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
suhu/termal.

Luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi
sejumlah besar jaringan mati (eschar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka
waktu yang lama. (Bruner & Suddarth)
Perlukaan pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya. (Donna,1991).
Perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar dengan zat-zat termal, kimia,
elektrik, atau radiasi yang menyebabkan luka bakar. (Luckman & Sorensen, 1993).
Perjalanan penyakit luka bakar terutama yang mengancam nyawa dibedakan dalam 3
fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut.

Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
penyebab, antara lain: Luka bakar karena api, Luka bakar karena air panas, Luka
bakar karena bahan kimia, Luka bakar karena listrik, petir, dan radiasi, Luka bakar
karena sengatan sinar matahari, Luka bakar karena benda panas/tungku panas/udara
panas, Luka bakar karena ledakan bom.

B. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok
mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama
mahasiswa. Selain itu luka bakar ini sangat berbahaya dan kita sebagai perawat harus
bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.

Page
14
Daftar pustaka

Brunner & Suddarth, (1996) Text Book of Medical-Surgical Nursing, Kuncara, et.al.
(2001) (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.

Noer MS. Penanganan luka bakar akut (Bab 2). In: Noer MS, editor. Penanganan Luka
Bakar. Surabaya: Airlangga University Press; 2006. p. 3-11.

Suriadi & Yuliani, (2001) Asuhan Keperawatan pada Anak, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Page
15

Anda mungkin juga menyukai