Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,
tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ
tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan
tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat
perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang
– orang lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.
Dampak imobilisasi lama terutama dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun
waktu 2 minggu, perawatan emboli paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang
meninggal tiap tahunnya.
Dampak pada Lansia ini sangat rentang terhadap konsekuensi fisiologis dan
psikologis dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan
penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-
komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan
perubahan-perubahan yang hampir sama dengan proses penuaan, oleh karena itu
memperberat efek ini.
Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi
kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi yang
ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memberat penyakit dasarnya bila
tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian.
Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom
degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.
Dengan ini kami tertarik untuk membahas materi uapaya rehabilitasi bagi usila
dengan keterbatasan gerak (imobilitas) khusunya dengan aktifitas berjalan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
2. Tujuan Khusus :

1
a. agar bisa mengerti dan memahami konsep dasar gangguan mobilisasi fisik
pada usila
b. agar bisa mengerti dan memahami upaya rehabilitasi bagi usia dengan
keterbatasan gerak (Imobilitas) aktifitas berjalan

C. SISTEMATIKA
Makalah ilmiah ini terdiri dari tiga bab yang disusun berdasarkan sistematika sebagai
berikut:
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II : Pembahasan, yang berisikan konsep dasar gangguan mobilisasi fisik
pada usila dan upaya rehabilitasi bagi usila dengan keterbatasan gerak
(Imobilitas) aktifitas berjalan
Bab III : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar pustaka

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gangguan Mobilitas Fisik Pada Usila


1. Definisi

Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,
tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ
tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan
tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat
perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).

Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest)
selama 3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang (Pusva, 2009).

2. Batasan karakteristik
a. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk
mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
b. Keengganan untuk melakukan pergerakan
c. Keterbatasan rentang gerak
d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan
medis
f. Gangguan koordinasi

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan imobilisasi


a. Intoleransi aktivitas
b. Penurunan kekuatan dan ketahanan
c. Nyeri dan rasa tidak nyaman
d. Gangguan persepsi atau kognitif
e. Gangguan neuromuskuler
f. Depresi
g. Ansietas berat

1
1) Faktor-faktor Internal

Berbagai factor internal dalam imobilisasi tubuh atau bagian tubuh antara lain;

a. Penurunan fungsi muskuloskeletal


Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis,
atau osteomalasia), sendi (athritis dan tumor), atau kombinasi struktur (kanker dan
obat-obatan).
b. Perubahan fungsi neurologis
Infeksi, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskular (mis, stroke), penyakit
demelinasi, penyakit degeneratif (ex: penyakit parkinson), gangguan metabolik
(mis, hiperglikemia), gangguan nutrisi.
c. Nyeri
Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
d. Defisit perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
e. Berkurangnya kemampuan kognitif
Gangguan proses kognitif, seperti demensia berat jauh.
f. Jatuh
Efek fisik: cedera atau fraktur.
Efek psikologis: sindrom setelah jatuh.
g. Perubahan hubungan sosial
Faktor-faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau
teman-teman), faktor-faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti depresi).
h. Aspek psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar.

2) Faktor-faktor eksternal
a. Program terapeutik
b. Karakteristik penghuni institusi
c. Karakteristik staf
d. Sistem pemberian asuhan keperawatan
e. Hambatan-hambatan

1
f. Kebijakan-kebijakan institusi

4. Penyebab
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya gangguan mobilisasi, sebagai contoh:
1.       Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan
menghambat pergerakan (mobilisasi)
2    Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
3.   Penyakit jantung atau pernafasan
4   Gangguan penglihatan
5 Masa penyembuhan

5. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut

Gangguan muskuloskeletal Artritis

Osteoporosis

Fraktur (terutama panggul dan femur)

Problem kaki (bunion, kalus)

Lain-lain (misalnya penyakit paget)


Gangguan neurologis Stroke

parkinson Penyakit

Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)


Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif  (berat)

Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)

Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)

1
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktor sensorik Gangguan penglihatan

Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)


Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti
werdha)

Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat


Nyeri akut atau kronik  
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada
keganasan)

Malnutrisi

Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada


keganasan)

Depresi

Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan obat


antipsikotik)

6. Dampak Masalah Pada Lansia

Lansia sangat rentang terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas.
Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi
predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara
fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang
hampir sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.

Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi


kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.

7. Manifestsi Klinis

Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan

1
Efek Hasil
 Penurunan konsumsi oksigen  Intoleransi ortostatik
maksimum
 Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan fungsi ventrikel kiri
 Penurunan kapasitas kebugaran
 Penurunan volume sekuncup
 Konstipasi
 Perlambatan fungsi usus
 Penurunan evakuasi kandung kemih
 Pengurangan miksi
 Bermimpi pada siang hari, halusinasi
 Gangguan tidur

8. Komplikasi
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degenerasi yang terjadi pada hampir semua
sistem organ sebagai akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi
motorik.

9. Penatalaksanaan
a. Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan


episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas
dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler,
pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada
pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak
aktifan.

1) Hambatan terhadap latihan

Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara


teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi
ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup
tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan
tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan
termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang
tidak mendukung.

2) Pengembangan program latihan

1
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur
dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan
efek latihan.

Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang
factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan
keterikatan dan meningkatkan pengalaman;

a) Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan
setelah aktivitas diberikan)
b) Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan
khusus)
c) Kesulitan yang dirasakan
d) Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan.
e) Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang
akan berhasil)
3) Keamanan

Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien,
instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk
mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama
pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.

b. Pencegahan Sekunder

Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi
atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri
suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan
terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada
pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan
dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik

c. Pencegahan tersier

1
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan
upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi
okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman.

10. Upaya Rehabilitasi Bagi Usila Dengan Keterbatasan Pergerakan Atau


Immobilisasi
a. Melatih jalan menggunakan tongkat dan kursi roda
b. Duduk dari berbaring dengan alat khusus, seperti pegangan yang dihubungkan ke
kaki.
c. Mengerakkan kaki sebelum memasang sepatu.
d. Melatih menggunakan sepatu dan dasi yang dimodifikasi dengan satu tangan.
e. Kursi roda standar, yaitu sandaran fleksibel, injakan kaki bisa dibuka dan ditutup,
ada penahan roda, ada pegangan tangan di roda, bisa dilipat, serta diangkat
depannya.
f. Kursi roda yang lebih baik lagi, yaitu ada penahan belakang lutut, bisa meluruskan
kaki, mudah vntuk berdiri, ada sabuk pengaman, ada dua tempat pegangan tangan,
dan bisa dilepas.
g. Mengajarkan cara duduk yang baik di kursi roda.
h. Cara menggunakan kursi roda: menuruni tangga dengan belakang kursi roda lebih
dahulu dan menaiki tangga dengan depan kursi roda diangkat.
i. Makan menggunakan alat makan dengan pegangan besar.
j. Alat masak dan tempat masak yang dimodifikasi agar lebih mudah
menggunakannya.
k. Alat untuk permainan clan membaca yang dimodifikasi.
l. Menggunakan pispot.
m. Tempat mandi ada bangku untuk duduk clan sikat yang melekat di dinding.
n. Toilet dengan tempat duduk yang berlubang agar mudah buang air besar.
o. Menggunakan alat bantu gambar untuk menjelaskan clan meminta sesuatu.
p. Latihan pasif untuk lansia yang mengalami paralisis pada tangan, kaki, dan jari.
q. Selanjutnya, lakukan latihan aktif.
r. Latihan jalan menggunakan satu tongkat, dua tongkat, serta kursi roda di jalan
biasa dan tangga.
s. Kaki kursi menggunakan sepatu agar tidak mudah bergeser.
t. Menjemur pakaian dengan menggunakan alat bantu.

1
u. Menggunakan sisir besar, kegiatan membaca, clan berternu dengan lansia lain.
v. Membuka kran menggunakan alat bantu dengan pegangan yang besar.
w. Tempat mencuci dibuat khusus.
x. Cara pindah dari tempat tidur ke kursi roda kemudian dari kursi roda ke tempat
duduk: perawat berhadapan dengan klien clan kedua tangan memegang bawah
aksila klien, sedangkan klien memegang bahu perawat.

11. Upaya Rehabilitasi Untuk Perawat Bagi Usila Dengan Keterbatasan Pergerakan
Atau Immobilisasi

a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan


pramuwerdha.
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya
latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan
untuk mencapai target terapi.
d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan
aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik),
latihan koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet. 

1
BAB III

PENUTUP

1
A. Kesimpulan
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,
tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ
tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan
tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat
perubahan fungsi fisiologis (bimoariotejo, 2009). Dampak pada lansia ini sangat
rentang terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas. Perubahan
yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi
bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh
bereaksi terhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hampir sama dengan
proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi
kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.
Upaya Rehabilitasi Bagi Usila Dengan Keterbatasan Pergerakan Atau Immobilisasi
yaitu dengan : Melatih jalan menggunakan tongkat dan kursi roda, Duduk dari
berbaring dengan alat khusus, seperti pegangan yang dihubungkan ke kaki,
Mengerakkan kaki sebelum memasang sepatu, Melatih menggunakan sepatu dan dasi
yang dimodifikasi dengan satu tangan, Kursi roda standar, yaitu sandaran fleksibel,
injakan kaki bisa dibuka dan ditutup, ada penahan roda, ada pegangan tangan di roda,
bisa dilipat, serta diangkat depannya, Kursi roda yang lebih baik lagi, yaitu ada
penahan belakang lutut, bisa meluruskan kaki, mudah untuk berdiri, ada sabuk
pengaman, ada dua tempat pegangan tangan, dan bisa dilepas, Mengajarkan cara
duduk yang baik di kursi roda, Cara menggunakan kursi roda: menuruni tangga
dengan belakang kursi roda lebih dahulu dan menaiki tangga dengan depan kursi roda
diangkat, Makan menggunakan alat makan dengan pegangan besar, Alat masak dan
tempat masak yang dimodifikasi agar lebih mudah menggunakannya, Alat untuk
permainan clan membaca yang dimodifikasi, Menggunakan pispot, Tempat mandi ada
bangku untuk duduk clan sikat yang melekat di dinding, Toilet dengan tempat duduk
yang berlubang agar mudah buang air besar, Menggunakan alat bantu gambar untuk
menjelaskan clan meminta sesuatu, Latihan pasif untuk lansia yang mengalami
paralisis pada tangan, kaki, dan jari, Selanjutnya, lakukan latihan aktif, Latihan jalan
menggunakan satu tongkat, dua tongkat, serta kursi roda di jalan biasa dan tangga,
Kaki kursi menggunakan sepatu agar tidak mudah bergeser, Menjemur pakaian
dengan menggunakan alat bantu, Menggunakan sisir besar, kegiatan membaca, clan

1
berternu dengan lansia lain, Membuka kran menggunakan alat bantu dengan
pegangan yang besar, Tempat mencuci dibuat khusus, Cara pindah dari tempat tidur
ke kursi roda kemudian dari kursi roda ke tempat duduk: perawat berhadapan dengan
klien clan kedua tangan memegang bawah aksila klien, sedangkan klien memegang
bahu perawat.

B. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok
mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama
mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

- Doenges, marilynn e. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Egc: jakarta.


- Gallo, joseph.1998. Buku saku gerontologi. Jakarta : buku kedokteran egc

1
- Nugroho, wahyudi. (1996). Perawatan lanjut usia. Penerbit buku kedokteran.Egc. Jakarta.
- Stanley, mickey, dkk. (2006). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Egc. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai