Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan

DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)

Disusun untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Departemen Keperawatan Medikal

Oleh:

Margareta Laura Cangkung

190070300011032

Kelompok 3

PROGRAM PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)

A. Definisi

Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin akibat defek dalam sekresi


dan kerja insulin atau keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin relatif atau absolut
dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan
resisten sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh. Kaki diabetik adalah infeksi,
ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan dengan neuropati
dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah, selain itu ada juga yang
mendefinisikan sebagai kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang
tidak terkendali dengan baik yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah,
gangguan persyarafan dan infeksi.

Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai


bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan
ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri
aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam
gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetik.

B. Klasifikasi

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik yaitu salah satunya klasifikasi
Wagner, yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International
Working Group On Diabetik Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih
dominan yakni vaskular, infeksi dan neuropati, sehingga arah pengelolaan dalam
pengobatan dapat tertuju dengan baik, namun pada penelitian ini klasifikasi yang
digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Wagner.

1. Klasifikasi menurut Wagner


a. Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih
faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen primer
penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu kulit kering dan
terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi hipertropik dan anastesi);
terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu kelainan bentuk jari kaki yang
melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint dan distal
interphalangeal joint. Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal,
depresi caput longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot.
b. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan
terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti
deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai adanya
lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih atau
purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
c. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada
grade I & ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus. Dasar
ulkus meluas ke tendon, tulang/sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen,
ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan tulang tetapi tidak
terdapat infeksi yang minimal.
d. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses
yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat
osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang agresif
yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke
dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit
karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat
abses dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih,
gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada
ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara, yaitu
gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area focal dari
nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan
kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi atau peradangan yang
terus-menerus Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai dampak
dari adanya edema jaringan lokal.
f. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren
diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

Berdasarkan pembagian menurut Wagner di atas, maka tindakan pengobatan


atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :

 Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada


 Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
 Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan
bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut).

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik


ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

 Insisi : abses atau selulitis yang luas


 Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
 Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
 Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
 Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

C. Epidemiologi

Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan


komplikasi diabetes melitus cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah
satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian, selain itu sampai saat ini
masalah kaki diabetik kurang mendapat perhatian sehingga masih muncul konsep
dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan penyakit ini. Kaki diabetik merupakan
penyebab tersering dilakukannya amputasi yang didasari oleh kejadian non
traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita diabetes melitus
dibandingkan dengan non diabetes melitus. Kaki diabetik juga menyebabkan lama
rawat penderita diabetes melitus menjadi lebih lama.

Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik di Amerika Serikat


sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita non diabetes melitus. Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki
diabetik di negara berkembang didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan
negara maju, yaitu antara 20-40%. Prevalensi penderita diabetes melitus dengan
kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka mortalitas 32% dan kaki diabetik
merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk
diabetes melitus. Prevalensi angka kematian akibat ulkus dan gangren berkisar 17-
23%, sedangkan angka amputasi berkisar 15-30%. Angka kematian 1 (satu) tahun
pasca amputasi sebesar 14,8%. Jumlah itu meningkat pada tahun ketiga menjadi
37%, ratarata umur pasien hanya 23,8 bulan pasca amputasi.

D. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya kaki diabetik dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

1. Usia
Penelitian di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa persentase kaki diabetik
paling tinggi pada usia ≥45 tahun. Tubuh mengalami banyak perubahan terutama
pada organ pankreas yang memproduksi insulin dalam darah pada usia ≥45 tahun,
kejadian kaki diabetik sangat tinggi pada usia ini karena fungsi tubuh secara fisiologis
menurun.
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi
sehingga penurunan sekresi atau resistensi insulin dan kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal serta menyebabkan
penurunan sekresi atau resistensi insulin yang mengakibatkan timbulnya
makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah yang salah
satunya pembuluh darah besar atau sedang pada tungkai yang lebih mudah untuk
terjadinya kaki diabetik.

2. Jenis Kelamin
Penelitian menyebutkan bahwa prevalensi diabetes melitus secara keseluruhan
lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria. Penyebab perbedaan prevalensi kaki
diabetik diantara pria dan wanita dapat disebabkan oleh : faktor hormonal (adanya
hormon estrogen pada wanita yang dapat mencegah komplikasi vaskuler yang
berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan kebiasaan hidup seperti kebiasaan
merokok dan konsumsi alkohol pada laki- laki.
3. Lama Menderita Diabetes Mellitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak terkendali yang
menyebabkan munculnya komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga
mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati
yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki
penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
4. Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebihan
yang dapat mengganggu kesehatan seseorang, dikatakan obesitas apabila Indeks
Massa Tubuh (IMT) ≥ 23 untuk wanita dan IMT ≥ 25 untuk laki- laki. Hal ini akan
membuat resistensi insulin yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi darah pada kaki yang dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik.
5. Hipertensi
Hipertensi (TD >130/80mmHg) pada penderita diabetes melitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi dengan tekanan >130/80mmHg dapat
merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel pembuluh darah. Kerusakan pada
endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia
pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
6. Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan faktor kuat menyebabkan penyakit arteri perifer yang mana
sudah dibuktikan berhubungan dengan kaki diabetik. Nikotin yang dihasilkan dari
rokok akan menempel pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
insufisiensi dari aliran pembuluh darah ke arah kaki yaitu arteri dorsalis pedis, poplitea
dan tibialis menjadi menurun.
7. Riwayat Ulserasi pada Kaki
Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka terbuka pada permukaan kulit,
nekrosis jaringan karena gangguan peredaran darah ke organ perifer ditandai dengan
menurunnya pulsasi arteri dorsalis pedis dan neuropati ditandai dengan menurunnya
sensasi rasa pada penderita diabetes melitus tipe 2.

E. Manifestasi Klinis

Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan


komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian
kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut:

 Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).


 Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
 Nyeri saat istirahat.
 Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
Gambaran klinis dibedakan: neuropatik dan iskemik.
1. Gambaran neuropatik
 gangguan sensorik, ulkus plantar, sepsis
 perubahan trofik kulit, pulsasi sering teraba
 atropati degeneratif (sendi Charcot)
2. Gambaran iskemik
 nyeri saat istirahat, sepsis, pulsasi tidak teraba
 ulkus yang nyeri disekitar daerah yang tertekan
 riwayat klaudikasio intermiten

Tabel 2. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik


Iskemia Neuropati
Gejala Klaudikasio Biasanya tidak nyeri
Nyeri saat istirahat Kadang nyeri neuropati
Inspeksi Tergantung rubor Lenngkung tinggi
Perubahan Tropik Kuku-kuku jari kaki
Tak ada perubahan tropic
Palpasi Dingin Hangat
Tak teraba nadi Nadi teraba
Ulserasi Nyeri Tak nyeri
Tumit dan jari kaki Plantar

Tabel 3. Stadium dari Fontaine


Stadium Gejala dan Tanda Klinis
I Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat
II Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila
IIa istirahat
IIb Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m
III Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m
IV Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)
Ulkus / gangrene
F. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe


angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat
obstruksi, dan status vaskuler. Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga
sebagai gangren panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak
tetap merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
dibagian distal.

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila


sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P, yaitu
Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi sumbatan
secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine, yaitu Pada
stadium I; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan), stadium
II; terjadi klaudikasio intermiten, stadium III; timbul nyeri saat istirahat dan stadium IV;
berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

1. Pemeriksaan Fisik
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena
berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk
mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk
dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus,
warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal
I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik,
gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu
digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau kalus.
Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu
untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau
sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di permukaan
jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan
daerah dorsum pedis (11%).
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya
ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris,
pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen
merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk
mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami
gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tesdikatakan tidak normal apabila pasien
tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan
pemeriksaan monofilamen adalahdi sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di
antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat
murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita
mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya
tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti
stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama
atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial).
Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi
tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9,
ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler
sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler berat.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete BloodCount), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar,
elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan
non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension
(TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital
subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau
computed tomography angoigraphy (CTA).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan,
atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka
pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold
standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA.
Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan
terapi. Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik
G. Penatalaksanaan

Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya;


mengatasi penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban
(offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,
debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi. Penyakit diabetes melitus melibatkan sistem multi organ yang akan
mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, gangguan
kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan
lainnya harus dikendalikan.

1. Debridemen

Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing
dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan
jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman
berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan
garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada
beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik,
autolitik, biologik, dan debridement bedah. Debridemen mekanik dilakukan
menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam
rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen autolitik terjadi secara
alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara
sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan
yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan
jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang
disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Tujuan debridemen bedah
adalah untuk:

a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,


b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal
2. Mengurangi Beban Tekan (Off Loading)

Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Pada penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki
mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Metode off loading yang sering
digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest),
kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot
ambulatory. Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif
dibandingkan metode yang lain. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai,
dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki
bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan
telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).

3. Perawatan Luka

Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau


menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap
gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan
suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing
yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya
infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering
dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate,
foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya.

 Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab


 Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu
yang akan diobati
 Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
 Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan
maserasi pada luka
 Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering
diganti
 Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri
 Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat
4. Pengendalian Infeksi

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum


hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara
empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada kaki diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum,
diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection
dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau
ceftazidime+clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi
berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif
antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/tazobactam
+ vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime, imipenem/cilastatin atau
fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole.

5. Tindakan Bedah

Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya
ulkus diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage,
debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik.
Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I
(elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency). Tindakan
elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan
spur tulang, hammer toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan
untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami
neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah melakukan koreksi
deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus
tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah
bila tindakan endovaskular (angioplasti dengan menggunakan balon atau
atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskular. Osteomielitis kronis
merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan
granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga mati harus dihilangkan.
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan tujuan
untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang
menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil
sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas
gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat
bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.

H. Komplikasi

Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah
fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan
bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi
patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan
penyebab yang dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat
dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika:

a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas


b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
c. Ulkus resisten
d. Osteomielitis
e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
g. Trauma pada kaki
h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati

I. Pencegahan

Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap


terjadinya luka.Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit,
kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita
dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, hanya saja sepatu yang
digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang
lembut dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan
langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki.

Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah


kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya kuku
yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar. Edukasi tentang pentingnya
perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan alas kaki yang dapat melindungi
dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol.

Pencegahan kaki diabetik, yaitu :


a. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut
perhatian penuh.
b. Kaki harus dibersihkan teliti & dikeringkan dengan handuk kering setiap kali
mandi.
c. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat menggunakan
cermin.
d. Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
e. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
f. Sepatu harus cukup lebar dan pas.
g. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
h. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
i. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
j. Kuku dipotong secara lurus.
k. Berhenti merokok
Patofisiologi DM

Faktor penyebab : Faktor pencetus :


- Faktor genetik (adanya antigen - Usia > 45 tahun
HLA/Human Leukosit Antigen) - Obesitas
- Respon autoimun abnormal - Pola makan tidak baik
- Faktor lingkungan (infeksi - Kurang aktivitas fisik
virus/toksin pada tubuh) - Riwayat keluarga : DM

Hipertensi
Viskositas darah meningkat
Memicu reaksi autoimun pada pankreas Gangguan toleransi glukosa

Peningkatan lipolisis Kerusakan pembuluh darah perifer


Retensi insulin dan gangguan sekresi insulin
Gliserol asam lemak bebas Suplai nutrisi, oksigen, leukosit terganggu
meningkat Kegagalan sel beta pankreas untuk
memproduksi insulin
Terdapat luka MK : Resiko infeksi
Ketogenesis
Tubuh kekurangan insulin Luka tidak mendapat suplai nutrisi
Ketouria
dan leukosit
Ketoasidosis Glukosa tidak dapat diserap sel tubuh
Iskemik dan kerusakan jaringan

- Nyeri abdomen
- Mual dan muntah Terjadi glukoneogenesis Gangren
- Hiperventilasi
- Nafas bau keton Ulkus diabetik
Glukosa menumpuk dalam darah

Koma diabetikum MK : Kerusakan integritas


Hiperglikemia jaringan

Kematian MK : Ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
Diabetes Mellitus

DM Tipe 1 DM Tipe 2
- Reaksi Autoimun - Idiopatik, usia, genetik, dll
- Sel beta pancreas hancur - Jumlah sel pancreas menurun

Glukosa menarik air Makrovaskular Mikrovaskular

Osmotik diuretik Organ jantung Serebral Organ ginjal Organ mata

Poliuria /banyak kencing Kerusakan arteri koroner Penyumbatan pembuluh Ginjal tidak dapat Glukosa dalam Kerusakan
jantung darah otak mereabsorbsi glukosa darah (sorbitol) pembuluh darah
Elektrolit tubuh berkurang tertimbun di lensa kapiler mata
melalui urin (natrium, klorida, Penyakit jantung koroner Penurunan aliran oksigen ke Glukosa masuk ke mata
sodium) otak urin Suplai nutrisi dan
Penurunan suplai oksigen Pembentukan oksigen menurun
Merangsang rasa haus dan nutrisi ke otot jantung Penurunan kesadaran Glikosuria katarak
Iskemia pada mata
Minum terus menerus Iskemia miokard MK : Ketidakefektifan Kerusakan MK : Gangguan
perfusi jaringan otak glomerulus ginjal sensori persepsi
Peningkatan asupan cairan Infark miokard Retinopati
(penglihatan)
Glomerulosklerosis
Polidipsia Daya ejeksi otot jantung Kebutaan
berkurang
MK : Ketidakefektifan Nefropati
perfusi jaringan perifer MK : Resiko
MK : Kekurangan volume Penurunan cardiac output cedera
cairan Resiko gagal ginjal
Penurunan aliran oksigen ke kronis
Akral dingin dan pucat
pembuluh darah perifer

MK : Ketidakseimbangan
elektrolit
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan
dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan olrh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyaki-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Anya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di
dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita
e. Riwayat kesehatan keluaraga
Dari genogram keluarag biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insuli misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat Psikososial
Meliputin informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarag terhadap
penyakit penderita.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadara, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda-tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kdang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah serinng terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda diplopia lensa mata keruh.
c. Sistem integumenrgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembababn dan suhu kulit di daerah ulkus dan gangren kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinaldrasi, perubaha BB, peningkatan lingkar abdomen,


obesitas.
Terdapat polifagi, polidipis, mual, muntah, diare, konstipasi, deh

g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saatberkemih.

h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan TB, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d status kesehatan klien (penyakit
DM) ditandai dengan peningkatan glukosa darah, polifagi, poliuri dan polidipsi
2. Hipervolemia berhubunagn dengan dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan edema , kadar HB turun.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru yang
ditandai dengan dyspnea, pernapasan cuping hidung, RR 26x/mnt
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (DM) yang ditandai dengan
mengeluh nyeri, frekuensi nadi meningkat,tampak meringis
5. Deficit Nutrisi berhubunagn dengan peningkatan kebutuhan metabolism d.d napsu
makan menurun, mualkadar albumin turun
6. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan turgor kulit menurun > 2detik,
edema, nyeri pada ekstremitas penyembuhan luka lambat
7. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
ditandai dengan kerusakan jaringan ,nyeri
INTERVENSI KEPERAWATAN

No DIAGNOSIS INTERVENSI KEPERAWATAN


. KEPERAWATAN
Ketidakstabilan Managemen hiperglikemia
1 kadar glukosa darah Observasi:
b.d status
1. Identifikasi penyebab hiperglikemia
kesehatan klien
2. Monitor kadar glukosa darah
(penyakit DM) 3. Monitor intake dan output
ditandai dengan 4. Monitro keton urine, elektrolit
peningkatan
glukosa darah, Terapeutik
polifagi, poliuri dan 1. Berikan asupan cairan oral
polidipsi
Edukasi
1. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
2. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberia insulin, pemberian cairan IV
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
Manajemen Hipoglikemia
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gela hipoglikemia
Terapeutik
1. Berikan Karbohidrat sederhana
2. Berikan glucagon
3. Pertahankan akses IV
Edukasi
1. Anjurkan memonitor kadar glukosadarah
2. Jelaskan pengelolaam hipoglikemia
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian dextrose, jika perlu
2. Hipervolemia Manajemen hipervolemi ( I.03114)
berhubunagn dengan
dengan gangguan Observasi
mekanisme regulasi 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
ditandai dengan 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
edema , kadar HB 3. Monitor tanda hmokonsentrasi
turun. 4. Monitor efek samping diuresis

Terapeutik
1. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan tempat tidur 30-40 derajat

Edukasi
1. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
2. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberikan deuretik

Pemantauan Cairan (I.03121)


Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor waktu pengisian kapiler
5. Monitor elastisitas dan turgor kulit
6. Monitor kadar albumin dan protein total
Terapeautik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasienInformasikan hasil pemantauan, jika perlu
Edukasi
Informasikan hasil pemantauan

3. Pola nafas tidak efektif Manajemen jalan nafas (1.01011)


berhubungan dengan Observasi
penurunan ekspansi
paru yang ditandai 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
dengan dyspnea, 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling,
pernapasan cuping mengi, whezing, ronkhi kering)
hidung, RR 26x/mnt 3. Monitor sputum (jumlah, warna, Posisikan semi-fowler
atau fowler
4. Berikan minum hangat
5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Pemantauan Respirasi (1.01014)

Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipneu, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-stokes, Biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
4. Nyeri akut Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan Observasi
agen cedera biologis 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(DM) yang ditandai kualitas dan intensitas nyeri
dengan mengeluh 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri, frekuensi nadi 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat,tampak Terapeautik
meringis 1. Berikan teknik non farmakologi
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
1. Pemberian analgesik
Pemberian analgesic (I.08243)
Observasi
1. Monitor efektifitas analgesik
Kolaborasi
2. Mengkolaborasikan pemberian dosis dan jenis
analgesik
5. Deficit Nutrisi Manajemen Nutrisi (1.03119):
berhubunagn dengan Observasi:
peningkatan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolism 2. identifikasi alergi dan intoleransi makanan
d.d napsu makan 3. monitor berat badan
menurun, mualkadar Terapeutik:
albumin turun 1. lakukan oral hygene sebelum makan jika perlu
2. berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Pemantauan Nutrisi ( I.03123)
Observasi

1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi


2. Identifikasi perubahan berat badan
3. Identifikasi kelainan pada kulit
4. Monitor mual dan muntah
5. Monitor asupan oral
6. Monitro hasil lab
Terapeautik
1. Timbang berat badan
2. Ukur antropometrik komposisi tubuh
3. Hitung perubahan berat badan
6. Perfusi Perifer tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079)
efektif berhubungan Observasi
dengan turgor kulit
menurun > 2detik, 1. Periksa sirkulasi perifer (mis,nadi perifer, edema)
edema, nyeri pada 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
ekstremitas 3. monitor pnas, kemerahan,nyeri, bengkak
penyembuhan luka
lambat Terapeutik
1. Lakukan pencegahan infeksi
2. Lakukan perawatan kaki dan kuku
3. Lakukan Hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan perawatan kulit yang tepat
2. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
3. Informasikantanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan.
Manajemen Sensasi Perifer (I.06195)
Observasi
1. Identifikasi penyebab perubahan sensassi
2. Periksa perbedaan sesnasi panas dan dingin
3. Monitor perubahan kulit
4. Monitor adnya tromboflebitis
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesic.
7. Gangguan integritas Perawatan integritas kulit I.11353
kulit/jaringan Observasi
berhubungan dengan
perubahan sirkulasi - Identifikasi peyebab ganguan integritas kulit (mis.
ditandai dengan Perubahan sirkulasi, perubahan satus nutrisi dll)
kerusakan jaringan Edukasi
,nyeri
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, buah dan sayur

Perawatan luka I.14564


Observasi

1. Monitor karakteristik luka (mis. Warna, drainase, ukuran,


bau)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik

1. Bersihkan dengan Nacl atau pembersih nontoksik sesuai


kebutuhan
2. Berikan salep yang sesuai dnegan kulit
3. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Pertahankan tehnik steril saat rawat luka
5. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
6. Jadwalkan perubahan posisi tiap 2 jam
7. Berikan diet dengan kalori sesaui dengan kondisi pasien
Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi


2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
3. Ajarkan prosedur rawat luka secara mandiri
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian Levofloxacin 1x750mg dan Metronidazole


1x 500 mg
DAFTAR PUSTAKA

ADA, 2011, Standards of Medical Care for Patients With Diabetes Mellitus, Diabetes Care
25.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013, Jakarta : Laporan Nasional.
Black & Hawks, 2009. Medical Surgical Nursing, 7thed, St.Louis, Elsevier Saunders.
Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Cetakan Kedua, Edisi Revisi,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Kristianto, Heri. 2014. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Sistem Endokrin. Materi Kuliah.
Malang
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta
Smeltzer& Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Soegondo, S, dkk., 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai