Anda di halaman 1dari 29

ASKEP Luka bakar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).
Di Negara Negara eropa jumlah korban meninggal akibat luka bakar terutama di Inggris dan
Wales dalam satu dekade ini dilaporkan mengalami penurunan sejumlah 30 %. Angka pasti
korban luka bakar dan membutuhkan perawatan dirumah sakit belum diketahui. Sampai saat ini
belum ada data statistic yang menggambarkan angka kejadian tersebut namun sebagai gambaran,
angka yang diterbitkan Departemen kesehatan, social dan keamanan tahun 1981, berdasarkan
10% sampel kejadian dan kematian dari pusat pelayanan Rumah Sakit yang ada diinggris
didapat jumlah 10.960 korban luka bakar yang mendapat perawatan dirumah sakit terdiri dari
5510 anak usia 0-14 tahun, 5450 dewasa.
Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap
tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah
sakit dengan injuri yang berat.
Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa pertahun
meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah anak anak dan lansia cukup tinggi di
Indonesia serta ketidakberdayaan anak- anak dan lansia untuk menghindari terjadinya kebakaran,
maka, usia anak- anak dan lansia menyumbang angka kematian tertinggi akibat luka bakar yang
terjadi di Indonesia (http://www.lukabakar.net.htm)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang berhubungan dengan luka
bakar..
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan luka bakar..
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan luka bakar..
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan luka bakar.
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan luka bakar.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada klien dengan luka bakar.

B. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang
ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.

C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi, patofisiologi dan
pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan pemeriksaan penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Luka Bakar (Combustio)
Combutsio (Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas (
thermal), kimia, elektrik dan radiasi ( Suriadi, 2010).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air
pana, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (Arif Mansjoer
dkk, 2002).
Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka polanya
adalah:
1. Toddler lebih sering menderita luka bakar akibat tersiram air panas
2. Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api
3. 20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon dkk,2006)
4. Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebbabkan 1 dari 10 kasus kebakaran
rumah.
Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas sumber panas,
durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, dan kecepatan energi panas
meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas berintensitas tinggi akibat api dapat
mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka bakar akibat pajanan lama terhadap panas
berintensitas dalam air panas.( Wong, 2008)

B. Etiologi
Etiologi luka bakar dibagi dalam beberapa hal berdasarkan :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan fase,
yaitu :
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita
akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), mekanisme bernafas (breathing), dan
sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok
(terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan
jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih
ditingkahi dengan masalah instabilitas sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses
inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional, keadaan
hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut
yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

C. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh. Kulit dengan
luka bakar akan mengalami kerusakn pada epidermis, dermis maupun jaringan sebkutan
tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya.
Dalam luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,
natrium klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebakan terjadi edema
yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi.
Kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa factor
yaitu:
1. Peningkatan mineral okartikoid (retensi air, natrium, klorida, dan ekskresi kalium).
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah, keluarnya elektrolit, protein dan pembuluh darah.
3. Perbedaan tekanan osmotic dan ekstra sel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh.
Luka bakar akn mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi seluruh
system tubuh pasien. Seluruh system tubuh pasien. Seluruh system tubuh menunjukan perubahan
reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar dan pada pasien luka bakar yang
luasnya (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai
macam komplikasi diantaranya adalah syok hipovalemik. (Corwin, 2000).
D. Pathway
E. Klasifikasi Luka Bakar
1. Dalamnya Luka Bakar
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan Jilatan api, sinar Kering tidak ada gelembung. Bertamba Nyeri
partial ultra violet h merah.
superficial (terbakar oleh Oedem minimal atau tidak ada.
(tingkat I) matahari).
Pucat bila ditekan dengan ujung jari,
berisi kembali bila tekanan dilepas.

Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan lembab yang Berbintik- Sangat nyeri
dari ketebalan bahan air atau ukurannya bertambah besar. bintik
partial bahan padat. yang
(tingkat II) Pucat bial ditekan dengan ujung jari, kurang
SuperfisialDa Jilatan api kepada bila tekanan dilepas berisi kembali. jelas,
lam pakaian. putih,
coklat,
Jilatan langsung
pink,
kimiawi.
daerah
Sinar ultra violet. merah
coklat.
Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit mengelupas. Putih, Tidak sakit,
sepenuhny bahan cair atau kering, sedikit
(tingkat III) padat. Pembuluh darah seperti arang terlihat hitam, sakit.
dibawah kulit yang mengelupas. coklat tua. Rambut
Nyala api. Hitam. mudah lepas
Gelembung jarang, dindingnya sangat
Merah. bila dicabut.
Kimia. tipis, tidak membesar.
Kontak dengan Tidak pucat bila ditekan.
arus listrik.
2. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atau rule of wallace yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%

3. Berat Ringannya Luka Bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b. Kedalaman luka bakar.
c. Anatomi lokasi luka bakar.
d. Umur klien.
e. Riwayat pengobatan yang lalu.
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
F. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Tingkatan Hipovolemik Tingkatan Diuretic


Perubahan ( s/d 48-72 jam pertama) (12 jam 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan Vaskuler ke Hemokonsentrasi Interstitial ke Hemodilusi.
ekstraseluler. insterstitial. oedem pada lokasi vaskuler.
luka bakar.

Fungsi renal. Aliran darah renal Oliguri. Peningkatan aliran Diuresis.


berkurang karena darah renal karena
desakan darah desakan darah
turun dan CO meningkat.
berkurang.
Kadar Na+direabsorbsi Defisit sodium. Kehilangan Defisit sodium.
sodium/natrium. oleh ginjal, tapi Na+melalui diuresis
kehilangan (normal kembali
Na+ melalui setelah 1 minggu).
eksudat dan
tertahan dalam
cairan oedem.
Kadar potassium. K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.
sebagai akibat kembali ke dalam
cidera jarinagn sel, K+ terbuang
sel-sel darah melalui diuresis
merah, (mulai 4-5 hari
K+berkurang setelah luka bakar).
ekskresi karena
fungsi renal
berkurang.
Kadar protein. Kehilangan Hipoproteinemia. Kehilangan protein Hipoproteinemia.
protein ke dalam waktu berlangsung
jaringan akibat terus katabolisme.
kenaikan
permeabilitas.
Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan
nitrogen. jaringan, nitrogen negatif. jaringan, nitrogen negatif.
kehilangan kehilangan protein,
protein dalam immobilitas.
jaringan, lebih
banyak
kehilangan dari
masukan.
Keseimbnagan Metabolisme Asidosis metabolik. Kehilangan sodium Asidosis
asam basa. anaerob karena bicarbonas melalui metabolik.
perfusi jarinagn diuresis,
berkurang hipermetabolisme
peningkatan asam disertai peningkatan
dari produk akhir, produk akhir
fungsi renal metabolisme.
berkurang
(menyebabkan
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum.
Respon stres. Terjadi karena Aliran darah renal Terjadi karena sifat Stres karena luka.
trauma, berkurang. cidera berlangsung
peningkatan lama dan terancam
produksi cortison. psikologi pribadi.
Eritrosit Terjadi karena Luka bakar termal. Tidak terjadi pada Hemokonsentrasi.
panas, pecah hari-hari pertama.
menjadi fragil.
Lambung. Curling ulcer Rangsangan central Akut dilatasi dan Peningkatan
(ulkus pada di hipotalamus dan paralise usus. jumlah cortison.
gaster), peingkatan jumlah
perdarahan cortison.
lambung, nyeri.
Jantung. MDF meningkat Disfungsi jantung. Peningkatan zat CO menurun.
2x lipat, MDF (miokard
merupakan depresant factor)
glikoprotein yang sampai 26 unit,
toxic yang bertanggung jawab
dihasilkan oleh terhadap syok
kulit yang spetic.
terbakar.

G. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar


1. Luka bakar grade II:
a. Dewasa > 20%
b. Anak/orang tua > 15%
2. Luka bakar grade III.
3. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin, pencegahan
infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan elemen
didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta Kedokteran, 2002).
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari
sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma dengan bahan
kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel di jaringan yang
terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api telah dipadamkan, sehingga
destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang
terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu,
merendam bagian yang terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan
ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan
cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation).
2. Periksa jalan napas.
3. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas
(suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
4. Berikan oksigen.
5. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk mengatasi syok.
6. Pasang kateter buli buli untuk pemantau diuresis.
7. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
8. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk pemantauan
sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.
9. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas
dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk
resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3
dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan
oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :

a. Cara Evans.
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
1) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
2) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
3) 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada hari ketiga
berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan
penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari pertama
dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan
dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan
larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah
hari pertama
Prinsip penatalaksanaan luka bakar adalah :
1. Langkah langkah perawatan luka bakar Derajat I adalah sebagai berikut :
a) Memberikan salam kepada klien dengan nada lembut dan senyum serta menanyakan luka bakar
di bagian tubuh sebelah mana.
b) Menjelaskan tujuan perawatan luka bakar untuk mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan
luka serta mencegah kecacatan.
c) Menanyakan kepada klien apakah ada yang belum di mengerti mengenai perawatan luka bakar
dan menanyakan kesiapan klien untuk dilakukan tindakan luka bakar ,jika klien siap maka
dilanjutkan penandatanganan informed consent.
d) Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat terlihat jelas dan mudah dilakukan
perawatan luka oleh pemeriksa, misalnya apabila luka ada di tubuh sebelah kiri maka tubuh klien
miring ke kanan dan begitu juga sebaliknya dan posisi luka menghadap ke atas.
e) Membuka peralatan medis dan meletakkan di samping kiri klien.
f) Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk membuka pakaian supaya luka terlihat
jelas dan membuka pakaian dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%.
g) Membersihkan luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu dengan cara mengaliri bagian luka
menggunakan NaCl 0,9% dengan meletakan bengkok di bawah luka terlebih dahulu.
h) Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik dengan cara memotong bagian nekrotik
dengan mengangkat jaringan nekrotik menggunakan pinset chirurgis dan digunting dengan
gunting chirurgis mulai dari bagian yang tipis menuju ke bagian tebal , dan bila ada bula
dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit steril sejajar dengan permukaan kulit dibagian
pinggir bula kemudian dilakukan pemotongan kulit bula dimulai dari pinggir dengan
menggunakan gunting dan pinset chirugis.
i) Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril dengan pinset anatomis lalu kasa
steril ditekankan pelan-pelan sehingga luka benar-benar dalam kondisi kering.
j) Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas luka dengan menggunakan dua jari
yang telah diolesi obat tersebut.
k) Menutup luka dengan kasa steril.
l) Memasang plester dengan digunting sesuai ukuran dan ditempelkan di atas kasa steril.
m) Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
n) Membersihkan alat medis
o) Membersihkan sampah medis
p) Membersihkan ruangan.
2. Langkah langkah perawatan luka bakar Derajat II III adalah memberikan tindakan resusitasi
cairan :
a) Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20 % atau lebih sudah ada indikasi untuk
pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan anak-anak
batasnya 15%.
b) Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Baxter. Formula Baxter
terhitung dari saat kejadian (orang dewasa) :
1). 8 jam pertama (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat.
2). 16 jam berikutnya (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat ditambah 500-1000cc
koloid.
c) Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
1) Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
2) Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/ KgBB
Umur 1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB
d) Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari total cairan diberikan dalam bentuk
larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer laktat dan koloid
diberikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam pertama diberikan jumlah total cairan
dan dalam 16 jam berikutrnya diberikan jumlah total cairan.
3. Bila luka bakar Derajat II dalam, III atau lebih dari 25 % pasien dirujuk ke Rumah Sakit.

I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien tersebut. Data dasar pengkajian klien
dengan luka bakar (Doengoes, 2000) yang perlu dikaji :
a. Aktifitas/istirahat :
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) : Hipotensi (syok); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi :
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan :
Tanda : Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: Area batas; kesemutan.
Tanda: Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas.
g. Nyeri/kenyamanan :
Gejala : Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk disentuh;
ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung
saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan :
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda : Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya
luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda: Kulit umum : Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera Api : Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah;
lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan / atau lingkar nasal.

J. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan Volume Cairan b/d Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
2. Nyeri akut b/d injuri fisik
3. Kerusakan integritas kulit b/d mekanik (luka bakar)
4. Resiko infeksi b/d ketidak adekuatan pertukaran skunder
K. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Kekurangan Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam Fluid management
Volume Cairan cairan adekuat dengan Pertahankan catatan
berhubungan Kriteria Hasil : intake dan output yang
dengan Kegagalan Mempertahankan urine output sesuai dengan usia akurat
mekanisme regulasi dan BB, BJ urine normal, HT normal Monitor status hidrasi (
(pengaturan) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas kelembaban membran
normal mukosa, nadi adekuat,
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor tekanan darah ortostatik
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada ), jika diperlukan
rasa haus yang berlebihan Monitor vital sign
Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
Kolaborasikan
pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
2. Nyeri b/d Agen Setelah dilakukan Askep selama 3x24 jam Pain Management
injuri fisik (luka nyeri berkurang dengan
bakar) Kriteria Hasil : Monitor KU dan
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, vital sign
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi Lakukan
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) pengkajian nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan secara
menggunakan manajemen nyeri komprehensif
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, termasuk lokasi,
frekuensi dan tanda nyeri) karakteristik,
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang durasi, frekuensi,
Tanda vital dalam rentang normal kualitas dan
faktor presipitasi
Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi)
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
Lakukan
perawatan luka
bakar
Cek riwayat
alergi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan
istirahat
Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil.

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama PENGAWASAN


kulit b/d mekanik 3x24 jam integritas jaringan: kulit dan KULIT
(luka bakar) mukosa normal dengan indikator: Inspeksi kondisi luka
temperatur jaringan dalam rentang yang operasi
diharapkan Observasi ekstremitas
elastisitas dalam rentang yang diharapkan untuk warna, panas,
hidrasi dalam rentang yang diharapkan keringat, nadi, tekstur,
pigmentasi dalam rentang yang diharapkan edema, dan luka
warna dalam rentang yang diharapkan Inspeksi kulit dan
tektur dalam rentang yang diharapkan membran mukosa untuk
bebas dari lesi kemerahan, panas,
kulit utuh drainase
Monitor kulit pada area
kemerahan
Monitor penyebab
tekanan
Monitor adanya infeksi
Monitor kulit adanya
rashes dan abrasi
Monitor warna kulit
Monitor temperatur kulit
Catat perubahan kulit
dan membran mukosa
Monitor kulit di area
kemerahan

MANAJEMEN
TEKANAN
Tempatkan pasien pada
terapeutic bed
Elevasi ekstremitas yang
terluka
Monitor status nutrisi
pasien
Monitor sumber tekanan
Monitor mobilitas dan
aktivitas pasien
Mobilisasi pasien
minimal setiap 2 jam
sekali
Back rup
Ajarkan pasien untuk
menggunakan pakaian
yang longgar
4 Resiko Infeksi Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam Infection Control
- tidak terjadi infeksi dengan (Kontrol infeksi)
Kriteria Hasil : Monitor Ku dan Vital
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi sign
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah Bersihkan lingkungan
timbulnya infeksi setelah dipakai pasien
Jumlah leukosit dalam batas normal lain
Menunjukkan perilaku hidup sehat Pertahankan teknik
isolasi
Batasi pengunjung bila
perlu
Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawtan
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kulit
pada area luka bakar
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka
bakar
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas klien
Nama : An Z.
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Wingko Tinupuk Ngombol Purworejo
Tanggal Pengkajian : 10 Mei 2013 Jam : 16.00 wib
B. Diagnosa Medis : Combustio Grade II (80%)
Keluhan Masuk
Klien datang ke IGD dengan combustio hampir seluruh tubuh akibat terbakar bensin
C. Primary Survey
1. Airway (Jalan nafas)
Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas
2. Breathing (Pernafasan)
Frekuensi nafas 30 x / m, Tidak terdapat batuk, nafas cepat, anak menangis kuat
3. Circulation
Nadi : 80 x/menit
4. Disability
Kesadaran klien : Compos mentis ( GCS : 15)
5. Eksposure
Terdapat luka bakar pada kepala, wajah, ektrimitas, punggung, grade 2 (80%)

D. Analisa Data
DATA Masalah Penyebab
DS : - Kekurangan Kegagalan
DO : volume cairan mekanisme
a. Terdapat luka bakar greade 2 regulasi
b. Luas luka bakar 66 % (pengaturan)
c. An. Z menangis
d. Anak lahap saat diberi susu
e. Klien tampak gelisah
f. Terpasang DC urin tidak keluar
g. Balance cairan
IWL = 15xBBx24 jam
IWL =15x10x24 jam
IWL = 3600
Intake = infus 200 + minum 120
Intake = 220
Output = tidak ada urin
Balance cairan = intake- output IWL
Balance cairan = 320-0-3600
Balance cairan = - 3280
DS Nyeri Akut Agen injury :
DO : Fisik
a. Terdapat luka bakar greade 2 pada wajah, kepala
ekstremitas dan punggung
b. Luka basah
c. Luka Berwarna kemerahan
d. Luas luka bakar 66 %
e. Terdapat bula
f. Klien tampak meringis kesakitan
g. Klien tampak gelisah
DS : Kerusakan Mekanikal
DO : integritas kulit (Luka Bakar)
a. Terdapat luka bakar greade 2 pada kepala, wajah,
ekstremitas dan punggung
b. Luka basah
c. Luka Berwarna kemerahan
d. Luas luka bakar 66 %
e. Terdapat bula

E. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
b. Nyeri akut b/d Agen injury : Fisik
c. Kerusakan integritas kulit b/d mekanik (luka bakar)
F. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Kekurangan Volume Setelah dilakukan askep Fluid management
Cairan berhubungan selama 3x24 jam cairan Pertahankan catatan intake
dengan Kegagalan adekuat dengan dan output yang akurat
mekanisme regulasi Kriteria Hasil : Monitor status hidrasi (
(pengaturan) Mempertahankan urine kelembaban membran
output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat,
dan BB, BJ urine normal, tekanan darah ortostatik ),
HT normal jika diperlukan
Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal Monitor masukan makanan /
Tidak ada tanda tanda cairan dan hitung intake
dehidrasi, Elastisitas turgor kalori harian
kulit baik, membran Kolaborasikan pemberian
mukosa lembab, tidak ada cairan IV
rasa haus yang berlebihan Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV pada
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Nyeri akut b/d Agen Nyeri teratasi/berkurang Kaji karakteristik nyeri
injury : Fisisk setelah dilakukan asuhan Monitor vital sign dan skala
keperawatan selama 3x24 nyeri secara teratur
jam. Jelaskan penyebab nyeri
Kriteria hasil : Ajarkan teknik relaksasi
tidak ada keluhan nyeri Jelaskan ;pada keluarga
ekspresi wajah rileks peran yang dapat dilakukan
bebas nyeri disaat untuk menguranggi nyeri
beraktifitas (massage, kompres hangat,
vital sign normal dll)
skala nyeri 0 Batasi aktifitas selama
priode nyeri
Berikan terapi analgetik
sesuai advis untuk
mengurangi nyeri
Kerusakan integritas kulit Integritas kulit baik setelah Anjurkan pasien untuk
b/d mekanik (luka bakar) dilakukan asuhan menggunakan pakaian
keperawatan selama 3 x24 yang longgar
jam. Jaga kebersihan kulit agar
Kriteria Hasil : tetap b ersih dan kering
Bebas dari luka tekan Mobilisasi pasien (ubah
Bebas iritasi kulit posisi pasien) setiap 2 jam
Tidak kemerahan sekali
Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien.
Monitor setatus nutrisi
pasien
Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
Kolaborasi dalam
pemberian obat
G. Implementasi

Waktu Diagnosa Implementasi


Jumat 10 Mei 2013 Kekurangan S:
16.00 Volume Cairan Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV O:
berhubungan Klien terpasang infuse RL makro set 60 tpm a. Klien terpasang
dengan Kegagalan Melakukan kolaborasi pemasangan kateter. b. Klien minum 12
mekanisme regulasi Mendorong masukan oral c. Nadi : 80 x/men
16.05 (pengaturan) Klien minum 120 cc susu d. RR : 30 x/meni
Memonitor vital sign e. Output : urin tid
16.10 Nadi : 80x/menit A : Masalah kek
RR : 30x/menit teratasi
16.10 Mempertahankan catatan intake dan output yang P:
akurat a. Klien pindah ke
Selama di IGD b. RL + kebutuhan
16.20 Intake = infus 200 + minum 120 c. 8 jam pertama 1
Intake = 220 d. 8 jam kedua dan
Output = tidak ada urin 16.00 = 800 cc =

16.00 Nyeri akut b/d Agen Memberikan posisi yang nyaman S:


16.05 injury : Fisisk Menganjurkan ibu memberikan teknik relaksasi O:
(terapi musik) untuk menggurangi nyeri a. Terdapat luka b
Klien terlihat tenang ekstremitas dan
Klien berhenti menangis b. Luka basah
Menganjurkan ibu memassage pada bagian tubuhc. Luka Berwarna
16.05 yang tidak terkena luka bakar d. Luas luka bakar
Memonitor Vital Sign e. Terdapat bula
N : 80x/menit f. Klien tampak te
16.10 R : 30x/menit g. Klien berhenti m
A : Masalah ny
P:
a. Klien pindah IC

16.00 Menjaga kebersihan kulit


Kerusakan integritas S:
16.05 kulit b/d mekanik Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam O:
(luka bakar) pemberian obat burnazin salep a. Terdapat luka b
ekstremitas dan
b. Luka basah
c. Luka Berwarna
d. Luas luka bakar
e. Terdapat bula
A : Masalah ker
teratasi
P:
a. Klien pindah ke
b. Pemberian salep
c. Consul dokter b
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns. Dengan judul
Penatalaksanaan luka bakar (combustio) pada tahun 2012 adalah Untuk klien dengan luka yang
luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas,
kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube
(NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;
pengumpulan data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a. Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi untuk lebih memastikan
ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan
pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang,
adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan
ditangani.
b. Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya
diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada
bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka
bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat tempat untuk pemberian intravena
perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti
subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi
cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan.
c. Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine
merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d. Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis
dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari mengenai
sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu
menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh
karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk
dilakukan.
e. Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat
tidaknya resuscitasi.
f. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures
nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas
darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium
lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin
perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua
klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau
pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
g. Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine.
Pemberian melalui intramuskuler atau subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan
lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak
masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak
dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.

h. Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi,
oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi,
bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang
mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat
terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah
penting untuk dilakukan.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan
baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan
wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan
menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril dapat
mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.

Begitu juga penatalaksanan yang dilakukan terhadap klien kami An. Z yang mengalami luka
bakar grade 2 (80%) tindakan yang dilakukan pertama kali adalah pemberian O2 2 liter permenit,
pemasangan infuse RL makro set 60 tpm dan memberikan cairan susu peroral untuk mengganti
cairan yang hilang, pada klien kami juga dilakukan pemasangan kateter untuk mengukur ke
adekuatan pemberian cairan, pada luka bakar klien diberikan salep burnazin
Dan hal ini di dukung pila oleh penelitian yang dilakukan oleh syafri kamsul arif tentang
manajemenpemberian cairan pada klien dengan luka bakar tahun 2009 adalah Pasien luka bakar
memerlukan resusitasi cairan dengan volume yang besar segera setelah trauma. Resusitasi cairan
yang tertunda atau yang tidak adekuat merupakan resiko yang independen terhadap tingkat
kematian pada pasien dengan luka bakar yang berat15. Tujuan dari resusitasi pasien luka bakar
adalah untuk tetap menjaga perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstitial.
Pemberian volume cairan seharusnya terus menerus dititrasi untuk menghindari terjadinya
resusitasi yang kurang atau yang berlebihan. Pemberian volume cairan yang besar ditujukan
untuk menjaga perfusi jaringan, namun jika berlebihan dapat menyebabkan terjadinya udema dan
sindrom kompartemen pada daerah abdomen dan ekstremitas. Paru paru dan kompartemen
jaringan akan dikorbankan untuk meningkatkan fungsi ginjal, yang bermanifestasi sebagai
udema post resusitasi, kebutuhan trakeostomi, kebutuhan fasciotomi pada ektremitas bawah, dan
kompartemen sindrome pada abdomen. Sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang jenis
cairan yang harus digunakan untuk resusitasi luka bakar, namun setiap jenis cairan masing
masing mempunyai keuntungan dan kerugian tergantung kondisi pasien. Yang paling penting
adalah apapun jenis cairan yang diberikan, volume cairan dan garam yang adekuat harus
diberikan untuk menjaga perfusi jaringan dan memperbaiki hemostasis. Bufer cairan kristaloid
seperti ringer lactate merupakan cairan yang paling popular untuk resusitasi sampai saat ini.
Formula resusitasi klasik yang dimodifikasi oleh broke dan parkland dikembangkan dari formula
Evans and Brooke yang menyarankan pemberian 2 ml/kg/% total tubuh yang terkena luka bakar
selama 24 jam pertama.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008)
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi
reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin
terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine;
pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management
nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
Penatalaksanaan yang dilakukan terhadap klien kami An Z sudah benar dan sesuai dengan
penanganan emergensi yang seharusnya hanya saja dalam melakukan perawatan luka pada klien
dengan luka bakar diharapkan tetap menjaga ke sterilan untuk mencegah terjadinya infeksi.

B. Saran
a. Dapat mempertahankan tindakan tepat dan cepat pada saat menangani klien dengan
emergensi
b. Diharapkan tetap menjaga kesterilan dalam melakukan perawatan luka bakar untuk
mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elisabeth,J. 2000, patofisiologi Alih Bahasa , Jakarta: EGC
Kartini, M. 2009. Efek Penggunaan Madu Dalam Manajemen Luka Bakar. Temanggung:
AKPER Ngesti Waluyo
Mansjoer , A. 2000, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jakarta: FKUI
NANDA, 2012-2014, Panduan Diagnosa Keperawatan: Prima Medika
NIC dan NOC, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Wilkinson Judith M, EGC: Jakarta
Nurhidayah, dkk. 2009. Hubungan Perawatan Luka Bakar Secara Tertutup dengan Proses
Penyembuhan Luka pada Pasien Luka Bakar Derajat II di IBS RSUD dr. Kanujoso Jatiwibowo
Balikpapan. Balikpap

Anda mungkin juga menyukai