ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR
Dosen Pembimbing :
Hepta Nur A., S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun Oleh :
1. Athaya Shafa I. (P27820119057)
2. Silvia Kusumaningtyas (P27820119092)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Luka Bakar” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dari luka bakar
2. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Waktu
Kedaaman Penyebab Penampilan Nyeri
Penyembuhan
Ketebalan Jilatan api, Kering, tidak 5-10 hari Nyeri
partial sinar ultra ada gelembung.
superfisial violet Oedem minimal
(tingkat I) (terbakar oleh atau tidak ada.
matahari) Pucat bila
ditekan dengan
ujung jari,
berisi kedalam
bila tekanan
dilepas.
Deep Kontak Blister besar Kurang dari 2- Sangat
Partial- dengan bahan dan lembab 3 minggu nyeri
Thickness air, atau bahan yang ukurannya
(derajat II) padat. Jilatan bertambah
a. Superfisi api pada besar. Pucat
al pakaian. bila ditekan
b. Dalam Jilatan dengan ujung
langsung jari, bila
kimiawi. tekanan dilepas
Sinar ultra berisi kembali,
violet dan lembab.
Ketebalan Kontak Kering disertai Lama (berbula Tidak
sepenuhnya dengan bahan kulit n-bulan) dan nyeri
(tingkat III) cair atau mengelupas. tidaksem purna
padat. Nyala Pembuluh
api. Kimia. darah seperti
Kontak arang terlihat di
dengan arus bawah kulit
listrik. yang
mengelupas.
5
Gelembung
jarang,
dindingnya
sangat tipis,
tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.
Derajat IV Nyala api. Hitam hangus Perlu eksisi Tidak
Kimia. dengan eskar, nyeri
Kontak Kering
dengan arus
listrik.
Tabel 2.1 Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman
Sumber : Corwin, Elizabeth J. (2005). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.
Jakarta: EGC
2. Luas luka bakar, Menurut Musliha (2010) yaitu :
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
3. Berat ringannya luka bakar, Menurut Musliha (2010) :
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain :
a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi lokasi luka bakar
d. Umur klien
6
apabila resitasi cairan adekuat, maka cairan interstisial dapat ditarik kembali ke
intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis. (Price, 2014).
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat
pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara
lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit
gawat darurat, penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang
dilakukan antara lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka
bakar memerlukan obat-obatan topikah karena eschar tidak dapat ditembus
dengan pemberian obat antibiotik sistemis. Pemberian obat obatan topikal anti
mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian
obat-obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi
luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih terjadi penyebab kematian
pasien. (Brunner & Suddarth, 2015).
Tatalaksana resusitasi luka bakar menurut (Smeltzer & Bare, 2012) :
1. Tatalaksana resusitasi jalan napas
a. Inkubasi : tindakan inkubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
b. Krikotiroidomi :bertujuan sama dengan inkubasi hanya dianggap
agresif
c. Pemberian oksigen 100%
d. Perawatan jalan napas
e. Penghisapan secret
f. Pemberian terapi inhalasi
g. Bilasan bronkoalveolor
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirtif
11
i. Eskarotomi
2. Tatalaksana resusitasi cairan
a. Cara Evans
b. Cara baxter
3. Resusitasi nutrisi : Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi enteral
sebaiknya dilakukan sejak dini
4. Penanganan Luka
a. Pendinginan luka
b. Debridemen
c. Tindakan pembedahan
1) Split cangkok kulit
2) Flap
5. Terapi manipulasi lingkungan
a. Fase inflamasi
b. Fase fibrolastic
c. Fase maturbasi
adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin
yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam. (Sulistyo ANdarmoyo, 2012).
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland
pada 24 jam pertama yaitu :
1. Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
Contohnya : pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya
2. Cara lain adalah cara Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah
NaCl / 24 jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah
plasma / 24 jam (no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat
oedem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh
dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
c. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang
hilang akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan rumus Baxter yaitu : % x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama.
13
resting hand
splint
Sendi Hiperekstensi Fleksi 70-80° Resting hand
metakarpofalangeal splint
(MCP)
Sendi Fleksi Ekstensi penuh Resting hand
interfalangeal (IP) splint
Panggul Fleksi Ekstensi netral Strap lebar
Abduksi 20° yang
lunak/lembut
untuk
menghindari
posisi frog leg
terutama pada
anak-anak
Lutut Fleksi Ekstensi Knee extension
splint,
immobilizer
Pergelangan Kaki Plantarfleksi Posisi netral Posterior slab
(Ankle) 90° Dorsifleksi, (back slab)
plantarfleksi dengan ankle
Inversi/versi dalam posisi
netral, L/Nard;
PRAFO-like
devices
Sendi Dorsifleksi Netral, ekstensi
metatarsofalangeal jari-jari kaki,
supinasi/pronasi
Mulut Microstomia
Nostril Stenosis nares
anterior
Tabel 2.2 Poisi yang diberikan pada pasien dengan luka bakar
17
Tata laksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar
bertujuan untuk mencapai pemulihan fungsional semaksimal mungkin, mencegah
disabilitas sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas
permanen. Penentuan target tata laksana KFR ditentukan berdasarkan
ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka di tingkat
kutan dan subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan buruk. (Tulaar ABM, Wahyuni LK, 2016).
Program tata laksana KFR diberikan sedini mungkin setelah hemodinamik
stabil dimulai sejak fase akut. Pemberian modalitas fisik dan terapi latihan harus
memperhatikan indikasi dan kontraindikasi. Oleh karena itu, sebelum diberikan
program tata laksana KFR diperlukan asesmen komprehensif dan uji fungsi,
termasuk pemeriksaan penunjang medik untuk menegakkan diagnosis fungsional
berdasarkan ICF (international classification of functioning, disability and health).
Selain itu juga memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi dan ada tidaknya
komorbid yang menyertai. Program tata laksana KFR pada fase awal meliputi
pemberian anti-nyeri yang disesuaikan dengan step ladder WHO, kontrol terhadap
terjadinya edema, mempertahankan dan memelihara mobilitas sendi dan kulit,
mempertahankan dan memelihara kekuatan dan daya tahan otot serta memotivasi
keterlibatan pasien dan keluarga. (Tulaar ABM, Wahyuni LK, 2016).
a. Program tata laksana KFR pada luka bakar fase akut. Fase akut pada luka
bakar merupakan gejala dan tanda proses inflamasi, nyeri, peningkatan
edema yang terjadi sampai 36 jam pasca-cedera, respon hipermetabolik
yang meningkat sampai 5 hari pasca-cedera, serta sintesis dan remodeling
kolagen.
b. Tata laksana KFR pada luka bakar fase subakut. Fase subakut pada luka
bakar merupakan fase terjadinya penutupan luka primer, remodelling scar
dan kontraksi scar. Pada fase ini berbagai intervensi termasuk terapi
latihan, tata laksana jaringan parut dengan pressure garment, terapi silikon,
scar massage dapat diberikan. Tujuan program KFR pada fase ini meliputi
meminimalkan pembentukan jaringan parut, membatasi efek kontraksi
parut dan membatasi efek imobilisasi.
19
c. Fase kronik pada luka bakar merupakan fase dimana proses penyembuhan
luka berlanjut sampai dua tahun (maturasi dan remodeling jaringan parut).
Program ini dimulai sejak pasien keluar dari perawatan di rumah sakit
berupa lanjutan program tata laksana KFR pada fase subakut dan evaluasi
kapasitas fungsional untuk dapat kembali ke masyarakat dan bekerja
(return to work). Program yang diberikan meliputi latihan endurans,
latihan penguatan, latihan AKS, penggunaan assistive device, edukasi care
giver, modifikasi lingkungan, alih fungsi, hingga modifikasi role of
function.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian pada Fase Akut
1. Identitas Klien
Luka bakar dapat terjadi kepada siapa saja dan kapan saja. Pada fase akut
ini biasa juga disebut dengan fase awal atau fase syok. (Wijaya, 2013).
2. Keluhan Utama
Pasien dengan luka bakar akan datang ke pusat pelayanan kesehatan
karena merasa nyeri dan sesak napas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang : meliputi sumber kecelakaan atau hal hal
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan serta keadaan luka pada saat
sampai di rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : apabila pasien memiliki riwayat penyakit
seperti DM, neurologis dan penyakit pernafasan akan meningkatkan
resiko kematian.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : biasanya pasien dengan luka bakar tidak
memiliki hubungan dengan keluarganya
4. Pola Kesehatan
a. Aktivitas/istirahat : pasien akan mengalami keletihan dan kelemahan,
bahkan bisa merasa sesak napas serta keterbatasan gerak pada area
yang sakit.
b. Eliminasi : pada fase akut biasanya output urin menurun, dan ada
tanda-tanda terjadinya dehidrasi sehingga urin akan berwarna kuning
dan sangat keruh.
c. Makan/cairan : pasien mengalami anoreksi, mual dan muntah.
d. Neurosensori : kesemutan, Penurunan reflex tendon karena cedera
ekstremitas, maupun Penurunan ketajaman penglihatan.
20
21
d. Eleminasi : haluaran urin menurun/ tak ada selama fase darurat, warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan kedalam sirkulasi), penurunan bising usus tidak ada.
e. Makanan atau cairan : oedema jaringan umum, anoreksia,
mual/muntah. peristaltic usus penurun perubahan pola BAB.
f. Neurosensorik : perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan reflex
tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang, laserasi
korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penlihatan.
g. Nyeri/kenyamanan : berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama
secara ektren sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan
perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat dua sangat nyeri,
sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga dan nyeri.
h. Pernafasan : sesak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera
inhalasi.
i. Keamanan : distruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti sselama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : pasien pucat dengan kesadaran penuh maupun
Penurunan kesadaraan. Hal ini dapat dilakukan pemeriksaan GCS.
b. TTV : meliputi kenaikan atau Penurunan tekanan darah, suhu tubuh,
frekuensi pernapasan, dan nadi.
c. Sistem Pernafasan : terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
d. Sistem Kardiovaskuler : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan
darah, nadi, perfusi perifer, Hb.
24
6. lakukan 6. mencegah
pencegahan infeksi
infeksi
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Identifiaksi 1. Mengetahui
agen pencedera tindakan lokasi, durasi, lokasi, durasi,
fisik (terbakar) keperawatan frekuensi, frekuensi,
d.d mengeluh selama 3x24 jam kualitas, dan kualitas dan
nyeri, sulit tidur diharapkan intensitas nyeri intensitas nyeri
(D.0077) diharapkan 2. Identifikasi 2. Mengetahui
tingkat nyeri skala nyeri skala nyeri
menurun 3. Identifikasi yang dirasakan
Kriteria hasil : faktor yang pasien
1. Keluhan memperberat dan 3. Memberika
nyeri menurun memperingan n penanganan
2. Kesulitan nyeri nyeri yang
tidur menurun 4. Berikan tepat pada
3. Pola tidur teknik pasien
membaik nonfarmakologi 4. Agar pasien
untuk dapat
mengurangi rasa meredakan
nyeri misal nyeri tanpa
kompres dingin obat obatan
5. Fasilitasi 5. Membantu
istirahat dan tidur pasien
6. Kilaborasi mengurasi rasa
pemberian nyeri
analgetik jika 6. Mengatasi
perlu nyeri dengan
7. Anjurkan cara lebih cepat
penggunaan 7. Mencegah
analgetik secara overdosis obat-
tepat obatan
32
sekitarnya
3.6 Pathway
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang di sebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
pempengaruhi seluruh system tubuh.( Brunner& suddarth, 2014). Luka bakar
merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan
kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber panas (atau penyebab lainnya). Berlangsung reaksi
kimiawi yang menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan
mengalami kerusakan.
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau perantara dengan sumber panas (Thermal) kimia, listrik, dan radiasi
luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala tergantung luas, dan lokasi lukanya
4.2 Saran
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan
dan jauh kata sempurna. Maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun demi kebaikan kedepannya. Penulis menginginkan dalam
pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan bisa mengeukasi semua
pihak yang membaca. Diharapkan bagi tenaga kesehatan lebih memberikan
keperawatan dengan lebih baik dan selalu mencek ulang dari Kondisi pasien
beserta obat-obatan non farmakologinya.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
40