Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR

Dosen Pembimbing :
Hepta Nur A., S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
1. Athaya Shafa I. (P27820119057)
2. Silvia Kusumaningtyas (P27820119092)

Tingkat III Reguler B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Luka Bakar” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Ponorogo, 08 September 2021


Penul
is

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini
disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar,
khususnya pada negara dengan pendapatan rendah-menengah, dimana lebih dari
95% angka kejadian luka bakar menyebabkan kematian (mortalitas).
Bagaimanapun juga, kematian bukanlah satu-satunya akibat dari luka bakar.
Banyak penderita luka bakar yang akhirnya mengalami kecacatan (morbiditas),
hal ini tak jarang menimbulkan stigma dan penolakan masyarakat (Gowri, et al.,
2012).
Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa terdapat 265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia
akibat luka bakar. Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar
sedang-berat per tahun. Di Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak
dengan luka bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderita kecacatan
permanen. Sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab kedua cedera
tertinggi, dengan 5% kecacatan. (Ardiansyah, 2012).
Menurut data American Burn Association (2015), di Amerika Serikat
terdapat 486.000 kasus luka bakar yang menerima penanganan medis, 40.000
diantaranya harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, sebanyak 3.240 kematian
terjadi setiap tahunnya akibat luka bakar. Penyebab terbanyak terjadinya luka
bakar adalah karena trauma akibat kecelakaan kebakaran, kecelakaan kendaraan,
terhirup asap, kontak dengan listrik, zat kimia, dan benda panas.
Menurut Grace dan Borley (2016) luka bakar merupakan respon kulit dan
jaringan subkutan terhadap paparan yang berasal dari sumber panas, listrik, zat
kimia, dan radiasi. Hal ini akan menimbulkan gejala berupa nyeri, pembengkakan,
dan terbentuknya lepuhan Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan atau luka
bakar derajat I) dapat menimbulkan komplikasi berupa shock, dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit, infeksi sekunder, dan lain-lain (Rismana, et al.,
2013).

1
2

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimanakah konsep dasar pada luka bakar?
2. Bagaimanakah teori dari asuhan keperawatan pada pasien dengan luka
bakar?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dari luka bakar
2. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar


Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang di sebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
pempengaruhi seluruh system tubuh.( Brunner& suddarth, 2014)
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang
sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber panas (atau penyebab lainnya).
Berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan sehingga sel
tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat 2014).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau perantara dengan sumber panas (Thermal) kimia, listrik, dan radiasi
luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala tergantung luas, dan lokasi lukanya (Brunner& suddarth, 2014).

2.2 Etiologi Luka Bakar


Menurut Musliha 2010, luka bakar dapat disebabkan oleh :
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan (liquid)
c. Bahan padat (solid)
2. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn)
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

2.3 Klasifikasi Luka Bakar


1. Berdasarkan dalamnya luka bakar

3
4

Waktu
Kedaaman Penyebab Penampilan Nyeri
Penyembuhan
Ketebalan Jilatan api, Kering, tidak 5-10 hari Nyeri
partial sinar ultra ada gelembung.
superfisial violet Oedem minimal
(tingkat I) (terbakar oleh atau tidak ada.
matahari) Pucat bila
ditekan dengan
ujung jari,
berisi kedalam
bila tekanan
dilepas.
Deep Kontak Blister besar Kurang dari 2- Sangat
Partial- dengan bahan dan lembab 3 minggu nyeri
Thickness air, atau bahan yang ukurannya
(derajat II) padat. Jilatan bertambah
a. Superfisi api pada besar. Pucat
al pakaian. bila ditekan
b. Dalam Jilatan dengan ujung
langsung jari, bila
kimiawi. tekanan dilepas
Sinar ultra berisi kembali,
violet dan lembab.
Ketebalan Kontak Kering disertai Lama (berbula Tidak
sepenuhnya dengan bahan kulit n-bulan) dan nyeri
(tingkat III) cair atau mengelupas. tidaksem purna
padat. Nyala Pembuluh
api. Kimia. darah seperti
Kontak arang terlihat di
dengan arus bawah kulit
listrik. yang
mengelupas.
5

Gelembung
jarang,
dindingnya
sangat tipis,
tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.
Derajat IV Nyala api. Hitam hangus Perlu eksisi Tidak
Kimia. dengan eskar, nyeri
Kontak Kering
dengan arus
listrik.
Tabel 2.1 Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman
Sumber : Corwin, Elizabeth J. (2005). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.
Jakarta: EGC
2. Luas luka bakar, Menurut Musliha (2010) yaitu :
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
3. Berat ringannya luka bakar, Menurut Musliha (2010) :
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain :
a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi lokasi luka bakar
d. Umur klien
6

e. Riwayat pengobatan yang lalu


f. Trauma yang menyertai atau bersamaan
American collage of surgeon membaginya dalam :
a. Parah – critical :
1) Tingkat II : 30% atau lebih
2) Tingkat III : 10% atau lebih
b. Sedang – moderate :
1) Tingkat II : 15-30%
2) Tingkat III : 1-10%
c. Ringan – minor :
1) Tingkat II : kurang 15%
2) Tingkat III : kurang 1%

2.4 Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor
penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan
sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya. Terjadinya
integritas kulit memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. (Price,
2014).
Kehilangan cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit
tubuh akibat dari peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstra vaskuler melalui kebocoran kapiler
yang berakibat tubuh kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan protein plasma.
Kemudian terjadi edema menyeluruh dan dapat berlanjut pada syok hipovolemik
apabila tidak segera ditangani (Hudak dan Gallo, 2017). Menurunnya volume
intra vaskuler menyebabkan aliran plasma ke ginjal dan GFR (Rate Filtrasi
Glomerulus) akan menurun sehingga haluaran urine meningkat. Jika resitasi
cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat bisa terjadi gagal ginjal dan
7

apabila resitasi cairan adekuat, maka cairan interstisial dapat ditarik kembali ke
intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis. (Price, 2014).

2.5 Fase-fase Luka Bakar


1. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada
fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif
life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang
berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan
O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat
hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih
ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi. (Doengoes, 2018).
2. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi
adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber
panas (Doengoes, 2018). Luka yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. (Anggowarsito,
2014).
8

2.6 Efek Patofisiologi Luka Bakar


1. Efek terhadap sistem kardiovaskuler :
a. Penurunan cardiak output karena kehilangan cairan;tekanan darah
menurun, hal ini merupakan awitan syok. Hal ini terjadi karena saraf
simpatis akan melepaskan kotekolamin yang meningkatkan resistensi
perifer (vasokonstriksi) dan peningkatan frekuensi nadi sehingga
terjadi  penurunan cardiak output.  (Nurarif, 2016).
b. Kebocoran cairan terbesar terjadi dalam 24 – 36 jam pertama sesudah
luka bakar dan mencapai  puncak dalam waktu 6 – 8 jam. Pada luka
bakar < 30 % efeknya lokal, dimana akan terjadi oedema/lepuh pada
area lokal, oedema bertambah berat bila terjadi pada daerah
sirkumferensial,  bisa terjadi iskemia pada derah distal sehingga timbul
kompartemen sindrom. Bila luka bakar > 30 % efeknya sistemik. Pada
luka bakar yang parah akan mengalami oedema masif. (Nurarif, 2016).
2. Efek pada cairan dan elektrolit :
a. Volume darah mendadak turun, terjadi kehilangan cairan lewat
evaporasi, hal ini dapat mencapai 3 – 5 liter dalam 24 jam sebelum
permukaan kulit ditutup. (Paula Krisanty, 2016).
b. Hyponatremia; sering terjadi dalam minggu pertama fase akut karena
air berpindah dari interstisial ke dalam vaskuler. (Paula Krisanty,
2016).
c. Hypolkalemia, segera setelah luka bakar sebagai akibat destruksi sel
masif, kondisi ini dapat terjadi kemudian denghan berpindahnya cairan
dan tidak memadainya asupan cairan. (Paula Krisanty, 2016).
d. Anemia, karena penghancuran sel darah merah, HMT meningkat
karena kehilangan plasma. (Paula Krisanty, 2016).
e. Trombositopenia dan masa pembekuan memanjang. (Paula Krisanty,
2016).
3. Efek pada respon pulmonal :
9

a. Hyperventilasi dapat terjadi karena pada luka bakar berat terjadi


hipermetabolik dan respon lokal sehingga konsumsi oksigen
meningkat dua kali lipat. (Rahayuningsih, 2016).
b. Cedera saluran nafas atas dan cedera inflamasi di bawah glotis dan
keracunan CO2 serta defek  restriktif. (Rahayuningsih, 2016).
4. Efek terhadap gastrointestinal :
a. Terjadi ileus paralitik ditandai dengan berkurangnya peristaltik usus
dan bising usus; terjadi distensi lambung dan nausea serta muntah,
kondisi ini perlu dekompresi dengan pemasangan  NGT, ulkus curling
yaitu stess fisiologis yang masif menyebabkan perdarahan dengan
gejala: darah dalam feses, muntah seperti kopi atau fomitus berdarah,
hal ini menunjukan lesi lambung/duodenum. (Setiadi, 2012).
5. Efek pada sistemik lainnya :
a. Terjadi perubahan fungsional karena menurunnya volume darah, Hb
dan mioglobin menyumbat tubulus renal, hal ini bisa menyebabkan
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal akut.  (Rahayuningsih, 2016).
b. Perubahan pertahanann imunologis tubuh; kehinlangan integritas
kulit, perubahan kadar Ig serta komplemen serum, gagngguan fungsi
netrofil, lomfositopenia, resiko tinggi sepsis. (Rahayuningsih, 2016).
c. Hypotermia, terjadi pada jam pertama setelah luka bakar karena
hilangnya kulit, kemudian hipermetabolisme menyebabkan hipertermia
kendati tidak terjadi infeksi. (Rahayuningsih, 2016).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Doenges M.E (2018) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap pembuluh darah. Leukosit akan meningkat sebagai respons
inflamasi
2. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi
10

3. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,


hipokalemia terjadi bila diuresis.
4. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
5. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
6. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
7. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat
pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara
lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit
gawat darurat, penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang
dilakukan antara lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka
bakar memerlukan obat-obatan topikah karena eschar tidak dapat ditembus
dengan pemberian obat antibiotik sistemis. Pemberian obat obatan topikal anti
mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian
obat-obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi
luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih terjadi penyebab kematian
pasien. (Brunner & Suddarth, 2015).
Tatalaksana resusitasi luka bakar menurut (Smeltzer & Bare, 2012) :
1. Tatalaksana resusitasi jalan napas
a. Inkubasi : tindakan inkubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
b. Krikotiroidomi :bertujuan sama dengan inkubasi hanya dianggap
agresif
c. Pemberian oksigen 100%
d. Perawatan jalan napas
e. Penghisapan secret
f. Pemberian terapi inhalasi
g. Bilasan bronkoalveolor
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirtif
11

i. Eskarotomi
2. Tatalaksana resusitasi cairan
a. Cara Evans
b. Cara baxter
3. Resusitasi nutrisi : Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi enteral
sebaiknya dilakukan sejak dini
4. Penanganan Luka
a. Pendinginan luka
b. Debridemen
c. Tindakan pembedahan
1) Split cangkok kulit
2) Flap
5. Terapi manipulasi lingkungan
a. Fase inflamasi
b. Fase fibrolastic
c. Fase maturbasi

2.9 Resusitasi Cairan


Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka
bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi
cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh.
Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya
sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran
kapiler. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum
edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian
cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang
pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular
12

adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin
yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam. (Sulistyo ANdarmoyo, 2012).
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland
pada 24 jam pertama yaitu :
1. Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
Contohnya : pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya
2. Cara lain adalah cara Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah
NaCl / 24 jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah
plasma / 24 jam (no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat
oedem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh
dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
c. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang
hilang akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan rumus Baxter yaitu : % x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama.
13

Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 %


permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang
diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua.

2.10 Kebutuhan Nutrisi


Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah:
1. Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa
bebas lemak.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain. Luas dan derajat luka bakar.
3. Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi).
4. Aktivitas fisik dan fisioterapi.
5. Penggantian balutan.
6. Rasa sakit dan kecemasan.
7. Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah
dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek
kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB,
jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk
menghitung kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor stress sebesar 20-
30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal
dengan formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan
Umur. Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi
formula dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
14

Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian


khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang
lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain,
kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya
pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai
sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.

2.11 Posisi dan Rehabilitasi


1. Posisi
Pengaturan posisi (positioning) yang sesuai merupakan terapi lini pertama
dan sejauh ini merupakan cara terbaik untuk menghindari kontraktur.
Pengaturan posisi harus dimulai segera setelah terjadinya luka bakar dan
dipertahankan hingga proses penyembuhan luka berlangsung. Pengaturan
posisi ini harus disertai dengan latihan lingkup gerak sendi yang sesuai,
sebab posisi yang dipertahankan terlalu lama juga akan menimbulkan
berkurangnya lingkup gerak sendi dan timbulnya kontraktur. Tabel
dibawah ini menunjukkan strategi pengaturan posisi anti kontraktur pada
sendi disertai alat bantu yang diperlukan. (Tulaar ABM, Wahyuni LK,
2016).
Alat Bantuan
Kontraktur
Posisi yang untuk
Bagian Tubuh Umum yang
Disarankan Pengaturan
Terjadi
Posisi
Leher Fleksi Sedikit ekstensi Neck collar,
splint yang
bentuknya
sesuai
(conform)
dengan leher,
tidak menaruh
bantal di bawah
leher
15

Bahu Aduksi 1. Aduksi Airplane splint,


horisontal Wedge splint,
15° untuk
2. Abduksi 80° membantu
memposisikan
dalam kondisi
abduksi. Jika
seluruh
ekstremitas atas
terkena dapat
dibantu dengan
alat berikut
untuk menahan
ekstremitas atas
:
1. meja di
samping
tempat
tidur
2. side
board/bedsi
de
extension

Siku Fleksi atau Ekstensi 5° 1. Arm trough


ekstensi splint
2. Elbow
extension
splint
Pergelangan Fleksi atau Netral atau Wrist cock up
Tangan (Wrist) ekstensi dorsal sedikit ekstensi splint
Bagian dari
16

resting hand
splint
Sendi Hiperekstensi Fleksi 70-80° Resting hand
metakarpofalangeal splint
(MCP)
Sendi Fleksi Ekstensi penuh Resting hand
interfalangeal (IP) splint
Panggul Fleksi Ekstensi netral Strap lebar
Abduksi 20° yang
lunak/lembut
untuk
menghindari
posisi frog leg
terutama pada
anak-anak
Lutut Fleksi Ekstensi Knee extension
splint,
immobilizer
Pergelangan Kaki Plantarfleksi Posisi netral Posterior slab
(Ankle) 90° Dorsifleksi, (back slab)
plantarfleksi dengan ankle
Inversi/versi dalam posisi
netral, L/Nard;
PRAFO-like
devices
Sendi Dorsifleksi Netral, ekstensi
metatarsofalangeal jari-jari kaki,
supinasi/pronasi
Mulut Microstomia
Nostril Stenosis nares
anterior
Tabel 2.2 Poisi yang diberikan pada pasien dengan luka bakar
17

Pada strategi pengaturan posisi juga perlu memperhatikan hal-hal sebagai


berikut :
a. Splint mulut dapat digunakan pada pasien dengan luka bakar yang
dalam di sekitar bibir selama penyembuhan luka untuk mencegah
kontraktur mikrostomia.
b. Abduksi penuh dengan aduksi horisontal lengan sekitar 15-20° dapat
mencegah kontraktur aksila ketika luka mengenai ekstremitas atas dan
dada. Cedera pleksus brakhialis harus dicegah dengan sedikit aduksi
lengan.
c. Pasien dengan luka bakar pada sisi fleksi dari siku harus memposisikan
sikunya dalam posisi ekstensi, sementara pasien dengan luka bakar
pada sisi ekstensi dapat mempertahankan fleksi siku pada 70-90°. Luka
bakar sirkumferensial pada siku memerlukan strategi pengaturan posisi
dengan ekstensi dan fleksi bergantian. Lengan bawah harus
dipertahankan pada posisi netral atau supinasi.

Gambar 2.2 posisi untuk mencegah kontraktur


Source : https://dokterkecil.wordpress.com/2008/10/16/kontraktur/
2. Rehabilitasi
18

Tata laksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar
bertujuan untuk mencapai pemulihan fungsional semaksimal mungkin, mencegah
disabilitas sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas
permanen. Penentuan target tata laksana KFR ditentukan berdasarkan
ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka di tingkat
kutan dan subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan buruk. (Tulaar ABM, Wahyuni LK, 2016).
Program tata laksana KFR diberikan sedini mungkin setelah hemodinamik
stabil dimulai sejak fase akut. Pemberian modalitas fisik dan terapi latihan harus
memperhatikan indikasi dan kontraindikasi. Oleh karena itu, sebelum diberikan
program tata laksana KFR diperlukan asesmen komprehensif dan uji fungsi,
termasuk pemeriksaan penunjang medik untuk menegakkan diagnosis fungsional
berdasarkan ICF (international classification of functioning, disability and health).
Selain itu juga memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi dan ada tidaknya
komorbid yang menyertai. Program tata laksana KFR pada fase awal meliputi
pemberian anti-nyeri yang disesuaikan dengan step ladder WHO, kontrol terhadap
terjadinya edema, mempertahankan dan memelihara mobilitas sendi dan kulit,
mempertahankan dan memelihara kekuatan dan daya tahan otot serta memotivasi
keterlibatan pasien dan keluarga. (Tulaar ABM, Wahyuni LK, 2016).
a. Program tata laksana KFR pada luka bakar fase akut. Fase akut pada luka
bakar merupakan gejala dan tanda proses inflamasi, nyeri, peningkatan
edema yang terjadi sampai 36 jam pasca-cedera, respon hipermetabolik
yang meningkat sampai 5 hari pasca-cedera, serta sintesis dan remodeling
kolagen.
b. Tata laksana KFR pada luka bakar fase subakut. Fase subakut pada luka
bakar merupakan fase terjadinya penutupan luka primer, remodelling scar
dan kontraksi scar. Pada fase ini berbagai intervensi termasuk terapi
latihan, tata laksana jaringan parut dengan pressure garment, terapi silikon,
scar massage dapat diberikan. Tujuan program KFR pada fase ini meliputi
meminimalkan pembentukan jaringan parut, membatasi efek kontraksi
parut dan membatasi efek imobilisasi.
19

c. Fase kronik pada luka bakar merupakan fase dimana proses penyembuhan
luka berlanjut sampai dua tahun (maturasi dan remodeling jaringan parut).
Program ini dimulai sejak pasien keluar dari perawatan di rumah sakit
berupa lanjutan program tata laksana KFR pada fase subakut dan evaluasi
kapasitas fungsional untuk dapat kembali ke masyarakat dan bekerja
(return to work). Program yang diberikan meliputi latihan endurans,
latihan penguatan, latihan AKS, penggunaan assistive device, edukasi care
giver, modifikasi lingkungan, alih fungsi, hingga modifikasi role of
function.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian pada Fase Akut
1. Identitas Klien
Luka bakar dapat terjadi kepada siapa saja dan kapan saja. Pada fase akut
ini biasa juga disebut dengan fase awal atau fase syok. (Wijaya, 2013).
2. Keluhan Utama
Pasien dengan luka bakar akan datang ke pusat pelayanan kesehatan
karena merasa nyeri dan sesak napas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang : meliputi sumber kecelakaan atau hal hal
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan serta keadaan luka pada saat
sampai di rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : apabila pasien memiliki riwayat penyakit
seperti DM, neurologis dan penyakit pernafasan akan meningkatkan
resiko kematian.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : biasanya pasien dengan luka bakar tidak
memiliki hubungan dengan keluarganya
4. Pola Kesehatan
a. Aktivitas/istirahat : pasien akan mengalami keletihan dan kelemahan,
bahkan bisa merasa sesak napas serta keterbatasan gerak pada area
yang sakit.
b. Eliminasi : pada fase akut biasanya output urin menurun, dan ada
tanda-tanda terjadinya dehidrasi sehingga urin akan berwarna kuning
dan sangat keruh.
c. Makan/cairan : pasien mengalami anoreksi, mual dan muntah.
d. Neurosensori : kesemutan, Penurunan reflex tendon karena cedera
ekstremitas, maupun Penurunan ketajaman penglihatan.

20
21

e. Integritas ego : pasien merasa ingin selalu diperhatikan karena pasien


akan kesusahan melakukan semua kegiatannya, menarik diri, dan
marah.
f. Sirkulasi : penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar)
g. Nyeri/keamnan : berbagi nyeri; contoh luka bakar derajat pertama
secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; respon terhadap luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri
h. Pernafasan : dapat terjadi mengi/wheezing, odem saluran pernafsan
bahkan sampai terjadinya rupture.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : pasien bisa datang ke rumah sakit dalam keadaan
composmentis sampai dengan koma tergantung derajat keparahan luka
bakar yang dialami.
b. TTV : meliputi kenaikan atau Penurunan tekanan darah, suhu tubuh,
frekuensi pernapasan, dan nadi.
c. Sistem Pernapsan : Adanya gangguan pada pernapasan seperti
wheezing, maupun sesak napas dikarenakan kurangnya oksigen yyang
dihirup oleh pasien.
d. Sistem Kardiovaskuler : Biasanya menampakkan adanya peningkatan
nadi, penurunan ntekanan darah (pre syok), perfusi dingin kering,
suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru
kiri ICS 2-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
e. Sistem Neurosensori : Klien Nampak lemah,biasanya mengalami
penurunan kesadaran, convulsion (-), pupil isokor, lateralisasi (-)
f. Sistem Pencernaan : Klien Nampak mengalmi penurunan nafsu makan
dan minum, distensi/retensi (-)
22

g. Sistem Eliminasi ; Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan,


bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB.
h. Sistem Muskuloskeletal : Klien dengan luka bakar biasanya nampak
kulit tidak utuh,letih dan lesu, klien nampakbedrest, mengalami
penurunan massa dan kekuatan otot.

3.1.2 Fase Sub Akut


1. Identitas
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Pengkajian sistematis pada pasien
mencakup riwayat khususnya yang berhubungan dengan sulit bergerak,
palpitasi, Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya
serta factor pencetusnya.
2. Keluhan Utama : Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak denga sumber panas dan infeksi pada luka bakar.
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang : Sebagian besar atau penyebab terbanyak
luka bakar adalah akibat sengatan listrik, panas, suhu, mediator kimia.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : klien tidak mempunyai riwaayat penyakit
dahulu yang berhubungan dengan luka bakar.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak terdpat korelasi kasus pada anggota
keluarga terhadap kejadian infeksi luka bakar.( Price, A. Sylvia 2014.)
4. Pola Kesehatan
a. Aktifitas/istirahat : penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit, gangguan masa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi : hipotensi (syok), penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listri), takicardia,
disritmia, pembentukan odema jaringan.
c. Integritas ego : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
23

d. Eleminasi : haluaran urin menurun/ tak ada selama fase darurat, warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan kedalam sirkulasi), penurunan bising usus tidak ada.
e. Makanan atau cairan : oedema jaringan umum, anoreksia,
mual/muntah. peristaltic usus penurun perubahan pola BAB.
f. Neurosensorik : perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan reflex
tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang, laserasi
korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penlihatan.
g. Nyeri/kenyamanan : berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama
secara ektren sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan
perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat dua sangat nyeri,
sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga dan nyeri.
h. Pernafasan : sesak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera
inhalasi.
i. Keamanan : distruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti sselama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : pasien pucat dengan kesadaran penuh maupun
Penurunan kesadaraan. Hal ini dapat dilakukan pemeriksaan GCS.
b. TTV : meliputi kenaikan atau Penurunan tekanan darah, suhu tubuh,
frekuensi pernapasan, dan nadi.
c. Sistem Pernafasan : terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
d. Sistem Kardiovaskuler : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan
darah, nadi, perfusi perifer, Hb.
24

e. Sistem Neurosensori : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien


dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan
Tekanan Intrakranial (TIK).
f. Sistem Pncernaan : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya
dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan periksa apakah pasien
mengalamami muntah selama operasi.
g. Sistem Eliminasi : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,
kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai intak dan output
urine,
h. Sistem Muskuloskeletal : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya
tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan.

3.1.3 Pengkajian pada Fase Lanjut


1. Identitas
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional.
2. Keluhan Utama
Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang : Efek fisiologi yang merugikan pada luka
bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar
yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar
terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma
kulit dapat berkembang dan merusak berbagai organ.
b. Riwayat Penyakit dahulu : setelah proses fase akut dan sub akut
berhasil dilewati makan organ yang mengalami luka bakar akan
berkembang.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada korelasi antara luka bakar
dengan penyakit keluarga.
4. Pola Kesehatan
a. Aktifitas/istirahat : kekuatan otot masih lemah tetapi semakin lama
akan semakin membaik.
25

b. Sirkulasi : nadi perifer teraba, kulit pucat mulai membaik.


c. Integritas ego : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
d. Eleminasi : pasien akan dianjurkan untuk belajar ke kamar mandi
secara pribadi tetapi masih harus tetap didampingi.
e. Makanan atau cairan : oedema jaringan menurun, terdapat
peningkatan nafsu makan.
f. Neuro sensorik : reflek tendon akan membaik, penglihatan normal.
g. Nyeri/kenyamanan : tidak nyeri, keadaan kulit semakin membaik.
h. Pernafasan : tidak ada sesak napas, secret menurun.
i. Keamanan : pasien dapat menggunakan kursi roda ataupun alat bantu
lain.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : pasien pucat dengan kesadaran penuh maupun
b. TTV : meliputi kenaikan atau penurunan tekanan darah, suhu tubuh,
frekuensi pernapasan, dan nadi.
c. Sistem Pernafasan : pola nafas normal, tergantung dari kondisi pasien
saat melewati fase sub akut.
d. Sistem Kardiovaskuler : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan
darah, nadi, perfusi perifer, Hb.
e. Sistem Neurosensori : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien
dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan
Tekanan Intrakranial (TIK).
f. Sistem Pncernaan : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya
dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan periksa apakah pasien
mengalamami muntah selama operasi.
g. Sistem Eliminasi : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,
kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai intak dan output
urine,
h. Sistem Muskuloskeletal : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya
tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan.
26

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Diagnosa pada Fase Akut
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler d.d
mengi, wheezing, sputum berlebih (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan vemtilasi-perfusi d.d
dyspnea, bunyi napas tambahan (D.0003)
3. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dyspnea, pola
napas abnormal (D.0005)

3.2.2 Diagnosa Pada Fase Sub Akut


1. Risiko ketidakseimbangan cairan d.d luka bakar (D.0036)
2. Perfusi Perifer tidak efektif b.d kekurangan volume cairan d.d akral
teraba dingin, warna kulit pucat (D.0009)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (terbakar) d.d tekanan darah
meningkat, pola napas berubah (D.0077)

3.2.3 Diagnosa pada Fase Lanjut


1. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring d.d mengeluh lemah, merasa
lemah (D.0056)
2. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi d.d kerusakan
jaringan dan atau lapisan kulit (D.0129)
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh d.d fungsi
struktur tubuh berubah atau hilang (D.0083)

3.1 Intervensi Keperawatan


3.3.1 Intervensi fase Akut
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Mengetahui
nafas tidak tindakan napas (frekuensi, pola napas
efektif b.d keperawatan kedalaman, usaha pasien
disfungsi selama 3x24 jam napas) (frekuensi,
27

neuromuskuler diharapkan 2. Monitor bunyi kedalaman,


d.d mengi, bersihan jalan napas tambahan usaha napas)
wheezing, napas meningkat (mengi, 2. Mengetahui
sputum berlebih Kriteria Hasil : wheezing) apakah ada
(D.0001) 1. Produksi 3. Monitor sputum suara napas
sputum (jumlah, warna, tambahan atau
menurun aroma) tidak
2. Mengi 4. Pertahankan 3. Mengetahui
menurun kepatenan jalan karakteristik
3. Wheezing napas dengan sputum
menurun head-tilt, chin- 4. Menjaga
4. Pola napas lift, jaw-thrust kepatenan jalan
membaik (jika curiga napas napas
trauma servikal) pasien agar
5. Lakukan tetap baik
pengisapan lendir 5. Membantu
kurang dari 15 mengurasi
detik sputum pada
6. Lakukan saluran
hiperoksigenasi pernapasan
sebelum 6. Mencegah
pengisapan terjadinya syok
endotrakeal 7. Membantu
7. Berikan oksigen memenuhi
jika perlu kadar oksigen
8. Kolaborasi pada pasien
pemberian 8. Membantu
bronkodilator, mengencerkan
ekspektoran, dahak agar
mukolitik, jika lebih mudah
perlu keluar.
Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
28

pertukaran gas tindakan frekuensi irama, frekuensi,


b.d keperawatan upaya, kedalaman irama, upaya,
ketidakseimban selama 3x24 jam napas kedalaman
gan vemtilasi- diharapkan 2. Monitor pola napas pasien
perfusi d.d pertukaran gas napas 2. Mengetahui
dyspnea, bunyi meningkat 3. Monitor adanya pola napas
napas tambahan Kriteria hasil : produksi sputum / pasien normal
(D.0003) 1. Dyspnea sumbatan jalan atau tidak
menurun napas 3. Mengetahui
2. Bunyi napas 4. Auskultasi bunyi apakah ada
tambahan napas sputum yang
menurun 5. Monitor saturasi menyumbat
3. Tingkat oksigen jalan napas
kesadaran 6. Monitor hasil x- 4. Mengetahui
meningkat ray thorax adakah suara
napas tambahan
5. Mengetahui
kadar oksigen
pada pasien
6. Mengetahui
adakah kelainan
thorax
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
efektif b.d tindakan frekuensi irama, frekuensi,
hambatan upaya keperawatan upaya, kedalaman irama, upaya,
napas d.d selama 3x24 jam napas kedalaman
dyspnea, pola diharapkan pola 2. Monitor pola napas pasien
napas abnormal napas membaik napas 2. Mengetahui
(D.0005) Kriteria hasil : 3. Monitor adanya pola napas
1. Dyspnea produksi sputum / pasien normal
menurun sumbatan jalan atau tidak
2. Kedalaman napas 3. Mengetahui
29

napas 4. Auskultasi bunyi apakah ada


membaik napas sputum yang
3. Frekuensi 5. Monitor saturasi menyumbat
napas oksigen jalan napas
membaik 6. Monitor hasil x- 4. Mengetahui
4. Pemanjangan ray thorax adakah suara
fase ekspirasi napas tambahan
menurun 5. Mengetahui
kadar oksigen
pada pasien
6. Mengetahui
adakah kelainan
thorax

3.3.2 Intervensi Fase Sub Akut


Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Risiko Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Mengetahui
ketidakseimban tindakan hidrasi (mis. status hidrasi
gan cairan d.d keperawatan frekunsi nadi, pasien secara
luka bakar selama 3x24 jam akral, keseluruhan
(D.0036) diharapkan kelembaban 2. Mengetahui
keseimbangan mukosa, turgor adakalah
cairan meningkat kulit, tekanan kelainan pada
Kriteria hasil : darah) hasil
1. Asupan cairan 2. monitor hasil laboratorium
meningkat pemeriksaan pasien
2. Keluaran urin laboratorium 3. mengetahui
meningkat 3. monitor status status
3. Edema hemodinamik hemodinamik
menurun 4. catat intake- pasien secara
4. Dehidrasi output dan hitung keseluruhan
30

menurun balance cairan 24 4. memberikan


5. Tekanan darah jam terapi cairan
membaik 5. berikan cairan yang sesuai
intravena dengan pasien
6. kolaborasi 5. menjaga kadar
pemberian cairan dalam
diuretic, jika tubuh pasien
perlu 6. membantu
mengurangi
oedem lewat
urin
Perfusi Perifer Setelah dilakukan 1. periksa sirkulasi 1. mengetahui
tidak efektif b.d tindakan perifer (mis. nadi Adanya
kekurangan keperawatan perifer, edema, gangguan
volume cairan selama 3x24 jam suhu, dll) sirkulasi perifer
d.d akral teraba diharapkan 2. identifikasi faktor pada pasien
dingin, warna perfusi perifer risiko gangguan 2. mengetahui
kulit pucat meningkat sirkulasi faktor risiko
(D.0009) Kriteria hasil : 3. monitor panas, gangguan
1. Warna kulit kemrehan, nyeri sirkulasi
pucat menurun 4. hindari mengukur 3. mengetahui
2. Akral tekanan darah, Adanya panas,
membaik pemasangan infus kemerahan,
3. Denyut nadi atau pengambilan nyeri
perifer darah di area 4. menghindari
meningkat keterbatasan terjadinya
perfusi kematian
5. hindari jaringan
penekanan dan 5. menghindari
pemasangan terjafinya
tourniquet pada nekrosis
area yang cedera jaringan
31

6. lakukan 6. mencegah
pencegahan infeksi
infeksi
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Identifiaksi 1. Mengetahui
agen pencedera tindakan lokasi, durasi, lokasi, durasi,
fisik (terbakar) keperawatan frekuensi, frekuensi,
d.d mengeluh selama 3x24 jam kualitas, dan kualitas dan
nyeri, sulit tidur diharapkan intensitas nyeri intensitas nyeri
(D.0077) diharapkan 2. Identifikasi 2. Mengetahui
tingkat nyeri skala nyeri skala nyeri
menurun 3. Identifikasi yang dirasakan
Kriteria hasil : faktor yang pasien
1. Keluhan memperberat dan 3. Memberika
nyeri menurun memperingan n penanganan
2. Kesulitan nyeri nyeri yang
tidur menurun 4. Berikan tepat pada
3. Pola tidur teknik pasien
membaik nonfarmakologi 4. Agar pasien
untuk dapat
mengurangi rasa meredakan
nyeri misal nyeri tanpa
kompres dingin obat obatan
5. Fasilitasi 5. Membantu
istirahat dan tidur pasien
6. Kilaborasi mengurasi rasa
pemberian nyeri
analgetik jika 6. Mengatasi
perlu nyeri dengan
7. Anjurkan cara lebih cepat
penggunaan 7. Mencegah
analgetik secara overdosis obat-
tepat obatan
32

3.3.3 Intervensi Fase Lanjut


Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Intoleransi Setelah dilakukan 1. identifikasi 1. mengetahui
aktivitas b.d tindakan bagian fungsi bagian fungsi
tirah baring d.d keperawatan tubuh yang tubuh yang
mengeluh selama 3x24 jam mengalami mengalami
lemah, merasa diharapkan kelelahan kelelahan
lemah (D.0056) toleransi aktivitas 2. monitor pola dan 2. mengetahui
meningkat jam tidur pola dan jam
Kriteria Hasil : 3. monitor lokasi tidur pasien
1. Frekuensi nadi dan 3. mengetahui
meningkat ketidaknyamanan lokasi dan
2. Mengeluh selama ketidaknyaman
lelah menurun melakukan an dalam
3. Perasaan aktivitas beraktivitas
lemah 4. lakukan latihan 4. melatih gerakan
menurun gerak rentang pasien
pasif dan atau 5. mengalihkan
aktif rasa kelemahan
5. berikan aktivitas dan kelelahan
distraksi yang 6. mengurangi
menenangkan kelemahan
6. anjurkan tirah 7. agar kondisi
baring pasien tidak
7. anjurkan terjadi
melakukan kontraktur
aktivitas secara 8. agar pasien
bertahap dapat mengatur
8. ajarkan strategi dirinya sendiri
33

koping untuk saat mengalami


mengurangi kelelahan
kelelahan
Gangguan Setelah dilakukan 1. Indentifikasi 1. Mengetahui
integritas kulit tindakan penyebab penyebab
b.d perubahan keperawatan gangguan gangguan
sirkulasi d.d selama 3x24 jam integritas kulit integritas kulit
kerusakan diharapkan 2. Gunakan produk 2. Menjaga
jaringan dan integritas kulit berbahan kulit yang
atau lapisan membaik petrolium atau kering agar tetap
kulit (D.0129) Kriteria hasil : minyak pada kulit lembab
1. Kerusakan kering 3. Menjaga
jaringan dan 3. Gunakan produk kulit sensitif
lapisan kulit berbahan teriritasi
menurun ringan/alami dan 4. Menjaga
2. Nyeri hipoalergik pada kulit agar tidak
menurun kulit sensitif semakin kering
3. Kemerahan 4. Hindari produk 5. Menghinda
menurun berbahan dasar ri suhu ekstrim
alkohol pada kulit dapat mencegah
kering reaksi alergi
5. Anjurkan pada kulit
menghindari sensitif
terpapar suhu 6. Menjaga
ekstrim kulit agar tetap
6. Anjurkan terjaga dan
meningkatkan terhidrasi
asupan air putih, dengan baik
buah dan sayur
Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. perubahan
tubuh b.d tindakan perubahan citra citra tubuh
perubahan keperawatan tubuh yang yang
34

struktur/bentuk selama 3x24 jam mengakibatkan mengakibatkan


tubuh d.d diharapkan citra isolasi sosial isolasi sosial
fungsi struktur tubuh meningkat 2. Diskusikan 2. Membangu
tubuh berubah Kriteria hasil : perubahan n kepercayaan
atau hilang 1. Verbalisasi tubuuh dan antara perawat
(D.0083) perasaan fungsinya dengan klien
negatif 3. Diskusikan 3. Melihat
tentang kondisi stress sejauh mana
perubahan yang kondisi isolasi
tubuh mempengaruhi sosial yang
menurun citra tubuh (mis dihadapi klien
2. Menyembu penyakit) 4. Mengeduka
nyikan bagian 4. Jelaskan si klien dan
tubuh kepada keluarga keluarga
berlebihan tentang tentang
menurun perawatan perubahan citra
3. Hubungan perubahan citra tubuh
sosial tubuh 5. Agar klien
membaik 5. Anjurkan mmpu
mengikuti beradaptasi
kelompok secara perlahan
pendukung lahan
6. Latih fungsi 6. Agar fungsi
tubuh yang tubuh yang
dimiliki hilang perlahan
7. Latih bisa membaik
pengungkapan 7. Memgajak
kemampuan diri pasien agar
kepada orang mau lebih
lain maupun terbuka lagi
kelompok dengan
lingkungan
35

sekitarnya

3.4 Implementasi Keperawatan


Implemestasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga mediss lain untuk membantu pasien dalam
proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan ang dihadapi pasien
yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2011).

3.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jneis
yaitu :
1. Evaluasi Formatif : evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi Sumatif : merupakan evaluasi kahir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP, yaitu
a) Subjektif : menggambarkan pendokumentasian hanya melalui
pengumpulan data klien melalui anamnesa
b) Objektif : menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik
klien, hasil lab, dan tes diagnose lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung assessment.
c) Assesment : masalah atau diagnose yang ditegakkan
berdasarkan data atau informasi.
d) Planning : menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan
evaluasi berdasarkan assessment
36

3.6 Pathway
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang di sebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
pempengaruhi seluruh system tubuh.( Brunner& suddarth, 2014). Luka bakar
merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan
kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber panas (atau penyebab lainnya). Berlangsung reaksi
kimiawi yang menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan
mengalami kerusakan.
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau perantara dengan sumber panas (Thermal) kimia, listrik, dan radiasi
luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala tergantung luas, dan lokasi lukanya

4.2 Saran
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan
dan jauh kata sempurna. Maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun demi kebaikan kedepannya. Penulis menginginkan dalam
pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan bisa mengeukasi semua
pihak yang membaca. Diharapkan bagi tenaga kesehatan lebih memberikan
keperawatan dengan lebih baik dan selalu mencek ulang dari Kondisi pasien
beserta obat-obatan non farmakologinya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. (2012). Medikal bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta : Diva


Press.
Andra, S.N. (2013). KMB 2. Keperawatan medikal bedah, keperawatan dewasa
teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Surabaya :
Jurnal Widya Medika.
Brunner dan Suddarth. (2015). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta :
EGC.
Carpenito,J,L. (2011). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). Jakarta. EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2015). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Doenges Marilynn .(2018). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Asuhan
Pasien Anak-Dewasa. Ed. 9, Volume 2, Jakarta : EGC
Djohansjah, M. (2011). Pengelolaan Luka Bakar. Surabaya : Airlangga
Engram, Barbara. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume
2, (terjemahan). Jakarta : EGC.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (2015). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik
Praktis. Jakarta : EGC
Guyton & Hall. (2017). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Hudak & Gallo. (2017). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I.
Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Long, Barbara C. (2016). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Marylin E. Doenges. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Moenadjat. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta : ECG.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.

39
40

Nurarif, A. H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, Nic, Noc, dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi Jilid 2.
Jogja : Mediaction.
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Diva Press.
Paula Krisanty, dkk (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans
Info Media.
Price, A. Sylvia. (2014). Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jakarta :
EGC.
Setiadi. (2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan : teori &
praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer dan Bare. (2012). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta : EGC.
Sulistyo Andarmoyo. (2012). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan
Praktik Keperawatan. Jogja : Graha Ilmu.
Tulaar ABM, Wahyuni LK. (2016). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Jakarta : Perdosri.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. (2013). KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah).
Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai