Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan respons kulit dan jaringan subkutan terhadap

trauma suhu/termal yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu

sumber panas kepada tubuh (Smeltzer dan Bare, 2011). Luka bakar adalah

luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada

tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet

(Brunner & Suddarth, 2002). Luka ini bisa berasal dari berbagai sumber

seperti api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas.

Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau

kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis

yang intensif. Klasifikasi luka bakar berdasarkan penyebab, kedalaman luka,

tingkat keseriusan luka, dan derajat luka bakar. Penanganan dalam

penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi, memacu

pembentukan kolagen dan mengupayakan agar sisa-sisa sel epitel dapat

berkembang sehingga dapat menutup permukaan luka (Syamsuhidayat dan

Jong, 2004).

Berdasarkan catatan WHO luka bakar menyebabkan 195.000

kematian/tahun di seluruh dunia terutama di negara miskin dan berkembang.

Luka bakar yang tidak menyebabkan kematian pun ternyata menimbulkan

kecacatan pada penderitanya. Wanita di ASEAN memiliki tingkat terkena

1
luka bakar lebih tinggi dari wilayah lainnya, dimana 27% nya berkontribusi

menyebabkan kematian di seluruh dunia, dan hampir 70% nya merupakan

penyebab kematian di Asia Tenggara. Luka bakar terutama terjadi di rumah

dan di tempat kerja yang seharusnya bias dicegah sebelum terjadi

(Kristanto, 2005).

Sedangkan di Indonesia kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka

bakar setiap tahunya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan

penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat dirumah sakit. Bila

ditinjau Rumah Sakit Pertamina sebagai salah satu rumah sakit yang

memiliki fasilitas perawatan khusus Unit Luka Bakar, menerima antara 33

sampai dengan 53 penderita (rata-rata 40 penderita /tahun). Dari jumlah

tersebut yang termasuk dalam kategori Luka Bakar Berat adalah berkisar

21% (Rivai T, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa itu luka bakar?

b. Bagaimana Asuhan Keperawatan secara teori tentang luka bakar?

c. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan luka bakar?

1.3 Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui tentang luka bakar

b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan secara teori tentang luka

bakar

c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien luka bakar

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. LUKA BAKAR
1.1. Definisi
Luka bakar merupakan respons kulit dan jaringan subkutan terhadap
trauma suhu/termal yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh (Smeltzer dan Bare, 2011). Luka bakar
adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka ini bisa berasal dari
berbagai sumber seperti api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan
cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan
yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.

1.2. Klasifikasi
1. Luka bakar dapat dibagi berdasarkan beberapa penyebab, yaitu :
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan
kedalaman luka
bakar:
a. Luka bakar
derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka
3
bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna
kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh
daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan
dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.

Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan


biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa
bekas.

Gambar 1. Luka bakar derajat I

b. Luka bakar derajat II


Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan
kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar
derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial), kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh
dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep), kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,
4
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2. Luka bakar derajat II

c. Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu
atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan.

Gambar 3. Luka bakar derajat III


3. Berdasarka tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
5
muka, tangan, kaki, dan perineum
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau
di atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia 11-49 tahun
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya

1.3. Etiologi Luka Bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas
yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka
bakar dapat dibagi menjadi:
a. Paparan api
1) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
6
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
2) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masa
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik.
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik
yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi, Sunburn sinar matahari, terapi radiasi
7
1.4. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan
mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun
masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu
untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan,
pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air
sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang
berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang
melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat
mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D.
Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan
subkutan.
1) Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel,
inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein
fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan
mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah
kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada
telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti
kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar
dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan
lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya
terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan
mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya
8
terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel
yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2) Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini berada
langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas
yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
c. Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga
memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah
serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar
rambut.
3) Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya
adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan
dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan
suhu tubuh
4) Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat
ditemukan pada kulit
pada sebagian besar
permukaan tubuh.
Kelenjar ini terutama
terdapat pada telapak
tangan dan kaki.
Kelenjar keringat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Gambar 4. Anatomi Kulit
kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua
daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini
terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

9
1.5. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi
dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan
lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan
terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel.
Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang
lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat
terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka
bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15
menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10C
mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama
awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah
jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya
integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium
serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang
signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena
berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik
akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi
dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh
darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi
10
dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan
mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis
pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat
mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama
syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai
sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi
kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya
asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel
darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup
trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin
memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar
berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat
sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal
dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah.
Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan
menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah
lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin
menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler
dan gagal ginjal.
11
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan
faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan
immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa
jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah,
tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang
diakibatkan hipermetabolisme.

12
1.6. Pathway

13
1.7. Manifestasi Klinis

1.8. Penyembuhan Luka Bakar


Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam 3 fase:
1) Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka
bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah
luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul
epitelisasi.
2) Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi
luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut
granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan
mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses
migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan
berhenti dan mulailah proses pematangan.
3) Fase maturasi

14
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan
aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari
fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa
nyeri atau gatal.

1.9. Perhitungan Luas Luka Bakar


Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka.
Usia dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.
Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan
suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
1. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar
hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
2. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri,
paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. Wallace
membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atau rule of wallace yaitu:
15
a. Kepala dan leher: 9%
b. Lengan masing-masing: 9%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18%: 36%
d. Lengan masing-masing 9%: 18%
e. Badan depan 18%, badan belakang: 36%
f. Tungkai masing-masing 18%: 36%
g. Genitalia perineum: 1%
Total: 100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus
10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

1.10. Komplikasi Luka Bakar


a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi
aliran darah sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
16
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah
okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang
tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

1.11. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar


1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan
17
, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera
11) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar

1.12. Tatalaksana Resusitasi Luka Bakar


Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas
utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif
dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien
yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau
luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak.
Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas “tersembunyi‟. Oleh
karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit
dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat
membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah
18
mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer
pasien adalah mempertahankan ventilasi yang adekuat, dan jika diindikasikan,
melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
Gangguan pernapasan dapat terjadi karena adanya edema atau cedera
inhalasi, sehingga membutuhkan bantuan oksigenasi. Gangguan lainnya
dapat terjadi akibat adanya luka bakar sirkumfisial yang restriktif. Keadaan
ini menyebabkan gangguan ventilasi pada pasien. Manajemen umum yang
dilakukan adalah dengan melakukan eskarotomi untuk melepaskm
gangguan ventilasi akibat edema untuk mengembalikan perfusi. Selain itu
pemasangan ETT juga diindikasikan apabila pasien tidak bisa bernapas
dengan baik (Black & Hawks, 2014).
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas
dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat
berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
19
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain
itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin
sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan:
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain
itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas
yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi
intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan
menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat
(Diehl, 2004).
Pada pasien dengan luka bakar cairan yang digunakan biasanya
adalah ringer laktat. Menurut American Burn Life Support (ABLS), fitur
pemantauan kritis adalah 2-4 ml/kg/24 jam larutan ringer laktat. Dengan
adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan
dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam. Separuh dari jumlah 1+2+3
20
diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
b. Cara Baxter
Rumus pemberian resusitasi menggunakan rumus Parkland

Total cairan yang dibutuhkan dalam 24 jam = 4ml x kgBB x BSA (%)
*50% cairan total diberikan dalam 8 jam sejak luka bakar terjadi
*50% diberikan 16 jam berikutnya.
Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
PadaPada
hari 24
ketiga
jamdiberikan
pertama, setengah jumlah
larutan yang cairan hari
digunakan kedua.
tidak boleh mengandung
koloid. Karena larutan koloid akan menyebabkan pergeseran cairan dari
intravaskuler ke interstisial akibat perubahan integritas kapiler. Setelah 24
jam, larutan koloid dapat diberikan (Pham, 2008).

Selama resusitasi cairan, diperlukan pemantauan tanda-tanda vital dan


laboratorium secara rutin. Pemantauan urin output menjadi hal yang utama
untuk mengetahui status cairan pasien. Hasil resusitasi yang baik
menunjukan urin output sebagai berikut :

Urine Output Orang Dewasa : 0.5-1.0 ml/kg/jam


Urine Output Anak : 1.0-1.5 ml/kg/jam
Urine Output Bayi : 2-4 ml/kg/jam

Jenis Cairan yang Diberikan


Cairan IV memiliki memiliki beberapa jenis yang setiap jenisnya memiliki
tujuan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan apa yang menyebabkan
kehilangan cairan dan zat terlarut apa yang dibutuhkan.
 Kristaloid
Kristaloid adalah cairan yang mirip dengan cairan ekstrasel tubuh,
misalnya NaCl 0,9% dan larutan linger (Diehl-Oplinger dan Kaminski,
2004). Cairan ini digunakan untuk memperbaiki cairan ekstraseluler
maupun intraseluler. Cairan kristoloid berdasarkan tonisitasnya dibagi
menjadi cairan isotonis, hipotonis dan hipertonis.

21
- Cairan isotonis adalah cairan yang berguna dalam meningkatkan
volume intravaskular tanpa mengubah pergeseran cairan dalam atau di
luar sel. Cairan ini digunakan untuk pasien yang mengalami syok
akibat muntah dan diare, menunggu transfusi, dan pasien yang
kehilangan cairan selama operasi (Diehl-Oplinger dan Kaminski dkk,
2004).
- Cairan hipotonis digunakan kepada pasien yang mengalami
hipernatremia atau pasien yang mengalami pertukaran cairan
intraseluler menuju intersisiial. Syok hipovolemik memicu terjadinya
retensi pada natrium sehingga berisiko terjadi hipernatremia.
Pertukaran cairan intraseluler keluar ke area lain terjadi karena
perdarahan internal, misalnya pada pasien dengan fraktur tulang
panjang.
- Cairan hipertonis (penggunaan NaCl>0.9%), cairan ini memindahan
CIS ke CES. Biasanya cairan hipertonis berisi kombinasi NaCL 7,5%
dengan dextran 70, NaCl 7,2% dengan dextran 60. Cairan hipertonis
yang mengandung dextrose juga berguna dalam mengatasi
hypoglikemia. Pemberian cairan hipertonis dapat meningkatkan
kardiak output, peningkatan penyampaian oksigen dan juga
peningkatan tekanan arteri karena meningkatnya volume plasma.
Kombinasi cairan hipertonis dengan hiperonkotik akan memepercepat
pengembalian kardiak output dan memperbaiki tekanan arteri lebih
cepat (Diehl-Oplinger dan Kaminski, 2004).
Pemberian cairan kristaloid murni tidak mampu menggantikan koloid
plasma yang hilang dan cenderung menyebabkan penurunan tekanan
osmostik dan peningkatan tekanan hidrostatik sehingga pemantauan
harus terus dilakukan. Biasanya penggunaan cairan kristaloid
dikombinasikan dengan koloid (Hasselt, 2008).
 Koloid
Cairan koloid merupakan cairan yang berisi zat terarut besar sperti gula,
protein, karbohidrat yang besar sehingga sulit untuk melewati dinding
pembuluh darah (Diehl-Oplinger dan Kaminski,2004). Efek koloid hampir
sama dengan cairan hipertonis. Koloid yang paling sering digunakan
22
adalah albumin (Diehl-Oplinger dan Kaminski, 2004). Gunakan albumin
untuk ekspansi volume saat larutan kristaloid tidak memadai, sebagai
pengganti plasma ketika merawat pasien dengan syok hipovolemik dan
perdarahan masif, dan untuk mengobati pasien menunjukkan - jarak ketiga
cairan ke dalam ruang interstitial (Diehl-Oplinger dan Kaminski, 2004).
 Darah dan Produk Darah
Darah lengkap atau produk darah biasanya digunakan berdasarkan hasil
pemeriksaan hematokrit dan hemodinamik yang dilakukan. Penggunaan
produk darah biasanya disesuaikan dengan kebutuhan klien, sesuai dengan
hasil pemeriksaan diagnostik. Karena darah biasanya diberikan secara
terpisah. Misanya, seorang klien kekurangan faktor koagulan, maka dia
bisa hanya diberikan trombosit saja. Atau seserang mengalami anemia atau
membutuhkan peningkatan oksigenasi, hanya diberikan sel darah merah,
sehingga tidak akan menambah volume plasma. Hal ini terjadi karena
penyimpanan darah secara terpisah lebih efektif dari pada darah lengkap.
Kehilangan darah sering dapat diatasi dengan komponen darah dan
kristaloid dan koloid, Pemberian darah lengkap jarang digunakan kecuali
jika kurang dari 24 jam dan pasien exsanguinating (Diehl-Oplinger dan
Kaminski, 2004). Untuk pasien dengan perdarahan berat pemberian
trombosit dan faktor koadulasi akan sangat penting. Pemberian Trombosit
dapat diatur untuk menanggulangi perdarahan (Hasselt, 2008). Untuk
pasien dengan syok hipovolemik dengan kehilangan volume darah
sebanyak 25% berikan plasma beku dibutuhkan untuk menggantikan
volume darah (Pham, 2008).
 Plasma expander
a) Hetastarch, zat ini mirip dengan albumin, berguna dalam meningkatkan
volume intravaskular dengan cepat, dan cocok untuk hipovolemik yang
disebabkan oleh trauma, luka bakar, operasi, dan perdarahan.
b) Dextrosa, polimer glukosa yang berguna dalam menarik air ke
intravaskular.
c) Manitol, subtansi alkohol glukosa yang mengandung glukosa inaktif.
Biasanya dilakukan pada pasien dengan edema serebral. Bisa menaikan
produksi urin.
23
3. Resusitasi nutrisi
Pasien dengan luka bakar mengalami perubahan kondisi metabolik akibat
terjadinya luka bakar. Kebutuhan energi dan protein pada pasien akan
sangat tinggi karena terjadinya katabolisme dari trauma, kehilangan panas,
infeksi, dan kebutuhan regenerasi jaringan sampai dengan 6000 kkal per
hari (WHO, 2017). Namun laju metabolik ini dapat menurun seiring
dengan penutupan dan penyembuhan luka dapat tercapai. Selain berfungsi
dalam proses penyembuhan, pemenuhan gizi juga dibutuhkan untuk
mencegah efek katabolisme yang tidak diinginkan. Indikasi pemberian
dukungan metabolik ini umumnya didapatkan salah satu dari kriteria ini:
luka bakar dengan luas 30 % TBSA atau lebih.
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus.
Menentukan kebutuhan energi/kalori
- Harris-Benedict

EER = BMR x activity factor x injury factor


BMR: 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) - (6.8 x usia)
Activity factor:
a) Istirahat di tempat tidur: 1.2
b) Aktivitas minimal: 1.3
Injury factor
< 20% TBSA: 1.5
b) 20-40% TBSA: 1.6
c) > 40% TBSA: 1.7
- Menurut rumus Curreri:
PKH = (25 kcal/kg BB) + (40 kcal x % TBSA luka bakar)

24
- Menetukan kebutuhan karbohidrat. Komposisi karbohidrat adalah 50-60%
dari total kalori. Pemberian glukosa secara parenteral tidak melebihi 5-7
mg/kg/menit. Bila glukosa diberikan berlebihan dapat menyebabkan
intoleransi glukosa, peningkatan produksi karbondioksida, peningkatan
sintesis lemak, dan terjadinya infiltrasi lemak di hepar.
- Menetukan kebutuhan protein.
Jumlah protein yang diperlukan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain
derajat kerusakan jaringan yang, ekskresi nitrogen melalui urin dan eksudat
luka, kemampuan hati untuk mensintesis protein, dan kecukupan terapi
nutrisi. Pada penderita luka bakar, kebutuhan akan protein meningkat
akibat proteolisis dan untuk perbaikan jaringan. Pemberian protein yang
direkomendasikan adalah 23-25% dari total kalori dengan perbandingan
kalori berbanding nitrogen sebesar 80:1 atau 2,5-4 g protein/kg.
- Menentukan kebutuhan lemak. Kebutuhan lemak adalah 15-25 g/kg/hari
dengan komposisi 20% atau kurang dari total kalori.
- Kebutuhan mikronutrien. Pemberian mikronutrien yang direkomendasikan
seperti tampak pada tabel dibawah ini:

Berdasarkan rumus tersebut, dapat diketahui jumlah asupan yang


dibutuhkan oleh pasien dengan luka bakar yang harus dipenuhi sebagai
kompensasi dan faktor pendukung penyembuhan luka, serta pencegahan
infeksi.

25
1.13. Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka dilakukan dengan membersihkan luka (Black & Hawks,
2014). Pembersihan luka dilakukan dengan menggunakan air hangat atau berbagai
jenis larutan untuk menghilangan zat-zat berbahaya dan kotoran. Penggunaan
alcohol dilarang karena dapat memberikan rasa nyeri pada pasien (WHO, 2007).
Kemudian melakukan debridemen untuk membuang jaringan nekrotik.
Debridemen meliputi pembuangan eksar dan eksudat. Hal ini membantu
penyembuhan luka dengan mencegah proliferasi bakteri di dalam dan di bawah
jaringan non-vital. Setelah melakukan debridemen luka dibersihkan menggunakan
clhorixidine 0,25 % atau cetrimide 0,1% (WHO, 2007).
Pemberian antimikroba topical. Obat-obatan antimikroba topikal yang sering
digunakan dapat berupa krim, larutan dan salep. Krim misalnya silver sulfadiazine
1% dan mafenid asetat, larutan misalnya maenad asetat 5% dan silver nitrat 0,5 %,
sedangkan salep misalnya polimiksin B, Neomisin sulfat, dan basitrasin.
Pembalutan luka. Pembalutan luka dilakukan, baik dengan teknik terbuka
ataupun tertutup. Keuntungan metode terbuka adalah meningkatnya visualisasi
terhadap luka, kesederhanaan dalam perawatan luka, tapi kekurangannya dapat
menigkatkan peluang hipotermia dan nyeri dari paparan. Keuntungan metode
tertutup adalah dapan menurunkan cairan penguapan dan meghilangkan panas dari
pemrukaan luka sedangkan kerugiannya yaitu mengenai keterbatasan mobilitas
dan penuruan potensial efektivitas latihan rentang gerak (ROM).
Perawatan Tambahan:
- Pencegahan tetanus dengan memberi propilaksis tetanus
- Mencegah iskemia. Dilakukan dengan menaikan tungkai 15 derajat di atas
jantung untuk mencegah edema dan gangguan kardiovaskuler lainnya. Karena
prosedur ini juga dapat menaikan preload jantung.

26
2. SKIN GRAFT
2.1. Definisi
Prosedur skin graft telah diakukan sejak 2.500 hingga 3000 taun lalu,
ketika ahli bedah Hindu mengganti hidung yang diamputasi sebagai hukuman
terhadap pencuri dengan kulit yang berasal dari glutea. Skin graft adalah
tindakan memindahkan bagian dari kulit yang telah dipisahkan dari tempat
suplai darah lokalnya ke lokasi lain. Skin graft dapat dibagi menjadi empat tipe,
yaitu:
Tipe Definisi Gambar
Full- Terdiri atas
thickness tindakan
skin grafts pemindahan
(FTSG): keseluruhan
epidermis dan
dermis, termasuk
struktur adneksa
seperti folikel
rambut dan
kelenjar keringat.

Split- Terdiri atas full


thickness thickness epidermis
skin grafts dan sebagian
(STSG): dermis

Composite Terdiri atas dua


grafts bagian jaringan
berbeda, umumnya
kulit dan kartilago

27
Free Terdiri atas
cartilage cartilago dengan
grafts perikondrium yang
melapisi

Dari keempat tipe skin grafts, full-thickness skin graft merupakan prosedur
pembedahan yang paling sering dilakukan untuk perbaikan masalah luka bakar.

2.2. Manfaat dan Tujuan


FTSG dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan hampir bagian
manapun, sepanjang bagian resipien memiliki suplai vaskular cukup kaya untuk
mempromosikan pertumbuhan kembali kapiler, serta fibroblas yang
menghasilkan kolagen untuk perlekatan donor. Dalam kondisi yang tepat,
FTSG dapat memberikan warna yang sangat baik, tekstur dan ketebalan sesuai
untuk defek wajah karena FTSG termasuk seluruh ketebalan epidermis dan
dermis.

2.3 Pre Operatif


Sebuah evaluasi pra operasi menyeluruh yang mencakup pertanyaan
tentang kecenderungan perdarahan, penggunaan alkohol, penggunaan obat anti
koagulan (termasuk aspirin dan obat anti peradangan non steroid) dan riwayat
hipertensi dapat membantu mengurangi risiko perdarahan yang dapat berlebihan
dan pembentukan gumpalan bekuan di bawah donor paska operasi. Diabetes
mellitus, kekurangan gizi atau merokok dapat meningkatkan risiko kegagalan
skin grafts, dan setiap riwayat ini harus diidentifikasi sebelum operasi. Obat
imunosupresif juga dapat mengganggu penyembuhan luka sehingga
meningkatkan risiko kegagalan skin grafts.

28
2.4 Donor
Pemilihan daerah donor untuk FTSG tergantung warna, tekstur,
ketebalan, dan kualitas sebasea. Donor sebagian besar diambil dari daerah
terpajan sinar matahari diatas bahu yang warna, pola vaskular, tekstur, dan
distribusi baik. Donor dapat digunakan hingga 24 jam setelah diangkat jika
didinginkan atau disimpan di es. Sebelum donor dijahit ke tempatnya, defatting
harus dilakukan. ini merupakan langkah penting, karena kontak langsung antara
donor dan daerah resipien memungkinkan untuk koneksi antara pembuluh darah
baru dan dukungan nutrisi dari dasar defek. Jaringan adiposa yang melekat pada
donor memiliki vaskularisasi buruk dan karena itu bukan merupakan media
jaringan yang baik untuk pertumbuhan pembbuluh darah baru antara donor dan
dasar resipien.

2.5 Post Operatif


Imobilisasi donor diatas permukaan resipien dapat dimaksimalkan dengan
penggunaan pembalut tekanan, untuk memastikan kontak langsung antara
donor dan permukaan resipien. Penekanan membantu untuk imobilisasi donor
selama periode kritis revaskularisasi dan membantu mencegah pembentukan
hematoma atau seroma. Pasien harus diingatkan bahwa pasokan vaskular donor
tersebut masih rapuh selama beberapa pekan. Untuk alasan ini, trauma seperti
mandi air langsung ke daerah tersebut, dan aktivitas yang berlebihan harus
dihindari untuk 1 sampai 2 pekan kemudian. Prosedur operasi skin grafting
sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien,
dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga
pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian
perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan
grafting adalah:
a. Kulit donor setipis mungkin
b. Hindari gerakan pergeseran antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting)
c. Drainase yang baik
d. Gunakan kasa adsorben
29
2.6 Komplikasi
No Jangka Pendek Jangka Panjang
1 Infeksi Masalah kosmetik
2 Hematoma Masalah Fungsional
3 Seroma
4 Pergeseran berlebihan donor di
atas permukaan resipien

3. DEBRIDEMENT
3.1. Definisi
Debridemen merupakan bagian integral dari manajemen perawatan luka.
Debridemen merupakan pengangkatan jaringan luka yang tidak layak untuk
meningkatkan pemulihan luka. Karakteristik jaringan yang perlu di debridemen
yaitu kuning, abu-abu, biru, coklat atau hitam, konsistensi berlendir atau
membentuk jaringan skar. Luka kronik sering terdapat adanya jaringan nekrotik
atau jaringan basah yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri dan
menghalangi proses penyembuhan luka. Ketersediann nutrien dan oksigen serta
adanya jaringan iskemik menjadikan lingkungan yang ideal bagi bakteri aerobik
maupun anaerobik untuk memperbanyak diri. Luka kronik memungkinkan
debridemen berulang untuk mencegah luka kembali pada masa luka kronik yang
tidak sehat. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran
darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan
tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi-
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
30
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain
itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro-organisme
patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang
melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan
juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini
juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
-
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih
dari 3 minggu.
-
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
-
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
-
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
3.2 Metode
Tipe Mekanisme Aksi Keuntungan Kerugian
Autolytic Menggunakan Dapat digunakan Prosesnya lama,
enzim tubuh untuk pre meningkatkan
pasien untuk debridemen, jika potensi infeksi
rehidrasi, hanya sedikit dan kelelahan
melembutkan dan jaringan yang pada pasien
mencairkan akan diangkat.
jaringan skar Dapat juga
padat. digunakan jika
metode lain tidak
mungkin
dilakukan
Biosurgical Larva lalat botol Selektivitas tinggi biaya lebih mahal

31
hijau dapat dan cepat dibandingkan
digunakan untuk dengan autolytic
mengangkat debridemen,
jaringan nekrotik. tetapi prosesnya
Larva juga dapat lebih seingkat.
memakan Tidak cocok
organisme untuk semua
patogen pada pasien atau luka
luka
Hydrosurgical Mengangkat Proses singkat Membutuhkan
jaringan nekrotik dan selektif. peralatan khusus.
menggunakan Mampu
balok garam mengangkat
berenergi tinggi hampir semua
untuk memotong jaringan
jaringan nekrotik
Mechanical metode Metode terbaru , Membutuhkan
tradisional yang lebih selektif dan ganti balutan
menggunakan cepat yang sering dan
kasa basah – meningkatkan
kering yang nyeri pasien
mengering dan
menempel pada
lapisan atas luka,
ketika balutan
diangkat maka
jaringan nekrotik
pun akan
terangkat
Sharp Mengangkat Selektif dan Berisiko
jaringan nekrotik cepat. Tidak terjadinya
menggunakan membutuhkan kerusakan

32
pisau bedah, analgesik pembuluh darah,
guting atau saraf dan tendon
forcep.
Surgical Pemotongan Selektid dan Terasa nyeri pada
jaringan nekrotik, paling baik pasien dan
meliputi digunakan untuk membutuhkan
pengangkatan area yang luas anastesi.
jaringan yang dan
sehat. membutuhkan
pengangkatan
yang cepat
Ultrasonic Peralatan yang Segera dan Membutuhkan
digunakan selektif. Dapat waktu yang
ultasonik. digunakan untuk cukup lama untuk
debridemen di b persiapan dan
eberapa sesi pensterilan

33
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Konsep Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori


A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Nama : Tn/Ny ...................................
Tanggal Lahir : ............
Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
Agama : ..............................................
Pendidikan : ..............................................
Pekerjaan : ..............................................
Suku Bangsa : ..............................................
Status : ..............................................
No. CM : ..............................................
Tanggal Masuk : ..............................................
Tanggal Pengkajian : ..............................................
Alamat : ..................................................................................................
..................................................................................................

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : ..............................................
Umur : ............ Thn
Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
Hubungan dengan Pasien : ..............................................
Alamat : ...........................................................................................
...........................................................................................

c. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri

34
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada riwayat kesehatan sekarang biasanya klien mengeluh nyeri dengan kualitas
seperti terbakar, menusuk dan tidak tertahankan. Nyeri dirasakan pada bagian
tubun yang terkena kontak langsung atau paparan, skala nyeri tergantung
keparahan bisa dari 3-9 nyeri dirasakan sesaat setelah terjadi kecelakaan .
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit
kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alcohol.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya jarang ditemui anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
yang sama dengan apa yang klien alami sekarang.
e. Pola Aktifitas Sehari-hari
No ADL Saat Sehat Saat Sakit
1. Nutrisi
a. Makan
 Jenis NLP Sesuai diet
 Frekwensi/Jumlah 3x sehari dengan jumlah Sesuai diet
1 porsi makan
 Pantangan - -
 Keluhan - Mual dan muntah
b. Minum
 Jenis Air mineral Air mineral (jika
memungkinkan)
 Frekwensi/Jumlah 2L perhari < dari 2L perhari
 Pantangan - -
 Keluhan - Resiko kekurangan
cairan kurang dari
kebutuhan
2. Istirahat dan Tidur
a. Malam

35
 Lama 7-8 jam 3-4 jam
 Kualitas Nyenak Tidak nyenyak
 Keluhan - Gelisah, nyeri
b. Siang
 Lama 1-2 jam 1-2 jam
 Kualitas Nyenyak Tidak nyenyak
 Keluhan - Gelisah, nyeri, cemas
3. Eliminasi
a. BAK
 Frekwensi 3x perhari 1-2x perhari
 Warna Kuning jernih Kuning kecoklatan
 Bau Khas urine Khas urine
 Kesulitan - Resiko kekurangan
cairan kurang dari
kebutuhan
b. BAB
 Frekwensi 1-2x perhari 1-2x perhari
 Konsistensi Padat Padat
 Warna Kuning Kuning
 Bau Khas feces Khas feces
 Kesulitan - Konstipasi

4. Personal Hygiene
a. Mandi
 Frekwensi 2-3 x perhari Tidak mandi
 Penggunaan sabun Ya Tidak
 Gosok gigi Ya Tidak
 Gangguan - Defisit perawatan diri,
Nyeri
b. Berpakaian
 Frekwensi 2-x ganti Tidak pernah ganti

36
f. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan Umum :
Biasanya pasien dating dengan keadaan kotor mengeluh panas, nyeri dan merasa
gelisah dan biasa mengalami penurunan kesadaran bila luka bakar mencapai
derajat cukup berat.
 Kesadaran: compos metris, apatis, samnolen, stupor bahkan sampai koma
 GCS :
E :
M :
V :
 TTV : T : mmHg biasanya pada TD mengalami penurunan
N : x/mnt biasanya ditemui dengan nadi yang cepat
R : x/mnt pada beberapa kasus ditemui dengan klien yang
kekurangan
O
S : C biasanya ditemui dengan keadaan suhu dingin
2) Sistem Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
3) Sistem Kardiovakular
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).

37
4) Sistem Pencernaan
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5) Sistem Persarafan
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
6) Sistem Endokrin
Jarang ditemukan perubahan atau kasus, akan tetapi beresiko untuk terjadinya
masalah pada ginjal akibat dari dehidrasi.
7) Sistem Genitourinaria

8) Sistem Muskuloskeletal
Pada beberapa kasus terjadi tonus otot melemah, atropi, tremor , terjadi
penurunan kekuatan otot karena nyeri.
9) Sistem Integumen dan Imun
Ditemukan ruam kemerahan, perlukaan, lessi dan luka terbuka dengan derajat
kedalaman bervariasi tergantung keparahan.
10) Sistem Wicara dan THT
Pada beberapa kejadian ditemukan suara pasien parau, tidak bisa diajak
komunikasi karena syok dan penurunan kesadaran serta keseimbangan tubuh
lazimnya terganggu karena nyeri dan factor lainnya.
g. Data Psikologis
 Status Emosi : klien biasanya menerima kondisi sakitnya
 Kecemasan : kecemasan biasa terjadi karena kurangnya pengetahuan, rasa
takut yang berlebih, kecemasan memikirkan keluarga.

38
 Pola Koping : koping klien biasanya dengan marah dan berterik kesakitan
 Konsep Diri :
 Body Image :
Kebanyakan klien merasa malu karena luka yang dideritanya tidak akan bisa
sembuh 100% seperti dahulu.
 Harga Diri :
Lazimnya klien merasa malu karena keadaan yang dideritanya, lama kelamaan
perasaan mengehargai dirinya akan terbangun dengan sendirinya.
 Ideal Diri :
Klien mengharapkan untuk cepat sembuh dan kembali beraktifitas seperti
semula sebelum sakit.
 Peran Diri :
Klien berperan sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat
 Identitas Diri :
Lazimnya klien menyadari dirinya sebagai seorang pria/wanita.
h. Data Sosial

i. Data Spiritual

j. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
- Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
- Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.

39
- GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbondioksida (PaCO2) mungkin terlihat padaretensi karbon monoksida.
- Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awalmungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal
dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
- Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatancairan.
- Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungandengan perpindahan cairan
interstisial ataugangguan pompa, natrium.
- Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
- Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
- BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
- Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
- EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemiamiokardial atau distritmia.
Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhanluka bakar.
k. Program dan Rencana Pengobatan
Biasanya diberikan terapi cairan IV, obat anti nyeri, obat anti inflamasi

40
2. Analisa Data
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : klien mengeluh F Etiologi Nyeri berhubungan dengan
nyeri V kerusakan kulit / jaringan
DO : Luka Bakar
TTV tidak normal V
Skala nyeri klien lebih Kerusakan kulit
dari 5 V
Klien terlihat tegang dan Adanya luka terbuka
meringis V
Klien terlihat tidak Mengenai ujung saraf
nyaman perifer
V
Nyeri
2 DS : klien mengeluh F Etiologi Kekurangan volume cairan
lemas V tubuh berhubungan dengan
DO : Luka Bakar penguapan berlebih dan luka
Terilhat kulit klien kering V terbuka
Mukosa bibir kering Kerusakan kulit
Turgor kulit tidak normal V
Konjungtiva anemis Adanya luka terbuka
Mata tampak cekung V
Output urine sedikit Penguapan berlebih
dengan konsentrasi warna V
coklat gelap Kehilangan cairan
V
Dehidrasi
V
Timbul manifestasi
dehidrasi
V
Kekurangan volume

41
cairan
3 DS : klien mengeluh F Etiologi Ketidak seimbangan nutrisi
lemas V kurang dari kebutuhan tubuh
DO Luka bakar berhubungan dengan
BB klien menurun V hipermetabolisme dan luka
IMT dibawah normal Hipermetabolisme terbuka.
Klien makan dengan V
tidak habis Konsumsi O2, kalori
dengan cepat
V
Peningkatan kebutuhan
kalori dan protein
V
Pelepasan glukosa,
ketidak seimbangan
nitrogen
V
Glukosa neogenesis
V
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4 DS : F Etiologi Resiko Infeksi berhubungan
DO V dengan adanya luka terbuka
Terdapat luka terbuka Luka bakar
Suhu tubuh meningkat V
Terlihat tanda tanda Kulit rusak
infeksi V
Luka terbuka
V
Hilang lapisan pelindung
kulit

42
V
Jalan masuknya
mikroorganisme
V
Resiko Infeksi

B. Diagnosa Keperawatan
Tanggal Ditemukan
No Diagnosa Keperawatan
Tanggal Nama & Paraf
1 Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit /
jaringan
2 Kekurangan volume cairan tubuh
berhubungan dengan penguapan berlebih dan
luka terbuka
3 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipermetabolisme dan luka terbuka.
4 Resiko Infeksi berhubungan dengan adanya
luka terbuka

43
C. Perencanaan
Perencanaan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1 2 3 4 5
1 1 Setelah dilakukan asuhan NIC :
Pain Management
keperawatan selama Lakukan pengkajian nyeri
3x24 jam klien secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
menunjukan respon frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
penurunan skala nyeri Observasi reaksi nonverbal
dan terlihat tenang. dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik
NOC : komunikasi terapeutik untuk
Pain Level, mengetahui pengalaman nyeri
Pain control, pasien
Comfort level Kaji kultur yang
Kriteria Hasil : mempengaruhi respon nyeri
Mampu mengontrol Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri (tahu penyebab nyeri, masa lampau
mampu menggunakan Evaluasi bersama pasien
tehnik nonfarmakologi dan tim kesehatan lain tentang
untuk mengurangi nyeri, ketidakefektifan kontrol nyeri
mencari bantuan) masa lampau
Melaporkan bahwa Bantu pasien dan keluarga
nyeri berkurang dengan untuk mencari dan
menggunakan manajemen menemukan dukungan
nyeri Kontrol lingkungan yang
Mampu mengenali nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi seperti suhu ruangan,
dan tanda nyeri) pencahayaan dan kebisingan
Menyatakan rasa Kurangi faktor presipitasi
nyaman setelah nyeri nyeri
berkurang Pilih dan lakukan
Tanda vital dalam penanganan nyeri
rentang normal (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri

44
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2 2 Setelah dilakukan asuhan NIC :
selama 2x24 jam klien Fluid management
tidak menunjukan tanda Timbang
gejala dehidrasi. popok/pembalut jika
NOC: diperlukan
Fluid balance Pertahankan catatan
Hydration intake dan output yang akurat
Nutritional Status : Food Monitor status hidrasi
and Fluid Intake ( kelembaban membran
Kriteria Hasil : mukosa, nadi adekuat,
Mempertahankan urine tekanan darah ortostatik ), jika
45
output sesuai dengan usia diperlukan
dan BB, BJ urine normal, Monitor hasil lAb
HT normal yang sesuai dengan retensi
Tekanan darah, nadi, cairan (BUN , Hmt ,
suhu tubuh dalam batas osmolalitas urin )
normal Monitor vital sign
Tidak ada tanda tanda Monitor masukan
dehidrasi, Elastisitas turgor makanan / cairan dan hitung
kulit baik, membran intake kalori harian
mukosa lembab, tidak ada Kolaborasi pemberian
rasa haus yang berlebihan cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan diuretik sesuai
interuksi
Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan
Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi

3 3 Setelah dilakukan asuhan NIC :


keperawatan selama 3x24 Nutrition Management
jam klien tidak Kaji adanya alergi
mengalami penurunan makanan
BB yang berarti Kolaborasi dengan ahli
NOC : gizi untuk menentukan jumlah
Nutritional Status : food kalori dan nutrisi yang
and Fluid Intake dibutuhkan pasien.
Kriteria Hasil : Anjurkan pasien untuk
Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe
berat badan sesuai dengan Anjurkan pasien untuk
tujuan meningkatkan protein dan
Berat badan ideal sesuai vitamin C
dengan tinggi badan Berikan substansi gula
Mampu Yakinkan diet yang
mengidentifikasi kebutuhan dimakan mengandung tinggi
nutrisi serat untuk mencegah
46
Tidak ada tanda tanda konstipasi
malnutrisi Berikan makanan yang
Tidak terjadi penurunan terpilih ( sudah
berat badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak
atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan
kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
47
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4 4 Setelah dilakukan asuhan NIC :


selama 1x24 jam resiko Infection Control (Kontrol
infeksi dapat diatasi infeksi)
dengan tidak Bersihkan lingkungan
menunjukan tanda tanda setelah dipakai pasien lain
infeksi Pertahankan teknik
NOC : isolasi
Immune Status Batasi pengunjung bila
Knowledge : Infection perlu
control Instruksikan pada
Risk control pengunjung untuk mencuci
Kriteria Hasil : tangan saat berkunjung dan
Klien bebas dari tanda setelah berkunjung
dan gejala infeksi meninggalkan pasien
Mendeskripsikan proses Gunakan sabun
penularan penyakit, factor antimikrobia untuk cuci
yang mempengaruhi tangan
penularan serta Cuci tangan setiap
penatalaksanaannya, sebelum dan sesudah tindakan
Menunjukkan kperawtan
kemampuan untuk Gunakan baju, sarung
mencegah timbulnya tangan sebagai alat pelindung
infeksi Pertahankan
Jumlah leukosit dalam lingkungan aseptik selama
batas normal pemasangan alat
Menunjukkan perilaku Ganti letak IV perifer
hidup sehat dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter
intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
Tingktkan intake
nutrisi
Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
48
Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan
kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur
positif

Asuhan Keperawatan Pada Ny.R Dengan Gangguan Sistem Integumen


Dengan Diagnosa Medis Combustio Di Ruang Mawar RSUD Kota Bandung

3.1 Pengkajian
49
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. R

Tanggal Lahir : 20 Juni 1979

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Sunda

Status : Sudah Menikah

No. CM : 830821

Tanggal Masuk : 27 Oktober 2019

Tanggal Pengkajian : 1 Oktober 2019

Alamat : Andir Kidul RT 3 RW 3

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. N

Umur : 72 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hubungan dengan Pasien : Ibu Kandung

Alamat : Andir Kidul RT 4 RW 3

c. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan mengeluh nyeri, nyeri dirasakan ketika klien

50
bergerak dan berkurang ketika klien diam, klien mengatakan nyerinya
seperti terbakar, nyeri dirasakan di seluruh bagian luka. Klien
mengatakan skala nyeri klien berada pada nilai 8. Nyeri dirasakan
setiap saat.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan klien mempunyai riwayat asma.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga klien yang mempunyai penyakit
yang sama.

e. Pola Aktifitas Sehari-hari


No ADL Saat Sehat Saat Sakit

5. Nutrisi

c. Makan

 Jenis Nasi dan lauk pauk Nasi, lauk pauk, dan sayur

 Frekwensi/Jumlah 3x/hari Porsi 1 piring habis.


3x/hari.

 Pantangan Tidak ada Tidak ada

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

d. Minum

 Jenis Air mineral, teh, susu Air mineral

 Frekwensi/Jumlah 5 gelas/ hari 5 gelas/hari

 Pantangan Tidak ada Tidak ada

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

6. Istirahat dan Tidur

51
c. Malam

 Lama 5 jam 6-7 jam

 Kualitas Baik Baik

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

d. Siang

 Lama 2 jam 1-2 jam

 Kualitas Baik Baik

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

7. Eliminasi

c. BAK

 Frekwensi 5-6x/hari 4000cc/hari

 Warna Kuning Kuning

 Bau Khas Urin Khas Urin

 Kesulitan Tidak ada Klien memakai kateter

d. BAB

 Frekwensi 1x/hari Belum BAB selama di RS


 Konsistensi Lembek
 Warna Kuning kecoklatan
 Kesulitan Tidak ada Sakit saat mengedan

 Bau Khas Fese

Personal Hygiene

8. c. Mandi

52
 Frekwensi 2X/hari 2x washlap

 Gosok gigi 2x/hari Belum

 Gangguan Tidak Ada Tidak bisa mandi karena


luka

d. Berpakaian

 Frekwensi 2x/hari Memakai samping diganti


1x/hari

f. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan Umum
Kesadaran klien tampak komposmentis dengan nilai GCS 15.
T : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 37ºC
2. Sistem Pernafasan

Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret ataupun sumbatan, sinus

tidak nyeri, tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

pernapasan cuping hidung, bentuk dada simetris, tidak ada nyeri

tekan pada dada.

3. Sistem Kardiovaskuler

sclera putih, konjungtiva berwarna merah muda. tidak ada

pembengkakan. Nadi teraba teratur, dan kuat. Arteri karotis teraba

kuat. CRT < 3 detik, akral terasa hangat.

4. Sistem Pencernaan

53
Mukosa mulut lembab, lidah tak tampak kotor Tidak adanya lesi ,

jejas, kemerahan, benjolan ataupun nyeri tekan pada bagian perut

tidak ada edema.

5. Sistem Persarafan

Kesadaran klien composmentis, GCS 15 (E4V5M6), klien mampu

merespon terhadap ransangan verbal dan klien dapat berbicara

dengan jelas orientasi terhadap orang dan tempat cukup baik,

terbukti klien mengenali anggota keluarganya, mengetahui bahwa

klien sedang di rumah sakit. Orientasi terhadap waktu juga cukup

baik, terbukti klien mengetahui saat malam. Nervus II (Optikus)

Klien dapat membaca papan nama perawat dengan jarak ± 30 cm,

pergerakan bola mata bebas. Nervus III (Okulomotorius) Reflek

pupil mengecil saat diberi rangsang cahaya, dapat berkedip dengan

spontan. Nervus IV (Troklearis) Klien dapat menggerakkan bola

mata keatas. Nervus IX (Glosofaringeus) Klien bisa membuka

mulut dan mengunyah. Nervus X (Vagus) Reflek menelan baik, dan

ada nyeri ketika menelan. Nervus XII (Hipoglosus) Klien dapat

menjulurkan lidah keluar.

6. Sistem Genitourinari

Terdapat luka terbuka pada bagian genitalia.

7. Sistem Muskuloskeletal

Ekstremitas atas:

54
Terlihat balutan di tangan kiri dan kanan, tangn kiri dan kanan

terlihat bengkak. Klien memiliki keterbatasan bergerak karena luka

yang dialaminya.

Ektstremitas bawah : kaki tidak simetris.

Terlihat balutan di kaki kiri dan kanan, kaki kiri dan kanan terlihat

bengkak. Klien memiliki keterbatasan bergerak karena luka yang

dialaminya.

8. Sistem Integumen dan Imun

Kulit kepala bersih, rambut agak lengket, warna rambut hitam,

warna kulit sawo matang, turgor kulit baik dan kembali dalam 2-3

detik ketika dicubit, kulit luka klien lembab. Terdapat luka terbuka

pada bagian punggung.

9. Sistem Endokrin

Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM,

hypertensi dan klien tidak pernah mengalami pengangkatan kelenjar

tiroid.

10. Sistem Wicara dan THT

Klien dapat berbicara dengan jelas, Tidak ada gangguan saat

berbicara, dan klien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan

jelas.

Bentuk telinga simetris, pendengaran baik, terbukti klien dapat

mendengar perawat. Hidung bersih tidak ada sekret, tidak terdapat

nyeri tekan pada sinus, leher tampak normal dan tidak ada masalah.

55
g. Data Psikologis

 Status Emosi : klien tampak tenang. Emosi klien tampak stabil dan

klien terlihat tenang.

 Kecemasan : klien tampak tenang

 Pola Koping : klien menerima dengan kondisinya saat ini

 Konsep Diri :

 Body Image : klien tampak lemah

 Harga Diri : klien mengatakan berharga dalam keluarganya

karena klien sebagai ibu rumah tangga

 Ideal Diri : klien berharap sakitnya bisa cepat membaik karena

klien merupakan ibu dari seorang anak.

 Peran Diri : klien merupakan ibu

 Identitas Diri : klien seorang perempuan dan sebagai ibu rumah

tangga

h. Data Sosial

Klien tampak berkomunikasi baik dengan keluarga, maupun dengan

petugas lainnya.

i. Data Spiritual

Klien mengatakan bahwa sakit yang dirasakannya sekarang merupakan

takdir tuhan.

j. Data Penunjang
1) Labortorium
Hasil Pemeriksaan Labortorium Tanggal : 30-09-2019 jam 18.10

56
Jenis Satuan
No Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan

1 Hemoglobin 13,7 gr % 11,7-15,5

2 PCV 42 % 40-52

3 Eritrosit 4,56 Juta/mm3 3,8-5,2

4 MCV 93 1L 80-100

5 MCH 30 Pg 26-34

6 MCHC 34 gr/dl 32-36

7 Leukosit 7.560 /mm3 3,6-11

8 Trombosit 258.000 mm3 150-440

Hasil Pemeriksaan Labortorium Tanggal : 30-09-2019 jam 18.27

Jenis Satuan
No Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan

Hematologi

Waktu Menit
1 6º30º 5-11
pembekuan
Waktu Menit
2 2º00º 1-3
pembekuan

k. Program dan Rencana Pengobatan


No Obat Dosis Waktu Cara Jenis/Golongan Indikasi
Obat
1 Meropenem 11.00 IV Antibiotik Menghentikan
WIB pertumbuhan
bakteri dan
57
membunuh
infeksi
2 Metronidazol 11.00 IV Antibiotik Menghentikan
WIB pertumbuhan
bakteri
3 Ranitide 11.00 IV Antagonis H2 Menurunkan
WIB asam lambung
4 Tetagram 13.00 Tetanus Pencegahan
WIB imunoglobulin tetanus pada
luka
5 Katerolak 10.00 IV Anti implamasi Meredakan
WIB non steroid peradangan dan
rasa nyeri

ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS : - Klien Termis Gangguan rasa
mengeluh nyaman nyeri b.d
nyeri terpapar api kerusakan kulit
- Klien
mengatakan keusakan epidermis dan
skala nyeri klien dermis
berada pada
nilai 8 pejanan lebih dari 15 menit
DO : Terdapat luka
bakar di kedua tangan, luka bakar
punggung, kedua kaki
efek terhadap kulit

58
kehilangan lapisan kulit

gangguan rasa nyaman nyeri

2. DO: Terdapat luka Termis Kerusakan


bakar di kedua tangan, Intergritas kulit
punggung, kedua kaki terpapar api b.d kerusakan
jaringan kulit
keusakan epidermis dan
dermis

pejanan lebih dari 15 menit

luka bakar

kerusakan jaringan kulit

Kerusakan intergitas kulit


3. DO : Terdapat luka Termis Hambatan
terbuka pada bagian Mobilitas fisik b.d
punggung dan genitalia terpapar api pergerakan
terbatas
keusakan epidermis dan
dermis

pejanan lebih dari 15 menit

luka bakar

kerusakan jaringan kulit

59
Pergerakan terbatas

Hambatan Mobilitas fisik


4. DO : Luka terbuka, Resiko infeksi b.d
luka lembab

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda Tangan
Ditemukan
1 Gangguan rasa nyaman nyeri 1 Oktober 2019
berhubungan dengan kerusakan
kulit

2 Kerusakan Intergritas kulit 1 Oktober 2019


berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit
3 Hambatan Mobilitas fisik 1 Oktober 2019
berhubungan dengan
pergerakan terbatas
4

3.3 PERENCANAAN
NO. DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTEVENSI (NIC) RASIONAL
1. Setelah dilakukan NIC 3: Manajemen nyeri
1 Mengkaji skala
tindakan 1. Kaji skala nyeri
nyeri maka akan
keperawatan selama mengetahui
perkembangan
3x24 jam diharapkan
nyeri yang
nyeri akan hilang dirasakan.
dengan Kriteria
2 Dengan
Hasil : 2. Lakukan TTV mengetahui TTV
maka akan
1 Klien sudah
mendapatkan
60
mengenali nyeri hasil keadaan
umum klien
2 Skala nyeri
3 Untuk
berkurang 3. Ajarkan tekhnik mengurangi rasa
nyeri
menjadi 2 relaksasi nafas dalam
3 Saat aktivitas 4 Obat analgesik
berfungsi untuk
sudah tidak nyeri 4. Berikan analgesik
mengurangi rasa
untuk mengurangi nyeri
nyeri
2. Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang 1. Mengkaji
mobilitas fisik kemampuan klien
tindakan kemampuan secara
beraktifitas dapat
keperawatan selama fungsional mengetahui
sejauh mana
3x24 jam diharapkan
pasien dapat
pasien tidak beraktifitas
secara mandiri
mengalami
2. Mengubah posisi
gangguan mobilitas 2. Ubah posisi minimal berfungsi untuk
melancarkan
fisik dengan kriteria tiap 2 jam
peredaran darah
hasil: untuk mencegah
luka dekubitus
1 Pasien mampu
3. Rentang gerak
melakukan 3. Ajarkan pasien untuk aktif mencegah
kekakuan otot
aktivitas mandiri latihan rentang gerak
karena terlalu
2 Pasien mampu aktif pada lama berbaring
mempertahankan ekstermitas yang
/meningkatkan sehat
kemampuan otot 4. Libatkan keluarga
4. Agar keluarga
untuk membantu bisa melatih klien
pasien latihan gerak untuk tidak
bergantung
kepada perawat
dan
memandirikan
klien

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan


1. Memonitor tanda
61
tindakan 1. Memonitor terhadap infeksi merupakan
cara untuk melihat
keperawatan selama tanda gejala infeksi
perkembangan
3 x 24 jam pasien luka.
2. Teknik aseptif
tidak mengalami
berfungsi untuk
infeksi dengan 2. Pertahankan teknik mencegah
masuknya
kriteria hasil: aseptif
mikroorganisme
1 Pasien bebas dari kedalam luka
sehingga dapat
tanda dan gejala
terjadinya infeksi.
infeksi 3. Untuk
menghindari
2 Pasien 3. Batasi pengunjung
penyakit
menunjukkan bila perlu nosokomial
kemampuan
4. Agar tangan bebas
untuk mencegah 4. Cuci tangan setiap dari bakteri
timbulnya sebelum dan sesudah
infeksi. tindakan keperawatan
5. Masukan nutrisi
5. Tingkatkan intake
yang cukup
nutrisi berfungsi untuk
mempercepat
proses
penyembuhan
6. Pemberian
6. Kolaborasi
antibiotik
pemberian antibiotic berfungsi untuk
membunuh kuman
penyebab infeksi
7. Dorong klien untuk 7. Untuk mencegah
pergeseran atau
istirahat
perubahan posisi
tulang
(depormitas)

8. Ganti perban 8. Ganti perban


berungsi untuk
membersihkan
luka supaya
terhindar dari
infeksi.

62
3.4 PELAKSANAAN
NO TANGGAL IMPLEMENTASI DIAGNOSA PARAF
&JAM
1 Selasa, 1 1. Mengkaji skala nyeri 1
Oktober
Hasil : skala nyeri 4
2019
(18.30 2. Mencuci tangan setiap sebelum
WIB) 1
dan sesudah tindakan
keperawatan
Hasil : 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand rub
- Menuang cairan handrub pada
telapak tangan kemudian usap
dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan
arah memutar.
- Mengusap dan gosok juga
kedua punggung tangan
secara bergantian.
- Menggosok sela-sela jari
tangan hingga bersih.
- Membersihkan ujung jari
secara bergantian dengan
posisi saling mengunci.
- Menggosok dan putar kedua
ibu jari secara bergantian.
- Meletakkan ujung jari
ketelapak tangan kemudian
gosok perlahan
3. Mengganti perban
Hasil :

63
4. Mengajarkan tekhnik
relaksasi nafas dalam
Hasil :
Klien tampak mengikuti dengan
menarik nafas dari hidung dan
mengeluarkan dari mulut selama
3x

3.5 EVALUASI
HARI/TANGGAL DP Ke PERKEMBANGAN PARAF

64
BAB IV

PEMBAHASAN

Luka bakar merupakan respons kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma

suhu/termal yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas

kepada tubuh (Smeltzer dan Bare, 2011). Berdasarkan kasus temuan dilapangan

klien datang ke RS dengan keadaan luka bakar di sekujur tubuh akibat terkena

ledakan gas kompor. Berdasarkan klasifikasi luka bakar penyebab luka bakar

klien disebabkan oleh karena api dengan kedalaman luka bakar derajat II dalam

(deep) dengan tanda-tanda adanya kerusakan pada epidermis dan dermis, ada

vesikel, dengan luka yang merah muda dan putih dan sangat nyeri. Ukuran luka

bakar klien berdasarkan rule of nine yaitu 18% (tangan kanan dan tangan kiri),

18% (setengah dari badan depan dan badan belakang), 36% (tungkai kiri dan

kanan), dan 1% (genetalia) sehingga totalnya 73% luas ukuran luka bakar dengan

tingkat keseriusan luka bakar berat (major burn).

Berdasarkan teori proses penyembuhan atau perjanan penyembuhan luka

bakar pada derajat II dalam (deep) membutuhkan waktu 2-3 minggu atau lebih

dari 1 bulan. Klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:

akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka

waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak

tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4–6 minggu. Luka dikatakan

mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi

akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi.

65
Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat berkurang,

jaringan luka semakin membaik. Jika dilihat dari kondisi klien, saat ini klien

sudah dirawat terhitung dari tanggal masuk 27 september sampai dengan tanggal

8 oktober 2019 sudah 12 hari klien dirawat. Proses penyembuhan klien sedang

dalam fase proliferasi dimana terdapat tanda yaitu kemerahan dengan permukaan

berbenjol halus yang disebut granulasi serta epitel tepi luka terlepas dari dasar.

Klien sudah melakukan operasi sebelumnya, namun klien direncanakan akan

melakukan operasi lagi khususnya untuk lengan bagian kanan akibat klien kurang

melakukan mobilisasi sehingga lengan klien kaku dan sulit diluruskan. Namun,

untuk mobilisasi klien masih sulit melakukan mobilisasi diakibatkan adanya

perban diekstremitas atas dan bawah juga dikarenakan nyeri yang semakin sakit

apabila digerakan.

Penatalaksanaan yang dilakuka pada klien dengan jenis perawatan luka

adalah dengan membersihkan luka atau mengganti perban setiap 2 hari sekali atau

sesuai dengan kondisi perban atau luka. Debridemen yang dilakukan dengan cara

membuang jaringan nekrotik dan dibersihkan dan setelah itu diberikan obat

topical (salep) dan dibalut kembali dengan perban. Tetapi memiliki kekurang dari

penggunaan perban ini dikarenakan membuat keterbatasan dalam mobilisasi dan

rentang gerak, sehingga dapat menimbulkan masalah baru akibat kurangnya

rentang gerak. Metode debridement yang digunakan yaitu mechanical yaitu

dengan menggunakan kasa basah dan kering yang mengering dan menempel pada

lapisan atas luka, ketika baluran diangkat maka jaringan nekrotik pun akan

terangkat, dengan keuntungan lebih selektif dan efektif namun dengan metode ini

66
membutuhkan penggantian balutan yang sering mengakibatkan meningkatkannya

rasa nyeri .

67
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., M & Hawk, J., H (2009). Medical surgical nursing: clinical
management for positive outcome. 8th Ed. USA: Elsevier
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
CMS. (2017). Debridement. Retrieved from http://cms.wounds-
uk.com/media/WUK_MADE_EASY_debridement_2final.pdf 3
November 2017
Diehl, O. L., Kaminski, M. Fran. (2004). Choosing the
right fluid to counter hypovolemic shock.
Nursing Organization.
Hasselt, E.J. (2008). Burns manual: A manual for healthworkers. (2nd Ed).
Beverwijk: Nederlandse Brandwoden Stitching.
Pham, T.N., Cancio, L.C., Gibran, N.S. (2008). American burn association
practices guidelines: Burn shock resuscitation. Journal of Burn
Care and Research, 29, 257-265. (Dec, 2nd 2015).
http://www.downstate.edu/emergency_medicine/documents/burnca
re.pdf
Sibero, H.H. (2015). Full-thickness skin grafts. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=328310&val=
5503&title=Full-Thickness%20Skin%20Grafts 3 November 2017
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010).
Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical nursing. 12th
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
World Health Organization. (2007). Burns. Retrieved from

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/ 4 November

2017.

68
69

Anda mungkin juga menyukai