Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

(DIFTERI )

A. Pengertian

Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang

diserang terutama saluran pernafasaan bagian atas dengan tanda khas

timbulnya pseudo membran (Ngastiyah, 2005).

Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular,sangat

berbahaya pada anak –anak terutama menyerang saluran pernafasan

bagian atas,penularannya melalui percikan ludah dari orang yang

membawa kuman ke orang lain yang sehat (Sulianti Suroso. 2004).

Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri

penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).

Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh

Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif

(Jauhari,nurudin. 2008).

Difteri adalah suatu infeksiakut yang disebabkan oleh bakteri

penghasil racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).

Dapat penulis simpulkan bahwa difteri adalah infeksi akut pada

anak-anak yang menyerang saluran pernapasan atas dan disebabkan oleh

Corynebacteium diphtheria.
B. Etiologi

Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini

ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau

benda maupun makanan yang telah terkontaminasi  oleh bakteri. Biasanya

bakteri ini berkembang biak pada atau disekitar selaput lender mulut atau

tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung

dapat dilakuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat

ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.

Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu

kesehatan anak, sifat  bakteri Corynebacterium diphteriae :

1. Gram positif

2. Aerob

3. Polimorf

4. Tidak bergerak

5. Tidak berspora

Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama

10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah

mengering.Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan

intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni  dalam biakan agar darah

yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:


1. Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah

berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah

yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan

kuman.

2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni

jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran

perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal

dan jaringan saraf.

C. Klasifikasi

Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI

membagi penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :

1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa

hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.

2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring

(dinding belakang rongga mulut), sampai menimbulkan

pembengkakan pada laring.

3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai  dengan

gejala komplikasi  seperti miokarditis (radang otot jantung),

paralysis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Menurut  bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini juga

dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :


1. Difteri hidung

Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-

mula tampak pilek, kemudian secret yang keluar tercampur

darah sedikit yang berasal dari pseudomembran.

Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan

laring.

2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).

Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat

karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal

nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin

ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh

sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.Pada

kondisi yang lebih berat diawali dengan radang

tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak

terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa

bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring

atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan

regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat

terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi

walaupun belum terjadi sumbatan laring.

3. Difteri laring dan trakea

Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring

dan tonsil, daripada yang primer. Gejala gangguan nafas


berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih

berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak

retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s neck,

laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan

permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat

sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai

pertolongan pertama.

4. Difteri kutaneus dan vaginal

Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada

kulit dan vagina dengan pembentukan membrane diatasnya.

Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada

difteri, luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri

dapat pula timbul pada daerah konjungtiva  dan umbilikus.

D. Komplikasi

a. Alur pernafasan

Obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopnemonia atelaktasio

b. kardiovaskuler

miokarditis akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit

c. urogenital

dapat terjadi nefritis

d. susunan darah
kira-kiran 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi

mengenai system susunan saraf terutama system motoric.

Paralisis/parase dapat berupa :

1. paralisis/paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia,

kesukaran menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke

satu dan dua

2. paralisis/paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan

strabisinus gangguan akomodasi dilatasi pupil atau ptosis yang

setelah mingga ke tiga

3. parakisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4 kelainan

dapat mengenai otot muka, leher anggota dan yang paling penting

dan berbahaya bila mengenai otot pernafasan

E. Patofisiologi

Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana

basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-

kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa

inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-

mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi

dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan

suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide

(NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk

memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai


polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis

jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat,

produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas

akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran

yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang

tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka

akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut

dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga

menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita

tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.

F. Manifestasi Klinis

Gejala mulai timbul dalam waktu 1-4 hari setelah terinfeksi.

Sacara umum gejala yang timbul berupa (FKUI, 1999) :

1. Demam yang tidak terlalu tinggi

2. Denyut jantung cepat

3. Lesu dan lemah

4. Menggigil

5. Mual muntah

6. Nyeri saat menelan dan anoreksia

7. Pucat

8. Pembengkakan kelenjar limfa dileher

9. Sakit kepala
10. Pembengkakan kelenjar limfa dileher

11. Sesak nafas

12. Serak

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman


Corynebakterium difteri (Buku kuliah ilmu kesehatan anak, 1999).
b.  Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin
dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan
kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan (Ngastiyah,
1997).
c. Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau
bahnan di bawah membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan
media blood ( Rampengan, 1993 ).
d. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita,
suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah
mengandung antitoksin.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu
kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-
turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difter :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut
dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3
hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi
ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis
yang sangat membahayakan, dengan memberikan predison
2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas
yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada
pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat
diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10
hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita
difteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus
diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil
tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat
ini yang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda).
d. Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai
“investigational product”. Program imunisasi (Amerika Serikat)
melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am –
04.30 pm. EST; Senin – Jum’at dengan menghubungi nomor telepon
404-639-8255). Diluar jam kerja dan pada waktu hari libur
menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-2888. DAT
disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara bagian di
Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin test
untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika
hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 –
100.000 unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk
kasus berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian
antibiotika tidak dapat menggantikan pemberian antitoksin.Procain
Penicillin G (IM) diberikan sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB
untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa per hari.
Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat juga diberikan erythromycin
40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari secara parenteral.
Jika penderita sudah bisa menelan dengan baik maka erythromycin
dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau penicillin V
per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah
ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun
sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti
azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk strain yang
sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal
penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan
1,2 juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan
erythromycin oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari
untuk anak-anak dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.

2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus
memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap
pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai
malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek
tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan
perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu
kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam
alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit
karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang
disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh
basil difteri tersebut.
a. Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea
serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan
stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak
retraksi otot, kedengaran stridor :
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk.
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang).
e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat
terjadi miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap oleh
janutng akan menyebabkan terjadinya miokarditis yang biasanya
kelainan ini timbul pada minggu kedua sampai ketiga. Untuk mencegah
adanya miokarditis hanya dengan pemberian suntikan ADS sedini
mungkin. Tetapi untuk mengetahui gejala miokarditis perlu observasi
terus menerus dan pasien harus istirahat paling sedikit 3 minggu atau
sampai hasil EKG 2 kali berturut-turut normal. Selama dirawat,
pengamatan nadi, pernapasan dan suhu dicatat dalam perawatan khusus.
Bila tidak ada alat EKG :
Pemantauan nadi sangat penting dan harus dilakukan setiap jam dan
dicatat secara teratur. Bila terdapat perubahan kecepatan nadi makin
menurun (bradikardi) harus segera menghubungi dokter.
Perawatan lain selain tanda vital dan keadaan umum :
a. Pasien tidak boleh banyak bergerak, tetapi sikap berbaringnya harus
sering diubah, misalnya setiap 3 jam untuk mencegah terjadinya
komplikasi brokopneumonia (pneumonia hipostatik).
b. Jaga kulit pada bagian tubuh yang tertekan agar tidak terjadi
dekubitus (ingat pasien tirah baring selama 3 minggu, tidak boleh
bangun).
Komplikasi yang mengenai saraf.
 Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi pada minggu pertama dan
kedua. Jika mengenai saraf palatum mole (saraf telan) dengan gejala bila
pasien minum air/susu akan keluar melalui hidungnya. Jika terjadi
demikian :
a. Cara memberikan minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit
demi sedikit.
 Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus
diperhatikan warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
 Gangguan masukan nutrisi.
Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan
karena sakit menelan juga karena anoreksia. Jika anak masih mau
menelan bujuklah agar ia mau makan sedikit demi sedikit dan berikan
makanan cair atau bubur encer dan berikan susu lebih banyak. Jika
pasien tidak amau makan sama sekali atau hanya sedikit sekali, atau
dalam keadaan sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3 hari
kemudian sesak nafas telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba
makan per oral dan apabila anak telah mau makan infus dihentikan.
Berikan minum yang sering untuk memelihara kebersihan mulut dan
membantu kelancaran eliminasi.
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
 Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur tapi sering
dijumpai pada anak (usia 1-10 tahun).
 Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan
bernapas pada waktu tidur, nyeri pada waktu makan , dan bengkak
pada tenggorokan /leher.
 Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
Pemeriksaan fisik
 Pada difteri tonsil-faring terdapat malise, suhu tubuh >

38,9 C, terdapat pseudomembran pada tonsil dan

dinding faring, serta bullnek.


 Pada difteri laring terdapat stidor,suara parau, dan batuk
kering, sementara pada obstruksi laring yang besar
terdapat retraksi supra sterna, sub costal, dan supra
clavicular.
 Pada difteri hidung terdapat pilek ringan,secret hidung
yang serosauinus sampai mukopurulen dan membrane
putih pada septum nasi.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan diagnosis pasti diperlukan sediaan
langsung dengan kultur dan pemeriksaan toksigenitas.
II. Diagnosa keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber
informasi.
 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam dr, M. Nurs,dkk.2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak,


Jakarta, Salemba Medika
www.trinoval.web.id;askep difteri

Fuadi, Hasan. 2008. Asuhan keperawatan difteri. www.detikhealth.com.  24 juni


2020. www.medicastrore.com

Iwansain. 2008. Difteria. www.iwansain.wordpress.com. 24 juni 2020

Jauhari,nurudin. 2008. Imunisasi


Difteri.www.who.lat/immunization/tipics/diphteria/en. 24 juni 2020

Kemala, Rita Wahidi. 1996. Nursing Care in Emergency. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan UI

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.

Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta: EGC


Pathways

Corynebacterium diphteriae

Kontak dengan orang atau barang yang


terkontaminasi.

Bakteri masuk lewat saluran pencernaan atau saluran


pernafasan.

Menempel di saluran pernapasan atas

Setelah inkubasi selama 2-3 jam

Corynebacterium diphteriae mengeluarkan toksin (eksotoksin)

Toksin ini diabsorpsi oleh membrane sel

Terjadi penetrasi dan interferensi dg sintesa protein

Kuman mengeluarkan enzim penghancur NAD


(Nicotinamide Adenine Dinucleotide)

Sintesa protein terputus

Nekrosis sel dan jaringan

terjadi pembentukan eksudat


produksi toksin meningkat shg infeksi meluas
terjadi pembentukan eksudat fibrin,perlengketan dan membentuk
membrane berwarna abu-abu sampai kehitaman

DIFTE Paparan
RI informasi kurang

KURANG
Hipotalamus Inflamasi PENGETAHUAN

PG naik Peningkatan secret


di paru-paru
Suhu naik HIPERTERMI
BERSIHAN JALAN
Obstruksi NAPAS TIDAK
Metabolisme EFEKTIF
meningkat
Sesak Napas ANSIETAS

Pemecahan KH, Protein,


Lemak, & adanya Sianosis
penekenan pada saraf pusat
lapar di otak
POLA NAPAS
TIDAK EFEKTIF
Nafsu makan menurun

Asupan kurang

BB turun

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH

Anda mungkin juga menyukai