Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEBIDANAN ANAK BALITA An.

A
DENGAN GIZI KURANG PADA KELUARGA Ny. S DI RT 003 RW 010
DUSUN BATUR DESA KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN
KABUPATEN SLEMAN

Laporan Individu
Mahasiswa Prodi Magister Terapan Kebidanan
Semester III T.A 2019/2020

Disusun Oleh :
I Gusti Ayu Raras Praminingrum
18710012

PROGRAM STUDI MAGISTER TERAPAN KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
2019

1
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN ANAK BALITA An. A


DENGAN GIZI BURUK PADA KELUARGA Ny. S DI RT 003 RW 010
DUSUN BATUR DESA KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN
KABUPATEN SLEMAN

Mahasiswa Prodi Magister Terapan Kebidanan


STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
Semester III T.A 2019/2020

Telah disetujui
Tanggal.........................2019

Menyetujui,
Pembimbing I

(Surjani, M.PH)

2
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN ANAK BALITA An. A


DENGAN GIZI BURUK PADA KELUARGA Ny. S DI RT 003 RW 010
DUSUN BATUR DESA KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN
KABUPATEN SLEMAN

Mahasiswa Prodi Magister Terapan Kebidanan


STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
Semester III T.A 2019/2020

Telah disetujui
Tanggal.........................2019

Menyetujui,
Pembimbing I

(Surjani, M.PH)

3
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat

menyelesaikan tugas individu yang berjudul “Asuhan Kebidanan Anak Balita An. A

dengan Gizi Kurang pada Keluarga Ny. S” dengan lancar.

Dalam penyusunan laporan individu ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai

pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada para pembimbing, keluarga Ny. S selaku pasien dan para kader yang telah

memberikan kesempatan dan memberi kemudahan sehingga laporan individu ini dapat selesai

dengan lancar serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

membantu penyusunan laporan individu ini.

Akhir kata semoga laporan individu ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya

dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan

individu ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang

bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan

terimakasih.

Yogyakarta, ___Oktober 2019

Penulis
4
DAFTAR ISI

JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

BAB I PENDAHULUAN 6

A. Latar Belakang 6

B. Tujuan Umum dan Khusus 10

C. Manfaat 10

BAB II TINJAUAN TEORI 11

A. Gizi Kurang pada Balita 11


B. Konsep Keluarga 19
C. Manajemen Kebidanan 22

BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................26

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................28

BAB V PENUTUP 34
A. Kesimpulan 34
B. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 39

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada kelompok

tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-

zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah

menderita kelainan gizi, Kejadian gizi kurang seperti fenomena gunung es dimana

kejadian gizi kurang dapat menyebabkan kematian (Pudjiadi:2005).

Tumbuh kembang yang optimal terjadi pada masa balita. Balita merupakan

kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi dan gizi buruk

(Notoatmodjo, 2010). Balita dengan asupan makanan yang baik akan mendapatkan

status gizi yang baik. Jika tidak optimal maka balita akan menderita kekurangan gizi

dan gizi buruk. Kebutuhan gizi untuk anak pada awal masa kehidupannya merupakan

hal yang sangat penting. Kekurangan gizi dapat memberikan konsekuensi buruk yang

tak terelakkan, dimana manifestasi terburuk dapat menyebabkan kematian.

Menurut UNICEF (2013) tercatat ratusan juta anak di dunia menderita

kekurangan gizi yang artinya permasalahan ini terjadi dalam populasi yang jumlahnya

sangat besar. Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan

dengan masalah kurang gizi, yang disebabkan melemahnya daya tahan tubuh terhadap

penyakit. Menurut WHO pada tahun 2010, masalah kesehatan masyarakat sudah

dianggap serius bila angka prevalensi gizi kurang pada kategori prevalensi tinggi

yaitu antara 20% - 29% dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila prevalensi gizi

kurang ≥ 30%.

6
Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi

yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang serta

sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi

nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%), prevalensi kekurangan gizi

pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi tahun 2010 terdiri

dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Perubahan

terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9 % pada tahun

2010, 5,7 % tahun 2013. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah gizi kurang

dan gizi buruk setiap tahunnya dari tahun 2010 hingga tahun 2013.

Dampak kekurangan gizi sangat kompleks, anak dapat mengalami gangguan

pada perkembangan mental, sosial, kognitif dan pertumbuhan yaitu berupa

ketidakmatangan fungsi organ, dimana manifestasinya dapat berupa kekebalan tubuh

yang rendah yang menyebabkan kerentanan terhadap penyakit penyakit seperti infeksi

saluran pernafasan, dan diare. Usaha pemutusan rantai kekurangan gizi ini tentunya

dibutuhkan pemetaan yang tepat untuk dapat mengetahui permasalahan utama yang

menyebabkan terjadinya gizi kurang dan gizi buruk.

Dampak jangka pendek dari kasus gizi kurang adalah anak menjadi apatis,

mengalami gangguan bicara serta gangguan perkembangan yang lain, sedangkan

dampak jangka panjang dari kasus gizi kurang adalah penurunan skor IQ, penurunan

perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian, serta gangguan penurunan

rasa percaya diri. Setiap daerah tentunya memiliki penyebab potensial gizi buruk dan

gizi kurang yang berbeda-beda, sehingga penting untuk mengetahui permasalahan

utamanya. Masalah gizi yang terjadi pada masa tertentu akan menimbulkan masalah

pembangunan dimasa yang akan datang. Keterlambatan dalam memberikan pelayanan

gizi akan berakibat kerusakan yang sulit bahkan mungkin tidak dapat ditolong.

7
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya angka gizi buruk dan gizi

kurang, antara lain faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, pola

asuh orang tua, makanan pendamping, penyakit infeksi, keamanan negara, terb

atasnya fasilitas kesehatan, tidak diberikan ASI Ekslusif, Berat Bayi Lahir Rendah

(BBLR), nutrisi pada saat kehamilan (Mc Donald, dkk, 2012).

Menurut UNICEF tahun 1998 yang menjadi faktor penyebab langsung dari

masalah gizi yaitu, asupan makanan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung

yaitu, ketersediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu hamil, dan pelayanan

kesehatan. Pokok masalah penyebab gizi kurang dan gizi buruk yaitu, kemiskinan,

kurang pendidikan, kurang keterampilan, serta yang menjadi akar masalah dari faktor

penyebab terjadinya masalah gizi adalah krisis ekonomi.

Penyakit infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa

cara, yaitu memengaruhi nafsu makan, menyebabkan kehilangan bahan makanan

karena muntah/diare, atau memengaruhi metabolisme makanan. Penyakit infeksi

menghambat reaksi imunologis yang normal dengan menghabiskan sumber energi

pada tubuh. Infeksi akut menyebabkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap

makanan, sehingga asupan makanan tidak cukup untuk tubuh.

Zat gizi di dalam makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau tidak mampu

memenuhi kebutuhan tubuh yang seharusnya, sehingga daya tahan tubuh akan

menurun dan memudahkan menderita penyakit infeksi sehingga anak balita tersebut

akan menderita gizi kurang. Kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan

makanan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga itu sendiri. Keluarga yang

mempunyai pendapatan relatif rendah, sulit mencukupi kebutuhan makanannya.

8
Tingkat pengetahuan ibu sangat mempengaruhi status gizi anak balita, karena

pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan

jenis pangan yang dikonsumsi. Ibu yang cukup pengetahuan gizi akan memerhatikan

kebutuhan gizi yang dibutuhkan anaknya supaya dapat tumbuh dan berkembang

seoptimal mungkin. Sehingga ibu akan berusaha memiliki bahan makanan yang

sesuai dengan kebutuhan anaknya. Pengetahuan penting peranannya dalam

menentukan asupan makanan.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam

memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Bila pengetahuan ibu

semakin baik, maka pola makan balita pun akan semakin baik. Dengan mengikuti

kegiatan posyandu setiap bulan dan majalah atau informasi tentang pengetahuan gizi

balita, maka pengetahuan ibu akan bertambah. Mengikuti kegiatan posyandu seperti

penimbangan berat badan balita akan dapat memantau pertumbuhan anak balita dan

anak balita akan mendapatkan imunisasi secara lengkap yang dapat meningkatkan

daya tahan tubuh.

Penelitian Zulfita dan Syofiah (2013) tentang faktor faktor yang

mempengaruhi kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Air Dingin Kota Padang, menyimpulkan bahwa yang menjadi faktorfaktor

penyebab gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang

adalah pola asuh ibu, status ekonomi dan pemanfaatan fasilitas kesehatan serta

penyakit infeksi yang diderita balita.

Menurut penelitian Lastanto (2015) bahwa faktor yang mempengaruhi balita

gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Cebongan yaitu tingkat pengetahuan ibu,

tingkat pendapatan keluarga, dan pemberian ASI serta berat bayi saat lahir. Menurut

penelitian Oktavianis (2016) menyimpulkan, bahwa faktor-faktor yang berhubungan

9
dengan kejadian gizi kurang pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan antara lain,

tingkat pengetahuan dan tingkat pendapatan serta pemberian ASI Ekslusif.

Dari hasil data pengkajian yang dilakukan pada Ny. S di Dusun Batur, Desa

Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan didapatkan data sekunder dari puskesmas bahwa

terdapat balita yang mengalami gizi kurang atas nama An. A dari keluarga Ny. S RT

03 RW 010 sehingga penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut sebagai suatu

permasalahan kesehatan didalam suatu keluarga. Ny. S memiliki seorang suami

bernama Tn. S dan memiliki 2 orang putra. Suami Ny. S dan ibu kesehariannya

bekerja sebagai petani dan sering berada diluar rumah. Anak pertamanya duduk

dibangku SMP dan anak keduanya An. A berusia 3,5 tahun sering dititipkan di PAUD

Jambu Dusun Batur.

B. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang Gizi Kurang untuk

memperbaiki status gizi pada balita An. A di Dusun Batur.

C. Tujuan Khusus

a) Memberikan edukasi tentang Gizi Kurang

b) Memberikan edukasi tentang Gizi Seimbang

c) Memberikan edukasi cara penyajian Gizi Seimbang

D. Manfaat

Laporan individu ini diharapkan mampu menjadi salah satu metode yang

efektif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan kebidanan dalam suatu komunitas,

serta meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatatan

khususnya mengenai gizi kurang pada balita.

10
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Gizi Kurang

1. Definisi Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul

karena tidak cukup makan dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang

dalam jangka waktu tertentu (Budiyanto, 2004). Di Negara sedang berkembang,

konsumsi makanan yang tidak menyertakan pangan cukup energi, biasanya juga

kurang dalam satu/lebih zat gizi esensial lainnya. Berat badan yang menurun

adalah tanda utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan kondisi dimana

seseorang tidak memiliki nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau

kekurangan asupan makanan. Secara sederhana kondisi ini terjadi akibat

kekurangan zat gizi secara terus menerus dan menumpuk dalam derajat

ketidakseimbangan yang absolute dan bersifat immaterial. Adapun Angka

Kecukupan Gizi energi dan protein yang dianjurkan utuk balita adalah sebagai

berikut (Depkes RI, 2013):

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi dan Protein yang dianjurkan untuk anak balita

(perorang perhari)

Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (g)


1-3 Tahun 1125 26
4-5 Tahun 1600 35

Sumber: Depkes RI, 2013

11
Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi atau

defisit energi dan protein dan sering disebut dengan KKP (kekurangan Kalori

Protein). Dalam standar yang ditetapkan oleh Pemerintah, balita gizi kurang

apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) –3 s/d < -2 SD (Wong, 2008;

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007).

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gizi Kurang

Penyebab gizi kurang dan gizi buruk secara mendasar terdiri dari dua

hal yakni sumber daya potensial dan sumber daya manusia. Sumber daya

potensial seperti politik, ideologi, suprastruktur, struktur ekonomi dan sumber

daya manusia seperti pengawasan, ekonomi, pendidikan/pengetahuan dan

penyakit. Sumber lain menjelaskan beberapa penyebab gizi kurang dan gizi

buruk adalah asupan makanan, penyakit penyerta dan penyakit infeksi, sosial

ekonomi, pendidikan, persediaan makanan, perawatan anak dan kesehatan ibu

pada masa kehamilan.

Berdasarkan model penyebab gizi kurang yang dikembangkan

UNICEF 1998 status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang terkait baik

secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan

gizi secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan secara tidak langsung

dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak

yang kurang memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta

rendahnya ketahanan pangan di rumah tangga. Menurut Soekirman, faktor

penyebab kurang gizi atau yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah:

1. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin

diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang

12
kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup

baik, tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita

kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka

daya tahan tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan demikian mudah

diserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya

dapat menderita kurang gizi. Pada kenyataannya keduanya baik makanan dan

penyakit infeksi secara bersama- sama merupakan penyebab kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung yaitu persediaan makanan di rumah, perawatan anak

dan ibu hamil, dan pelayanan kesehatan (UNICEF 1998).

13
3. Dampak Kekurangan Gizi

Dampak kekurangan gizi sangatlah kompleks. Pada anak, hal ini dapat

menyebabkan gangguan pada perkembangan mental, sosial, kognitif, dan

pertum -buhan serta keluarga.

1. Perkembangan mental dan kognitif

Anak dapat mengalami gangguan pada perkembangan mental sejak dalam

kandungan ataupun setelah kelahiran akibat kekurangan nutrisi yang

dibutuhkan otak untuk dapat bekerja dengan baik. Untuk gangguan kognitif

anak dapat mengalami penurunan IQ.

2. Perkembangan sosial

Kekurangan gizi dapat membatasi aktivitas anak untuk dapat bermain

dengan teman sebaya, sehingga secara langsung ataupun tidak akan

mempengaruhi interaksi sosial anak tersebut.

3. Gangguan pertumbuhan

Gangguan pertumbuhan yaitu berupa keidakmatangan fungsi organ dimana

manifestasinya dapat berupa kekebalan tubuh yang rendah yang

menyebabkan kerentanan terhadap penyakit-penyakit seperti infeksi saluran

pernafasan, dan diare, dengan bentuk terparah menyebabkan marasmus,

kwashiorkor, marasmik - kwashiorkor dan kematian.

a. Marasmus

Marasmus merupakan suatu keadaan kekurangan protein dan kalori yang

kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badan sangat rendah.

Ciri- ciri dari penderita marasmus yaitu:

1) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.

2) Wajah seperti orang tua.

14
3) Cengeng, rewel.

4) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai

tidak ada.

5) Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air besar, serta

penyakit kronik.

6) Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang.

Bentuk ini dikarenakan kekurangan energi yang lebih dominan. Berat

badan menurut umur dan berat badan menurut panjang/tinggi biasanya

sangat rendah.

b. Kwashiorkor

Menurut departemen gizi dan kesehatan masyarakat (2007), kwashiorkor

(kekurangan protein) adalah istilah pertama dari Afrika, artinya sindroma

perkembangan anak dimana anak tersebut disapih tidak mendapatkan ASI

sesudah 1 tahun. Penderita kwashiorkor ditandai dengan ciri-ciri yaitu:

1) Oedema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum

pedis).

2) Wajahnya membulat dan sembab

3) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri

dan duduk.

4) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.

5) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).

6) Pembesaran hati.

7) Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret.

8) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.

15
9) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah

menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)

10) Pandangan mata anak tampak sayu.

c. Marasmik - Kwashiorkor

Marasmik - Kwashiorkor merupakan kombinasi antara marasmus dan

kwashiorkor. Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein

yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya. Tanda-tanda

marasmuskwashiorkor adalah gangguan dari tanda-tanda yang ada pada

marasmus dan kwashiorkor.

4. Keluarga

Pada keluarga, bentuk terparah akibat kekurangan gizi dapat menghambat

produktivitas keluarga dalam mencukupi kebutuhan keluarga, bentuk

perhatian akan terfokus pada perawatan anak sakit akibat kekurangan gizi

dan hal itu dapat mengganggu keseimbangan pemenuhan kebutuhan

keluarga.

B. Gizi Seimbang

1. Pengertian

Gizi merupakah salah satu penentu kualitas SDM, kekurangan gizi

akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan

kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan daya tahan tubuh, yang

berakibat meningkatnya kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi

sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih didalam

kandungan, bayi, anak-anak, remaja dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau

calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

16
sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan

bayi yang sehat (Depkes, 2003).

Gizi Seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-

hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam

jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002).

Menu seimbang adalah makanan yang beraneka ragam

yang memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai dengan Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS) (DepkesRI, 2006).

Pedoman umum gizi seimbang harus diaplikasikan dalam penyajian

hidangan yang memenuhi syarat gizi yang dikenal dengan menu

seimbang. Menu berasal dari kata ”menu” yang berarti suatu daftar yang

tertulis secara rinci. Sedangkan definisi menu adalah rangkaian beberapa

macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk

seseorang atau sekelompok untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa

hidangan pagi, siang, dan malam. Pola menu seimbang mulai dikembangkan

pada tahun 1950 dengan istilah ”Empat Sehat Lima Sempurna”

(Sulistyoningsih, 2012). Pola menu 4 sehat 5 sempurna adalah pola menu

seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi

yang dibutuhkan oleh tubuh (Almatsier, 2002).

Setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi yang digunakan

untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, (karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan

tidak juga kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan air dan

serat untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh. Apabila

17
kelompok zat gizi tersebut diuraiakan lebih rinci, maka terdapat lebih dari

45 jenis zat gizi (Azwar, 2002).

Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beranekaragam,

maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat

gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi

makanan sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis

makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis

makanan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang (Azwar,

2002)

Menurut Prof. Soekirman, prinsip gizi seimbang adalah kebutuhan

jumlah gizi disesuaikan dengan golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta

aktivitas fisik. Tak hanya itu, perlu diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan

makanan dalam konsep gizi seimbang terbagi atas tiga kelompok, yaitu:

a. Sumber energi/tenaga: Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan,

sagu, jagung, dan lain-lain.

b. Sumber zat Pengatur: sayur dan buah-buahan

c. Sumber zat pembangun: ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-

kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai.

2. Pemberian atau Penyajian Nutrisi

Pemberian nutrisi pada anak harus tepat, yaitu tepat dalam hal-hal

berikut ini:

a. Tepat kombinasi zat gizinya, antara kebutuhan karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral.serta kebutuhan cairan tubuh anak, yaitu 1-1,5 liter/hari.

b. Tepat jumlah atau porsinya, sesuai dengan yang diperlukan tubuh

berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian.

18
c. Tepat dengan tahap perkembangan anak, artinya kebutuhan kalori anak

berdasarkan berat badan dan usia anak.

Anak usia 1-3 tahun:

 ASI masih tetap diberikan (1-2 tahun)

 Lanjutkan pemberian makan 3-4 hari, mulai perkenalkan dengan

makanan keluarga, ¾-1 mangkok tiap makan, selingan.

 Bantu dan biarkan anak makan sendiri.

 Berikan variasi makanan (rasa, warna, bau)

 Tawarkan beberapa kali hingga dia mau dan terbiasa.

C. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga

didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam suatu

ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas anggota keluarga

merupakan mereka yang memiliki hubungan personal dan timbal balik dalam

menjalankan kewajiban dan memberi dukungan yang disebabkan oleh kelahiran

adopsi, maupun perkawinan (Stuart, 2014)

Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan

menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum, meningkatkan

perkembangan fisik mental, emosional dan social dari tiap anggota keluarga

(Harnilawati,2013). Menurut Helvie keluarga adalah sekelompok manusia yang

tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan

yang erat.

19
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,

2010)

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan

sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan, darah, adopsi

serta tinggal dalam satu rumah.

2. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman fungsi keluarga terbagi atas:

a. Fungsi Afektif

Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan pemenuhan

kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain

b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu sebagai hasil dari

adanya interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial. Fungsi ini melatih

agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial.

c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga kelangsungan

keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomi dan

mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan.

e. Fungsi Kesehatan

20
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,perawatan

kesehatan. (Harnilawati, 2013)

3. Tipe Keluarga

Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Tipe keluarga tradisional

1. Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang terdiri atas

suami, istri dan anak.

2. Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri namun tidak

memiliki anak

3. Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua dengan anak yang

terjadi akibat peceraian atau kematian.

4. Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya terdiri dari

satu orang dewasa yang tidak menikah

5. Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari keluarga inti

ditambah dengan anggota keluarga lainnya

6. Middle-aged or erdely couple dimana orang tua tinggal sendiri dirumah

dikarenakan anak-anaknya telah memiliki rumah tangga sendiri.

7. Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan dan

menggunakan pelayanan Bersama.

b. Tipe keluarga non tradisional

1. Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri dari orang

tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan.

2. Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal bersama tanpa

adanya ikatan perkawinan.

21
3. Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki persamaan jenis

kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-istri

4. Nonmarital Hetesexual Cohabiting family, keluarga yang hidup Bersama

tanpa adanyanya pernikahan dan sering berganti pasangan

5. Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki hubungan

darah dalam waktu sementara. (Widagdo, 2016)

D. Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen Kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian

atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada

klien (Asrinah dkk, 2010).

2. Prinsip Proses Manajemen Kebidanan

Menurut Mufdlillah (2011) prinsip manajemen kebidanan sebagi berikut:

a. Secara sistematis mengumpulkan dan memperbarui data yang lengkap

dan relevan dengan melakukan pengkajian yang komprehensif terhadap

kesehatan setiap klien, termasuk mengumpulkan riwayat kesehatan dan

pemeriksaan fisik.

b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan

intepretasi data dasar.

c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam

menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan

bersama klien.

22
d. Memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat

keputusan dan bertanggung jawab terhadap kesehatannya.

e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.

f. Secara pribadi bertanggung jawab terhadap implementasi rencana

individu.

g. Melakukan konsultasi, perencanaan dan melaksanakan manajemen

dengan kolaborsi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan

selanjutnya.

h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu, dalam situasi

darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal.

i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan

kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

3. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan

Proses Manajemen Kebidanan menurut Varney (2007) terdiri dari 7

langkah yang secara periodik disaring ulang, proses manajemen ini terdiri dari

pengumpulan data, antisipasi atau tindakan gawat daruratan, rencana tindakan,

pelaksanaan dan evaluasi.

a. Langkah I (pertama): Pengumpulan Data

b. Langkah ke II (kedua): Inteprestasi Data

c. Langkah ke III (ketiga): Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah

Potensial.

d. Langkah ke IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan

yang Memerlukan Penanganan Segera

e. Langkah ke V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

f. Langkah ke VI (keenam): Melaksanakan Perencanan

23
g. Langkah ke VII (ketujuh): Evaluasi

4. Dokumentasi (SOAP)

Menurut Mufdlilah (2009) Metode SOAP merupakan catatan yang

bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsisp dari metode SOAP ini

merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan.

a. S (Data Subyektif)

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Halen

Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh

melalui anamnesa. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari

sudut pandangan pasien. Data subyektif ini nantinya akan menguatkan

diagnosis yang akan disusun.

b. O (Data Obyektif)

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Halen

Varney pertama (pengkajian data), terutama yang diperoleh melalui hasil

observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan

laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.

c. A (Assesment)

Analysis/Assessment merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Halen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat

sehingga mencakup hal-hal berikut ini: diagnosis/masalah kebidanan,

diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan

tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan

24
tindakan segera harus diidentifikasi manurut kewenangan bidan meliputi:

tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.

d. P (Planning)

Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan

yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan

intepretasi data. Menurut Halen Varney langkah kelima, keenam, dan

ketujuh. Pendokumentasien P dalam SOAP ini adalah pelaksanan asuhan

sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka

mengatasi masalah pasien. Dalam planning juga harus mencantumkan

evaluation/evaluasi yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk

menilai efektivitas asuhan/ hasil pelaksanaan tindakan. Untuk

mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan sebuah catatan

perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode SOAP.

25
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Data Subyektif

Tanggal pengkajian: 9 Oktober 2019


I. Data Umum
1. Nama KK : Tn. S
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur/TL : 45 Tahun / 01-06-1974
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Petani
6. Pendidikan : SMP
7. Alamat : Dusun Batur RT 003 RW 010
Nama Responden : Alvian Septia Putra
N Nama Umu Se Hubunga Agam Pendidika Pekerjaa Jkn/Asurans Ke
o r x n a n n i Swasta t
1 Sriyon 45th L Suami Islam SMP Petani
o
2 Surati 43th P Istri Islam SD Petani KIS
3 Alvin 12th L Anak Islam SMP Pelajar
4 Alvian 3,5th L Anak Islam Paud -

Tipe Keluarga Ny. S : Nuclear Family


Fungsi Keluarga Ny. S : Fungsi Ekonomi dan Fungsi Kesehatan
Dimana fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan secara
ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan dan menyediakan kebutuhan
fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan
kesehatan.

26
Data Buku KMS : TB An. A 73 cm, LILA 13 cm, IMT 16,41 Kg, dari buku
KMS posyandu setempat An.A berada di grade warna hujau
muda mengarah ke warna kuning.

II. Keluhan Utama:


Ibu mengatakan berat badan anaknya turun

B. Data Obyektif

Hasil pemeriksaan fisik An. A terlihat sangat kurus.

Usia: 3,5 Tahun

BB: 11 Kg, LK: 40 cm,

Dari data diatas didapat diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada An. A

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang

mengalami kurang gizi.

C. Assesment

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak Ny.S terutama pada An.A behubungan

dengan ketidakmampun keluarga mengenal masalah kesehatan khususnya gizi

kurang.

2. Resiko gangguan tumbuh kembang pada anak Ny. S terutama pada An. A

berhubungan dengan ketidakmamapuan keluarga mengenal masalah kesehatan

khususnya gizi kurang.

D. Planning

1. Penkes mengenai gizi kurang

2. Penkes mengenai gizi seimbang

3. Penkes pemberian makanan gizi seimbang

27
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Data Subyektif

Pada bab ini, menguraikan pembahasan tentang asuhan kebidanan keluarga Ny.

S dengan masalah gizi kurang pada An. A dari tahap pengkajian sampai evaluasi.

Pengkajian merupkan tahap awal dalam proses kebidanan untuk memeperoleh

informasi serta mengukur keaadan klien dan keluarga dengan norma kesehatan

keluarga.

Dari hasil pengkajian didapatkan analisa data subyektif dimana keluarga Ny. S

merupakan tipe keluarga nuclear family atau keluarga inti yaitu merupakan keluarga

yang terdiri atas suami, istri, dan anak. Keluarga Ny. S pula memiliki fungsi keluarga

yaitu fungsi ekonomi dan fungsi kesehatan dimana dapat memenuhi kebutuhan secara

ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu dalam meningktkan penghasilan

serta dapat menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, dan

perawatan kesehatan.

Dari hasil data pengkajian yang didapatkan pada data sekunder dari puskesmas

bahwa terdapat balita yang mengalami gizi kurang atas nama An. A berusia 3,5 tahun.

Dari data buku KMS dapat dilihat hasil TB An. A 73 cm, LILA 13 cm, IMT 16,41

28
Kg, dari buku KMS posyandu setempat An.A berada di grade warna hujau muda

mengarah ke warna kuning.

Menurut Ny. S anaknya An. A tidak susah makan, mau makan dengan

menghabiskan makanan apapun jenis makanan yang diberikan dan tanpa paksaan.

Selain itu An. A juga tidak terlalu senang minum susu setiap diminum beberapa cc

saja. An. A juga mau mengonsumsi sayur namun hanya sedikit sedikit saja. Ny. S

juga mengatakan anaknya yang pertama juga mempunyai berat badan yang rendah

namun setelah besar dapat tumbuh dengan normal. Dari hasil wawancara dengan Ny.

S, An. A tercatat sebagai anak yang mengalami gizi kurang dan pernah tidak

mengikuti posyandu selama 3 bulan karena keterbatasan waktu.

Dilihat dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada keluarga NY. S,

bahwa pola asuh ibu yang diberikan pada An. A belum maksimal dimana dengan

adanya keterbatasan waktu yang disebabkan oleh pekerjaan orang tua An. A yang

berprofesi sebagai petani membuat Ny. S tidak dapat mengasuh anaknya dengan baik,

An. A setiap hari dititipkan di PAUD setempat sehingga Ny. S tidak dapat

memperhatikan kebutuhan nutrisi anaknya dengan baik.

Menurut penelitian Zulfita dan Syofiah (2013) tentang faktor faktor yang

mempengaruhi kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Air Dingin Kota Padang, menyimpulkan bahwa yang menjadi factor-

faktor penyebab gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin Kota

Padang adalah pola asuh ibu, status ekonomi dan pemanfaatan fasilitas kesehatan

serta penyakit infeksi yang diderita balita.

B. Data Obyektif

Dilihat dari data obyektif An. A hasil pemeriksaan fisik An. A terlihat sangat

kurus dan aktif, usia: 3,5 Tahun, BB: 11 Kg, LK: 40 cm. Dari data diatas dapat

29
disimpulkan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga Ny. S terutama pada

An. A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga

yang mengalami gizi kurang yang disebabkan oleh kurangnya edukasi dan

pengetahuan pada keluarga Ny. S terutama balita pada An. A.

Menurut penelitian Lastanto (2015) bahwa faktor yang mempengaruhi balita

gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Cebongan yaitu tingkat pengetahuan ibu,

tingkat pendapatan keluarga, dan pemberian ASI serta berat bayi saat lahir. Menurut

penelitian Oktavianis (2016) menyimpulkan, bahwa faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian gizi kurang pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan antara lain,

tingkat pengetahuan dan tingkat pendapatan serta pemberian ASI Ekslusif.

Dari hasil pengkajian pada keluarga Ny. S dapat penulis dapat menyimpulkan

bahwa beberapa penyebab gizi kurang yang dialami oleh balita An. A yaitu asupan

makanan yang diberikan oleh ibu, sosial ekonomi, pendidikan, persediaan makanan

yang kurang maksimal, perawatan anak sehari-sehari dimana penulis melihat Ny. S

dan suami bekerja pagi hingga sore dan bekerja sering diluar rumah sehinggal hal

tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada An. A

Apabila gizi kurang yang dialami An. A tetap dibiarkan maka dapat

berdampak buruk seperti gangguan pada perkembangan mental, sosial, kognitif dan

pertumbuhannya sehingga diperlukan perhatian khusus seperti memberikan edukasi-

edukasi pada keluarga Ny. S.

Menurut Depkes RI (2007) menyebutkan bahwa pada keluarga bentuk terparah

akibat kekurangan gizi dapat menghambat produktivitas keluarga dalam mencukupi

kebutuhan keluarga, bentuk perhatian akan terfokus pada perawatan anak sakit akibat

kekurangan gizi dan hal itu dapat mengganggu keseimbangan pemenuhan kebutuhan

keluarga.

30
C. Assesment

Diagnosa kebidanan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang di dapatkan

pada pengkajian yang terdiri dari masalah kebidanan yang berkenaan pada individu

dalam keluarga yang sakit berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian

fungsi perawatan keluarga (Abi muhlisin,2012)

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Nanda, 2012) pada An. A berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gizi

kurang (Friedman, 2010).

Diagnosa tersebut dapat diangkat penulis karena pada saat pengkajian An. A

sangat kurus, tidak susah makan, tidak terlalu suka minum susu. Kemudian

berdasarkan data dari posyandu setempat An. A juga tercatat sebagai anak dengan gizi

kurang. Dilihat dari buku KMS posyandu An. A berada digrade warna hijau muda

mengarah ke warna kuning. Ny. S belum mengetahui solusinya bagaimana supaya

An. A berat badannya bisa normal seperti anak-anak seusianya.

Diagnosa tersebut menjadi prioritas pertama. Kurang pengetahuan pada

keluarga Ny. .S terutama pada An. A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah gizi kurang. Diagnosa tersebut dapat diangkat penulis karena pada

saat pengkajian keluarga Ny. S mengatakan belum mengetahui mengapa An. A tidak

dapat tumbuh seperti anak seusianya padahal sudah makan sayuran dan makan

makanan yang bergizi walaupun hanya sedikit-sedikit.

D. Planning

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada An. A berhubungn dengan

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi.

Rencana tindakan yang akan penulis lakukan yaitu meberikan pendidikan kesehatan

mengenai Penkes mengenai gizi kurang , Penkes mengenai gizi seimbang, Penkes

31
pemberian makanan dan cara mengolah gizi seimbang, lakukan penimbangan pada

klien, kolaborasi dengan petugas kesehatan atau kader setempat tentang masalah gizi

kurang, anjurkan untuk menciptakan lingkungan agar nafsu makan klien bertambah,

dan anjurkan keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.

Kurang pengetahuan pada keluarga Ny. S terutama pada An. A berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah gizi kurang rencana tindakan

yang akan penulis lakukan adalah berikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian,

penyebab, tanda gejala, dan akibat dari gizi kurang, cara mengatasi gizi kurang,

pemberian dan pengolahan gizi seimbang, demostrasikan cara pemberian makanan

untuk meningkatkan berat badan, kolaborasi dengan keluarga tentang pemberian

makanan gizi seimbang secara teratur, jelaskan kepada keluarga mengenai lingkungan

yang sehat, dan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada apabila terjadi

masalah.

E. Implementasi

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah memberikan

pendidikan kesehatan tentang gizi kurang yang bertujuan untuk mengatasi masalah

mengenai tahap mengenal masalah dan memutuskan masalah yang dihadapi oleh

keluarga Ny. S. Materi yang diberikan pengenalan masalah antara lain pendidikan

kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda gejala, dan akibat dari gizi kurang,

cara mengatasi gizi kurang, pemberian dan pengolahan gizi seimbang. Sedangkan isi

materi yang diberikan untuk implementasi memutuskan masalah antara lain, tentang

akibat bila gizi kurang terjadi, bagaimana perawatan untuk gizi kurang bila terjadi,

serta penangananya.

Diagnosa kedua, penulis melakukan tindakan yaitu memberikan penjelasan

bagaimana merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkugan yang sehat,

32
serta pemanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Materi yang diberikan saat

implementasi yang diberikan antara lain untuk bagian bagaimana merawat anggota

yang sakit dan penulis mengajarkan penkes pemberian dan pengolahan gizi seimbang

untuk meningkatkan berat badan dan pemberian diet menu seimbang yang tinggi

kalori dan protein.

F. Evaluasi

Masalah teratasi sebagian, keluarga NY. S sangat kooperatif, dapat mengatakan

gizi kurang adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang

cukup lama. Penyebabnya gizi kurang penyebab langsung contohnya diare dan pilek,

selanjutnya dari penyebab tidak langsung contohnyaa kemiskinan keluarga dan

tingkat pendidikan dan pengetahuan. Tanda dan gejalanya tampak sangat kurus,

lemas. Cara mengatasi masalah gizi kurang dengan cara pemberian gizi seimbang,

caraya dengan memberikan makanan yang brgizi, banyak sayur, buah, dan makanan

tinggi kalori dan protein serta pemberian dan cara pengolahan gizi seimbang.

Keluarga juga dapat menjawab semua pertanyaan dan memahami materi yang

disampaikan.

33
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diagnosa yang muncul dari dari hasil pengkajian diatas adalah Nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga Ny. S terutama pada An. A

berhubungn dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang

mengalami kurang gizi dan kurang pengetahuan pada keluarga Ny. S terutama

pada An. A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

gizi kurang.

Hampir seluruh intervensi mampu diselesaikan oleh penulis sampai klien

dan keluarga paham dan mengerti. Implementasi juga dapat berjalan sesuai

kriteria dan standar dimana klien dan keluarga mengerti dan dapat

melaksanakannya.

Dari kedua diagnosa yang ditemukan, telah dilakukan intervensi sesuai

teori tetapi tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis pada pengelolaan

klien dan keluarga karena situasi dan kondisi klien dan keluarga serta kebijakan

dari pihak yang terkait.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan keluarga dengan masalah

gizi kurang pada An. A di Dusun Batur, Desa Kepuharjo Kecamatan

34
Camgkringan, maka saran yang dapat diberikan untuk dijadikannya pengalaman

kearah lebih baik maka penulis tunjukkan kepada:

a. Klien dan keluarga

Diharapkan keluarga untuk senantiasa meningkatkan kualitas kesehatan

dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan setempat seta

melaksanakan dan membantu asuhan kebidanan yang diberikan semaksimal

mungkin.

b. Bidan

Hendaknya penyuluhan kesehatan dijadikan suatu program diruang guna

memberikan informasi kesehatan bagi pasien dan keluarga tentang penyakit

pasien dan dapat mencegah komplikasi yang dapat terjadi.

c. Penulis

Untuk penulis selanjutnya yang terkait dengan kasus kurang gizi pada asuhan

kebidanan keluarga mampu melakukan pengkajian yang lebih spesifik dan

mendekati sempurna.

d. Institusi Pendidikan

Penulisan laporan individu yang benar-benar dilakukan dalam pengkajian

maupun pendokumentasian agar lebih ditingkatkan. penyediaan lahan praktek

yang memadai memudahkan penulis untuk mendapatkan data secara akurat

serta pemahaman persepsi dari berbagai pihak perlu dikaji kembali, sehingga

ketika penulis melaporkan hasil pengkajian tidak terjadi ketimpangan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Adnani, H. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta. Nuha Medika


Adriani, M. & Bambang, W. 2014. Gizi dan Kesehatan Balita. Jakarta: Kencana
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Aritonang, I. 2000. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Yogyakarta: Kanisius
Asirinah, dkk. 2010. Konsep Kebidanan. Graha Ilmu: Yogyakarta. Hal. 109
Budiyanto, A.K. 2004. Dasar Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Pres
Departemen Gizi . 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Departemen Kesehatan RI. (2013). Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. (2012) Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Edisi
ke-7. Jakarta : Rajawali Pers
Dharma K. K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : TIM
Efendi, S. 2012 . Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES.
Friedman, M.M. (2010) Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
Ghazi, H., Mustafa, J., Isa, J. & Abdalqader, A. (2011). Malnutrition Among 3 to 5 Years old
in Baghdad City, Iraq: A Cross Sectionl Study. International Center for Diarhoeal
Disease Recsearch. 31(3): 350-355
Giri, M.K.W. et.al (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Pemberian ASI
serta Pemberian ASI Ekslusif dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Kelurahan

36
Kampung Kajanan Kecamatan Buleleng. Jurnal Magister Kedokteran Keluarga Vol 1,
No. 1.
Gupte, S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Kahleen, R.M.
2009. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Pelayanan Fasilitas Kesehatan. Jakarta:
EGC.
Harnilawati. (2013). Konsep dan proses Keperawatann Keluarga. Sulawesi Selatan: Pustaka
As Salamm
Irawan, Roedi. (2006) Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi
Modisco di RSU Dr.Soetomo Surabaya. Sari Pediatri Vol:8. Nomor:3 Desember 2006:
226-230
Istiana, Murah. (2014) Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah Gizi Kurang keluarga
Tn.S terutama pada An.R di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Sukoharjo. KTI.
Surakarta : FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta
Judith M. Wilkinson. (2012) Buku Saku Diagnosis Keperawatan, NANDA NIC NOC. Edisi
ke-5. Jakarta : EGC
Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indnesia. Jakarta : Kemenkes RI; 2015
Kesehatan kementrian Kesehatan Indonesia. Jakarta: Riset Kesehatan Dasar.
Lastanto. (2015). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Balita Gizi Kurang di
Wilayah Kerja Puskesmas Cebongan. Skripsi. STIKES Kusuma Husada
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Muaris, H. 2006. Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Merdawati, Leni. (2008) Upaya Perbaikan Gizi Balita Melalui Gerakan Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI) di RW 01 Kelurahan Gurun, Padang. Warta Pengambidan Andalas
Vol:14. Nomor:21 Desember 2008: 196-201
Muhlisin, Abi. (2012) Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Gosyen Publishing Nugroho,
Reihan. (2006) Faktor Penyebab Gizi Buruk. Diakses tanggal 27 April 2006 dari
http://www.tipspengetahuan.com/faktor-faktor-penyebab-giziburuk-anak-698.html
Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Riset Kesehatan Dasar Badan penelitian dan Pembangunan
Riski, Muhammad. (2013) Kelebihan dan Kekurangan Metode Wawancara. Diakses tanggal
10 Mei 2013 dari http://www.masterjurnal.com/kelebihan-dan-kekurangan-
metodewawancara-dalam-penelitian.html
Santoso, Soegeng. (2009) Kesehatan dan Gizi. Jakarta : PT Asdi Mahasatya Saputra, Wiko.
(2012) Faktor Demografi dan Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Tanjung Biru Research
Institude Vol:2. Nomor :12 Desember 2012: 95- 101

37
Sodikin, (2013) Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika Supariasa, Bakri, Ibnu Fajar. (2005) Penilaian Status Gizi. Jakarta :
EGC
Sediaoetama, A. D. 2004. Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.
Suhardjo. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutomo, B & Anggraini, D. Y. 2010. Makanan Sehat Pendamping ASI. Jakarta: Demedia
Stuart, G.W. (2014). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. EGC, Jakarta
UNICEF. 1998. Nutrition Essentials. A Guide For Health Managers.
UNICEF. 2013. Improving Child Nutrition. New York: Division of Comunication UNICEF.
Uripi, V. 2004. Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta: Puspa Swara
Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi I. Jakarta. EGC.
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Watloly, A. 2002. Tanggung Jawab Pengetahuan. Penerbit Kanisius: yogjakarta
Widjaja. 2002. Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG). 2004. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia: Jakarta.
World Health Organization. (2008) Data Gizi Buruk menurut WHO Tahun 2008. Diakses
tanggal 02 Mei 2011 dari http://www.ilmukesehatan.com/artikel/data-gizi-buruk-
menurut-who.html.
Yulianti, Rita. (2006) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto
Zulfita dan Putri Nelly Syofiah. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Gizi
Kurang Buruk Pada Balita. Stikes Mercu bakti jaya Padang.

38
LAMPIRAN

A. Dokumentasi Kegiatan Kunjungan

39
40

Anda mungkin juga menyukai