Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEBUTUHAN NUTRISI PADA USIA LANJUT

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Gizi dan Diet yang

diampu oleh Ibu Widya Nurcahyaningtyas,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

1. EKA RENGGA KUSUMA WARDANI (2201049)


2. CHRISNA ANDRAINA SUKMA AYU (2201051)
3. RAHMAWATI (2201053)
4. SAFIRA AMRI FADILAH (2201054)
5. SILVIA ARIYANTI YUNIAR (2201057)
6. MISAHER (2201072)

KELAS 2A

MATA KULIAH : GIZI DAN DIET

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

POLTEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA

SIDOARJO

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepeda kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
“KEBUTUHAN NUTRISI PADA USIA LANJUT” . Makalah ini diharapkan mampu
membantu kita dalam memperdalam ilmu Gizi dan Diet dalam kegiatan belajar. Selain itu
makalah ini diharapkan agar dapat menjadi bacaan para pembaca agar menambah wawasan
yang luas dan bertanggungjawab karena materi disajikan mengarah pada topik permasalahan
yang berkaitan dengan keperawatan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan
makalah seperti ini kita dapat memepelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk
kepentingan proses belajar kita terutama dalam ilmu keperawatan.

Bersama ini kami juga menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya tugas ini, terutama pada Ibu Widya Nurcahyaningtyas
sebagai Dosen pengampu yang telah memberikan banyak saran, petunjuk dan dorongan
dalam melaksanakan tugas ini, juga teman-teman anggota kelompok kami. Semoga segala
yang telah kita kerjakan merupakan bimbingan yang lurus dari Yang Maha Kuasa.

Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena ini segala kritik dan
saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk
pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang.
Semoga dengan adanya tugas ini dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan
ilmu keperawatan.

Sidoarjo, 25 September 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

BAB 1 PENDAHULUAN 5

1.1 Latar Belakang 5

1.2 Rumusan Masalah5

1.3 Tujuan Penulisan 5

1.4 Manfaat Penulisan5

BAB 2 PEMBAHASAN 7

2.1 Kelompok Usia Lanjut 7

2.2 Proses Penuaan 7

2.3 Kebutuhan nutrien pada lanjut usia 8

2.3.1 Karbohidrat Dan Protein 8

2.3.2 Mineral 8

2.3.3 Vitamin 8

2.4 Status Nutrisi 9

2.5 Persoalan nutrisi pada usia lanjut 9

2.5.1 Malnutrisi 9

2.5.2 Dampak Malnutrisi 9

2.5.3 Penyebab Malnutrisi 9

2.6 Peranan Perawat Dalam Pengkajian Nutrisi 11

2.6.1 Dirumah Sakit 12

2.6.2 Pentingnya Berat Badan 12

2.6.3 Pengukuran Tinggi Badan 12

2.6.4 Pertumbuhan Gigi 13

2.6.5 Perujukan 13

BAB 3 PENUTUPAN 14
3
3.1 Kesimpulan 14

3.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia beresiko tinggi mengalami masalah nutrisi. Hal ini cukup beralasan sehingga
prevalensi yang tinggi mengenai masalah nutrisi pada lansia ini telah menjadi sorotan
dalam sejumlah survei (DHSS,1975;Coates,1985;Lehman,1989).

Karena terdapat fakta bahwa sebagian besar lansia di komunitas mengalami nutrisi,
sejumlah sukarelawan dan organisasi sosial memastikan untuk membantu mereka untuk
mendapatkan nutrisi yang adekuat dirumah sehingga asupan makanan terpenuhi. Namun,
perlu diperhatikan oleh perawat bahwa ternyata masalah nutrisi dan juga dapat dialami
oleh lansia yang dirawat di rumah sakit. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa
aspek perawatan dirumah sakit yang kurang sehingga perawat dapat memperbaikinya.

Perawat harus selalu memberikan beberapa materi mengenai nutrisi dalam program
pelatihan dasar mereka dan diharapkan bahwa perhatian terbesar akan diberikan pada
aspek perawatan semua klien, terutama lansia di masa mendatang. Idealnya, perawat
bertanggung jawab dalam memantau aspek nutrisi pada lansia selama perawatanya dan
menggerakan bermacam-macam layanan, seperti katering dan para ahli nutrisi, seperti
ahli diet. Hal ini bertujuan memberikan perawatan nutrisi yang optimal pada klien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berapa batasan umur yang termasuk kelompok lanjut usia?
2. Bagaimana proses menua yang berhubungan dengan nutrisi lanjut usia?
3. Bagaimana kebutuhan akan nutrien pada lansia ?
4. Bagaimana status nutrisi pada lansia ?
5. Apa persoalan nutrisi pada lanjut usia ?
6. Bagaimana peran perawat dalam pengkajian nutrisi pada lanjut usia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengidentifikasi batasan umur yang termasuk kelompok lanjut usia
2. Untuk mengidentifikasi proses menua yang berhubungan dengan nutrisi lanjut usia
3. Untuk mengidentifikasi kebutuhan akan nutrien pada lansia
4. Untuk mengidentifikasi status nutrisi pada lansia
5. Untuk mengidentifikasi persoalan nutrisi pada lanjut usia
6. Untuk mengidentifikasi peran perawat dalam pengkajian nutrisi pada lanjut usia

1.4 MANFAAT PENULISAN


1. Diharapkan audience mampu mengidentifikasi batasan umur yang termasuk
kelompok lanjut usia

5
2. Diharapkan audience mampu mengidentifikasi proses menua yang berhubungan
dengan nutrisi lanjut usia
3. Diharapkan audience mampu mengidentifikasi kebutuhan akan nutrien pada lansia
4. Diharapkan audience mampu mengidentifikasi bagaimana status nutrisi pada lansia
5. Diharapkan audience mampu mengidentifikasi bagaimana persoalan nutrisi pada
lanjut usia
6. Diharapkan audience mampu mengidentifikasi bagaimana peran perawat dalam
pengkajian nutrisi pada usia lanjut

6
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Kelompok Usia Lanjut

Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun keatas. Durmin (1922) membagi
lansia menjadi young elderly (65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun). Sementara
Munro dkk.,(1987) mengelompokan older elderly kedalam 2 bagian, yaitu, usia 75-84
tahun dan 85 tahun. Di Indonesia, M. alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dikatakan
lansia jika telah berumur diatas 60 tahun. Jika mengacu pada usia pensiun, lansia ialah
mereka yang telah berusia diatas 56 tahun. Dari sini kemudian muncul istilah lansia
risiko tinggi (High Risk Elderly), dengan kriteria :(a) Usia diatas 80 tahun,(b) Hidup
sendiri, (c) Depresi, (d) Gangguan Intelektual, (e) Jatuh beberapa kali, (f)Inkontinensia
urine, dan (g)Dimasa lalu tidak dapat menyesuaikan diri.

Menurut WHO Ianjut usia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :


1. Usia pertengahan ( 45-59 tahun)
2. Usia lanjut usia (60-74 tahun )
3. Lansia tua (75-90 tahun )
4. Usia sangat tua (<90 tahun)

Sedangkan, menurut Kementerian Kesehatan RI, lanjut usia dikelompokkan menjadi :


1. Pra lanjut usia (45-59 tahun)
2. Lanjut usia (60-69 tahun)
3. Lanjut usia risiko tinggi (≥70 tahun atau usia ≥ 60 tahun dengan masalah
kesehatan).

Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian
kebutuhan akan Zat gizi atau Nutrisi. Ada lansia yang tergolong sehat, ada pula yang
mengidap penyakit kronis. Disamping itu, sebagian lansia masih mampu untuk mengurus
diri sendiri, sementara sebagian lain sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.
Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang
dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan mereka.

2.2 Proses Penuaan


Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia berlangsung sepanjang masa, sejak
dari janin, bayi, balita, remaja, dewasa hingga masa tua. Proses menua berlangsung
secara alamiah,terus menerus dan berkesinambungan. Pada akhirnya akan menyebabkan
perubahan anatomi,fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh sehingga mempengaruhi
fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Proses menua sangat individual dan berbeda perkembangannya pada tiap individu,
karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi proses menua adalah asupan makanan, pendidikan, sosial budaya,
penyakit infeksi/degeneratif, higienesanitasi lingkungan, ekonomi dan dukungan
keluarga. Faktor eksternal lain yaitu kemunduran psikologis seperti sindroma lepas
jabatan, perasaan sedih dan sendiri, perubahan status sosial sangat mempengaruhi proses
menua pada seseorang. Asupan makanan sangat mempengaruhi proses menua karena
seluruh aktivitas sel atau metabolisme dalam tubuh memerlukan zat-zat gizi yang cukup.

7
Sementara itu p e r u b a h a n biologis pada lanjut usia merupakan faktor internal yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi.

2.1.1. Gambar faktor yang mempengaruhi proses menua

2.3 Kebutuhan nutrien pada lanjut usia


Nutrien terpenting yang dibutuhkan dalam waktu singkat oleh makhluk hidup adalah
air dan tanpa asupan cairan yang adekuat, semua perawatan nutrisi lain akan sia-sia.
Dalam kondisi normal, lansia membutuhkan asupan cairan sekitar 1.500ml setiap hari
(Kositzke,1990).

2.3.1 Karbohidrat dan Protein


Lansia membutuhkan asupan nutrisi untuk energi sebanyak 2000
kilokalori(Kkal) perhari bersumber dari karbohidrat,lemak dan protein. Asupan
nutrisi yang baik adalah mengonsumsi makanan yang mengandung lebih banyak
karbohidrat dan membatasi asupan lemak sebanyak 30% dari total kalori.
Karbohidrat yang sulit dicerna (bagian makanan yang kasar) adalah sumber utama
serat yang penting untuk fungsi usus, meskipun gambaran setiap tepat dalam asupan
sehari-hari sulit didapatkan. Asupan protein perhari sebanyak 50-60gram diperlukan
untuk mememlihara fungsi tubuh dan asupan karbohidrat yang adekuat, menjamin
ketersediaan protein tubuh untuk energi terutama pada otot.
2.3.2 Mineral
Pada prinsipnya, mineral yang dibutuhkan oleh tubuh adalah kalsium dan zat
gizi besi. Kalsium diperlukan untuk kesehatan tulang dan difisiensi zat besi dapat
menyebabkan anemia, karena zat tersebut diperlukan untuk proses sintesis oksigen
darah yang membawa pigmen hemoglobin.
2.3.3 Vitamin
Diet yang seimbang akan memberikan kadar vitamin yang kuat. Vitamin
dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak termasuk vitamin A,K
dan D. Vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B dan C.

8
2.4 Status Nutrisi
Status nutrisi bukan merupakan ukuran atau indeks yang berdiri sendiri, namun
merupakan gabungan dari berbagai faktor yang berbeda. Faktor tersebut antara lain
indikasi mengenai berat badan dibandingkan tinggi badan,riwayat diet berdasarkan
asupan makan dan kadar nutrisi yang terkandung didalamnya, dan pertimbangan faktor
kesehatan, sosial, dan ekonomi. Pengkajian status nutrisi berusaha untuk memastikan
apakah asupan makanan individu tercukupi atau berlebih, dalam upaya memelihara
komposisi dan fungsi tubuh. Pengkajian nutrisi secara detail merupakan wewenang dari
ahli gizi atau perawat yang ahli dalam bidang nutrisi.

2.5 Persoalan nutrisi pada usia lanjut


Prevalensi masalah nutrisi pada lansia yang meningkat telah diperlihatkan oleh
sejumlah penelitian. Perhatian khususnya diberikan pada masalah nutrisi yang dialami
klien dirumah sakit karna masalah ini menjadi akut saat klien dirawat dirumah sakit.

2.5.1 malnutrisi

Lansia yang mengalami masalah nutrisi disebabkan oleh sejumlah faktor,anatara lain
fisik,patologis,dan psikososial. faktor-faktor ini dapat menyebabkan malnutrisi pada
lansia,dan juga semuanya bergabung maka akan merugikan keburukan status nutrisi,yang
akhirnya dapat membahayakan status kesehatan mereka. Malnutrisi kalori/protein dapat
digunakan sebagai petunjuk ketidakadekuatan diet yang mengandung protein,
karbohidrat, dan lemak, tidak cukup untuk menyongkong fungsi tubuh sehingga
menyebabkan pemecahan protein tubuh.

2.5.2 Dampak penyebab malnutrisi


Malnutrisi yang lama pada lansia akan berdampak pada pelemahan otot dan kelelahan
karena energi yang menurun ( dalam hal ini asupan kalori). Individu dengan malnutrisi
resiko tinggi untuk terjatuh atau mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi yang
menyebabkan cidera atau luka tekan. Tulang akan mudah rusak dan proses penyembuhan
luka tekan akan berjalan lama serta kondisinya akan memburuk.

2.5.3 Penyebab Malnutrisi


Konsekuensi fisiologi pada penuaan yang normal tidak berpengaruh besar terhadap
malnutrisi. Namun, terhadap beberapa perubahan fisiologi yang berpengaruh, seperti
perubahan sensorik yang menyebabkan pengurangan kemampuan untuk mencium dan
merasakan makanan, sehingga nafsu makan berkurang. Efisiensi sistem pencernaan
berkurang, tetapi kontribusinya sebagai penyebab malnutrisi tidak jelas. Namun, dalam
keadaan sakit, nafsu makan lansia tampak semakin berkurang sehingga menyebabkan
malnutrisi, sedangkan energi yang mereka butuhkan akan meningkat, khususnya dalam
kondisi infeksi dan setelah cedera. Penyebab malnutrisi antara lain:

a. Penyakit
Kondisi yang kronik seperti penyakit selebrovaskular,artritis,diabetes,dan gangguan
mental merupakan penyebab malnutrisi pada lansia. Penurunan fungsi anggota tubuh
bagian atas yang berat mungkin mempengaruhi pengurangan aktifitas tubuh bagian
bawah sehingga mengakibatkan ketidakmampuan dalam mobilisasi dan masalah lain
yang menyertainya. Demikian juga dengan penurunan kemampuan untuk
menyediakan dan menyantap makanan. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah

9
nutrisi yang berat meningkatkan resiko aspirasi dan asfiksia. semua ini adalah
masalah yang umum, tetapi perlu mendapatkan perhatian secara luas.

b. Faktor Psikososial
Kehilangan adalah masalah utama pada pria lansia yang tidak pernah memasak
untuk dirinya sendiri. Faktor lain yang sering dilakukan lansia adalah minum-
minuman beralkohol secara berlebihan. Alkohol adalah sumber kalori yang baik,
tetapi kebergantungan terhadap alkohol dapat menyebabkan ketidakadekuatan
asupan nutrien lain. Lebih dari itu,lansia yang mempunyai kebergantungan terhadap
alkohol dengan pendapatan yang rendah tidak akan mampu membeli cukup makanan
dan diet yang adekuat. Banyak lansia yang bergigi kurang dan banyak juga yang
tidak mempunyai gigi (edentulosa) sehingga pemenuhan nutrisi sangat kurang.

c. Konstipasi
Banyak faktor fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan konstipasi.
Namun, konstipasi dapat disebabkan oleh nutrisi yang buruk. Makanan yang tinggi
serat membutuhkan proses yang lama dibandingkan makanan yang rendah serat, dan
lansia dengan gigi yang kurang mungkin menghindari makanan yang tinggi serat.
Faktor lain seperti ketidakmampuan dalam mobilisasi, asupan cairan yang rendah,
dan fasilitas toilet yang tidakadekuat juga dapat menyebabkan konstipasi. Faktor
psikologis seperti lingkungan sekitar yang asing dan disorientasi dapat menyebabkan
konstipasi saat lansia masuk ke rumah sakit. Konstipasi diuraikan disini karena
perhatian yang adekuat terhadap serat dan asupan cairan pada lansia, dapat
membantu meringankan kondisi (Heaton,1990).

d. Obesitas
Lansia beranggapan bahwa jika berat badan mereka bertambah, berarti mereka
dalam keadaan sehat. Terpisah dari konsekuensinya yang merugikan kesehatan,
seperti tekanan darah yang tinggi, diabetes, dan gagal jantung, obesitas dapat juga
disebabkan oleh diet yang tidak baik (Simopolous,1985). Sejumlah faktor yang
mungkin berhubungan dengan obesitas, seperti ketidakmampuan dalam mobilisasi,
jika kemapuan lansia untuk mobilisasi berkurang akibat kondisi yang kronik,
kebutuhan kalori setiap hari akan berkurang. Namun, dengan kondisi tersebut
mereka tidak dapat mengompensasi dietnya karena mereka berpendapat bahwa
makanan yang baik adalah makanan yang kaya akan karbohidrat. Lansia dengan
obesitas yang masuk rumah sakit dan harus beristirahat ditempat tidur, akan
mengalami masalah nutrsi yang semakin parah, karena makanan hanya diberikan
pada hari-hari tertentu sesuai jadwal.

e. Obat
Pengobatan dapat berakibat buruk terhadap nutrisi lansia sedangkan mereka adalah
kelompok usia yang mendapat lebih banyak obat dibandingkan kelompok usia lain
yang lebih muda. Efek samping dari obat tersebut harus selalu diperhatikan karena
dapat berpengaruh terhadap status nutrisi mereka. Jika status nutrisi lansia tidak
membahayakan, pengobatan biasanya berjalan baik. Namun jika sebaliknya,
pengobatan akan mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.
Komplikasi yang paling sering dialami lansia adalah proses absorsi obat yang dapat
buruk. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh antibiotik dan antasid. Obat anti-
radang nonsteroid dapat menurunkan absorsi Fe yang menyebabkan anemia dan

10
pemberian kortikosteroid mempunyai efek samping terhadap proses metabolik dan
absorpsi.

Demensia
Salah satu kondisi khusus yang pravalensinya tinggi pada lansia dan berdampak
paling serius terhadap nutrisi merka yaitu demensia (Watson,1990). Lansia dengan
demensia beresiko tinggi mengalami masalah nutrisi dibandingkan lansia yang normal.
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya masalah metabolik yang dialami lansia
akibat demensia, tetapi penderita juga tidak dibiasakan untuk memakan makanan yang
baik dan bergizi. Dengan demikian, terdapat kecenderungan pada lansia untuk
mengalami masalah nutrisi berdasarkan kedua kondisi diatas. Lansia yang mengalami
demensia tahap pertengahan dan akhir dapat dipastikan akan mengalami kesulitan dalam
proses makan. Akibatnya berat badan mereka sangat mudah beresiko tinggi mengalami
luka tekan serta sangat rentan terhadap buruknya penyembuhan luka dan infeksi.
Demensia tahap terminal selalu dikarakteristikan sebagai tahap ketidakmampuan yang
lengkap atau tahap penolakan untuk makan, meskipun dibantu perawat.

2.6 Peran perawat dalam pengkajian nutrisi


Perawat spesialis nutrisi dapat dilibatkan dalam program nutrisi enteral dan parenteral
pada klien yang telah menjalani pemulangan dari rumah sakit. Dikomunitas, ahli gizi
akan lebih sering terlibat dengan klien yang telah dirujuk oleh praktisi umum. Terkadang
klien yang dirujuk adalah mereka yang membutuhkan diet khusus, seperti penderita
diabetes dan seliak. Namun, sering kali klien yang telah diobservasi mengalami
underweight atau overweight dan membutuhkan pendidikan mengenai kebiasaan makan
mereka.

Pengkajian nutrisi untuk perawat

Berat Badan
Berhubungan dengan tinggi badan, contoh indeks massa tubuh atau catatan yang tepat.

Perubahan Berat Badan


Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan berat badan saat ini.

Pertumbuhan Gigi
Apakah lansia memakai gigi palsu atau apakah mereka memerlukan gigi palsu? Apakah gigi
palsu yang ada hilang atau rusak?

Kebiasaan Makan
Aspek pribadi, budaya, dan agama mengenai asupan nutrisi.

Kemampuan Untuk Makan


Dapatkah lansia memindahkan makanan dari piring ke mulut dan menelannya dengan baik?

Farmakologi
Apakah klien banyak meminum obat – obatan (termasuk medikasi yan dilakukan sendiri) yang
dapat berakibat buruk pada nutrisi?

11
2.6.1 Dirumah Sakit

Pada saat lansia masuk rumah sakit, perawat memainkan peran yang penting dalam
pemenuhan nutrisi individu. Peran ini diawali dengan melakukan pengkajian
keperawatan berdasarkan pedoman yang disepakati, untuk memastikan apakah klien
mempunyai status nutrisi yang adekuat dan saran atau intervensi apa yang dibutuhkan
klien dari spesialis.

2.6.2 Pentingnya Berat Badan

Tiga aspek berat badan dapat di periksa. Berat badan pertama diketahui pada saat klien
masuk rumah sakit. Dalam pengukuran harus dibagi oleh tinggi badan, seperti dalam
indeks massa tubuh yang membagi berat badan individu dalam kilogram dengan tinggi
badan dalam meter (Deurenberg dkk., 1989). Indeks yang bernilai 20 adalah normal,
yang berarti status nutrisi sehat. Pada tahap ini, prosedur penerimaan mungkin disetujui
dokter, dengan meninjau rujukan pada ahli gizi berdasarkan kriteria yang
mengindikasikan malnutrisi. Jika lansia benar – benar mempunyai berat badan yang
sangat rendah pada saat masuk, perawat dapat memperileh informasi lebih jauh dari
klien atau keluarga mengenai awitan penurunan berat badan. Informasi ini penting
untuk mengetahui apakah awitan berjalan lambat. Penurunan berat badan yang berjalan
cepat mengindikasikan suatu kondisi serius yang memerlukan pengobatan segera atau
intervensi pembedahan. Setelah masuk rumah sakit, berat badan seseorang dapat
dipantau secara kontinu, contohnya dalam seminggu atau sebulan sehingga perubahan
selanjutnya dapat dievaluasi dan dilaporkan.

2.6.3 Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan sama pentingnya dengan pengukuran berat badan. Namun,
kadang pengukuran ini mengalami kendala karena adanya masalah pada postur tubuh
lansia, seperti bungkuk atau kifosis, atau pada posisi tidur. Namun, beberapa upaya
harus dilakukan untuk mengukur tinggi badan klien. Jika semua upaya gagal, tinggi
badan dapat diketahui dengan menanyakan kepada lansia atau keluarganya, terutama
tinggi badan pada saat klien masuk rumah sakit. Selain itu, ada metode lain yang dapat
digunakan yaitu metode kisaran tinggi badan atau metode pengukuran yang
berhubungan dengan berat badan untuk pengkajian nutrisi. Contohnya, metode
menjengkal lengan, yaitu dengan menjengkal mulai dari strenum sampai ujung jari
tangan atau dari ujung jari tangan pada sati lengan yang diulurkan sampai ujung jari
tangan pada lengan yang lainnya (Kwok & Whitelaw, 1991).

Setiap informasi harus mencakup sesuatu yang disukai maupun yang tidak disukai, pola
makan, pembatasan makan untuk alasan medis, alasan budaya, atau agama. Beberapa
kondisi kecacatan yang tampak, seperti paralisis akibat cedera serebrovaskular (CVA)
atau kesulitan menelan, harus dicatat dan dilaporkan. Dalam prosedur penerimaan klien
dirumah sakit, biasanya perawat harus memperoleh informasi dari indifidu yang dapat
di tunjang ileh informasi yang diperoleh dari keluarga atau oarnag lain yang pernah
merawat klien.

12
2.6.4 Pertumbuhan Gigi

Beberapa lansia dengan pertumbuhan gigi yang sangat buruk atau mengalami sakit
pada saat memakai gigi palsu cenderung memerlukan pelayanan praktisi gigi.
Pelayanan ini diberikan oleh ahli bedah gigi dan ahli higien gigi yang tergabung tim
multidispliner dan bekerja dalam bidang yang berhubungan dengan nutrisi. Rumah
sakit umum dengan departemen gigi dan fasilitas dari beberapa rumah sakit yang
menyediakan perawatan lansia, dapat digunakan sebagai tempat praktik ahli bedah gigi.
Ada juga seorang ahli gigi dikomunitas yang dapat mengunjungi lansia dirumah dan di
rumah sakit. Perawat dapat membuat perujukan secara langsung untuk dokter gigi yang
mungkin merekomendasikan kembali kepada ahli higien gigi, untuk melakukan
kunjungan selanjutnya. Perawat harus mengetahui cara untuk membersihkan gigi palsu
lansia. Tidak semua bahan dari gigi palsu bisa disikat dengan pasta gigi dan beberapa
diantaranya tidak cocok di rendam dengan cairan steril dalam waktu yang lama.
Umumnya, perawat harus merawat gigi palsu lansia secara adekuat karena mereka tidak
mampu memelihara gigi palsunya sendiri. Gigi palsu harus harus diberi label yang tidak
terasa saat mereka memakainya, harus dibersihkan minimal setiap hari, dan jangan
dibiarkan kering karena akan rusak. Saat tidak dipakai, gigi palsu harus direndam
dalam air bersih (Waston,1989).

2.6.5 Perujukan

Pengkajian pada lansia dirumah sakit belum dapat dikatakan selesai sebelum informasi
yang telah terkumpul, di evaluasi secara tepat dan perujukan yang cermat dibuat.
Dengan kata lain, perawat tidak dapat langsung merujuk lansia ke spesialis lain dalam
tim multidisplner, seperti ahli gizi, ahli terapi wicara, dan ahli terapi okupasi. Setiap
perujukkan harus dibuat oleh dokter. Perujukkan mungkin harus segera dibuat setelah
klien yang masuk ke rumah sakit, mengalami kondisi tertentu seperti berat badan yang
rendah.

13
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Lansia mengalami persoalan khusus tentang nutrisi. Mereka beresiko tinggi menderita
malnutrisi dan lebih rentan terkena dampak malnutrisi. Perawat berperan sangat penting
dalam pemenuhan nutrisi lansia, terutama dirumah sakit. Banyak yang dapat dipelajari
perawat tentang nutrisi selama pengkajian yang dilakukan pada saat lansia masuk rumah
sakit. Salah satu indikator yang sangat penting pada status nutrisi adalah berat badan.
Indikator ini dapat diikuti keselurahan pada saat penerimaan klien di rumah sakit dalam
upaya memantau status nutrisi mereka. Standar yang ditetapkan, dibutuhkan perawat untuk
mengetahui saat yang tepat dalam mencari bantuan spealis yang relevan melalui dokter.
3.2 Saran

Untuk mengurangi kejadian malnutrisi (gizi lebih dan gizi kurang) pada lansia
disaran lansia agar mengatur pola makan yang baik, dan juga disertai
olahraga yang teratur. Dengan kebiasaan makan lansia yang suka mengonsumsi makanan
berlemak dan juga kurangnya konsumsi zat gizi pada lansia, kader dan
tenaga kesehatan dapat mengedukasi lansia pada saat posyandu lansia
tentang makan seimbang bagi lansia berserta pengolahan yang tepat

14
DAFTAR PUSTAKA

Wanston, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai