Anda di halaman 1dari 20

KEBUTUHAN GIZI PADA USIA LANJUT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi

Oleh:

KELOMPOK 10

1. RAYANIE 11194862111420
2. RUSIAH 11194862111421
3. STEFANY YUNIARTY 11194862111422
4. WAHIDAH 11194862111423
5. WITTA ARNAZ 11194862111424
6. YUNIKE KAROLINA 11194862111425

FAKULTAS KESEHATAN
ALIH JENJANG S1 KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Atas berkat dan
rahmat-Nyalah. Kami kelompok 10 dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Gizi dalam Kesehatan
Reproduksi. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kita semua
para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca agar makalah menjadi lebih baik dan sempurna untuk kedepannya.

Gunung Mas, 02 Juni 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum...............................................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus..............................................................................................................2
1.3 Manfaat......................................................................................................................................2
1.3.1 Bagi Penulis........................................................................................................................2
1.3.2 Bagi Masyarakat................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................................................3
2.1 Pengertian Usia Lanjut.........................................................................................................3
2.2 Gizi Pada Usia Lanjut............................................................................................................3
2.2.1 Kebutuhan Gizi Usia Lanjut.........................................................................................3
2.2.2 Penentuan Status Gizi Usia Lanjut.............................................................................5
2.2.3 Masalah Gizi Pada Usia Lanjut....................................................................................8
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Usia Lanjut.....................................9
2.2.5 Peran Zat Gizi Pada Usia Lanjut................................................................................10
2.2.6 Prinsip Gizi Seimbang Pada Usia Lanjut................................................................11
2.2.7 Menu Sehat Untuk Usia Lanjut..................................................................................12
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................17

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan vitamin larut lemak......................................................................................6
Tabel 2. Kebutuhan vitamin larut air.............................................................................................6
Tabel 3. Kebutuhan Mineral............................................................................................................7
Tabel 4 Klasifikasi Status Gizi........................................................................................................9
Tabel 5 Contoh Menu Sehari.........................................................................................................16
Tabel 6. Menu Pada Usia Lanjut dengan Penyulit...................................................................16

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan bidang kesehatan di Indonesia berdampak pada penurunan angka
kelahiran, penurunan kematian bayi dan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1970-
an usia harapan hidup Indonesia hanya sekitar 45-50 tahun. Tahun 2011 united Nations
development Programme (UNDP) mencatat asia harapan hidup penduduk Indonesia telah
mencapai 69,4 tahun sedangkan CIA World Factbook mencatat 70,7 tahun (Prawiro, 2012)

Peningkatan usia harapan hidup akan berdampak pada peningkatan jumlah populasi
lanjut usia (lansia). Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu
merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia
sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat.
Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia menetapkan bahwa
batsan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas.

Secara biologis, penduduk lansia adalah penduduk yang telah mengalami proses
penuaan dan menurunnya daya tahan fisik sehingga rentan terhadap penyakit. Dengan
bertambahnya jumlah lansia di Indonesia akan membawa pengaruh besar dalam
pengelolaan kesehatannya. Masyarakat umumnya mempersepsikan kelemahan dan
kerapuhan sebagai kondisi yang normal pada lansia, padahal hali itu bisa saja merupakan
suatu kondisi atau tanda adanya gangguan nutrisi. Kebutuhan akan nutrisi yang baik
merupakan kebutuhan dasar bagi kesehatan setiap manusia, karena nutrisi mampu
mempengaruhi fungsi fisis dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup secara keseluruhan dan
panjangnya kehidupan sehingga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan di sepanjang
kehidupan (Suryaningsih, 2012). Perpaduan antara perubahan fisik, sosial ekonomi dan
psikososial akan mempengaruhi status gizi lansia (Skates & Anthony, 2012).

Penyakit yang terjadi pada lansia sangat erat kaitannya dengan masalah status gizi,
baik itu gizi kurang, gizi baik, gizi lebih atau obesitas. Kondisi seperti ini dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,
diabetes mellitus, batu empedu, gout (rematik), ginjal, sirosis hati dan kanker (Nasoetion,
2010). Sehingga sangat penting untuk mengetahui kebutuhan gizi pada lansia agar lansia
tetap produktif dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.

2
2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran gizi pada usia lanjut

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui kebutuhan gizi pada usia lanjut
2. Menentukan status gizi pada usia lanjut
3. Mengetahui masalah gizi pada usia lanjut
4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada usia lanjut
5. Mengetahui peran zat gizi selama orang usia lanjut
6. Mengetahui prinsip gizi seimbang pada orang usia lanjut
7. Mengetahui menu yang sehat untuk orang usia lanjut

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan tentang
gambaran kebutuhan gizi pada usia lanjut serta konsep gizi yang benar dan baik pada
usia lanjut untuk dkemudian dapat diterapkan dalam praktik keseharian sebagai bidan.

1.3.2 Bagi Masyarakat


Dapat membantu untuk memberi informasi kepada masyarakat khususnya usia
lanjut. Supaya dapat meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal salah satunya
dengan cara memenuhi kebutuhan gizinya dengan zat gizi yang cukup.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Usia Lanjut


Setiap manusia akan mengalami proses menjadi tua. Masa tua ini merupakan daur
kehidupan seseorang sebagai masa hidup manusia yang terakhir. Pada masa lansia
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial dimana terkadang meskipun
sedikit hal ini menyebabkan lansia tidak mampu melakukan tugasnya sehari-hari.
Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas
(Permenkes RI, 2015). Badan Kesehatan Dunia (WHO) membagi batasan usia lanjut
menjadi 4 yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun.
Menurut Malik tahapan usia lanjut dibagi menjadi tiga subtahap, antara lain :
1. Tahap awal tua ialah usia 53-63 tahun
2. Tahap pertengahan ialah usia 65-70 tahun
3. Tahap tua akhir ialah usia diatas 70 tahun.

2.2 Gizi Pada Usia Lanjut

2.2.1 Kebutuhan Gizi Usia Lanjut


Seperti golongan umur lainnya, lansia membutuhkan zat-zat gizi yang terkandung
dalam makanan. Zat-zat gizi ini dibutuhkan untuk proses metabolisme. Pemenuhan zat gizi
bagi lansia dapat memudahkan proses adaptasi diri dengan perubahan yang dialami. Selain
itu, pemenuhan kebutuhan zat gizi juga dapat memperpanjang usia. Kebutuhan energi pada
lansia mengalami penurunan karena berkurangnya energi basal. Energi basal adalah energi
yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan dasar dalam keadaan istirahat, seperti
aktivitas jantung, pernapasan dan ginjal.
Konsep gizi usia lanjut sama dengan konsep gizi untuk golongan umur lainnya.
Berdasarkan fungsinya, zat gizi dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok :
1. Kelompok zat gizi sumber energi, yaitu :

3
5

a. Bahan makanan yang tinggi karbohidrat kompleks seperti beras, jagung, gandum,
roti, dan lain-lain serta karbohidrat sederhana seperti gula dan sirup. Dianjurkan
asupan karbohidrat antara (50-60%) dari energi total sehari, dengan asupan
karbohidrat kompleks lebih tinggi daripada karbohidrat sederhana.
b. Bahan makanan yang tinggi lemak seperti minyak, mentega maupun margarin,
santan serta susu maupun dairy product. Dianjurkan + 25% dari energitotal per
hari, dan diutamakan berasal dari lemak tidak jenuh.
2. Kelompok zat gizi pembangun yaitu bahan makanan yang banyak mengandung
protein, baik hewani maupun nabati seperti ayam, ikan, telur, daging, serta kacang-
kacangan dan olahannya.
3. Kelompok zat pengatur yaitu bahan makanan yang banyak mengandung vitamin
maupun mineral, seperti sayur dan buah. Konsumsi serat dianjurkan 10-13 g per
1000 kalori (25g/hari ~ 5 porsi buah dan sayur). Vitamin mempunyai peran penting
dalam mencegah dan memperlambat proses degeneratif pada Lanjut Usia. Apabila
asupan tidak adekuat perlu dipertimbangkan suplementasi;namun harus dihindari
pemberian megadosis.

Tabel 1. Kebutuhan vitamin larut lemak


A (RE) D (mcg) E (mg) K (mcg)
Laki-laki >65 thn 600 15 15 65
Perempuan >65 thn 500 15 15 65
Sumber : WNPG VIII, 2004

Tabel 2. Kebutuhan vitamin larut air


Thia Ribofla Niacin B12 B6 C As.
min vin (mg) (mcg) (mg) (mg) Folat
(mg) (mg) (mcg)
Laki-laki >65 thn 1 1,3 16 2,4 1,7 90 400
Perempuan >65 1 1,1 14 2,4 1,5 75 400
thn
Sumber : WNPG VIII, 2004

Beberapa vitamin perlu perhatian khusus karena sering terjadi defifiensi


(Vitamin B12, D) dan sifat sebagai antioksidan (Vitamin C dan E).
6

Tabel 3. Kebutuhan Mineral


Ca P Fe Zn I Se
(mg) (mg) (mg) (mg) (mcg) (mcg)
Laki-laki >65 800 600 13 13,4 150 30
thn
Perempuan 800 600 12 9,8 150 30
>65 thn
Sumber : WNPG VIII, 2004
Beberapa mineral yang perlu diperhatikan adalah Ca (kemampuan absorpsi
Ca menurun baik pada laki-laki maupun perempuan), defisiensi Zn mengakibatkan
gangguan imun dan gangguan pencernaan (fungsi cerna memang menurun pada
usia lanjut), defisiensi Cu dapat mengakibatkan anemia, serta Se, karena bersifat
sebagai antioksidan.

2.2.2 Penentuan Status Gizi Usia Lanjut


Status gizi lansia dapat dinilai dengan cara pengukuran antropometri
(Supariasa, 2012). Pengukuran antropometri adalah pengukuran tentang ukuran,
berat badan, dan proporsi tubuh manusia dengan tujuan untuk mengkaji status nutrisi
dan ketersediaan energi pada tubuh serta mendeteksi adanya masalah-masalah
nutrisi pada seseorang. (Nurachmah, 2001). Pengukuran antropometri yang dapat
digunakan untuk menetukan status gizi pada lansia meliputi tinggi badan, berat
badan, tinggi lutut (knee high), lingkar betis, tebal lipatan kulit (pengukuran skinfold),
dan lingkar lengan atas. Cara yang paling sederhanan dan banyak digunakan adalah
dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) (Fatmah, 2010). Adapun beberapa
pengukuran antropometri yang dapat dilakukan pada lansia adalah sebagai berikut:

1. Berat badan
Berat badan merupakan gambaran masa jaringan tubuh dan cairan tubuh.
Berat badan adalah variabel antropometri yang sering digunakan dan hasilnya cukup
akurat. Pengukuran berat badan sering digunakan berbagai kelompok usia karena
pengukuran berat badan juga dapat digunakan sebagai indikator status gizi pada
saat skrining gizi dilakukan. Hal ini disebabkan karena berat badan sangat sensitive
terhadap berbagai perubahan komposisi tubuh, sehingga penurunan atau kenaikan
berat badan ini berkaitan erat dengan komposisi tubuh (Fatmah,2010).
7

Pengukuran berat badan lansia dapat diukur menggunakan alat ukut timbangan
injak digital (Seca) dengan ketelitian 0,1kg. Subyek diukur dalam posisi berdiri
dengan ketentuan subyek memakai pakaian seminimal mungkin, tanpa isi kantong
dan sepatu/sandal. Pada pengukuran lansia yang mengalami gangguan psikomotorik
dapat diukur dengan menggunkan Flush mounted floor scal adalah timbangan yang
dapat digunakan untuk pasien yang menggunakan kursi roda maupun terbaring di
tempat tidur yang memiliki roda. Prinsip penggunannya ditimbang beserta kursi roda
ataupun tempat tidur yang telah diketahui beratnya dengan alat yang sama. Dihitung
menggunakan dengan rumus
BB Responden = Berat Orang dan Kursi Roda – Berat Kursi Roda

2. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan hasil pertumbuhan kumulatif sejak lahir sehingga
parameter ini dapat memberikan gambaran mengenai riwayat status gizi masa lalu.
Tinggi badan ini diukur dengan menggunakan alat ukur seperti microtoise dengan
ketepatan 0 , 1 cm tetapi bisa juga dengan alat pengukuran non elastik ataupun
metal. Pengukuran di lakukan pada posisi berdiri tegak pada permukaan tanah/lantai
yang rata (flat surface) tanpa menggunakan alas kaki. Ujung tumit kedua telapak kaki
dirapatkan dan menempel di dinding dalam posisi agak terbuka di bagian jari-jari
kaki, pandangan mata lurus ke depan, kedua lengan dikepal erat, tulang belakang
dan pantat menempel di dinding. (Chumlea, 1998) Pada pengukuran tinggi badan
lansia yang mengalami kelainan tulang, tidak dapat dilakukan pengukuran tinggi
badan secara tepat (Fatmah, 2010). Menurut Chumlea, bagi lansia yang tidak dapat
berdiri ataupun bongkok, maka pengukuran tinggi lutut dapat dilakukan untuk
memperkirakan tinggi badan.
3. Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan bisa
didapatkan dari tinggi lutut bagi orang yang tidak dapat berdiri ( Fatmah, 2006).
Teknik pengukuran tinggi lutut diukur dengan caliper berisi mistar pengukuran
dengan mata pisau menempel pada sudut 90°. Alat yang digunakan adalah alat ukur
tinggi lutut terbuat dari kayu. Subyek yang diukur dalam posisi duduk atau
berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri subyek antara tulang tibia
dengan tulang paha membentuk sudut 90° Alat ditempatkan di antara tumit sampai
bagian proksimal dari tulang platela. Pembacaan skala dilakukan pada alat ukur
dengan ketelitian 0,1 cm.
Hasil penguluran dalam cm dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan rumus
Chumlea:
TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dalam cm)
8

TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)

Indeks Masa Tubuh (IMT)

IMT merupakan indikator status gizi yang cukup peka digunakanuntuk menilai
status gizi orang dewasa diatas umur 35 tahun dan mempunyai hubungan yang
cukup tinggi dengan persen lemak dalam tubuh (fatmah,2010). IMT juga merupakan
sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk
menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori underweight (kekurangan berat
badan), overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas (kegemukan). Rumus atau
cara menghitung IMT yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan
kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m2) Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat
diketuhi nilainya dengan menggunakan rumus :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)


IMT =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

Klasifikasi IMT untuk Indonesia merujuk kepada ketentuan WHO tahun 1985 dimana
klasifikasi ini dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis serta hasil penelitian di
Negara berkembang yang kemudian diklasifikasikan ke dalam Mini Nutritional
Assessment, klasifikasinya merupakan sebagai berikut:

Tabel 4 Klasifikasi Status Gizi


IMT Kategori Status Gizi
< 17.0 Kekurangan BB tingkat Sangat kurus
berat
17.0 - < 18.5 Kekurangan BB tingkat Kurus
ringan
18.5 – 25.0 BB normal Normal
>25.0 – 27.0 Kelebihan BB tingkat ringan Gemuk
>27.0 Kelebihan BB tingkat berat Sangat gemuk
(obesitas)
Sumber : Pedoman Gizi Seimbang 2015
9

2.2.3 Masalah Gizi Pada Usia Lanjut


1. Kurang Energi Kronik
Kurang energi kronik (KEK) merupakan salah satu masalah gizi pada lanjut
usia, dan keadaan KEK merupakan akibat adanya penyakit kronik, kemiskinan,
anoreksia, hidup sendiri, menurunnya fungsi mental dan fisik termasuk keadaan gigi.
Penurunan BB pada umumnya mendahului keadaan KEK, sehingga penurunan BB juga
digunakan pada penapisan adanya malnutrisi. Selanjutnya seseorang diklasifikasi
malnutrisi apabila jumlah total skor akhir <17, risiko malnutrisi apabila rentang skor
antara 17-23,5. Apabila subyek mempunyai masalah malnutrisi perlu dilakukan
intervensi gizi dan selanjutnya dilakukan pemantauan dan evaluasi penatalaksanaan
gizi.

2. Gizi Lebih (obestitas)

Keadaan gizi lebih perlu untuk dideteksi secara dini (dengan menghitung
indeks massa tubuh),untuk mencegah timbulnya berbagai masalah kesehatan yang
dapat ditimbulkan. Khususnya obesitas sentral dapat secara mudah diketahui dengan
mengukur lingkar pinggang. Bila didapatkan nilai >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada
perempuan dikategorikan sebagai obesitas sentral.Obesitas adalah penumpukan lemak
yang berlebihan di dalam jaringan adiposa tubuh sehingga menimbulkan masalah
kesehatan. Distribusi lemak yang berlebihan di suatu bagian tubuh, contohnya obesitas
sentral, yaitu penumpukan lemak di daerah abdominal/obesitas sentral, juga
dihubungkan dengan risiko penyakit degeneratif tertentu. Obesitas disebabkan adanya
ketidakseimbangan energi yaitu asupan energi lebih tinggi daripada energi yang
dikeluarkan. Hal ini menyebabkan peningkatan cadangan energi dan BB. Banyak faktor
yang menyebabkan ketidakseimbangan energi, diantaranya faktor kebiasaan makan
yang berlebih, genetik dan aktivitas fisik yang kurang.
Pada Lanjut Usia, keadaan obesitas maupun kurang gizi tingkat berat dapat
mengakibatkan penurunan fungsi fisik yang lebih berat dibandingkan mereka dengan
status gizi baik; kedua hal tersebut dapat mengakibatkan terjadi fraility atau kelemahan,
dan mereka yang tergolong lemah mempunyai risiko tinggi untuk tergantung pada orang
lain, jatuh, mengalami luka dan lain-lain. Untuk menjaga berat badan dalam batas-batas
normal, seseorang harus berada dalam keseimbangan energi, yaitu jumlah asupan
kalori sama dengan kalori yang dikeluarkan. Selain itu, asupan vitamin dan mineral
harus terdapat dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan tubuh. Bila kandungan energi
makanan yang dikonsumsi lebih sedikit daripada energi yang keluar, maka cadangan
tubuh digunakan untuk mencukupi kekurangan energi yang terjadi, sehingga BB
menurun. Sebaliknya jika kita mengkonsumsi makanan lebih banyak daripada yang
10

dibutuhkan tubuh, kelebihan hasil metabolismenya akan disimpan sebagai cadangan


energi terutama di jaringan adiposa dan BB akan meningkat.

3. Kekurangan Zat Gizi Mikro lain


Adapun penyakit degeneratif kronis yang sering dihubungkan dengan status gizi
lansia adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, osteoartritis,
osteoporosis dan artritis gout.

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Usia Lanjut


Kebutuhan gizi usia lanjut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Usia
Pada saat usia lanjut, besarnya kebutuhan energi dan lemak menjadi
menurun atau lebih rendah dari kebutuhan pada usia sebelumnya. Setelah berumur
50 tahun, kebutuhan energi menurun sebesar 5% untuk setiap pertambahan usia 10
tahun. Kebutuhan dari zat gizi protein, vitamin dan mineral memasuki usia tersebut
tidak berkurang atau memiliki jumlah tetap. Kebutuhan protein, vitamin dan mineral
ini berfungsi sebagai regenerasi sel dan antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh
dari radikal bebas yang dapat merusak sel.
2. Jenis Kelamin
Ada perbedaan kebutuhan zat gizi antara laki-laki dan perempuan. Pada
umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebuh banyak terutama energi, protein dan
lemak dibandingkan perempuan, dikarenakan postur tubuh, otot dan luas
permukaan tubuh. Namun kebutuhan akan Fe pada perempuan cenderung lebih
tinggi karena mengalami menstruasi. Pada wanita yang sudah menopause
kebutuhan akan Fe akan menurun.

3. Aktivitas Fisik dan Pekerjaan


Usia lanjut mengalami penurunan kemampuan fisik yang berdampak pada
aktivitas sehingga mengakibatkan kebutuhan energinya juga berkurang. Kecukupan
zat gizi seseorang juga sangat tergantung dari pekerjaan sehari-hari yaitu dengan
kategori ringan, sedang, berat. Makin berat pekerjaan seseorang makin besar zat
gizi yang dibutuhkan. Usia lanjut dengan pekerjaan fisik yang berat memerlukan zat
gizi yang lebih banyak.

4. Postur/Ukuran Tubuh
11

Postur/ukuran tubuh pada lanjut usia yang lebih besar memerlukan lebih
bnayak dibandingkan dengan usia lanjut dengan postur tubuh yang lebih kecil.

5. Iklim/Cuaca/Suhu Udara
Iklim/cuaca/suhu udara juga dapat mempengaruhi besarnya kebutuhan zat
gizi pada usia lanjut. Seorang usia lanjut yang bermukim di daerah dengan suhu
dingin misalnya pegunungan memerlukan zat gizi lebih besar daripada usia lanjut
yang bermukim di suhu yang normal. Peningkatan kebutuhan ini diperlukan untuk
mempertahankan suhu tubuhnya.

6. Stress Fisik dan Stress Psikososial


Stress fisik dan stressor psikososial yang kerap terjadi pada usia lanjut juga
mempengaruhi kebutuhan gizi. Pada usia lanjut, masa pemulihan setelah sakit
memerlukan penyesuaian kebutuhan gizi.

7. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal juga mempunyai pengaruh terhadap besaran
kebutuhan zat gizi usia lanjut. Mereka yang sering terpapar atau rawan polusi,
misalnya tinggal dekat pabrik, industri dan lain-lain perlu mendapat suplemen
tambahan protein, vitamin dan mineral utuk melindungi sel-sel tubuh dari efek
radiasi.

2.2.5 Peran Zat Gizi Pada Usia Lanjut


Proses menua merupakan suatu bagian dari siklus kehidupan yang akan
dilaui oleh setiap manusia. Usia lanjut merupakan kelompok rentan gizi yang mudah
mengalami gangguan kesehatan. Oleh karena itu usia lanjut memerlukan asupan
zat gizi yang mencukupi. Nutrisi bagi usia lanjut berperan penting untuk mencegah,
menunda onset kejadian, dan menekan biaya yang dikeluarkan untuk biaya
kesehatan.
Kurangnya asupan zat gizi akan menyebabkan seseorang mengalami defisit
dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya, dan salah satu konsekuensinya adalah
menjadi rentan terhadap serangan penyakit infeksi, yang apabila terjadi akan
memperburuk status gizinya. Sebaliknya seseorang yang menderita penyakit infeksi
akan mengalami peningkatan metabolisme dan suhu tubuh, yang menyebabkan
kebutuhan energi dan zat-zat gizinya meningkat. Sementara itu, seseorang yang
menderita penyakit infeksi biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sehingga
asupan gizinya juga berkurang, yang jika berlangsung lama akan menurunkan
status gizinya (UNICEF, 1998).
12

2.2.6 Prinsip Gizi Seimbang Pada Usia Lanjut


Guna memenuhi kebutuhan gizi maka penting untuk menerapkan prinsip gizi
seimbang, berikut adalah pesan gizi seimbang bagi lansia :

1. Konsumsi atau makan beraneka ragam


Kebutuhan gizi dapat dipenuhi degan cara mengonsumsi berbagai jenis
makanan dengan pertimbangan bahwa satu jenis makanan tidak dapat memenuhi
kebutuhan zat gizi seluruhnya. Untuk itu makanan yang beragam jenis akan lebih
baik dibanding dengan hanya satu makanan saja.
Sebaiknya konsumsi makanan paling sedikit empat sumber bahan makanan sangat
dianjurkan. Sumber bahan makanan tersebut bisa bervariasi dari makanan pokok,
lauk-pauk, sayuran dan buah.

2. Konsumsi makanan cukup sumber energi


Sumber zat gizi yang menghasilkan energi adalah karbohidrat, protein dan
lemak. Namun demikian karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh.
Jenis karbohidrat kompleks seperti beras, beras merah, ubi jlar, singkong,
havermout, jagung, sagu dan umbi-umbian lainnya sangat dianjurkan. Sumber
karbohidrat lain seperti biji-bijian dan kacang-kacangan utuh juga bisa dikonsumsi
sebagai sumber energi dan sumber serat. Sebaliknya usia lanjut disarankan untuk
mengurangi makanan gula sederhana seperti gula pasir, sirup dan makanan olahan
dengan bahan utama gula pasir dan sirup.

3. Konsumsi lemak dan minyak dibatasi


Konsumsi lemak dianjurkan tidak lebih dari seperempat atau 25% total
kebutuhan energi. Pembatasan konsumsi lemak ini bertujuan mengurangi risiko
terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, hiperlipidemia, gagal ginjal, dan lain-lain. Sumber lemak yang dianjurkan
adalah lemak tidak jenuh yang berasal dari nabati seperti alpukat, kacang-
kacangan, minyak zaitun dan minyak jagung. Sumber lemak lainnya seperti minyak
ikan banyak mengandung Omega 3, dianjurkan dikonsumsi karena dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan mencegah arthritis.

4. Konsumsi makanan yang mengandung zat besi

Usia lanjut rawan terhadap anemia salah satu faktor terjadinya anemia karena
kurangnya asupan zat besi pada tubuh. Zat besi penting untuk pembentukan
eritrosit. Zat besia dapat diperoleh dari daging, hati, telur, susu dan makanan
hewani lainnya. Selain itu sumber zat besi lainnya berasal dari sayuran hijau.
13

Penyerapan zat besi sumber hewani lebih tinggi dari sumber nabati. Kondisi inilah
yang menyebabkan seorang usia lanjut perlu mengonsumsi makanan sumber zat
besi dengan jenis yang baik dan dalam jumlah yang cukup.

5. Sarapan pagi
Sarapan pagi memberikan 15-30% kebutuhan energi sehari berfungsi
memberikan bekal energi dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan pada waktu siang
hari. Sarapan pagi yang dilakukan secara teratur dengan jenis dan jum,lah yang
cukup dapat menjaga ketahanan fisik, meningkatkan produktivitas kerja dan
mempertahankan daya tahan tubuh.

6. Konsumsi cairan dalam jumlah cukup


Air atau cairan tubuh bernilai 55-60% dari berat badan seseorang. Angka ini
lebih besar untuk anak-anak tetapi pada proses menua manusia akan kehilangan
air.

7. Melakukan olahraga secara teratur dan aktivitas fisik yang baik


Kebugaran dapat dipertahankan dengan melakukan olahraga yang teratur.
Melakukan olahraga dengan gerakan fisik yang pelan dengan waktu menyesuaikan
dengan kemampuan tubuh. Beberapa sumber menyebutkan bahwa olahraga pada
usia lanjut dianjurkan tiga kali seminggu dengan durasi 20-30 menit. Usia lanjut juga
dianjurkan untuk melaksanakan aktivitas fisik sehari-hari. Namun, karena
keterbatasan fisik yang dimiliki perlu melakukan penyesuaian dalam melakukan
aktivitas fisik sehari-hari agar tidak terjadi cedera.

8. Tidak mengonsumsi minuman keras/beralkohol dan membiasakan untuk membaca


label makanan.

2.2.7 Menu Sehat Untuk Usia Lanjut


Berikut sumber makanan yang dianjurkan untuk usia lanjut :
1. Makanan pokok sebagai sumber karbohidrat digunakan sebagai energi seperti nasi
(beras merah tumbuk, beras putih dll), jagung, ubi, singkong, sagu, kentang, talas,
sukun, bihun,mie, roti gandum dan havermut).
2. Lauk pauk sebagai sumber protein, lemak dan mineral.
a. Sumber makanan hewani : ikan (dianjurkan ikan teri, ikan kembung basah dan
segar dll), daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak, telur dan susu
rendah lemak dan lainnya
b. Sumber makanan nabati : tempe, tahu dan kacang kacangan serta olahannya.
14

3. Sayuran berwarna sebagai sumber vitamin dan mineral serta serat seperti bayam,
kangkung, wortel, brokoli, labu kuning, labu siam, dan lalapan dan sayuran segar
lainnya.
4. Buah berwarna : pepaya, pisang, jeruk manis, alpukat, apel, dll.
5. Makanan sumber zat besi seperti hati sapi, hati ayam, daging ayam, daging sapi,
sayuran berwarna hijau (bayam) dan kacang kacangan.
6. Makanan sumber kalsium seperti : ikan (contoh ikan teri basah dan segar), sayur
hijau (sawi hijau, daun singkong, daun pakis/paku dll) dan buah (jeruk, pisang,
jambu biji, pepaya, alpukat, apel, stroberi, buah naga dll).
7. Minum air putih minimal 8 gelas sehari.

Bahan makanan yang konsumsinya dibatasi seperti :


1. Konsumsi Gula, Garam dan Lemak (GGL) dalam pengolahan makanan sehari
adalah sesuai dengan anjuran (G4G1L5), yang artinya:
a. Konsumsi Gula maksimum 4 sendok makan (50 gram/hari)
b. Konsumsi Garam maksimum 1 sendok teh (2 gram/hari )
c. Konsumsi Lemak maksimum 5 sendok makan minyak sayur (67 gram/hari)
2. Makanan sumber natrium : makanan yang diawetkan seperti ikan dan daging
kalengan, minuman berkarbonasi/bersoda.

Bentuk atau konsistensi makanan yang diberikan pada lansia harus


mempertimbangkan kemampuan mengunyah dan pencernaan mekanik di mulut ,
misalnya pemberian makanan lunak seperti nasi tim dan lauk cincang pada lansia
dengan gigi yang lengkap. Lansia juga sebaiknya membatasi makanan yang
mengandung tinggi lemak seperti jeroan (hati, ampela, paru, otak), kulit, santan,
kental dan gorengan. Hal ini dikarenakan lansia mengalami perubahan proporsi
jaringan lemak sehingga kebutuhan akan lemak menjadi berkurang. Akan tetapi
bukan berarti lansia tidak boleh mengonsumsi lemak Lansia harus mengonsumsi
lemak namun dengan catatan sesuai dengan kebutuhan. Alternatif yang bisa
dilakukan adalah dengan mengkombinasi cara memasak antara bahan yang
disajikan. Sebagai contoh isalnya bila menu hari ini sudah digoreng, maka sayuran
lebih baik sayur yang tidak bersantan seperti sayur bening, sayur asam, atau tumis.
Bila hari ini sayurnya bersantan maka lauknya dipanggang, dikukus, dibakar atau
ditim.
15

Tabel 5 Contoh Menu Sehari


Waktu Menu Ukuran Rumah Tangga Berat (gram)
(URT)
Pagi Nasi ¾ gelas 100
Telur rebus dengan 1 butir 50
sambal tomat 1 buah sedang 50
Lalap daun kemangi 1 gelas 100
dan ketimun
Pepaya 1 potong sedang 150
Selingan pagi Pisang 1 buah 75
Makan Siang Nasi 1 gelas 150
Pepes teri basah 2 sendok makan 50
Terik tempe 1 potong 50 (santan 25ml)
Urap sayuran 1 gelas 100 (sayuran) + 10
kelapa muda
Jeruk 1 buah sedang 100
Selingan siang Ubi rebus 1 potong sedang 100
Makan malam Nasi Putih/merah ¾ gelas 100
Ayam panggang 1 potong 50
Tempe bacem 1 potong 30
Sayur asem 1 gelas 100
Melon 1 buah sedang 150
Selingan malam Susu rendah lemak 1 gelas (150-200ml) 25
atau sesuai dengan
penyajian susu
Nilai gizi : energi + 1528 kkal, protein 62 gram (16%), lemak 46 gram (26%), karbohidrat 226
gram (58%), vit. A 1817 µg, Fe 9,5 mg, Ca 500 mg, fosfor 1235 mg.
Sumber : Kemenkes RI, 2016
16

Tabel 6. Menu Pada Usia Lanjut dengan Penyulit


Waktu Usia Lanjut Tanpa Gigi Usia Lanjut dengan
konstipasi
Pagi Nasi Tim ayam Bubur ayam
Telur ceplok air (digoreng dengan air) Telur rebus (bagian putih)
Jus tomat Jus wortel
Selingan pagi Bubur kacang hijau Pepaya
Siang dan malam Nasi lembek Nasi lembek
Semur hati ayam Ikan Pindang
Pepes tahu Tumis Tempe
Sayur rebus labu siam Sayur bening bayam
Jam 16.00 Pisang Jus mangga
Kue talam Biskuit gandum dan teh
hangat
Sumber : Kemenkes RI, 2016

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika penyiapan makanan yaitu :


1. Konsumsi makanan yang beraneka ragam dan bergizi
2. Hindari makanan yang mengandung lemak berlebihan, gula, garam, dan makanan yang
diawetkan.
3. Banyak konsumsi makanan yang mengandung serat (sayur- sayuran dan buah-buahan).
4. Sayuran dipotong lebih kecil, bila perlu dimasak sampai empuk, daging dicincang, buah
dihaluskan (blender atau parut)
5. Porsi makan kecil dan sering, dianjurkan makanan utama 3 kali dan selingan 3 kali
6. Minum air putih minimal 8 gelas untuk memenuhi kebutuhan air 7. Makan bersama dapat
meningkatkan nafsu makan 8. Tingkatkan cita rasa makanan dengan menggunakan
berbagai bumbu untuk mengurangi penggunaan garam, misalnya bawang merah, bawang
putih, jahe, kunyit, lada, gula, jeruk nipis.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan gizi pada usia lanjut mengalami penurunan karena menurunnya kondisi
fisik seiring bertambahnya usia. Untuk menentukan status gizi menggunakan Indeks Massa
Tubuh sesuai rekomendasi WHO yang saat ini juga digunakan di Indonesia. Masalah gizi
yang ditemukan pada usia lanjut biasanya seputar kurang energi kronis, obesitas atau
kekurangan zat gizi mikro tertentu. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi di usia lanjut
ini antara lain faktor umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, postur/ukuran tubuh, iklim/suhu/cuaca
tempat tinggal, stress dan juga dapat disertai faktor lingkungan. Nutrisi bagi usia lanjut
berperan penting untuk mencegah, menunda onset kejadian, dan menekan biaya yang
dikeluarkan untuk biaya kesehatan.

3.2 Saran
Untuk mencapai kesehatan yang optimal di usia lanjut perlu memperhatikan prinsip
gizi seimbang yaitu konsumsi atau makan beraneka ragam, cukup sumber energi, batasi
lemak dan penggunaan minyak, anjuran makanan mengandung zat besi, biasakan sarapan
pagi, penuhi kebutuhan cairan yang cukup, lakukan olahraga yang pelan dan aktivitas fisik
yang ringan, hindari alkohol dan biasakan membaca label makanan sebelum
membeli/dikonsumsi. Masaklah makanan/menu yang sehat sesuai anjuran.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., & Wirjadmadi, B. (2016). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Prenadamedia
Group.

Afifah, C. A., Ruhana, A., Dini, C. Y., & Pratama, S. A. (2022). Buku Ajar Gizi dalam Daur Kehidupan.
Yogyakarya: Deepublish Publisher.

Indonesia, K. R. (2016). Buku Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta: Kemenkes RI.

Keluarga, D. K. (2019). Materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pedoman Untuk Puskesmas Dalam
Pemberdayaan Lanjut Usia. Jakarta: Kemenkes RI.

Sarbini, D., Zulaekah, S., & Isnaeni, F. N. (2019). Gizi Geriatri. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.

Subekhi Hadi Purnomo, Rita Darmayanti, Lia Agustina, R.Setiawan, & Futuh Handoyo. (2020).
Pendidikan Kesehatan Gizi Pada Lansia Dan Pemeriksaan Kesehatan Fisik Di Desa Talok
Kec.Turen Kab.Malan. Jurnal Pengabdian Polinema Kepada Masyarakat, 7(2), 7.
https://doi.org/10.33795/jppkm.v7i2.36

Laswati, D. T. (2019). Masalah Gizi Dan Peran Gizi Seimbang. Agrotech : Jurnal Ilmiah Teknologi
Pertanian, 2(1), 69–73. https://doi.org/10.37631/agrotech.v2i1.12

Ri, K. K. (2017). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2015 iii.

18

Anda mungkin juga menyukai