Oleh:
KELOMPOK 10
1. RAYANIE 11194862111420
2. RUSIAH 11194862111421
3. STEFANY YUNIARTY 11194862111422
4. WAHIDAH 11194862111423
5. WITTA ARNAZ 11194862111424
6. YUNIKE KAROLINA 11194862111425
FAKULTAS KESEHATAN
ALIH JENJANG S1 KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Atas berkat dan
rahmat-Nyalah. Kami kelompok 10 dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Gizi dalam Kesehatan
Reproduksi. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kita semua
para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca agar makalah menjadi lebih baik dan sempurna untuk kedepannya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum...............................................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus..............................................................................................................2
1.3 Manfaat......................................................................................................................................2
1.3.1 Bagi Penulis........................................................................................................................2
1.3.2 Bagi Masyarakat................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................................................3
2.1 Pengertian Usia Lanjut.........................................................................................................3
2.2 Gizi Pada Usia Lanjut............................................................................................................3
2.2.1 Kebutuhan Gizi Usia Lanjut.........................................................................................3
2.2.2 Penentuan Status Gizi Usia Lanjut.............................................................................5
2.2.3 Masalah Gizi Pada Usia Lanjut....................................................................................8
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Usia Lanjut.....................................9
2.2.5 Peran Zat Gizi Pada Usia Lanjut................................................................................10
2.2.6 Prinsip Gizi Seimbang Pada Usia Lanjut................................................................11
2.2.7 Menu Sehat Untuk Usia Lanjut..................................................................................12
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................17
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan vitamin larut lemak......................................................................................6
Tabel 2. Kebutuhan vitamin larut air.............................................................................................6
Tabel 3. Kebutuhan Mineral............................................................................................................7
Tabel 4 Klasifikasi Status Gizi........................................................................................................9
Tabel 5 Contoh Menu Sehari.........................................................................................................16
Tabel 6. Menu Pada Usia Lanjut dengan Penyulit...................................................................16
1
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan usia harapan hidup akan berdampak pada peningkatan jumlah populasi
lanjut usia (lansia). Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu
merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia
sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat.
Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia menetapkan bahwa
batsan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas.
Secara biologis, penduduk lansia adalah penduduk yang telah mengalami proses
penuaan dan menurunnya daya tahan fisik sehingga rentan terhadap penyakit. Dengan
bertambahnya jumlah lansia di Indonesia akan membawa pengaruh besar dalam
pengelolaan kesehatannya. Masyarakat umumnya mempersepsikan kelemahan dan
kerapuhan sebagai kondisi yang normal pada lansia, padahal hali itu bisa saja merupakan
suatu kondisi atau tanda adanya gangguan nutrisi. Kebutuhan akan nutrisi yang baik
merupakan kebutuhan dasar bagi kesehatan setiap manusia, karena nutrisi mampu
mempengaruhi fungsi fisis dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup secara keseluruhan dan
panjangnya kehidupan sehingga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan di sepanjang
kehidupan (Suryaningsih, 2012). Perpaduan antara perubahan fisik, sosial ekonomi dan
psikososial akan mempengaruhi status gizi lansia (Skates & Anthony, 2012).
Penyakit yang terjadi pada lansia sangat erat kaitannya dengan masalah status gizi,
baik itu gizi kurang, gizi baik, gizi lebih atau obesitas. Kondisi seperti ini dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,
diabetes mellitus, batu empedu, gout (rematik), ginjal, sirosis hati dan kanker (Nasoetion,
2010). Sehingga sangat penting untuk mengetahui kebutuhan gizi pada lansia agar lansia
tetap produktif dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.
2
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran gizi pada usia lanjut
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan tentang
gambaran kebutuhan gizi pada usia lanjut serta konsep gizi yang benar dan baik pada
usia lanjut untuk dkemudian dapat diterapkan dalam praktik keseharian sebagai bidan.
TINJAUAN TEORI
3
5
a. Bahan makanan yang tinggi karbohidrat kompleks seperti beras, jagung, gandum,
roti, dan lain-lain serta karbohidrat sederhana seperti gula dan sirup. Dianjurkan
asupan karbohidrat antara (50-60%) dari energi total sehari, dengan asupan
karbohidrat kompleks lebih tinggi daripada karbohidrat sederhana.
b. Bahan makanan yang tinggi lemak seperti minyak, mentega maupun margarin,
santan serta susu maupun dairy product. Dianjurkan + 25% dari energitotal per
hari, dan diutamakan berasal dari lemak tidak jenuh.
2. Kelompok zat gizi pembangun yaitu bahan makanan yang banyak mengandung
protein, baik hewani maupun nabati seperti ayam, ikan, telur, daging, serta kacang-
kacangan dan olahannya.
3. Kelompok zat pengatur yaitu bahan makanan yang banyak mengandung vitamin
maupun mineral, seperti sayur dan buah. Konsumsi serat dianjurkan 10-13 g per
1000 kalori (25g/hari ~ 5 porsi buah dan sayur). Vitamin mempunyai peran penting
dalam mencegah dan memperlambat proses degeneratif pada Lanjut Usia. Apabila
asupan tidak adekuat perlu dipertimbangkan suplementasi;namun harus dihindari
pemberian megadosis.
1. Berat badan
Berat badan merupakan gambaran masa jaringan tubuh dan cairan tubuh.
Berat badan adalah variabel antropometri yang sering digunakan dan hasilnya cukup
akurat. Pengukuran berat badan sering digunakan berbagai kelompok usia karena
pengukuran berat badan juga dapat digunakan sebagai indikator status gizi pada
saat skrining gizi dilakukan. Hal ini disebabkan karena berat badan sangat sensitive
terhadap berbagai perubahan komposisi tubuh, sehingga penurunan atau kenaikan
berat badan ini berkaitan erat dengan komposisi tubuh (Fatmah,2010).
7
Pengukuran berat badan lansia dapat diukur menggunakan alat ukut timbangan
injak digital (Seca) dengan ketelitian 0,1kg. Subyek diukur dalam posisi berdiri
dengan ketentuan subyek memakai pakaian seminimal mungkin, tanpa isi kantong
dan sepatu/sandal. Pada pengukuran lansia yang mengalami gangguan psikomotorik
dapat diukur dengan menggunkan Flush mounted floor scal adalah timbangan yang
dapat digunakan untuk pasien yang menggunakan kursi roda maupun terbaring di
tempat tidur yang memiliki roda. Prinsip penggunannya ditimbang beserta kursi roda
ataupun tempat tidur yang telah diketahui beratnya dengan alat yang sama. Dihitung
menggunakan dengan rumus
BB Responden = Berat Orang dan Kursi Roda – Berat Kursi Roda
2. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan hasil pertumbuhan kumulatif sejak lahir sehingga
parameter ini dapat memberikan gambaran mengenai riwayat status gizi masa lalu.
Tinggi badan ini diukur dengan menggunakan alat ukur seperti microtoise dengan
ketepatan 0 , 1 cm tetapi bisa juga dengan alat pengukuran non elastik ataupun
metal. Pengukuran di lakukan pada posisi berdiri tegak pada permukaan tanah/lantai
yang rata (flat surface) tanpa menggunakan alas kaki. Ujung tumit kedua telapak kaki
dirapatkan dan menempel di dinding dalam posisi agak terbuka di bagian jari-jari
kaki, pandangan mata lurus ke depan, kedua lengan dikepal erat, tulang belakang
dan pantat menempel di dinding. (Chumlea, 1998) Pada pengukuran tinggi badan
lansia yang mengalami kelainan tulang, tidak dapat dilakukan pengukuran tinggi
badan secara tepat (Fatmah, 2010). Menurut Chumlea, bagi lansia yang tidak dapat
berdiri ataupun bongkok, maka pengukuran tinggi lutut dapat dilakukan untuk
memperkirakan tinggi badan.
3. Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan bisa
didapatkan dari tinggi lutut bagi orang yang tidak dapat berdiri ( Fatmah, 2006).
Teknik pengukuran tinggi lutut diukur dengan caliper berisi mistar pengukuran
dengan mata pisau menempel pada sudut 90°. Alat yang digunakan adalah alat ukur
tinggi lutut terbuat dari kayu. Subyek yang diukur dalam posisi duduk atau
berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri subyek antara tulang tibia
dengan tulang paha membentuk sudut 90° Alat ditempatkan di antara tumit sampai
bagian proksimal dari tulang platela. Pembacaan skala dilakukan pada alat ukur
dengan ketelitian 0,1 cm.
Hasil penguluran dalam cm dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan rumus
Chumlea:
TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dalam cm)
8
TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
IMT merupakan indikator status gizi yang cukup peka digunakanuntuk menilai
status gizi orang dewasa diatas umur 35 tahun dan mempunyai hubungan yang
cukup tinggi dengan persen lemak dalam tubuh (fatmah,2010). IMT juga merupakan
sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk
menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori underweight (kekurangan berat
badan), overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas (kegemukan). Rumus atau
cara menghitung IMT yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan
kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m2) Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat
diketuhi nilainya dengan menggunakan rumus :
Klasifikasi IMT untuk Indonesia merujuk kepada ketentuan WHO tahun 1985 dimana
klasifikasi ini dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis serta hasil penelitian di
Negara berkembang yang kemudian diklasifikasikan ke dalam Mini Nutritional
Assessment, klasifikasinya merupakan sebagai berikut:
Keadaan gizi lebih perlu untuk dideteksi secara dini (dengan menghitung
indeks massa tubuh),untuk mencegah timbulnya berbagai masalah kesehatan yang
dapat ditimbulkan. Khususnya obesitas sentral dapat secara mudah diketahui dengan
mengukur lingkar pinggang. Bila didapatkan nilai >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada
perempuan dikategorikan sebagai obesitas sentral.Obesitas adalah penumpukan lemak
yang berlebihan di dalam jaringan adiposa tubuh sehingga menimbulkan masalah
kesehatan. Distribusi lemak yang berlebihan di suatu bagian tubuh, contohnya obesitas
sentral, yaitu penumpukan lemak di daerah abdominal/obesitas sentral, juga
dihubungkan dengan risiko penyakit degeneratif tertentu. Obesitas disebabkan adanya
ketidakseimbangan energi yaitu asupan energi lebih tinggi daripada energi yang
dikeluarkan. Hal ini menyebabkan peningkatan cadangan energi dan BB. Banyak faktor
yang menyebabkan ketidakseimbangan energi, diantaranya faktor kebiasaan makan
yang berlebih, genetik dan aktivitas fisik yang kurang.
Pada Lanjut Usia, keadaan obesitas maupun kurang gizi tingkat berat dapat
mengakibatkan penurunan fungsi fisik yang lebih berat dibandingkan mereka dengan
status gizi baik; kedua hal tersebut dapat mengakibatkan terjadi fraility atau kelemahan,
dan mereka yang tergolong lemah mempunyai risiko tinggi untuk tergantung pada orang
lain, jatuh, mengalami luka dan lain-lain. Untuk menjaga berat badan dalam batas-batas
normal, seseorang harus berada dalam keseimbangan energi, yaitu jumlah asupan
kalori sama dengan kalori yang dikeluarkan. Selain itu, asupan vitamin dan mineral
harus terdapat dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan tubuh. Bila kandungan energi
makanan yang dikonsumsi lebih sedikit daripada energi yang keluar, maka cadangan
tubuh digunakan untuk mencukupi kekurangan energi yang terjadi, sehingga BB
menurun. Sebaliknya jika kita mengkonsumsi makanan lebih banyak daripada yang
10
4. Postur/Ukuran Tubuh
11
Postur/ukuran tubuh pada lanjut usia yang lebih besar memerlukan lebih
bnayak dibandingkan dengan usia lanjut dengan postur tubuh yang lebih kecil.
5. Iklim/Cuaca/Suhu Udara
Iklim/cuaca/suhu udara juga dapat mempengaruhi besarnya kebutuhan zat
gizi pada usia lanjut. Seorang usia lanjut yang bermukim di daerah dengan suhu
dingin misalnya pegunungan memerlukan zat gizi lebih besar daripada usia lanjut
yang bermukim di suhu yang normal. Peningkatan kebutuhan ini diperlukan untuk
mempertahankan suhu tubuhnya.
7. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal juga mempunyai pengaruh terhadap besaran
kebutuhan zat gizi usia lanjut. Mereka yang sering terpapar atau rawan polusi,
misalnya tinggal dekat pabrik, industri dan lain-lain perlu mendapat suplemen
tambahan protein, vitamin dan mineral utuk melindungi sel-sel tubuh dari efek
radiasi.
Usia lanjut rawan terhadap anemia salah satu faktor terjadinya anemia karena
kurangnya asupan zat besi pada tubuh. Zat besi penting untuk pembentukan
eritrosit. Zat besia dapat diperoleh dari daging, hati, telur, susu dan makanan
hewani lainnya. Selain itu sumber zat besi lainnya berasal dari sayuran hijau.
13
Penyerapan zat besi sumber hewani lebih tinggi dari sumber nabati. Kondisi inilah
yang menyebabkan seorang usia lanjut perlu mengonsumsi makanan sumber zat
besi dengan jenis yang baik dan dalam jumlah yang cukup.
5. Sarapan pagi
Sarapan pagi memberikan 15-30% kebutuhan energi sehari berfungsi
memberikan bekal energi dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan pada waktu siang
hari. Sarapan pagi yang dilakukan secara teratur dengan jenis dan jum,lah yang
cukup dapat menjaga ketahanan fisik, meningkatkan produktivitas kerja dan
mempertahankan daya tahan tubuh.
3. Sayuran berwarna sebagai sumber vitamin dan mineral serta serat seperti bayam,
kangkung, wortel, brokoli, labu kuning, labu siam, dan lalapan dan sayuran segar
lainnya.
4. Buah berwarna : pepaya, pisang, jeruk manis, alpukat, apel, dll.
5. Makanan sumber zat besi seperti hati sapi, hati ayam, daging ayam, daging sapi,
sayuran berwarna hijau (bayam) dan kacang kacangan.
6. Makanan sumber kalsium seperti : ikan (contoh ikan teri basah dan segar), sayur
hijau (sawi hijau, daun singkong, daun pakis/paku dll) dan buah (jeruk, pisang,
jambu biji, pepaya, alpukat, apel, stroberi, buah naga dll).
7. Minum air putih minimal 8 gelas sehari.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan gizi pada usia lanjut mengalami penurunan karena menurunnya kondisi
fisik seiring bertambahnya usia. Untuk menentukan status gizi menggunakan Indeks Massa
Tubuh sesuai rekomendasi WHO yang saat ini juga digunakan di Indonesia. Masalah gizi
yang ditemukan pada usia lanjut biasanya seputar kurang energi kronis, obesitas atau
kekurangan zat gizi mikro tertentu. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi di usia lanjut
ini antara lain faktor umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, postur/ukuran tubuh, iklim/suhu/cuaca
tempat tinggal, stress dan juga dapat disertai faktor lingkungan. Nutrisi bagi usia lanjut
berperan penting untuk mencegah, menunda onset kejadian, dan menekan biaya yang
dikeluarkan untuk biaya kesehatan.
3.2 Saran
Untuk mencapai kesehatan yang optimal di usia lanjut perlu memperhatikan prinsip
gizi seimbang yaitu konsumsi atau makan beraneka ragam, cukup sumber energi, batasi
lemak dan penggunaan minyak, anjuran makanan mengandung zat besi, biasakan sarapan
pagi, penuhi kebutuhan cairan yang cukup, lakukan olahraga yang pelan dan aktivitas fisik
yang ringan, hindari alkohol dan biasakan membaca label makanan sebelum
membeli/dikonsumsi. Masaklah makanan/menu yang sehat sesuai anjuran.
17
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M., & Wirjadmadi, B. (2016). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Afifah, C. A., Ruhana, A., Dini, C. Y., & Pratama, S. A. (2022). Buku Ajar Gizi dalam Daur Kehidupan.
Yogyakarya: Deepublish Publisher.
Keluarga, D. K. (2019). Materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pedoman Untuk Puskesmas Dalam
Pemberdayaan Lanjut Usia. Jakarta: Kemenkes RI.
Sarbini, D., Zulaekah, S., & Isnaeni, F. N. (2019). Gizi Geriatri. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.
Subekhi Hadi Purnomo, Rita Darmayanti, Lia Agustina, R.Setiawan, & Futuh Handoyo. (2020).
Pendidikan Kesehatan Gizi Pada Lansia Dan Pemeriksaan Kesehatan Fisik Di Desa Talok
Kec.Turen Kab.Malan. Jurnal Pengabdian Polinema Kepada Masyarakat, 7(2), 7.
https://doi.org/10.33795/jppkm.v7i2.36
Laswati, D. T. (2019). Masalah Gizi Dan Peran Gizi Seimbang. Agrotech : Jurnal Ilmiah Teknologi
Pertanian, 2(1), 69–73. https://doi.org/10.37631/agrotech.v2i1.12
Ri, K. K. (2017). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2015 iii.
18