Anda di halaman 1dari 41

KEKURANGAN KALORI

PROTEIN

DISUSUN OLEH:

ANISA MARLINA

NOVAL ARDIANSYAH

SAVIRA RAHAYU

SITI FATIYA

YULIA NEVY ANDANI

SMK KESEHATAN AL-IKHLAS

2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang pengertian


kekurangan kalori protein, cara mendiagnosa, serta tatalaksana pasien dengan
gagal ginjal terutamanya pengaturan diet protein yang optimal bagi para
penderita.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 04 januari 2020

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................6
1.1. Latar Belakang...............................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................8


2.1.Kekurangan kalori protein......................................................................8
2.1.1. Definisi..............................................................................................8
2.1.2. Epidemiologi ……………………………………………….....8

2.1.3. Klasifikasi.........................................................................................8
2.1.4. Etiologi.....…………………………………………………......9

2.1.5. Patogenesis.......................................................................................9
2.1.6. Gejala Klinis.......................................................................................11

2.1.7. Patofisiologi....................................................................................11
2.1.8. Diagnosa …………………………………………...................13

2.1.9. Terapi Diet Rendah Protein..........................................................16


2.1.10. Prognosis.......................................................................................19

BAB 3 KESIMPULAN & SARAN................................................................................20


3.1. Kesimpulan.........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22

iv
5

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit KKP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak dibawah
umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hasil
penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1999), memperkirakan bahwa 30
% atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta
diantara anak-anak balita menderita gizi buruk. Berdasarkan “Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru
UPGK 1982/1983” menunjukkan bahwa prevalensi penderita KKP di Indonesia belum menurun.
Hasil pengukuran secara antropometri pada anak-anak balita dari 642 desa menunjukkan angka-
angka sebagai berikut: diantara 119.463 anak balita yang diukur, terdapat status gizi baik 57,1%,
gizi kurang 35,9%, dan gizi buruk 5,9%.

Tingginya prevalensi penyakit KKP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran.
Menurun Morley (1968) dalam studinya di Nigeria, insidensi kwashiorkor meninggi pada
keluarga dengan 7 anak atau lebih. Studi lapangan yang dilakukan oleh Gopalan (1964) pada
1400 anak prasekolah menunjukkan bahwa 32% diantara anak-anak yang dilahirkan sebagai
anak keempat dan berikutnya memperlihatkan tanda-tanda KKP yang jelas, sedangkan anak-
anak yang dilahirkan terlebih dahulu hanya 17% memperlihatkan gejala KKP. Ia berkesimpulan
bahwa 62% dari semua kasus kekurangan gizi pada anak prasekolah terdapat pada anak-anak
keempat dan berikutnya.

Mortalitas KKP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan pada
tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35% diantara
mereka meninggal dalam perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya.

Menurut WHO, 150 juga anak berumur di bawah 5 tahun menderita KKP dan 49% dari 10,4 juga
anak berumur di bawah 5 tahun meninggal karena KKP yang kebanyakan terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang.

5
6

KKP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KKP disebabkan karena defisiensi
macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari
defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia
prevalensi KKP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya
penurunan prevalensi KKP (Aritonang, 2008).

Penyakit akibat KKP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor.
Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan
Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KKP umumnya diderita
oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami
Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka
bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering,
rambut rontok dan flek hitam pada kulit (Aritonang, 2008).
Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KKP adalah konsumsi yang kurang
dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KKP timbul pada anggota keluarga
rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian.
Bentuk berat dari KKP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar
atau HO (Honger Oedeem) (Aritonang, 2008).

Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia yang
kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu
masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas
minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara
normal(Aritonang, 2008) .

Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok
yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa
daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi
kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita.

BAB II
ISI

6
7

Definisi

Nutrisi atau gizi adalah subtansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari
sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan penelitian dibidang nutrisi
mempelajari tentang hubungan makanan dan minuman terhadap kesehatan dan penyakit,
khususnya dalam menentukan diet yang optimal. Pada masa lalu penelelitian mengenai nutrisi
hanya terbatas pada pencegahan penyakit kurang gizi, angka kebutuhan nutrisi ( zat gizi ) ini di
kenal didunia internasional dengan istilah Recommended Daily Allowance ( RDA ) seiring
perkembangan ilmiah dibidang medis dan bukti bukti medis menunjukan bahwa RDA belum
mencukupi untuk mencegah untuk penanganan penyakit kronis. Bukti medis menunjukan
bahwa akar dari banyak penyakit kronis adalah stress oksidatif yang di sebabkan oleh radikal
bebas di dalam tubuh. Penggunaan nutrisi oktimal ( oda ) terbukti dapat mencegah dan
menangani stres oksidatif dan mencegah penyakit kronis. Karena itu nutrisi atau gizi.

Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapat
masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan protein kurang dalam waktu yang
cukup lama (Ngastiyah, 1997).

Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakan adanya
defisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi protein maupun
energi (Sediatoema, 1999).

Epidemiologi
KKP adalah gangguan nutrisi yang penting di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia,
karena sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan anak-anak (Hendricks, 2009).

KKP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Besar dan luasnya masalah KKP
pada balita di tingkat propinsi dan nasional sudah tersedia secara periodik melalui SUSENAS
modul kesehatan dan gizi. Analisis masalah KKP pada balita berdasarkan data Susenas 1989,
1992, dan 1995 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat penurunan prevalensi KKP
total dari 47,8% tahun 1989 menjadi 41,7% tahun 1982 dan 35% pada tahun 1995. Di sisi lain,

7
8

prevalensi gizi lebih meningkat dari 1,1% tahun 1989 menjadi 2,4% tahun 1992 dan 4,6% pada
tahun 1995 (Aritonang, 2008).

Keadaan gizi balita yang tinggal di pedesaan cenderung lebih buruk dibanding balita yang
tinggal di perkotaan; dan keadaan gizi balita perempuan relatif lebih baik dibanding balita laki-
laki (Aritonang, 2008).

Klasifikasi
Berdasarkan berar dan tidaknya, KKP di bagi menjadi:

a. KKP ringan , indikator berat badan seorang anak mencapai 84 – 95% dari berat badan
menurut standar Harvard.
b. KKP sedang , indikator berat badan seorang anak mencapai 44 – 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.

KKP ringan/sedang disebut juga sebagai gizi kurang ( undernutrition ) di tandai oleh adanya
hambatan pertumbuhan.

KKP berat, meliputi:


 Kwashiorkor
 Marasmus
 Marasmik-kwashiorkor

A. Pengertian

8
9

1. KWASHIORKOR ( bentuk kekurangan protein berat , yang amat sering terjadi pada
anak kecil umur 1 dan 3 tahun) adalah suatu sindroma klinik yang timbul sebagai suatu
akibat adanya kekuragan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang dari yang
dibutuhkan ( Behrman dan Vaughan 1994 ).

Khawashiorkor adalah penyakit gangguan metabolik dan perubahan sel yang


menyebabkan perlemahan hati yang disebabkan karena kekurangan asupan kalori dan
protein dalam waktu yang lama ( Ngastiyah, 1997 ).

Khwashiorkor pada umumnya terjadi Pada anak dari keluarga dengan status soasial
ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup
mengandung protein hewani seperti daging, telur,hati, susu dan sebagainya. Manakana
sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein abati dari kacang- kanganan tetapi
karena kurangnya pengetahuan orangtua, anan dapat menderita kekurangan protein.

Tanda dan gejala penyakit khwaskiorkor :


 rambut yang kering , jarang , dan rapuh. Bahkan dapat berubah menjadi warna
putih /kuning kemerahan seperti rambut jagung serta mudah dicabut

 Mudah marah
 Kelelahan atau lemas seperti tak bertenaga

9
10

 mengantuk
 Gangguan tumbuh kembang
 Perut membesar

 Infeksi yang terjadi terus menerus akibat lemah nya kekebalan tubuh

 Kuku pecah dan rapuh

10
11

 Berubahnya pigment kulit


 Menurunnya masa otot atau otot mengecil
 Diare
 Berat dan tinggi badan tidak bertambah
 wajah nya membulat
 pandangan mata sayu
 diseratai penyakit infeksi pada kulit, mejadi lebih sensitive kulit mudah meradang
akan tampak ruam bersisik dan terkadang sampai timbul borok
 oedema atau bengkak pada seluruh tubuh terutama pada bagaian kaki jika ditekan
maka akan memekas atau bolong

11
12

Etiologi :

Penyebab utama dari kwashiorkor adalah makanan yang sangat sedikit mengandung
protein ( terutama protein hewani ) kebiasaan memakan makanan berpati terus-menerus,
kebiasaan makan sayuran yang mengandung karbohidrat tinggi. Sering terjadi pada anak-anak
dinegara berkembang. Kemiskinan dan kekurangan bahan pangan merupakan dua penyebab
paling utama. Namun, kebutuhan gizi yang tinggi ini kadang tidak sejalan dengan pemenuhan
gizi untuk sianak.
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 thun namun dapat pula terjadi pada
bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi pada
parasit atau infeksi lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui
yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak kuata atau simbang. Setelah usia satu tahun
atau lebih kwashiorkor dapat muncul bahkan kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi
masalahnya, tetapi kebiasaan dat atau ketidaktahuan yang menyebabkan keseimbangan nutrisi
yang bai.
Walaupun kekurangan kalori dan bahan bahan makanan yang lain mempersulit pola pola klnik
dan kimiaawinya, gejala gejala utama malnutrisi proten disebabkan oleh kekurangan pemasukan
protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai biologik yang
baik bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan diare
kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinurea, infeksi, pendarahan atau luka
luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein, seperti yang didapatkan pula pada
penyakit hati yang kronis.

Penyebab kwashiorkor antara lain :

• Adanya pemberian makanan yang buruk yang mungkin diberikan oleh ibu karena alasan
miskin, kurang pegetahuan, dan adanya pendapat yang salah tentang makanan.
• Adanya infeksi, misalnya :
o Diare akan mengganggu penyerapan makanan.

12
13

o Infeksi pernapasan ( termasuk TBC dan batuk REJAN ) yang menambah kebutuhan
tubuh akan protein dan dapat mempengaruhi nafsu makan.
o Kekurangan ASI
• Makanan yang dimakan kurang higienis sehinga mudah dihinggapi infeksi dan parasit
sehingga mudah menimbulkan penyakit .

Manifestasi klinik :

Tanda-tanda klinik kwaskhiorkor berbeda pada masing-masing anak diberbagai negara, dan
dibedakan menjadi tiga, Yaitu:

1. Selalu ada
Gejala ini selalu ada dan seluruhnya membutuhkan diagnosa pada anak umur 1-3 thn karena
kemungkinan telah mendapat makanan yang mengandung karbohidrat yang salah sehingga
mengakibatkan
• Kegagalan pertumbuhan
• Oedema pada tungkai bawah dan kaki, tangan, punggung bawah, kadang-kadang muka
• Otot-otot menyusut tetapi lemak dibawah kulit disimpan
• Kesengsaraan, sukar diukur, dengan gejala awal anak menjadi rewel diikuti dengan
• Rewel, cengen dan mudah marah tidak bisa diatur

Diagnosis penyakit khwaskiorkor

Diagnosisi penyakit khwaskiorkor dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada


riwayat kesehatan anak. Kekurangan asupan makanan bergizi bisa dilihat dari kebiasaan makan
anak.

Cara mengobati penyakit khwaskiorkor

13
14

Untuk mengatasi penyakit khwaskiorkor dibutuhkan asupan nutrisi berupa kalori dan
protein yang mencukupi. Namun, pemberian nutrisi tersebut harus dilakukan secara bertahap
pada tahap awal harus diberikan asupan kalori untuk memenuhi kebutuhan energinya tanpa
melibatka asupan protein terlebih dahulu.
Pemberian protein dapat dilakukan dari kadar yang rendah dan secara bertahap terus ditambah.
Hal ini dilakukan agar saluran cerna penderita tidak kaget bila langsung diberi asupan tinggi
kalori.

14
15

Etiologi

15
16

Penyebab langsung dari KKP adalah defisiensi kalori protein dengan berbagai tekanan, sehingga
terjadi spektrum gejala-gejala dengan berbagai nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik
(kwashiorkor, marasmus, marasmus kwashiorkor) (Aritonang, 2008).

Penyebab tak langsung dari KKP sangat banyak sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit
dengan causa multifactoral (Aritonang, 2008).

Berikut ini merupakan penyebab terjadinya KKP.

Ekonomi negara rendah


Pendidikan umum kurang
Produksi bahan pangan rendah
Hygiene rendah

Pekerjaan rendah
Pasca panen kurang baik
Sistem perdagangan tidak lancer

Daya beli rendah


Persediaan pangan kurang
Penyakit infeksi cacing

Konsumsi protein kurang

KKP
Pengetahuan gizi kurang
Anak terlalu banyak

Etiologi akibat primer oleh karena tidak cukupnya asupan energi, protein maupun keduanya, dan
akibat penyakit tertentu yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan karena kehilangan zat
gizi maupun meningkatnya penggunaan energi. KKP adalah gangguan nutrisi yang penting di
negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, karena sebagai salah satu penyebab kematian
dan kecacatan anak-anak. KKP sering terjadi akibat adanya penyakit akut maupun kronis
(Hendricks, 2009). .

16
17

Pada tingkat makro besar dan luasnya masalah KKP sangat erat kaitannya dengan keadaan
ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan angka prevalensi KKP pada balita, dari data Susenas,
seiring sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan pendapatan di bawah garis
kemiskinan (Hendriks, 2009).

Pada tingkat mikro (rumah tanggat/individu), tingkat kesehatan terutama penyakit infeksi yang
juga menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan merupakan faktor penentu status gizi.
Kesalahan memberikan makanan pada bayi mempunyai pengaruh kuat terjadinya KKP pada
awal kehidupan balita. Seringkali bayi tidak memperoleh ASI. Soal pemberian makanan
pendamping ASI ( MP-ASI ) terlalu dini atau terlambat dan jumlah serta mutu MP-ASI tidak
cukup akan membuat pertumbuhan balita terhambat. Lebih-lebih MP-ASI buatan pabrik yang
penyebarannya sudah sangat meluas di pedesaan, banyak digunakan oleh ibu-ibu dengan jumlah
yang tidak sesuai dengan kecukupan gizinya (Hendriks, 2009) .

Konsumsi makan bagi seseorang yang rawan terhadap kekurangan gizi (balita, ibu hamil)
dipengaruhi oleh pola konsumsi keluarga dan pola distribusi makan antar anggota keluarga.
Selanjutnya pola distribusi makan antar anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor.
Beberapa faktor penting yang diduga ada kaitannya dengan kebijaksanaan ekonomi makro
adalah tingkat upah kerja, alokasi waktu untuk keluarga, dll. Dalam hal ini peranan wanita atau
ibu sangat penting. Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk
pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI, meskipun hal tersebut belum tentu berpengaruh
negatif pada keadaan gizi bayi (Hendriks, 2009).

Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi makan
keluarga. Disamping itu konsumsi makan keluarga juga dipengaruhi oleh harga pangan dan
harga bukan pangan. Rumah tangga berpendapatan rendah 60-80% dari pendapatannya
dibelanjakan untuk makan. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan
riil rumahtangga, sedangkan pendapatan riil rumahtangga disamping ditentukan oleh tingkat
harga juga oleh jumlah pendapatan nominal, sementara tingkat harga ditentukan, oleh tingkat
inflasi dan harga relatif antar berbagai barang dan jasa (Aritonang,2008).

17
18

Klasifikasi

Berdasarkan berat dan tidaknya, KKP dibagi menjadi (Aritonang, 2008):

KKP ringan/sedang disebut juga sebagai gizi kurang (undernutrition) ditandai oleh
adanya hambatan pertumbuhan.

KKP berat, meliputi:

 MARASMUS

Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang berarti kurs-kering. Marasmus adalah salah
satu bentuk keurangan gizi yang buruk yang palig sering ditemui pada balita
penyebabnya antara lai karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi,
pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan
lingkungan.

Marasmus adalah berat yang disebabkan oleh kurangnya asupan makanan sebagai
sumber energi (kalori). Dapat terjadi bersama atau tanpa disertai kurangnya protein.
Bila kekurangan sumber kalori dan proteinterjadi bersamaan dalam waktu yang cukup
lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marsmik kwashiorkor 99 Mochtar.
2001 )

18
19

Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalore protein.
( Suriadi, 2001;196 )

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurasnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649)

Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering terjadi diaerah dengan makanan
tidak cukup didaerah dengan makanan tidak higiene kurang. Sinonin marasmus
diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu tau lebih tanda kekurangan
protein dan kalaori (nelson)

Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anakmengalami kekurangan energi dan


protein. Umumnya kondisi ini di alami masyarakat yang menderita kelaparan. Gizi buruk
tipe marasmus adalah suatu keadaan di mana pemberian makanan tidak cukup atau
higiene jelek yang menyebabkan karbohidrat.

Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0-2 tahun dengan gambaran sebagai
berikut : berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai usianya, suhu tubuh bisa
rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya
melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak
lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan
tampak lebih tua ( old man face ) otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit keriput
bersamaan dengan hilangnya lemat subkutan, perut cekung sering disertai diare kronik (
terus menerus ) atau susah buang air kecil.

19
20

Ciri ciri penyakit Marasmus :

 Tulang iga terlihat


 Kulitnya kering
 Jaringan lemak subkutan
 Wajah seperti orang tua
 Cengeng dan rewel

Penyebab penyakit marasmus

 Masukan makanan yang sangat kurang


 Infeksi
 Bawaan lahir
 Prematuritas
 Penyakit pada masa neonatus
 Kesehatan lingkungan

Gejala marasmus

Gejala marasmus gejala-gejala yang terjadi pada penderita marasmus adalah keadaan
yang terlihat mencolok seperti hilangnya lemak subkutan tertama pada wajah. Akibatnya
ialah wajah sianak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua ( old man face ). Otot-otot
lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak
terlihat seperti kulit dengan tulang dan turgor kulit menghilang. Torax dan tulang rusuk
tampak lebih jelas. dinding perut hipotonus dan usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena
lapisan penahan panas hilang ( rani et al 1998 )

20
21

Gejala klinis

1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik terganggu, bahkan sampai berat badan


dibawah waktu lahir ( berat badan < 60 % )

2. Tampak sangat kurus ( gambaran seperti kulit pembalut tulang ).

3. Muka seperti orang tua ( old man face )

4. Pucat, cengeng, lethargi, malaise , dan apatis.

5. Rambut kusam, kadang kadang pirang kring tips an mudah dicabut.

6. Kulit keript,dingin,kering,mengendur,jaringanlemak subkutis sangat sedikit sampai


tidak ada, sehingga kulit kehilanga turgornya.

7. Jaringan otot hipotrofi dan hipotoni .

8. Perut membuncit dan cekung dengan gambaran usus yang jelas

9. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

10. Sering di sertai penyakit infeksi, diare kronis atau konstipasi.

11. Pantat kosong, paha kosong.

12. Mata besar dan dalam, sinar mata sayu.

13. Feses lunak atau diare.

14. Tekanan darah lebih rendah dari usia sebayanya.

15. Frekuensi nafas berkurang

16. Kadar hb kurang

17. Disertai tanda tanda kekurangan vitamin

21
22

Perubahan biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah :

1. Anemia ringan sampai berat

2. Kadar albumin dan globulin serum rendah.

3. Kadar kolesterol serum yang rendah.

4. Kadar gula yang rendah.

Penyebab marasmus

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena, diet
yang tidak cukup, kebiasaan yang tidak tepat seperti yng behubungan dengan orang tua –
anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malpormasi kongeital. ( nelson ).

Faktor-faktor yang menyebabkan yang terjadinya marasmus, anatara lain :

1. Pola makan protein ( dan asam amino )

Adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Mekipun
intek makanan mengandung kalori yang cukup,tidak smua makanan mengandung
protein dan asam amino yang memadai. Diet yang kurag energi juga dapat
mengakibatkan terjadinya marasmus.

2. Kepadatan penduduk Mc Laren (1982)

Memperkirakan bahwa , marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak akibat


suatu daerah terlalu padat penuduknya dengan higiene yang buruk

22
23

3. Faktor sosial keadaan sosial yang tidak stabil , ataupun adanya pantangan untuk
menggunakan bahan makanan tetentu dan sudah berlangsung turun temurun dapat
menjadi hal yangmenyebabkan terjadinya marasmus

4. Faktor pendidikan yang kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi


dikalangan masyarakat yang pendidikannya relative rendah

5. Faktor ekonomi kemiskinan keluarga, peghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuha dan ketidakmampuan dalam membeli bahan makanan
berakibat pada kesimbangan nutrisi anakyang tidak terpenuhi, saat dimana ibunya
pun tidak dapat memenuhi kecuupan proteinnya.

6. Faktor infeksi dan penyakit lain terdapat interaksi sinergis antara MEP ( malnutrisi
energi protein ) dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk kedaan gizi.
Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguanmasukan da
meningginya kehilangan zat zat gizi esensial tubuh. Dan sebaliknya MEP ,
walaupundalam derajatringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Marasmus juga apat terjadi akibat berbagai penyakit seperti diserang diare, kelainan
bawaan saluran pecernaan atau jantung, malabsorsi, gangguan metaboli, penyakit
ginjal, menahun dan gangguan saraf pusat. ( dr.solisin )

Marasmus dapat terjadi pada segala umur. Pada anak anak, biasanya penyebab
terjadinya marasmus disebabkan karena mencuupi kebutuhan asi sewaktu bayi.
Menurut laren et al ( 2000 )penyebab marasmus ialah kurang kaloriprotein yang berat.
Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri
yang di bawa sejaklahir diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

23
24

Secara garis besar, sebab sebab marasmus ialah masukan makanan yang kuran.
Marasmus terjadi akibat masuka kalori yang sedikit pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang di anjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. Infeksi yang berat dan lama
menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infatil gastroenteritis
bronkhponeumonia, pielonephritis, dan sifiis kongenital. Kelainan stuktur bawaan
misalnya, penyakit jantung bawaan. Marasmus juga dapat disebabkan oleh prematuritas
dan penyakit pada masa neonatus. Dimana pada keadaa keadaan tersebut pemberian
asi yang terlalu lama tanpa pemberian makanan yang cukup juga akan menyebabkan
terjadinya marasmus. Gangguan metabolik misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercacemia, galacosemia, lactose intolerance serta penyapihan yang terlalu  dini
disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host),
agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan)
memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. 

Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition. Dalam keadaan


kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan
lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan

24
25

asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi, jika kekurangan makanan ini
berjalan menahun. (Laren et al 2000) 

C. Contoh Kasus Marasmus yang Terjadi di Indonesia 

Padang Ekspres (Sabtu, 01/09/2012 12:07 WIB) ZIKRINIATI ZN – Pariaman PARIAMAN,


31/8 - BOCAH MARASMUS. Alisya Prima Siska (6), bocah penderita marasmus terbaring
lemah di bangsal anak, RSUD Pariaman, Sumbar, Kamis (30/8) malam. Alisya yang
memiliki berat hanya 7 kg itu divonis dokter menderita marasmus komplikasi dengan
penyakit lain, yakni TBC, anemia, penyakit kulit, cacingan dan mal-nutrisi, hal tersebut
terjadi akibat kondisi ekonomi orang tuanya lemah. FOTO ANTARA/Iggoy el
Fitra/ed/Spt/12 Ayahnya Adar Arifin (35) dan sang nenek tidak dapat berbuat banyak,
keterbatasan hidup membuat bocah kecil itu tak terperhatikan gizinya. Usianya sudah 6
tahun na¬mun berat tubuhnya 7 kilogram saja, memprihatinkan. Tak ayal jika tubuhnya
terlihat kulit pem¬balut tulang saja. Saat Pa-dang Ekspres mengun¬junginya di ruang
rawat inap khusus anak RSUD Pariaman, putri pasa¬ngan Adar Arifin, 35, dan
almar¬hum Marni, 27, tergolek lemah. Sesekali tubuh kurus kering yang penuh bentol
bekas penyakit kulit itu menggeliat, meringis, meskipun matanya tetap terpe¬jam, tidur.
Sosok kecil itu tergolek le¬mah tanpa baju di ruang rawat inap khusus anak RSUD
Paria¬man. Tubuh bocah itu tampak lu¬suh dan kurus kering. Kulitnya tam¬pak penuh
bentolan bekas pe¬nyakit kulit. Sesekali bocah itu meng¬geliat dari lelap kemudian
meringis kesakitan. Dokter menvonis warga Ko¬to Hilalang, Nagari Sikucur, Kecamatan V
Koto Kampuang Dalam, Padangpariaman men¬derita penyakit marasmus atau le¬bih
terkenal dengan sebutan bu¬sung lapar dan komplikasi penyakit lain. Bagaimana tidak,

25
26

normalnya berat badan anak seusia itu diatas 20 kilogram, sedangkan ia hanya 7
kilogram. 

Adar Arifin ayahnya men¬ceritakan nasib malang yang dialami Alisya ini berawal saat
istrinya Alm. Marni (27), mening¬gal dunia 20 bulan lalu. Karena tak ingin berpisah
de¬ngan buah ha¬tinya, Adar meminta izin ke¬pada keluarga istrinya untuk merawat
Alisya. Sejak saat itu, en¬¬tah karena memang nasib hi¬dup¬nya menjadi sangat sulit.
Pe¬ker¬jaan sebagai tukang ojek be¬lumlah mampu menghidupi anak¬nya dengan
layak. Semen¬ta¬ra ibunya pun juga hidup sa¬ngat pas-pasan, bekerja sera¬butan.
Dengan penghasilan yang tak menentu dari tukang ojek, Adar mengaku tak sempat
me¬mikirkan makanan bergizi untuk anak¬nya. Bagi dia bisa saja men¬da¬p¬atkan uang
untuk ma¬kan su¬dah syukur. Ibunya (nenek Alisya) pun begitu, bekerja hanya s¬e-
rabutan. Penghasilan tak me¬nen¬tu pula. Adar menuturkan, selama ini ekonomi
keluarga dibantu oleh sang istri, sehingga kehidu¬pan mereka sedikt lebih baik. Na¬mun
apa daya almarhum is¬tri¬nya sendiri meninggal dunia ka¬rena penyakit stroke. Dalam
himpitan ekonomi, ibu Adar lah yang sehari-hari mengasuh dan membesarkan pu¬tri
kesayangannya itu. Adar mengatakan, sejak anaknya mengalami sakit dan badannya
kurus kering, bidan nagari maupun pihak Puskes¬mas terus melakukan pemantauan
terhadap kondisi anaknya Alisya. Bahkan, anaknya bisa ma-suk RSUD Pariaman itu juga
atas rujukan pihak Puskesmas Kampung Dalam. 

Sementara, dr. Robert SpA yang menangani pasien busung lapar Alisya saat dikonfirmasi
mengungkapkan, Alisya sebenarnya sudah dua kali masuk RSUD Pariaman. Pertama
beberapa bulan silam. Saat itu kondisinya sangat kritis. Setelah ditangani, kondisi
kesehatannya mu¬lai pulih. Setelah dirasa agak sehat, pihak rumah sakit
mempersilahkan keluarga mem-bawa Alisya pulang dan dilakukan rawat jalan. Namun,
setelah dikembalikan kepada keluarga, kondisi kesehatan Alisya yang menderita busung
lapar kembali memburuk. Kamis pekan lalu, Alisya kembali dirujuk ke RSUD Pariaman.
”Dulu saat masuk ke rumah sakit yang pertama, kondisi kesehatan Alisya sangat
memprihatinkan. Tubuhnya kurus kering, penuh bentol-bentol karena penyakit kulit.

26
27

Bahkan, mulutnya hancur dan membusuk. Setelah beberapa minggu ditangani,


kondisinya pulih dan dikembalikan kepada keluarga,” kata Robert. Dijelaskan, hasil
pemeriksaan medis dan laboratorium yang dilakukan pihak rumah sakit menunjukkan
kalau Alisya bukan saja menderita marasmus atau busung lapar. Tapi juga mengidap
sejumlah penyakit lain, antara lain, TBC, anemia, penyakit kulit, cacingan dan mal-nutrisi
(kekurangan nutrisi). Disebutkan, untuk penanganan pihaknya menyarankan kepada
keluarga agar Alisya dirawat dulu di rumah sakit sampai kondisinya benar-benar pulih.
Sebab, kalau separoh pengobatan dibolehkan pulang, dikhawatirkan kondisi
kesehatannya kembali memburuk. Jika dirawat di rumah sakit, minimal makanan dan
asupan gizi Alisya bisa dikontrol dan terjamin kualitasnya. Jika dikembalikan kepada
keluarga, dipastikan asu-pan gizi tak akan terperhatikan mengingat kehidupan keluarga
yang ekonominya pas-pasan. Robert menyarankan kepa¬da pihak pemerintahan nagari
agar memberikan perhatian serius kepada Alisya. Minimal diupayakan bantuan untuk
pemenuhan kebutuhan asupan gizinya. Selain itu, pihak bidan maupun Puskesmas
disarankan agar mengontrol kesehatan pasien Alisya secara berkala. Sebab katanya,
sumber penyakit marasmus atau busung lapar adalah rendahnya kualitas asupan gizi
dan makanan yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Bagaimana pun penanganan medis
dilakukan sampai pasien pulih, jika sedikit saja asupan gizi tak memadai, penyakit akan
kembali kambuh.

D. Cara Pencegahan dan Pengobatan pada Marasmus  


 Pencegahan Marasmus 

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya marasmus pada anak, antara lain sebagai
berikut : 
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak
mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai
dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. 

27
28

 2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,
lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10%
dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat. 
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu.
Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter. 
 4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. 

5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang
tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa
diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan
energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan
dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa
dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya
akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah
intelegensia di kemudian hari. 

Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut Rani et al (1998) dapat dilaksanakan


dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan
prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi
pada umur 6 tahun ke atas. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan
kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan, pemberian imunisasi, dan mengikuti
program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak di
daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

 Pengobatan Marasmus

28
29

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi
dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik.
Sedangkan, penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan
lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan rutin yang dilakukan di
rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu: 

1. Atasi/cegah hipoglikemia Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <
35°C, atau suhu rektal 35,5°C). Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan: 
a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5 sendok
makan air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik. 
b. Berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian
dari jatah untuk 2 jam). 
c. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam. 
 2. Atasi/cegah hipotermia Bila suhu rektal < 35,5°C, hangatkan anak dengan pakaian
atau selimut, atau letakkan dekat lampu atau pemanas. Suhu diperiksa sampai
mencapai > 36,5°C. 
3. Atasi/cegah dehidrasi Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap
setengah jam sekali. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral
dengan memberikan minum anak 5 ml/kgBB setiap 30 menit cairan rehidrasi oral khusus
untuk KEP. Jika tidak ada cairan khusus untuk anak dengan KEP berat dapat
menggunakan oralit. Jika anak tidak dapat minum maka dilakukan rehidrasi intravena
dengan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dan NaCl 0,9%. 
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit diantaranya: 
a. Kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah. 
b. Defisiensi kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan
memberikan: K 2 – 4 meq/kgBB/hari (150 – 300 mg KCL/kgBB/hari). Mg 0,3 – 0,6
meq/kgBB/hari (7,5 – 15 MgCl2/kgBB/hari). 

29
30

5. Obati/cegah infeksi Pada KEP berat, tanda yang umumnya menunjukan adanya infeksi
seperti demam, seringkali tidak nampak, oleh karena itu pada semua KEP berat secara
rutin diberikan: 
a. Antibiotika spektrum luas, bila tanpa komplikasi: kontrimoksazol 5 ml suspensi
pediatri secara oral, 2 kali sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB < 4 kg). b. Bila anak sakit
berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, infeksi
saluran napas atau saluran kencing) beri ampisilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam
selama 2 hari, kemudian secara oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hari. 
c. Bila amoksisilin tidak ada, maka teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara
oral, atau gentamisin 7,5 mg/kgBB/IM atau IV sekali sehari selama 7 hari. 
d. Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kgBB/IM atau IV setiap 6 jam selama 5 hari. 
e. Bila terdeteksi kuman spesifik, beri pengobatan spesifik. Bila anoreksia menetap
selama 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari. 
f. Vaksinasi campak bila umur anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi. 
g. Berikan setiap hari tambahan multivitamin, asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama),
seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari. Bila berat badan mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas
ferosus 10 mg/kgBB/hari. Vitamin A oral pada hari 1, 2 dan 14. Untuk umur > 1 tahun
200.000 SI, umur 6 – 12 bulan 100.000 SI, dan umur 0 – 5 bulan 50.000 SI. 
6. Mulai pemberian makanan Pemberian diet dibagi dalam 3 fase, yaitu : 
a. Fase Stabilisasi (2 – 7 hari) Fase dimulainya pemberian makanan segera setelah anak
dirawat sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
basal tubuh. Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi adalah sebagai berikut
:  Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.  Oral atau nasogastrik. 
Kalori 100 kkal/kgBB/hari  Protein 1 – 1,5 gr/kgBB/hari.  Cairan 130 ml/kgBB/hari. 
b. Fase Transisi (Minggu ke-2) Fase pemberian makanan secara perlahan-lahan untuk
menghindari resiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Prinsip pemberian nutrisi pada fase

30
31

transisi adalah sebagai berikut :  Kalori 150 kkal/kgBB/hari  Protein 2 – 3


gr/kgBB/hari  Cairan 150 ml/kgBB/hari. 
c. Fase Rehabilitasi (Minggu ke-3 – 7) Pada masa pemulihan, dibutuhkan berbagai
pendekatan secara gencar agar tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan
BB > 10 gr/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,
biasanya 1 – 2 minggu setelah dirawat. Setelah masa transisi dilampaui, anak diberi: 
Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.  Energi 150 – 220
kkal/kgBB/hari.  Protein 4 – 6 gr/kgBB/hari  Bila anak masih mendapat ASI, teruskan
tetapi beri formula lebih dulu karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh kejar. 7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”) Untuk mengejar
pertumbuhan yang tertinggal, anak diberi asupan makanan seperti pada fase-fase
tersebut di atas. Untuk itu harus tersedia jumlah asupan makanan yang memadai
seperti pada tahapan fase-fase di atas. 8. Koreksi defisiensi nutrien mikro 9. Lakukan
stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental. 10. Siapkan follow up dan rencanakan
tindak lanjut setelah sembuh. Bila berat badan sudah mencapai 80% BB/U dapat
dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Kepada orang tua disarankan : 
a. Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur. 
b. Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster). 
c. Pemberian vitamin A setiap 6 bulan. 
d. Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:  Defisiensi vitamin A.  Dermatosis. 
Penyakit karena parasit/cacing.  Diare berlanjut.  Tuberkulosis, obati sesuai dengan
pedoman tuberkulosis. Dengan pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat
ditolong walaupun diperlukan waktu sekitar 2 – 3 bulan untuk tercapainya berat badan
yang diinginkan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik
hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Namun kadang-
kadang perkembangan intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap,
khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih
nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi

31
32

proliferasi, mielinisasi dan migrasi sel otak. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di
RS dibagi dalam beberapa tahap, antara lain : 
1. Menurut Arisman, 2004:105 
a. Komposisi pemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya
cukup untuk mengoreksi dehidrasi. 
b. Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama
peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam. 
c. Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam. 
d. Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan
dalam kegiatan rehidrasi. 
e. Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut
sebagai F-75 dan F-100. 
2. Menurut Nuchsan Lubis Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS
dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : 
a. Tahap awal : 24 – 48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.  cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau
Ringer Laktat Dextrose 5%.  Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.

 Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.  Cairan diberikan
200ml/kg BB/ hari. 
b. Tahap kedua : penyesuaian terhadap pemberian makanan  Pada hari-hari pertama jumlah
kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari,
dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.  Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai
150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.  Waktu yang diperlukan untuk
mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.  Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.
 Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau
100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral.
Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A.  Mineral yang
perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral

32
33

75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30
mg/kg BB/hari.  Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat
oral atau dengan diet.  Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi
berat ialah susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan
makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan
makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk
anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan
padat.  Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. 
c. Tahap ketiga yaitu tahap lanjut (rehabilitasi) Setelah tercapai penyesuaian dengan
bertambahnya berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira
90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi
telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat
makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali
karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan
penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan,
pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat penderita
dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan. Contoh makanan untuk
penderita marasmus adalah Nasi tim ayam. Bahan adalah sebagai berikut:  50 gr nasi aron
(setengah matang)  50 gr ayam, diris kecil  25 gr wortel di irirs kecil  25 gr brokoli di iris
kecil. 
d. Pemeriksaan Fisik  
 Mengukur TB dan BB  

 Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam
meter)

 Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak
tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.

33
34

 Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). 

e. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. 


    Keterpaduan kegiatan dalam upaya penanganan marasmus, antara lain : 
1. Penyuluhan gizi, terutama di daerah yang diindikasikan terjadinya marasmus. 

2. Peningkatan pendapatan. 
3. Peningkatan pelayanan kesehatan. 

4. Keluarga berencana. 
5. Peningkatan peran serta masyarakat, pemerintah, petugas kesehatan, dll.

Edema - +
Apatis, lemah + ++
Iritable + +
Ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia) + +
Hipoalbuminemia - +
Anemia - + ++
Perlemakan hati - +
Suhu tubuh menurun + ++
Flakey pain dermatitis - +

34
35

Tanda-tanda dari KKP dibagi menjadi 2 macam yaitu (Pudjiadi, 2005):

1. KKP Ringan

- Pertumbuhan linear terganggu.

- Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun.

- Ukuran lingkar lengan atas menurun.

- Maturasi tulang terlambat.

- Ratio berat terhadap tinggi normal atau cenderung menurun.

- Anemia ringan atau pucat.

- Aktifitas berkurang.

- Kelainan kulit (kering, kusam).

- Rambut kemerahan.

1. KKP Berat

- Gangguan pertumbuhan.

- Mudah sakit.

- Kurang cerdas.

- Jika berkelanjutan menimbulkan kematian

35
36

Pemeriksaan (Behrman, 2007)


Menurut WHO untuk pemeriksaan atau pengkajian pada pasien dengan kekurangan kalori
protein (KKP) sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Fisik
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Kaji perubahan status mental, pada anak apakah anak nampak cengeng atau apatis.
3) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan fungsi
hati, pankreas dan usus.
4) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan keelastisan kulit
dan membran mukosa.
5) Pengamatan pada output urine.
6) Kaji perubahan pola eliminasi.
Perhatikan apakah ada ditemukan gejala seperti diare, perubahan frekuensi BAB, dan
di tandai adanya keadaan lemas dan konsistensi BAB cair.
7) Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari.
Perhatikan apakah ada dijumpainya gejala mual dan muntah dan biasanya ditandai
dengan penurunan berat badan.
8) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati tingkah laku
anak melalui rangsang.

Kemudian untuk menegakkan diagnose pada Kekurangan Kalori Protein ini juga bisa
didukung dengan pemeriksaan penunjang :
2. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah tepi
untuk memperlihatkan apakah dijumpai anemia ringan sampai sedang, umumnya
pada KKP dijumpai berupa anemia hipokronik atau normokromik.

- Pada uji faal hati:


Pada pemeriksaan uji faal hati tampak nilai albumin sedikit atau amat rendah,
trigliserida normal, dan kolesterol normal atau merendah.

36
37

- Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.
- Kadar gula darah umumnya rendah. (normalnya Gula darah puasa : 70-110 mg/dl,
Waktu tidur : 110-150 mg/dl, 1 jam setelah makan < 160 mg/dl, 2 jam setelah makan
: < 125 mg / dl
- Asam lemak bebas normal atau meninggi.
- Nilai beta lipoprotein tidak menentu, dapat merendah atau meninggi.
- Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal, merendah
maupun meninggi.
- Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin meningkat dan
indeks hidroksiprolin menurun.
- Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai dengan
kasus perlemakan berat.
- Kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat.
- Kadar imunoglobulin A sekretori rendah.
- Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin
esterase, transaminase dan fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan xantin
oksidase berkurang.
- Defisiensi asam folat, protein, besi.
- Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk asam
amino meningkat.
2) Pemeriksaan Radiologik
Pada pemeriksaan radiologik tulang memperlihatkan osteoporosis ringan

PENATALAKSANAAN KKP

Prinsip pengobatan MEP adalah (Junia, 2009):

1) Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologik tinggi, tinggi
kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.

2) Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap.

37
38

3) Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat rendah.
Protein yang diperlukan 3-4 gr/kg/hari, dan kalori 160-175 kalori.

4) Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.

5) Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap
keluarga.

Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian cairan parenteral adalah
sebagai berikut:

1) Jumlah cairan adalah 200 ml/kgBB/hari untuk kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor,
dan 250 ml/kg BB/hari untuk marasmus.

2) Jenis cairan yang dipilah adalah Darrow-glukosa aa dengan kadar glukosa dinaikkan
menjadi 10% bila terdapat hipoglikemia.

3) Cara pemberiannya adalah sebanyak 60 ml/kg BB diberikan dalam 4-8 jam pertama,
kemudian sisanya diberikan dalam waktu 16-20 jam berikutnya.

Makanan tinggi energi tinggi protein (TETP) diolah dengan kandungan protein yang
dianjurkan adalah 3,0-5,0 gr/kg BB dan jumlah kalori 150-200 kkal/kg BB sehari.

Asam folat diberikan per oral dengan variasi dosis antara 3×5 mg/hari pada anak kecil
dan 3×15 mg/hari pada anak besar. Kebutuhan kalium dipenuhi dengan pemberian KCL oral
sebanyak 75-150mg/kg BB/hari (ekuivalen dengan 1-2 mEq/kg BB/hari); bila terdapat tanda
hipokalemia diberikan KCl secara intravena dengan dosis intramuskular atau intravena dalam
bentuk larutan MG-sulfat 50% sebanyak 0,4-0,5 mEq/kgBB/hari selama 4-5 hari pertama
perawatan.

a. Prinsip penanganan anak dengan kurang gizi adalah (Junia, 2009)


1. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein, tinggi kalori, cukup cairan,
vitamin dan mineral.

38
39

2. Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah diserap dan dicerna
3. Makanan diberikan secara bertahap
4. Penyakit- penyakit lain yang menyertai harus ditangani
5. Tindak lanjut bersehatan berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi
terhadap keluarga.

b. Terapi dietik (Junia, 2009)


3 tahap cara pemberian makanan pada KKP adalah
Tahap Penyesuaian (Junia, 2009)
1. Makanan yang diberikan diawal lebih encer, lebih cair
2. Makanan yang diberikan awal bernilai kalori dan protein rendah , lalu bertahap ditingkatkan
kalori 150 – 220 kkal/kgBB sehari
Pada aplikasinya penderita KEP dibagi dua golongan menurut berat badan , yaitu
1. Berat badan < 7 kg
Pada penderita dengan berat badan dibawah 7 kg jenis makanan yang diberikan adalah makanan
bayi. Pada awal perawatan makanan utama adalah susu yng diencerkan ( 1/3, 2/3, 3/3) atau susu
formula rendah laktosa. Untuk tambahan kalori dapat diberikan glukosa 2 – 5 % dan tepung 2 %.
2. Berat badan > 7 kg
Pada penderita dengan berat badan diatas 7kg jenis makanan yang diberikan adalah makanan
anak umur satu tahun. Pemberian kalori 50 kkal/kgBB, protein 0,1 g/kgBB, cair200 ml/kgBB,
makanan cair kental ( 1/3 , 2/3, 3/3). Sumber makanan utama adalah susu dengan tambahan
kalori glukosa 5%.

Tahap Penyembuhan (Junia, 2009)


Pada tahap penyembuhan, toleransi terhadap makanan dan nafsu makan sudah membaik. Ien
Pemberian makanan dapat ditingkatkan secara berangsur setiap 1-2 hari. Konsumsi kalori 150 –
200 kkal/kgBB dan protein 3,0 – 5,0 g/kgBB.
Tahap Lanjutan (Junia, 2009)
Pada tahap lanjutan, pemberian makanan kembali ke kebutuhan nutrien baku.
C. Penatalaksanaan Marasmik dan Kwarshiorkor
1. Pemberian makanan tinggi energi dan tinggi protein

39
40

2. Energi 150 kkal/kgBB, protein 3 – 5 g/kgBB diberikan bertahap.


3. Tambahan KCL 75 – 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis, MgSO4 50%
sebanyak 0,25 ml/kgBB/hari secara IM.

KOMPLIKASI KKP (Muller, 2005)

1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)

Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata
terkena cahaya).

Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).

2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.

Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin


B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan
jantung.

3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis)

Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2


menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit
dan mata.

4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.

5. Defisiensi Vitamin B12

Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12
dapat menyebabkan anemia pernisiosa.

6. Defisit Asam Folat

40
41

Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia,


trombositopenia.

7. Defisiensi Vitamin C

Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C


diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian
dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang
dan dentin.

8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium

Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh
kembang anak.

9. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.

10. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat

Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif
sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh
sedang menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini
(Muller, 2005).

41
42

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit KKP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak dibawah
umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hasil
penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1999), memperkirakan bahwa 30
% atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta
diantara anak-anak balita menderita gizi buruk. Berdasarkan “Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru
UPGK 1982/1983” menunjukkan bahwa prevalensi penderita KKP di Indonesia belum menurun.
Hasil pengukuran secara antropometri pada anak-anak balita dari 642 desa menunjukkan angka-
angka sebagai berikut: diantara 119.463 anak balita yang diukur, terdapat status gizi baik 57,1%,
gizi kurang 35,9%, dan gizi buruk 5,9%.

Manifestasi KKP tercermin dalam bentuk fisik tubuh yang apabila diukur secara Antropometri.
Perjalanan penyakit Kurang Kalori Protein (KKP) yang terdiri dari marasmus (kurang protein
dan kalori) dan kwashiorkor (kurang protein) diawali dengan adanya ketidakseimbangan pasokan
protein dan kalori dengan kebutuhan sebenarnya (Behrman, 2007) (Hemdricks, 2009).

Menurut WHO untuk pemeriksaan atau pengkajian pada pasien dengan kekurangan kalori
protein (KKP) adalah dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang(baik pemeriksaan
lab maupun radiologik) (Behrman, 2007).

Kekurangan kalori protein (KKP) berat dapat menimbulkan komplikasi pada kulit dan mata
(Markum, 2006) .

42

Anda mungkin juga menyukai