Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN HASIL PELATIHAN

PENATALAKSANAAN BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)

UNTUK PELAYANAN KESEHATAN LEVEL I – II

DI RSAB HARAPAN KITA

JAKARTA, 13-14 AGUSTUS 2022

DISUSUN OLEH :

RISKA WIDIANINGSIH, A. Md. Kep

RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK

Jl. Siliwangi No.139, Sundawenang, Kec. Cibadak, Kabupaten Sukabumi,


Jawa Barat 43351

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat- Nya
sehingga laporan mengenai “Penatalaksanaan BBLR ” dapat diselesaikan. Laporan ini berisi tentang
penatalaksaan untuk bayi baru lahir dengan berat lahir rendah di pelayaan kesehatan. Perlu diketahui
bahwasanya angka kematian bayi lebih banyak disebabkan oleh berat lahir rendah terutama di Indonesia.
Dalam rangka menurunkan angka kematian bayi maka diupayakan penambahan wawasan bagi kita semua
untuk dapat mengetahui penyebab dan cara penanganan bayi dengan berat lahir rendah.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan merupakan upaya strategi dalam
pencapaian penurunan angka kematian bayi, salah satunya dengan kegiatan pelatihan program neonatal
pada tingkat desa sampai rumah sakit Angka kejadian dan angka kematian BBLR akibat komplikasi
seperti Asfiksia, Infeksi, Hipotermia, Hiperbilirubinemia masih tinggi, didiharapkan Bidan terutama
Bidan di Desa sebagai ujung tombak pelayanan yang mungkin menjumpai kasus BBLR memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai sesuai dengan kompetensi dan fasilitas yang tersedia. Bidan
dan perawat yang terampil dan kompeten dalam manajemen BBLR diharapkan dapat menangani kasus
BBLR dengan baik dan benar, serta dapat menyebarkan pengetahuannya kepada keluarga mengenai
penanganan BBLR menggunakan cara yang mudah dan sederhana.

Dalam Kesempatan ini penyusun ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi sehingga terlaksananya pelatihan ini. Untuk itu penyusun berharap makalah hasil Pelatihan
“Penatalaksanaan BBLR” dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, Aamiin.

Sukabumi, 25 Agustus 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Permasalahan BBLR 5
B. Penilaian Usia Gestasi 8
C. Manajemen Termoregulasi 14
D. Gangguan Pernafasan Pada Bayi 16
E. Pemberian Nutrisi Pada BBLR 22
F. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 26
G. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Di Unit 29
Perawatan Neonatus
H. Masalah Lain Yang Sering Dihadapi 29
BBLR
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 34
A. Kesimpulan 34
B. Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Neonatal
(AKN) 19/1000 KH, Angka Kematian Bayi (AKB)32/1000 KH dan Angka Kematian Balita (AKABA)
adalah 40/1000 KH. Jika dibandingkan dengan survei yang sama pada tahun 2007, kematian balita dan
kematian bayi telah mengalami penurunan, namun kematian neonatal tetap stagnan bahkan dalam 10
tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan peningkatan proporsi jumlah kematian neonatal dari tahun ke
tahun. Tanpa upaya yang keras dan fokus intervensi yang tepat dikhawatirkan angka kematian neonatal
terus meningkat yang berakibat pada angka kematian balita di Indonesia. Kematian neonatal memegang
proporsi yang cukup besar dari kematian balita maupun kematian bayi.
Disebutkan pada SDKI tahun 2012, sebanyak 59.4% kematian bayi dan 47.5% kematian balita
terjadi pada masa neonatal. Penyebab utama kematian pada masa neonatal yaitu prematuritas dan atau
bayi berat lahir rendah (BBLR), asfiksia serta infeksi. Kematian neonatus terbanyak pada hari pertama
kehidupan. Hal ini seringkali berkaitan dengan perawatan neonatus di tingkat keluarga (perawatan,
deteksi dini & pola pertolongan pencarian pelayanan kesehatan) serta tatalaksana kasus komplikasi pada
neonatus yang tidak sesuai standar dan berkualitas di tingkat pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI dan HOGSI pada tahun 2012, belum
semua komponen asuhan persalinan normal (APN) dilakukan di RS maupun di Puskesmas. Di
Puskesmas, tenaga kesehatan yang melakukan penanganan bayi baru lahir adalah 74,6%. sedangkan yang
mampu melakukan resusitasi bayi baru lahir 53,1%.
Faktor lain yang berpengaruh dalam peningkatan kelangsungan hidup bayi baru lahir yaitu
ketersediaan – jenis – kompetensi - distribusi tenaga kesehatan strategis yaitu Dokter, perawat dan bidan.
Salah satu upaya percepatan penurunan kematian neonatus perlu peningkatan kompetensi dalam
memberikan pelayanan kesehatan bayi baru lahir dengan BBLR. Perawat dan bidan merupakan tenaga
kesehatan terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan bayi baru lahir dengan BBLR. Peraturan
Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 13 ditetapkan bahwa pelatihan di bidang
kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya calon peserta latih, tenaga pelatih, kurikulum
pelatihan, sumber dana yang menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan serta sarana dan
prasarana. Untuk itu perlu mengetahui tentang penatalaksanaan untuk BBLR.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan pokok masalah yang disusun dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa saja permasalahan berat badan lahir rendah?
2. Bagaiman cara melakukan penilaian usia gestasi?
3. Bagaiman cara melakukan manajemen termoregulasi?
4. Bagaiman cara melakukan perawatan pada neonatus dengan gangguan pernapasan pada
BBLR?

4
5. Bagaiman cara melakukan pemberian nutrisi pada BBLR?
6. Bagaiman cara melakukan managemen hiperbilirbinemia pada neonates?
7. Bagaiman cara melakukanpengendalian infeksi rumah sakit di unit perawatan neonates?
8. Bagaiman cara mengetahui masalah lain yang sering di hadapi BBLR?

B. Tujuan
1. Tujuan Umum Pelatihan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu melakukan keperawatan neonatus BBLR di
pelayanan kesehatan

2. Tujuan Khusus Pelatihan


Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Memahami permasalahan berat badan lahir rendah.

2. Melakukan penilaian usia gestasi

3. Melakukan manajemen termoregulasi

4. Melakukan perawatan pada neonatus dengan gangguan pernapasan pada BBLR

5. Melakukan pemberian nutrisi pada BBLR


6. Melakukan managemen, hiperbilirbinemia pada neonatus

7. Melakukan pengendalian infeksi rumah sakit di unit perawatan neonatus

8. Mengetahui masalah lain yang sering di hadapi BBLR

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Permasalahan BBLR
Bayi “Normal”: Kelompok bayi baru lahir yang terbukti paling sedikit mempunyai
morbiditas, mortalitas dan kemudiannya tumbuh kembang baik.
Ciri Bayi Baru Lahir “Normal” adalah:
 Gestasi 37 sampai dengan 41 minggu (penuh)

 Berat lahir > 2.500 gram sampai dengan 4.000 gram


Jadi BBLR : bayi berat lahir rendah, berat lahir
<2.500 gr
Bayi-bayi yang bukan kelompok bayi “normal” mempunyai kemungkinan morbiditas dan
mortalitas lebih besar. Menurut WHO:
 Dari kematian periode neonatal, 70% terjadi pada BBLR
 Sampai umur 1 tahun, kematian BBLR adalah 20x bayi “normal”
Bayi yang termasuk dalam kategori BBLR : Kriteria BBLR tanpa memandang usia gestasi

 BBLR : berat lahir kurang 2.500 g


 BBLSR : berat lahir 1.000 – 1.500 g
 BBLASR : berat lahir < 1.000 g

Bila usia gestasi dipertimbangkan, BBLR terdiri dari


 BBLR dengan usia gestasi < 37 minggu (NKB)
 BBLR dengan usia gestasi > 37 minggu (KMK) Perbedaan BBLR dengan gestasi > 37
minggu

Kurva pertumbuhan janin Lubchenko, 1966

6
Penyebab BBLR: BBLR <37 minggu
 30-40% penyebabnya tidak diketahui
 70% berkaitan dengan KPD
 Kondisi ibu: Kelainan bentuk uterus
1) Kelainan plasenta: letak rendah
2) Penyakit kronik: anemi, DM
3) Infeksi: ISK, HIV
4) Terpapar pada rokok, zat addiktif
5) Kondisi janin: kembar dll
Penyebab BBLR : BBLR >37 minggu
 Variasi normal 10%
 Infeksi 5 %
 Kelainan kromosom 10 %
 Defek plasenta/tali pusat 2%
 Penyakit vaskular ibu 3%
 Obat2, rokok 5%
 Lain2 32%
(Sumber Klaus & Fanarof)

Kriteria bayi dirawat gabung


 Cara lahir: spontan, SC, VE, Su
 Nilai apgar > 7, menit ke 5 (bayi bugar)
 Berat badan lahir 2.500 – 4.000 gr
 Masa gestasi 37 – 41 minggu
 Ibu sehat

Tingkat Pelayanan Perawatan Neonatus Tingkat I


 Semua kondisi yang perlu pengawasan sementara (<24 jam) SC, VE, SU
 Pasca asfiksi ringan
 NKB 36 – 37 mg dengan suhu stabil, latihan menyusu / metode kanguru
 Fototerapi bayi sehat
 Sebelum pulang Sarana
 SDM: DUM, bidan, perawat (1:6-8 bayi)
 Ahli manajemen laktasi
 Box bayi
 Lampu pemanas
 Suction portabel

7
 Fototherapy
 Bila mungkin ada ruang khusus bayi prematur

Tingkat IIA
 NKB 34 – 36 mg stabil, baru belajar minum: menyusu / sonde / sendok
 Bayi sering muntah
 Penyakit kronik (CLD)
 Fototherapi dengan masalah lain (dehidrasi, minum per sonde)
 Kelainan kongenital ringan: T21, celah bibir Sarana

 SDM: SpA, DUM, Perawat/perawat perina 1:4 bayi


 Ahli manajemen laktasi
 Inkubator
 Tabung O2
 Oxymeter
 Fototherapi
 Sarana pemberian IV (Infusion pump/syringe pump)

Tingkat IIB
 Baru keluar dari NICU, masih perlu monitor/observasi
 Memerlukan O2 < 60 %, CPAP
 Asfiksi sedang, bayi ibu DM, serangan apnu, kejang
 Hipothermi, GED, sepsis
 NKB 32 – 35 mg yang stabil / BBL > 1.500 g
 Bayi-bayi yang dipuasakan / EKN
 Transfusi tukar Sarana
 SDM: siap 24 jam
 SpA perinatologi / SpA Perawat / perinatologi 1:3 bayi
 Ahli manajemen laktasi
 Inkubator lengkap dengan O2, suction, monitor resp/cv
 CPAP
 Infusion/syringe pump
 Lab: AGD, dx, darah rutin, elektrolit, transfusi, radiologi/USG tersedia 24 jam

Tingkat III
8
 Perawatan intensif neonatus (NICU), semua bayi perlu monitor/observasi ketat
 Memerlukan O2 > 40%
 CPAP, ventilator
 NKB < 32 mg, berat < 1500 g
 Asfiksi berat, syok, sering apnu/kejang, gangguan pendarahan
 Memerlukan
laparotomi/thorakotomi Sarana
 SDM: siap 24 jamSpAK / SpA Perinatologi
 Perawat perina / NICU 1:1-2 bayi residen, ahli laktasi
 Inkubator lengkap dengan O2, suction, monitor resp/cv
 CPAP/Ventilator
 Infusion/syringe pump
 Lab: AGD, dx, darah rutin, elektrolit, transfusi, radiologi/USG tersedia 24 jam

B. Penilaian Usia Gestasi

Menilai kematangan fisik dan neurologi bayi baru lahir penting karena seringkali bayi
yang lahir kecil belum tentu prematur, dan bayi besar belum tentu cukup bulan sehingga
memerlukan perawatan yang berbeda

Penilaian usia gestasi

1. Antenatal

 Mengukur tinggi fundus uteri (kesalahan bisa terjadi apabila ada kelainan letak atau bayi
kembar atau kelainan bentuk uterus)

 Menilai mulai terdengarnya bunyi jantung janin (bisa terlambat terdeteksi bila pemeriksaan
tidak teratur/sering)

 Menilai mulai terasanya pergerakan janin(sangat subjektif)

 Menilai dengan menggunakan USG (memerlukan keahlian dan peralatan khusus)

 Menilai dengan menggunakan HPHT (Ibu ingat, haud harus teratur, haid terakhir sama dengan
haid sebelumnya)

2. Post Natal

 Pemeriksaan Oftalmoskopi
 Pemeriksaan usia gestasi secara Dubowitz/Ballard
9
 Pemeriksaan usia kehamilan yang sering dipakai sekarang
 Pemeriksaan ini menilai penampilan bayi, tekstur kulit, fungsi motorik dan refleks
 Penilaian meliputi pemeriksaan fisik dan neurologis, masing-masing 6 kriteria
 Sebaiknya pemeriksaan fisik dilakukan dalam 2 jam pertama dan pemeriksaan neurologis dilakukan
dalam 24 jam pertama.

Pemeriksaan Usia Gestasi secara Dubowitz/Ballard

 Penilaian kematangan fisik sebagai bagian dari penilaian secara Dubowitz/Ballard adalah
bagian menilai karakteristik fisik yang berbeda pada stadium usia kehamilan

 Bayi yang lebih matur mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi prematur

 Setiap penilaian diberi angka rendah -1 atau -2 untuk bayi yang amat sangat prematur dan
tinggi 4 atau 5 untuk bayi postmatur

Penilaian Kematangan

 Tekstur kulit (mis. Licin, keriput, mengelupas)

 Lanugo (rambut halus pada tubuh bayi) pada bayi imatur belum ada, mulai timbul pada bayi
prematur, hilang pada bayi post matur

 Garis telapak kaki – penambahan garis dari tidak ada sampai meliputi seluruh telapak kaki,
tergantung pada maturitas

 Payudara – dinilai ukuran dan ketebalan jaringan payudara dan areola

 Mata dan Telinga – mata masih sukar dibuka, banyaknya tulang rawan dan kekakuan pada jaringan
telinga bertambah

 Genitalia laki-laki- turunnya testis didalam skrotum dan kulit skrotum, licin sampai berkerut
(rugae)

 Genitalia perempuan – penampilan serta ukuran klitoris dan labium


Penilaian Kematangan Neuromuskular

 6 Pemeriksaan untuk menilai kematangan neuromuskular bayi :

- Postur : bagaimana posisi lengan dan tungkai bayi

- Sudut pergelangan tangan : sejauh mana tangan bayi dapat difleksikan ke arah pergelangan tangan

- Rekoil lengan – sejauh mana lengan bayi yang dibuat dalam keadaan ekstensi kembali ke posisi
fleksi

- Sudut Poplitea : sejauh mana lutut bayi dapat diekstensikan


10
- Tanda selempang : sejauh mana siku bayi dapat digerakan melewati garis tengah dada bayi

- Tumit ke telinga : sejauh mana kaki bayi dapat mencapai telinga

Penilaian Kematangan Neuromuskular POSTURE

 Lihat posisi lengan dan tungkai

 Skor :

0 : lengan dan tungkai ekstensi penuh

1 : sedikit flexi hanya pada tungkai

2 : fleksi bertambah pada tungkai

3 : tungkai fleksi 90, lengan fleksi

sebagaian 4 : semua ekstremitas fleksi

penuh

Penilaian Kematangan Neuromuskular Sudut Pergelangan Tangan (Square Window)

 Tekan punggung tangan untuk mendorong telapak tangan kearah lengan

bawah 0 : fleksi pergelangan tangan 90

1 : fleksi pergelangan tangan 60

2 : fleksi pergelangan tangan 45

3 fleksi pergelangan tangan 30

4 : telapak tangan bisa menmpel (menekan) lengan

11
Penilaian Kematangan Neuromuskular Rekoil Lengan (Arm Recoil)

 Tekuk lengan pada siku sehingga tangan dapat mencapai bahu, tahan 5 detik, kemudian luruskan
lengan dengan menarik jari-jarinya, lepaskan segera

0 : tak ada reaksi balik

2 : sedikit reaksi balik

3 : lengan kembali fleksi sampai pertengahan

4 : lengan tertarik kembali dengan cepat hampir mencapai bahu

Penilaian Kematangan Neuromuskular SUDUT POPLITEA (POPLITEAL ANGLE)

 Dengan satu tangan kita pegang lutut bayi pada perutnya, dengan ibu jari tangan satunya hati-hati
dorong bagian belakang pergelangan kaki kearah wajah. Lihat sudut yang terbentuk antara
tungkai atas dan bawah dibelakang lutut

*0 : tungkai ekstensi penuh, sudut 180


*1 : sudut 160
*2 : sudut 130
*3 : sudut lebih besar sedikit dari 90
*4 : sudut 90
*5 : sudut kurang dari 90

12
Penilaian Kematangan Neuromuskular Tanda Selempang (Scarf Sign)

 Pegang tangan bayi, tarik lengannya melewati tengah dada, mengelilingi leher seperti selendang

 0 : lengan dapat melingkari leher dengan ketat

1 : siku bisa mencapai sisi dada kontralateral, tetapi tidak dapat melingkari leher dengan ketat

2 : siku mencapai dada kontralateral, tetapi tidak dapat ditarik menjauhi dada

3 : siku hanya dapat mencapai tengah dada

4 : siku tidak dapat ditarik sampai tengah dada

Penilaian Kematangan Neuromuskular tumit ke telinga (Heel To Ear)

 Tarik jari kaki bayi kearah telinga. Biarkan lutut terletak di atas abdomen. Dinilai sampai kemana
tumit bisa ditarik

0 : tumit dengan mudah dapat mencapai telinga

1 : tumit mencapai telinga, tetapi tidak

13
sempurna 2 : tumit hampir mencapai telinga

3 : tumit mencapai pertengahan jarak ketelinga

4 : tumit tak sampai pertengahan jarak ke

telinga

Maturitas Neromuskular

Penilaian Usia Gestasi Dubowitz / Ballard

 Setiap penilaian mendapat angka, pada prinsipnya makin matang, makin besar nilainya
 Apabila angka penilaian fisik dijumlahkan dengan angka penilaian neurologik, dapat diperkirakan
usia gestasi bayi. Angka dapat bervariasi antara -10 sampai 50, sesuai dengan usia gestasi 20-44
minggu

14
 Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui pertumbuhan janin sehingga dapat mengidentifikasi
ada atau tidaknya gangguan
 Sebaiknya pemeriksaan usia gestasi dilakukan oleh 2 orang untuk menjamin obyektivitas

Menentukan Diagnosis Bayi Baru Lahir

 Berat lahir dan usia gestasi bayi diplot ke kurva pertumbuhan Lubchenko untuk mendapatkan
diagnosis

 Diagnosis bayi baru lahir

Mis : NCB-SMK/KMK/BMK

NKB-SMK/KMK/BMK

NLB-SMK/KMK/BMK

C. Manajemen Termoregulasi

Definisi termuregulasi : cara tubuh mengatur keseimbangan antara kehilangan panas dan produksi
panas. Suhu tubuh normal neonates : 36.5 – 37.5 C

Bayi akan kehilangan panas karena :

1.Konduksi : bila bayi ditempakan diatas meja atau dipermukaan dingin


2.Konveksi : bila terpapar hembusan udara dingin (jendela terbuka)
3.Evaporasi : amnion tidak secepatnya dikeringkan atau bayi setelah mandi tidak segera di keringkan
4.Radiasi : bayi dikelilingi benda benda dingin, msial nya stetoskop dan timbangan

Intervensi pengelolaan panas menggunakan :

 Infant warmer
Keuntungan : efektif dan efisien, memudahkan perawatan
Kerugian : insensible water loss dan kebutuhan o2 lebih tinggi dibandingkan dalam inkubator
 Inkubator
Incubator memberikan lingkungan yang ideal untuk bayi yang tidak mampu mengatur suhu
tubuhnya sendiri.

Keuntungan : kehilangan panas secara radiasi dan konveksi minimal, suhu udara incubator dan
suhu bayi dapat di atur , konputerisasi pengtaur suhu mengurangi variasi.
Kerugian : suhu incubator dapat turun secara drastic bila pintu incubator dibiarkan terbuka lama

15
missal nya ketika memasang infus, diperlukan waktu 10-20 menit agar suhu incubator kembali
dan stabil disuhu semula, dan membatasi kontak ibu dan bayi.

16
 Metode kangguru
Meniru binatang kangguru yang berkantung yang lahir sangat prematur (imatur). Setelah
lahir bayi disimpan di kantung perut ibunya, sehingga terjadi pemindahan aliran panas dari tubuh
induk kepada bayi kangguru sehingga bayi kangguru dapat tetap hidup terhindar dari bahaya
hipotermi.
Manfaat PMK : Menstabilkan denyut jantung, pola pernapasan, dan saturasi oksigen,
Mempercepat peningkatan berat badan dan perkembangan otak, Memberi kehangatan pada bayi,
Meningkatkan durasi tidurMengurangi tangisan bayi dan kebutuhan kalori, Meningkatkan
hubungan emosional ibu dan bayi, Meningkatkan keberhasilan dan memperlama durasi
menyusuiIbu lebih percaya diri dalam merawat bayinya, Mempersingkat lama rawat di rumah
sakit, Metoda transportasi alternatif dalam merujuk bayi
Jenis PMK:
1. PMK sewaktu waktu (intermitten) : dilakukan apabila bayi masih mendapat cairan dan
obat-obatan intravena, bantuan khusus seperti oksigen atau minum melalui oral gastric
tube (OGT).dilakukan selama lebih dari 1 (satu) jam untuk memberikan hasil yang
optimal dan mengurangi stress pada bayi.
2. PMK Kontinyu : PMK secara terus menerus (continue)dilakukan pada bayi tidak
memerlukan bantuan khusus untuk bernapas.dilakukan untuk meningkatkan berat badan
17
bayi, meningkatkan kemampuan bayi menyusu dan kemampuan ibu untuk merawat
bayinya di rumah. Ibu dirawat kembali dengan bayinya sampai kriteria pemulangan bayi
terpenuhi.
Intervensi Pengelolaan Panas
Cara lain intervensi pengelolaan panas :
 Memakaikan topi, kepala bayi adalah area paling luas, mudah kehilangan panas.
 Sarung tangan/ kaki , bedong
 “plastic sheeting” : penggunaan pelindung bisa menyerupai terowongan yang terbuat dari
plastik, metode ini kurang efektif
Pencegahan Hipotermia :
1. Topi : sebaiknya dipakai untuk semua bayi sakit terutama bayi prematur
2. Inkubator : usahakan tidak sering membuka pintu, gunakan lubang inkubator
3. Bila terpasa membuka pintu untuk pemeriksaan atau prosedur, siapkan lampu penghangat,
apalagi bila suhu bayi tidak stabil atau berat kurang dari 1 kg
4. Pemeriksaan sumber hilangnya panas : aliran oksigen atau suhu ruangan yang dingin

D. Gangguan Pernapasan Pada BBLR


Gangguan pernapasan merupakan kejadian yang paling sering dialami oleh BBLR

Gejala Gangguan Nafas pada BBLR

 Takhipnu : frekuensi pernapasan >60/menit


 Retraksi epigastrium / Interkostal
 Napas cuping hidung
 Merintih / Mengerang
 Sianosis sentral : kebiruan pada bibir, seitar mulut, lidah
 Napas lambat atau henti napas / Apnu
Diagnosis Banding Gangguan Pernapasan pada BBLR

1. Obstruksi jalan napas atas


2. Takhipnea sementara pada neonatus
3. HMD (SGN/Penyakit membran hyalin
4. Pneumonia pada bayi baru lahir
5. Sindrom aspirasi mekonium
6. Asfiksi
7. Apnu
8. Lain-lain : Anemi berat, PJB, Kelainan dinding dada, hernia diafragma, genetik, dsb.

18
1. Obstruksi Jalan Napas Atas

• Saluran napas atas BBLR relatif pendek dan sempit

• Bayi baru lahir selalu bernapas dari hidung

• Bila lubang hidung tersumbat → sukar bernapas, bisa sampai retraksi dan sianosis

• Sumbatan unilateral/parsial → kesukaran minum

• Saat resusitasi : bersihkan jalan napas atas (orofarings, foramen nasal) sambil menilai
kemungkinan sumbatan

• Diruangan : bila ada neonatus sesak → bersihkan dulu jalan napas atas sebelum melakukan
tindakan lain

Penyebab Obstruksi :

• Leher terlalu ekstensi atau leher tertekuk

• Lendir : Iritasi, udara kering, alerg, infeksi

• Atresia khoana (2-4/10.000 lahir hidup) : membran/tonjolan tulang dalam foramen nasal

Atresi bilateral → “gasping” / sianosis

Penanganan THT/bedah : perforasi tulang, dilatasi lubang hidung

2. Takhipnea Sementara Neonatus

• Resorpsi cairan paru belum tuntas

• Terjadi pada 11/1.000 kelahiran hidup (Whitsett, 2005)

• Lebih sering pada : bayi laki-laki, bayi prematur mendekati aterm, bayi ibu DM/Ibu mendapat
sedasi, partus cepat, seksio, sungsang

• Gejala seak napas ringan / sedang (skor downe 3-4) yang akan sembuh sendiri dalam 2-3 hari

• Frekuensi napas dapat mencapai 100x/menit, tetapi retraksi dan sianosis ringan dan bayi relatif
aktif

Penunjang :

• Darah lengkap, AGD

• Singkirkan infeksi
19
• Foto dada : perkabutan ringan pada kedua paru, hiperaerasi, cairan pada ruang pleura

• Prognosis baik

3. HMD ((Penyakit Membran Hyalin)

• Terutama mengenai BKB gestasi <32 minggu (± 25 %)

• Surfaktan : “pelumas” alveoli

• Kekurangan surfaktan → alveoli “lengket” → Atelektasis kacil-kecil menyeluruh → udara sukar


masuk, bayi sesak

• Resiko HMD meningkat pada : gestasi makin muda, bayi laki-laki, Ibu DM, S.C

• Resiko HMD berkurang pada :Stress kronik (Ibu hipertensi, KPD lama) Infeksi antenatal, PJT,
narkoba, merokok

• Pencegahan : kortikosteroid antenatal

• Gejala :

- sesak, napas cuping hidung, retraksi, sianosis

- merintih waktu eksprasi, suara napas lemah

- gejala progresif, mencapai puncak hari ke 2-3 keperluan O2 (+),oliguri, hipoglikemi

- mulai membaik hari ke 5-6, urine (+), O2 <<

• HMD ringan, BBL > 1500 gram : Perawatan TK IIB

• Perawatan NICU :

- HMD berat, ventilator / surfaktan

- gagal CPAP / apnu berulang

- gagal jantung / PDA besar

• Lab : AGD, darah lengkap, dx, singkirkan infeksi

• Foto dada : Gambaran retikulogranuler pada kedua paru “air bronchogram” jelas

4. Pneumonia Pada Bayi Baru Lahir


20
• Ditemukan pada 10 % bayi kurang bulan (Carey, 2000)
• Infeksi dapat terjadi ketika :
1. Intrauterin : transplasental (HIV) atau amnionitis (Grup B Streptococcus, E. Coli,
Chlamydia)
2. Saat lahir : GBS, E.Coli, S. Aureus, S. Epidermidis, infuenza, RSV, virus-virus enteral

• Pneumoia kongenital biasanya merupakan again sepsis dengan gejala sesak sejak lahir / 1-2 hari
kemudian

• Klinis dan radiologis sangat mirip HMD


• Curiga adanya infeksi antenatal : KPD ≥ 18 jam, suhu ibu ≥ 38C, leukosit > 18000/m, ketuban
berbau, janin takhi / bradikardia

• Penunjang : darah lengkap, CRP, IT ratio, kultur darah leukosit > 20000/ml atau leukopeni <
5000/ml

• Bila labolatorium meragukan tetapi gejala klinis jelas, tetap berikan antibiotika

• Pneumonia awitan lambat baru timbul gejala saat umur ≥ 3 hari

• Dapat merupakan infeksi nosokomial atau tertular orang di sekitarnya (di rumah)

• Terdengar ronkhi halus di kedua paru

• Tatalaksana : berikan O2, puasakan bila sangat sesak, antibiotika

• Antibiotika untuk pneumonia diberikan 10hari dan bila biakan darah (+) diberikan selama 14 hari

5. Sindrom Aspirasi Mekonium

• SAM terjadi pada BBLR cukup bulan atau postmatur yang mengalami hipoksi berkepanjangan
dalam rahim

• Stress perinatal  relaksasi sfingter ani  mekonium keluar. Stress berlanjut, bayi menarik nafas
in utero, ketuban sampur mekonium dan masuk ke saluran pernapasan.

• Wiswell : ketuban bercampur mekonium ditemukan pada 13% kelahiran, dari jumlah terebut, 12%
 SAM

Mekonium :

- menyumbat jalan napas  atelektasis

- bereaksi kimia  pneumonitis

- menurunkan fungsi surfaktam


21
- meningkatkan tahanan vaskular paru

• Gejala : ketuban kental berampur mekonium

• Sesak napas bisa ringan  berat, n.c.h dan retraksi

• Dada agak mengembung, mungkin ada ronkhi kasar

• Kulit dan kuku bayi kekuningan, bila hipoksi telah lama, bayi mungkin kurus / PJT

• SaO2 sukar naik meski dengan O2 100%

• Bila disertai asfiksi, kecenderungan menjadi PPHN (hipertensi pulmonal menetap

neonatus) Penunjang :

• AGD, darah lengkap, dx, singkirkan infeksi, Ro

• RO : dada hiperinflasi, bercak-bercak kasar ireguler

• Tatalaksana :

• Antisipasi dan resusitasi

• Bayi tidak bugar  Aspirasi mekonium

• Sering-sering vibrasi dada dan bersihkan lendir

• Komplikasi : pneumotoraks, PPHN

6. Asfiksi

• Asfiksi terjadi bila bayi lahir tidak bernapas secara spontan dan adekuat (depresi pernapasan)

• Asfiksi dapat terjadi perinatal maupun saat lahir  bayi kekurangan O2  metabolisme anaerob
 asidosis metabolik  kerusakan jaringan-jaringan tubuh  kematian

• BBLR : termasuk resiko tinggi untuk mengalami asfiksi

• Survey 2005 : angka kematian asfiksi di beberapa RS rujukan 41,94% (2005)

• Beratnya asfiksi dinilai dengan Nilai Apgar / NA (1953) pada menit pertama dan ke lima setelah
lahir

• NA menilai denyut jantung, usaha napas, tonus otot, refleks dan warna kulit, masing-masing

22
dinilai 0, 1, 2 kemudian dijumlah

• Tanpa asfiksi : NA > 7 (tidak perlu resusitasi)

Asfiksi sedang : NA 4-6

Asfiksi berat : NA 0-3

• Menit 1 menggambarkan situasi saat lahir sedangkan menit 5 menunjukan hasil resusitasi

• Saat ini Nilai Apgar tidak digunakan untuk memulai resusitasi tetapi tetap tetap sebagai informasi
beratnya asfiksi dan respon bayi terhadap usaha resusitasi

• Resusitasi menurut AAP dan AHA (2000)

✓ Intervensi secepatnya tidak menunggu NA menit 1

✓ Tiap intervensi dilakukan selama 30 detik

✓ Bayi bugar : usaha napas dan tonus baik, FJ > 100 / mnt

• 2004, kriteria asfiksi berat (AAP dan ACOG) :

1. Asidemia metabolik / campuran : pH < 7 (a. umbilikal)

2. Nilai Apgar 0 – 3 pada menit ke 5

3. Manifestasi neurologik (kejang, dsb) segera nampak

4. Disfungsi sistem multi organ segera timbul

7. Apnu

• Apnu : napas berhenti disertai bradikardia dan / atau sianosis selama ≥ 20 detik
• Apnu bayi kurang bulan ditemukan pada 25% bayi-bayi dengan gestasi < 34 mg, dan 80% pada
gestasi < 30mg

• 99% teratasi ketika mencapai aterm tanpa gejala sisa


• Apnu bayi prematur rata-rata muncul sekitar hari ke 2-3 dan bila > 1 minggu tidak terlihat,
biasanya tidak akan timbul.

• Apnu yang timbul pada prematur mendekati aterm atau BBLR aterm, atau timbul > usia 1 minggu
hampir selalu patologik dan harus dicari penyebabnya

• Risiko : - sumbatan saluran napas

• hipotermi, hipoglikemi, gangguan metabolik lain


• Aspirasi, regurgitasi, mengejan
23
• Infeksi : pneumonia, meningitis
• Kejang, kelainan SSP, rasa sakit
• Lain-lain : anemia, gagal jantung, hipovolemi, obat-obat ibu, obat-obat bayi
• Tatalaksana apnu bayi prematur
• Bayi dengan gestasi 32 – 35 minggu Tk IIB harus dimonitor ketat minimal sampai umur 1
minggu atau 5 hari setelah serangan apnu terakhir

• Rata-rata dengan rangsangan taktil sudah ada reaksi, bila gagal lakukan VTP dengan ambu dan O2
< 40%
• Evaluasi kemungkinan penyebab : AGD, darah lengkap, dx, elektrolit, kalsium, Ro dada, USG,
obat-obatan

• Terapi : - aminofilin 6mg/kgbb  2mg/kg/8 jam


- Cafein sitrat 20mg/kg  5 mg/kg/24 jam
• Tatalaksana apnu patologis :
• Mulai dengan rangsang taktil VTP dengan O2 40%
• CPAP  alveoli mengembang  membantu diafragma
• Posisi bayi tengkurap, jaga saluran napas atas
• Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab
• Terapi tergantung penyebab apnu
• Apnu berulang  puasakan bayi
• Gagal  NICU
• Prognosis tergantung penyebab apnu

E. Pemberian Nutrisi Pada BBLR

1. BBLR sering disertai penyakit lain seperti asfiksi, infeksi, sesak nafas sehingga masukan oral
terbuka
2. Fungsi saluran pencernaan belum sempurna :
 Refleks hisap kurang  sukar menyusu
 Motilitas usus lambat  kembung
 Volume gaster kecil  muntah
 Defisiensi enzym  residu

Mulai pemberian minum :


 Bila bayi telah “stabil”:
 Kontrol suhu baik
 Sesak nafas/retraksi berkurang
 Keperluan O2 berkurang
 Frekuensi denyut jantung baik,eksremitas hangat
 Bising usus cukup
 Menunjukan tanda-tanda lapar

24
 BBLR sehat, sesegera mungkin (IMD)
 BBLR sakit : sebagian besar dapat mengatasi penyakitnya dengan cepat sehingga hanya
memerlukan cairan, elektrolit dan glukosa
 Kolostrum sebagai minum pertama
 Pertimbangkan pemberian nutrisi parenteral bila bayi masih perlu puasa hari ke 3.

Nutrisi Enteral  ASI


 Meningkatkan ikatan batin ibu-bayi
 Komposisi, kadar nutrien tepat untuk bayi
 Mengandung zat kekebalan
 Mengandung enzim, hormon-hormon pencernaan
 Mengandung growth factors
 IQ lebih tinggi 6-8 point
ASI : makanan untuk bayi alamiah
Masalah ASI pada BBLR Kurang Bulan
BKB gestasi < 34 minggu
1. Refleks Isap dan menelan belum kuat han sekitar 3-4 rangsangan pada putting lemah,
pengosongan payudara terhambat, produkai ASI menurun habis
2. ASI prematur hanya bertahan 3-4 minggu kemudian berubah menjadi ASI matur (protein
< rendah )
3. Volume gaster kecil
4. Penguat ASI ( HMF: Human Milk Fortifier)
5. HMF : Berisi protein, elektrolit, mineral
6. Ditambahkan pada ASI perah pada bayi BB<1.500 gr setelah bisa minum>100ml/kg
7. Diberikan sampai berat 1800-2000 gr
8. Bila tidak ada HMF atau ASI perah Ibu kurang,boleh diberikan formula prematur
9. Mulai dengan pengenceran setengah
10. Tidak ada masalah untuk segera menyusu
11. Waspada hipoglikemi (biasanya dalam 24 jam I)
12. Monitor kadar dx setelah umur 2 jam sebelum menyusu, dan ulang sesuai protokol
13. Bila bayi nampak lemas atau hipoglikemi ringan, boleh diberikan susu formula per
sendok sambil bayi terus disusui
14. Setelah ASI cukup dan gula darah stabil, dilanjutkan dengan ASI eksklusif
Keberhasilan ASI eksklusif
25
 Motivasi antenatal Ibu & keluarga terdekat
 Inisiasi menyusu dini ( IMD)
 Rawat gabung
 Tidak diberi makanan prelaktal
 Menyusui tanpa jadwal
 Petugas mendis mengajari cara menyusui yang benar dan memberi dan memberi
dukungan moril, hanya ibu bisa memberi makanan terbaik
 Ajari cara memerah
 Mulai memerah ASI 6jam postpartum, tiap 2-3jam
 Setelah ASI keluar perah tiap 4-5jam
 Sesegera mungkin metode kanguru
Cara memberikan minum BBLR:
 Target : 150 – 200 ml/kg/hr
 Bayi baru mulai stabil, atau BB <2000 g, selalu mulai dengan sonde orogastrik
 Kemudian sesuaikan dengan usia gestasi; refleks menelan: gestasi 32minggu refleks
mengisap: gestasi 34 minggu
 Agar bayi kemudiannya mau menetek, berikan ASI/ Formula dengan sendok atau cangkir
 Alat bantu laktasi (suplementer)
 Mulai dengan “priming”, 5-10 ml/kg/hr
 Setelah 1-2 hari perlahan volume dinaikan hingga mencapai target dalam 2 minggu
 Makin kecil, makin sedikit volume minum
BB 1.000-1.500 gr : 10-12x
BB 1.500-2.000 gr : 8-10x
 Vitamin/suplemen diberikan setelah minum 150 ml/kg
 Ajak orangtua partisipasi dalam memberikan minum
Hal-hal Yang Perlu Diwaspadai dan Perlu Diwaspadai Penyebabnya :
 Residu :
 Hati-hati bila ada residu 20-30%, mungkin motilitas usus belum baik
 Residu > 30% ,bayi dipuasakan
 Muntah/ muntah cairan hijau
 Kembung
 Gejala lain yang berhubungan dengan sepsis: hipotermi, bradikardi, dsb

26
F. Hiperbilirbinemia Pada Neonatus

a) Hiperbilirubin pada neonates


Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah peningkatan kadar bilirubin serum pada neonatus.
Nilai abnormal tergantung dari :

o Umur gestasi
o Umur kronologis
o Penyakit/keadaan penyerta

Dua jenis :

 Hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi/indirek


 Hiperbilirubinemia terkonyugasi/direk

bilirubin Tidak terkonyugasi:

o Bilirubin indirek
o Tidak larut dalam air
o Berikatan dengan albumin untuk transport
o Komponen bebas larut dalam lemak
o Komponen bebas bersifat toksik untuk otak

biliburin Terkonyugasi:

o Bilirubin direk
o Larut dalam air
o Tidak larut dalam lemak
o Tidak toksik untuk otak

Kadar bilirubin berdasarkan waktu

 Kadar bilirubin sebesar 10 mg/dl, pada usia 72 jam, pada bayi cukup bulan mungkin
merupakan kadar fisiologis

 Kadar bilirubin 10 mg/dl pada usia 10 jam bukan kadar fisiologis dan memerlukan perhatian
segera (lihat riwayat penyakit dari ikterus fisiologis)

Ikterus pada bayi prematur

 Awitan terjadi lebih dini


 Puncak lebih lambat
 Kadar puncak lebih tinggi
 Memerlukan lebih banyak waktu untuk menghilang –sampai dengan 2 minggu

27
ikterus fisiologis

 Waktu terjadinya ikterus


 Awitan terjadi setelah 24 jam
 Memuncak pada 3 sampai 5 hari
 Menurun setelah 7 hari
 Bayi cukup bulan rata-rata memiliki kadar bilirubin serum puncak 5-6 mg/dl.
 Ikterus fisiologis berlebihan  ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15 mg/dl pada NCB.
 Selalu pertimbangkan usia bayi dan kadar bilirubin

ikterus non fisiologis

 Awitan terjadi sebelum usia 24 jam


 Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
 Ikterus bertahan
> 8 hari pada bayi cukup bulan
> 14 hari pada bayi 36remature
 Tanda penyakit lain

hiperbilirubinemia-diagnosis Uji laboratorium

 Kadar bilirubin: total dan direk


 Golongan darah ibu dan tipe Rh-nya
 Golongan darah bayi dan tipe Rh-nya
 Uji Coomb direk pada bayi
 Hemoglobin/pemeriksaan darah lengkap
 Sediaan apusan darah
 Hitung retikulosit

28
hiperbilirubinemia-tatalaksana
 Hidrasi – Pemberian asupan
 Fototerapi
 Transfusi tukar
 Koreksi hipoksia, infeksi, asidosis
 Fenobarbital: digunakan sebagai antikonvulsan untuk kejang. Tidak direkomendasikan kecuali
untuk Crigler Najjar tipe 3. Menyebabkan letargi dan asupan yang buruk

Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Neonatus Usia Kehamilan 35 Minggu atau Lebih


 Mempromosikan dan mendukung pemberian ASI
 Melakukan penilaian sistematik sebelum bayi pulang untuk menilai risiko hiperbilirubinemia
yang berat

 Melakukan penilaian dini dan tindak lanjut terfokus berdasarkan resiko

 Ketika diindikasikan, beri terapi pada neonatus dengan fototerapi atau tranfusi tukar, untuk
mencegah perkembangan ikterus yang berat dan mungkin, kernikterus

Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan Sehat

Usia(jam) Pertimbangkan Terapi sinar Transfusi tukar Transfusi tukar


terapi sinar dan Terapi sinar
25-48 > 12 mg/dL > 15 mg/dL > 20 mg/dL > 25 mg/dL
(>200 µmol/L) (>250 µmol/L) (>340 µmol/L) (>425 µmol/L)
49-72 > 15 mg/dL > 18 mg/dL > 25 mg/dL > 30 mg/dL
(>250 µmol/L) (>300 µmol/L) (>425 µmol/L) (>510 µmol/L)
>72 > 17 mg/dL > 20 mg/dL > 25 mg/dL > 30 mg/dL
(>290 µmol/L) (>340 µmol/L) (>425 µmol/L) (>510 µmol/L)

Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Sakit (<37 minggu)

Neonatus Kurang Bulan Sehat: Neonatus Kurang Bulan Sakit:


Kadar Total Bilirubin Serum Kadar Total Bilirubin Serum
(mg/dL) (mg/dL)
Berat Terapi Transfusi Tukar Terapi sinar Transfusi Tukar
Sinar
Hingga 1.000 g 5-7 10 4-6 8-10

29
1.001-1.500 g 7-10 10-15 6-8 10-12
1.501-2.000 g 10 17 8-10 15
> 2.000 g 10-12 18 10 17

Fototerapi

Bukan Sinar UV!

 Panjang gelombang cahaya 450 sampai 460 nm


 Gelombang sinar biru: 425 sampai 475 nm
 Gelombang sinar putih: 380 sampai 700 nm
 Spectral Irradiance: 30 µW/cm2/nm

Fototerapi Intensif

 Sumber cahaya: cahaya alami siang hari, cahaya putih, cahaya biru, neon flouresen biru khusus,
lampu halogen tungten, selimut serabut optik, dioda yang memancarkan cahaya galium nitrida

 Jarak dari cahaya: cahaya flouresen harus berada sedekat mungkin (sampai 10 cm dari bayi),
sinar halogen dapat menyebabkan panas berlebihan

 Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok juga dapat dilepas.
Mata ditutup

 Berkala versus kontinyu

 Hidrasi

Komplikasi Fototerapi

Komplikasi bermakna jarang sekali terjadi

 Pemisahan ibu dengan bayi


 Peningkatan Insensible Water Loss dan dehidrasi pada bayi prematur
 Bronze-baby syndrome (bayi dengan ikterus kolestatik)

30
G. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Di Unit Perawatan Neonatus

Cegah Infeksi Nosokomial dengan hygiene tangan

H. Masalah Lain Yang Sering Di Hadapi BBLR


Beberapa masalah sering dihadapi BBLR meskipun sebetulnya bukan khas BBLR
o Masalah yang akan dikemukakan
 Masalah Saluran Cerna
 Kejang
 Nyeri pada neonatus
 Pemantauan setelah
1. Masalah saluran cerna pada BBLR
a) Hernia inguinalis
 Lebih sering dijumpai pada BKB dengan BB <1.500gr
 Karena ada potensi hernia inkarserata, dianjurkan untuk operasi koreksi
 Operasi biasanya sebelum bayi dipulangkan
 Sebaiknya pasca operasi bayi dirawat 24jam untuk memastikan tidak terjadi apnu

 Segera setelah bayi sadar bayi langsung disusui


b) Kembung “sederhana”

1. Pada BBLR,peristaltik lambat  mekonium lambat keluar sehingga bayi kembung


/ muntah

2. Sebelum peristaltik lancar, sebaiknya bayi belum diberi minum. Pasca IMD, bayi
mengisap payudara, menelan air liur / kolostrum  peristaltik cepat terangsang

3. BBLR biasanya b.a.b minimal 3x sehari. Konstipasi menyebabkan kembung 


bayi malas minum. Mengatasi konstipasi: merangsang anus secara teratur, bila
gagal berikan supositoria
31
c) Kembung “sederhana”
o Volume minum terlalu banyak dapat berakibat kembung disertai residu
susu yang belum dicerna. Bila residu < 30%, kurangi volume minum.Berikan
minum sedikit-sedikit tapi sering. Masukan kembali residu
 Bila residu berupa susu telah dicerna, mungkin ada gangguan pasase
usus,misalnya karena
 Intoleransi laktosa dan protein susu sapi juga dapat berakibat kembung, muntah
dan diare  ASI peras adalah yang terbaik
d) Muntah
Membedakan apakah muntah “berbahaya”

 Frekuensi dan volume muntahan

 Isi muntahan: hijau / empedu , darah , susu ?

 Apakah tanda-tanda vital baik

 Gejala2 paralisis usus (kembung, )

 Gejala2 subatan ( kembung, bising usus >>>)

 Gejala2 infeksi : nyeri, kulit kemerahan

a. Muntah darah mungkin karena :

 Trauma pemasangan OGT: pemasangan tidak hati-hati atau kateter terlalu >>.
Ganti dengan OGT lebih kecil, bilas lambung dan selama observasi puaskan bayi

 Darah ibu tertelan (puting lecet): Apt test

 Perdarahan saluran cerna: cegah dengan vitamin K

 Stress ulcer, ganggu pembekuan darah

b. Muntah hijau selalu merupakan masalah serius terutama bila terjadi di dalam 72 jam
pertama karena menunjukan ada hambatan pasase saluran cerna.

 Hambatan pada saluran cerna atas, muntah hijau, tdk begitu kembung, mungkin
ada mekonium

 Sumbatan sal.cerna bawah, tidak ada mekonium penyebab:

 Ileus (peristaltik << : obat2an, sepsis)

32
 obstruksi

2. Kejang pada BBLR

 Kejang pada neonatus tidak bermanifestasi seperti pada anak yang lebih besar (tonik-klonik)

 Kesadaran menurun selama kejang, FJ meningkat, pucat, bisa sampai apnu

 50% kejang neonatus / BBLR adalah samar (subtle)

- Mata melirik-lirik keatas atau mengedip2

- Mengcap2, mengisa atau menguap

- Tiba-tiba salah satu ekstremitas kaku

- Apnu

- Gerakan berulang seperti

mengayuh Gerakan lain

o Jittery (gemetar2)
o Klonus, gerakan cepat berulang pada satu ekstremitas
o Bayi sadar, jittery terjadi terutama waktu tidur
o Bila kita tahan, gerakan reda
o Tidak dihubungkan dengan perubahan denyut jantung/napas

Kejang merupakan gejala dan bukan merupakan suatu penyakit, sehingga prognosis tergantung
penyakit penyebabnya. Secara umum mortalitas 15% dan sekuela neurologik 30%

Tatalaksana Kejang pada BBLR

 Anamnesis riwayat kehamilan & kelahiran, infeksi seputar kelahiran, penyakit ibu, obat-obat ibu,
type kejang dsb

 Periksaan fisik lengkap dengan perhatian khusus pada status neurologis bayi

 Pemeriksaan penunjang :

 infeksi : darah lengkap, CRP, IT radio, kultur darah

 Metabolik: glukosa, Ca ion/total, Mg, Na, K

 Bila perlu AGD, LP dan biakan CSS

 USG: mengetahui anatomi, CT scan; adanya perdarahan


33
 EEG: sbg dokumentasi dan evaluasi setelah bayi tenang

 Umum

1. Jaga agar tidak hipotermi, bersihkan lendir saluran nafas atas, leher jangan tertekuk

2. Selama masih kejang puasakan atau minum per sendok

3. Jaga agar hipoksi tidak bertambah,O2 sesuai kebutuhan

4. Koreksi gangguan metabolik

5. Bila masih kejang boleh dimulai terapi anti kejang

6. Antibiotika : diberikan 14 hari pada sepsis

Bila biakan CSS (+), meningitis, antibiotika 21hari, dan LP diulang setelah 2 hari

 Phenobarbital: dosis awal 10-20mg/ kg iv dalam 10-15menit

 Bila masih kejang tambahkan 5 mg/kg tiap 30menit  max 30-40 mg/kg, lanjutkan
dengan rumatan 5mg/kg/12jam

 Dapat menyebabkan hipotensi dan apnu

 Phenytoin: dosis awal 20mg/ kg IV diencerkan dengan NaCl 0,9% berikan dalam 15-30
menit. Dosis rumatan 5 mg/kg/12jam

 Efek samping aritmia jantung

 Setelah beberapa hari tidak ada kejang, obat-obat hendaknya dihentikan. Bila perlu lanjutkan
phenobarbital oral sampai evaluasi neurologis kemudian

3. Masalah Nyeri Pada Neonatus


 Nyeri merupakan salah satu masalah yang dicemaskan orangtua dakidirawat selama bertahun
diduga bahwa bayi baru lahkan tidak merasakan nyeri karena nyelinisasi saraf belum sempurna
anak yang merasakan nyeri berulang ketika bayi menunjukan sensitivitas lebih besar pada rasa
nyeri (misalnya pada saat imunisasi)

 Neonatus memang belum bisa menyatakan rasa sakit tapi menunjukannya dengan respon
fisologik dan prilaku .

Neonatus memang belum bisa menyatakan rasa sakit nyeri menunjukan dengan respon fisilogis
dan prilaku.

34
Respon fisiologik : denyut jantung frekwensi nafas,kebutuhan oksigen,tekanan darah ,keringat
dan lain-lain .

 Respon Prilaku : ekspresi,gerak tubuh tangisan,

 Metabolik : hormon stress meningkat ,glukosa darah, asam laktat meningkat .

Minimalisasi nyeri

 Membuat suasana nyaman,misalnya dengan berbicara dengan bayi, mengelus, mengayun

 Memberi empeng

 Bila mungkin , ibu memeluk bayi, skin to skin contact, dan menyusui bayi

 Memberi obat misalnya: paracetamol, morfin, fentanil, anestesi regional,anestsi


umum Imunisasi

 Dimulai setelah stabil, BB mulai naik

 Dilakukan sesuai usia kronologis

 Mengikuti jadwal imunisasi umum

 Hepatitis B setelah BB 2.000 gram atau umur 2 bulan

 Vaksin pertusis aseluler dianjurkan bila ada masalah neurologis / kejang demam

 Vaksin influensa perlu dipertimbangkan pada musim pancaroba setelah umur > 6 bulan

35
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelatihan BBLR ini mengenai tentang permasalah pada bayi dengan berat lahir rendah apa
saja, menilai usia gestasi, termoregulasi, gangguan pernafasan pada BBLR, terapi bantuan
napas pada BBLR, pemberian nutrisi pada BBLR, hiperbilirubinemia pada neonatus,
pengendalian infeksi di rumah sakit terutama di uni perawatan neonatus, dan masalah masalah
lain yang sering dihadapi pasien dengan BBLR.

B. Saran

1. Bagi Ruangan
Diharapkan agar setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada bayi
dengan berat lahir rendah yang optimal serta meningkatkan kualitas pelayanan untuk
mempertahankan setiap prosedur asuhan yang telah sesui dengan standar sehingga dapat
membantu menurunkan angka kematian pada bblr , dapat mengedukasi keluarga yang
memiliki bayi dengan bblr dan dapat membantu dalam mengurangi masalah-masalah yang
akan terjadi pada bblr.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pihak rumah sakit senantiasa menyediakan sarana prasarana dalam
pelaksaan asuhan keperawatan pada bblr serta meningkatkan kompetensi pemberian
asuhan pelayanan yang diberikan sesuai dengan perkembangan keilmuan yang ada, baik
melalui pelatihan, seminar maupun workshop. Selain itu, diharapkan semoga seiring
berjalannya waktu kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang
diberikan akan semakin meningkat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Perinasia, Sekertariat . 2022. Penataksanaan BBLR Untuk Pelayanan Kesehatan


Level I – II. Jakarta : Perinas

37
38

Anda mungkin juga menyukai