Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 KASUS

1.2 KATA/ KALIMAT KUNCI


1. Anak perempuan 5 tahun
2. BAB encer disertai darah dan lender sejak 2 hari yang lalu
3. Frekuensi >5x/hari
4. Tidak mau makan dan minum
5. Sakit perut
6. Muntah sebanyak 2x
7. Riwayat menghisap jempol
8. Rewel
9. Suhu 39℃
10. Mata cekung
11. Perut kembung
12. Nyeri abdomen

1.3 DAFTAR PERTANYAAN


1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ sistem pencernaan ?
2. Bagaimana proses pembentukan feses ?

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 1


3. Apa definisi dari BAB encer ?
4. Bagaimana etiopatomekanisme BAB encer ?
5. Bagaimana hubungan gejala utama dengan manifestasi klinis lainnya ?
6. Bagaimana penatalaksanaan awal BAB encer ?
7. Bagaimana upaya preventif BAB encer ?
8. Bagaimana penegakan diagnostic BAB encer ?
9. Diagnosa banding apa saja yang memungkinkan pada skenario BAB
encer?
10. Bagaimana integrasi keislaman yang berhubungan dengan skenario BAB
encer ?

1.4 LEARNING OBJECTIVE


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang anatomi, histologi, dan fisiologi
terkait organ sistem pencernaan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang proses pembentukan feses
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi dari BAB encer
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiopatomekanisme BAB encer
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang hubungan gejala utama dengan
manifestasi klinis lainnya
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan awal BAB encer
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang upaya preventif BAB encer
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penegakan diagnostic BAB encer
9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang diagnosa banding apa saja yang
memungkinkan pada skenario BAB encer
10. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang integrasi keislaman yang
berhubungan dengan skenario BAB encer

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 2


1.5 PROBLEM TREE

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI ORGAN PENCERNAAN​1

Gambar 1. Struktur Organ Sistem Pencernaan


Sumber :
https://www.researchgate.net/publication/325986943_Saluran_Cerna_yang_S
ehat_Anatomi_dan_Fisiologi​.

Rongga mulut

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 4


Setelah seseorang melakukan seleksi makanan dengan bantuan indra
penglihatan dan penciuman, proses pencernaan dimulai di dalam mulut dan
diawali dengan ingesti, yaitu memasukkan makanan ke dalam rongga mulut.
Pada saat makanan kontak dengan lidah, taste bud akan mendeteksi komposisi
kimia zat makanan. Proses ingesti dilanjutkan dengan mastikasi atau gerakan
mengunyah, yaitu digesti fisik oleh gigi dan lidah serta proses digesti kimia
oleh saliva.
Gigi merupakan organ pertama yang melakukan digesti mekanis.
Pertama, makanan digigit oleh gigi depan (incisura), kemudian gigi taring
(kanina) memecah makanan menjadi bagian kecil. Selanjutnya, makanan
dipotong menjadi bagian lebih kecil lagi oleh gigi premolar. Setelah itu, gigi
molar menggiling makanan sebagai akhir dari proses digesti mekanis di
rongga mulut. Gigi geligi sangat kuat, gigi depan yang memecah dan
menggiling makanan bisa mengeluarkan kekuatan sampai 40 kg, sedangkan
gigi molar mempunyai kekuatan menggilas hingga 50 - 125 kg.
Kunyahan gigi meningkatkan luas permukaan makanan sehingga
penetrasi enzim digesti yang terkandung dalam saliva menjadi lebih mudah.
Selain itu, lidah turut membantu gerakan ke depan, belakang, dan samping
untuk mengoptimalkan pencampuran makanan dengan saliva. Tidak hanya
memecah makanan, digesti mekanis juga merangsang impuls saraf yang
memicu sekresi cairan lambung dan mempersiapan proses menelan.
Bersamaan dengan proses mengunyah, tiga pasang kelenjar ludah di
mulut menghasilkan saliva. Dalam sehari, tubuh kurang-lebih menghasilkan
1-1,5 kuarta saliva yang berfungsi untuk menjaga kelembapan mulut,
melarutkan makanan agar dapat dirasakan oleh indra pengecap, membilas gigi
agar tetap bersih, dan melumasi makanan dengan musin agar mudah ditelan.
Selain itu, saliva juga mengandung enzim amilase atau ptyalin yang berfungsi
untuk memecah zat tepung menjadi maltosa serta mengandung lisozim
(lysozyme) yang dapat mencerna dinding sel bakteri sehingga berfungsi dalam

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 5


pertahanan tubuh terhadap kuman. Setelah proses digesti mekanis dan kimia di
rongga mulut, lidah akan memindahkan bolus-bolus makanan ke dalam faring
sebagai langkah awal menelan.
Faring dan Esofagus
Faring merupakan saluran antara faring dan esofagus yang menjadi
tempat transisi pergerakan makanan secara volunter (di bawah kendali sadar)
menjadi gerakan involunter. Refleks menelan atau deglutisi yang terjadi di
faring akan mendorong makanan melalui esofagus menuju lambung. Selain
berfungsi untuk mentranspor makanan dan air ke dalam lambung, faring dan
esofagus dan juga mensekresi mukus.
Proses pemindahan makanan sejak ditelan hingga mencapai lambung
membutuhkan waktu kurang-lebih selama 8 detik. Sebagian besar waktu
tersebut dihabiskan untuk proses turunnya makanan melewati esofagus,
sedangkan cairan murni dapat turun ke esofagus hanya dalam waktu satu detik
atau delapan kali lebih cepat dibandingkan makanan lunak. Makanan turun
melewati esofagus dengan bantuan gerakan peristaltik. Peristaltik merupakan
gelombang gerakan yang cukup kuat dan bekerja seperti gaya gravitasi.
Bahkan, dalam kondisi tanpa gravitasi, manusia masih dapat menelan
kurang-lebih setengah ons makanan. Hal ini menjadi alasan mengapa astronot
dapat makan dalam posisi jungkir balik atau dalam gravitasi nol dan dalam
kondisi tersebut mereka harus makan dalam jumlah kurang dari 0,5 ons per
sekali telan.
Lambung
Lambung merupakan organ muskular yang berbentuk seperti kantong.
Secara anatomis, lambung dapat dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu kardia
yang membatasi lambung dengan esofagus, fundus, korpus, dan pilorus
(Gambar 1.3). Makanan masuk ke dalam lambung dengan membukanya
orifisium kardia. Di dalam lambung, terjadi proses digesti fisik dan kimia yang
akan menghasilkan chyme atau kimus. Selain itu lambung juga berfungsi

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 6


untuk menyimpan makanan sebelum dilepaskan sedikit demi sedikit ke dalam
usus halus.
Permukaan bagian dalam lambung dilapisi oleh rugae. Lapisan mukosa
terdiri atas beberapa jenis sel, yaitu:
1. Sel goblet, disebut juga dengan mucous neck cell, yang berfungsi untuk
mensekresi mukus. Mukus, bersamasama dengan HCO3, membentuk
sistem pertahanan nonspesifik lambung (gastric mucosal barrier) yang
berfungsi untuk melindungi epitel lambung.
2. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam klorida (HCl). Asam ini
berfungsi untuk membunuh bakteri dan denaturasi protein dan membuat
suasana lambung menjadi asam dengan PH 1,5 sampai dengan 3.
3. Sel chief memproduksi pepsinogen yang kemudian diaktifkan oleh HCl
menjadi pepsin. Pepsin berfungsi untuk memecah protein. Selain itu, sel
ini juga memproduksi enzim lipase yang berperan dalam proses hidrolisis
lemak dengan memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol dan
enzim rennin yang berfungsi untuk mencerna susu.
4. Sel G yang menghasilkan hormon gastrin. Hormon dilepaskan segera
setelah makanan masuk ke lambung dan berfungsi untuk memicu sekresi
jus digesti oleh kelenjar gaster.
5. Sel D yang berfungsi menghasilkan hormon somatostatin (bekerja untuk
menghambat asam).
6. Enterochromaffin-like cell, berfungsi memproduksi substansi mirip
histamin.
Ketiga enzim yang terkandung di dalam cairan lambung (gastric juice)
bercampur dengan makanan melalui proses mekanis, yaitu kontraksi dan
relaksasi lambung. Normalnya, lambung mengalami kontraksi sebanyak tiga
kali per menit dan mempunyai kapasitas untuk menampung kurang-lebih dua
pertiga volume makanan. Pada saat puasa, volume aktual lambung kurang dari
dua ons. Kontraksi dan relaksasi lambung ini diinisiasi oleh pikiran,

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 7


penglihatan, penciuman, serta pengecapan makanan. Produksi cairan lambung
dapat ditekan jika makanan tidak tampak menarik, memiliki bau tidak sedap,
atau dikonsumsi dalam suasana tidak nyaman. Sekresi juga akan menurun
dengan jumlah makanan yang besar, kandungan lemak tinggi, atau proses
mengunyah yang kurang. Dalam keadaan sakit, takut, atau depresi, produksi
cairan lambung dapat tertekan lebih dari 24 jam. Hal ini menerangkan
mengapa konsumsi makanan dapat berkurang saat perasaan kecewa atau tidak
senang.
Pengosongan makanan dari lambung memerlukan waktu antara 2 – 6
jam. Setiap gerakan peristaltik dapat mengosongkan 3/100 ons isi lambung.
Jika lambung berkontraksi dengan frekuensi tiga kali per menit, maka
pengosongan satu kilogram makanan memakan waktu sekitar 5 jam. Proses
digesti dan pengosongan lambung tergantung pada jenis makanan. Protein
dicerna dalam suasana asam, sedangkan lemak membutuhkan suasana netral.
Air dan cairan meninggalkan lambung paling cepat. Pengosongan karbohidrat
paling cepat dibandingkan protein atau lemak, sedangkan protein
meninggalkan lambung lebih cepat dibandingkan lemak. Dalam jangka waktu
5 menit setelah lemak masuk ke dalam lambung, hormon enterogastron masuk
ke dalam darah dan kemudian menuju lambung. Hormon ini menghambat
gerakan lambung dan menyebabkan pengosongan lambung menjadi lebih
lambat. Waktu pengosongan lambung untuk berbagai jenis karbohidrat juga
berbeda.
Usus Halus
Usus halus merupakan tabung yang memiliki panjang kurang-lebih 6 –
7 meter dan terdiri atas duodenum (20 cm), jejunum (1.8 m), serta ileum.
Sebagian besar proses digesti kimia dan absorpsi terjadi di dalam usus halus.
Usus halus memiliki permukaan yang luas dengan adanya plika (lipatan
mukosa), vili (tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), serta mikrovili
atau brush border . Vili mengandung banyak kapiler dan pembuluh

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 8


limfa (central lacteal) yang memiliki peran sentral dalam proses absorbsi.
Selain itu, vili juga bergerak seperti tentakel gurita yang membantu proses
pergerakan zat makanan di dalam rongga usus halus.
Digesti Kimia: Usus Halus dan Pankreas
Brush border banyak mengandung enzim yang berikatan dengan
membran sel epitel dan berfungsi dalam proses digesti kimia. Enzim-enzim
tersebut berperan dalam proses hidrolisis disakarida, polipeptida, dan lain
sebagainya. Salah satu jenis enzim yang terdapat pada brush border adalah
enterokinase. Enzim ini berfungsi untuk mengaktifkan enzim tripsin yang
diproduksi oleh pankreas. Tripsin selanjutnya berfungsi dalam proses
pemecahan polipeptida menjadi peptida rantai pendek dan asam amino.
Adapun enzim disakaridase berfungsi untuk memecah disakarida menjadi
monosakarida, seperti sukrase yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa serta laktase yang memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Kelenjar eksokrin pankreas mensekresi jus pankreas ke dalam
duodenum. Jus tersebut mengandung beberapa enzim dan elektrolit, yaitu (1)
amilase yang berfungsi untuk memecah karbohidrat/zat tepung; (2)
tripsinogen yang diaktifkan menjadi tripsin oleh enterokinase; (3) lipase dan
ko-lipase yang berfungsi untuk mencerna trigliserida; (4) enzim-enzim
protease serta nuklease; dan (4) natrium bikarbonat (alkali) yang berfungsi
untuk menetralisir asam lambung.
Digesti Kimia: Liver
Pada proses digesti kimia, liver memiliki fungsi utama untuk
mensekresi cairan empedu dan memetabolisme zat-zat yang telah diabsorbsi.
Cairan empedu yang dihasilkan oleh liver disimpan di dalam kandung empedu
(gall bladder) untuk kemudian disekresikan ke dalam duodenum. Garam
empedu berguna dalam proses emulsi/absorbsi lemak. Selain itu, cairan
empedu juga mengandung bilirubin yang merupakan hasil pemecahan sel
darah merah dan akan dibuang melalui saluran cerna.

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 9


Berbagai proses metabolisme terjadi di dalam hati. Darah kaya nutrien
mengalir dari vili usus ke sistem porta hepatik. Berbagai nutrien tersebut akan
diproses terlebih dulu di dalam liver sebelum masuk ke sirkulasi umum. Selain
itu, liver juga berfungsi dalam proses degradasi sampah metabolisme, hormon,
obat, dan lain sebagainya. Organ ini juga mensintesis protein plasma dan
menjadi tempat penyimpanan kelebihan glukosa dalam bentuk glikogen,
penyimpanan cadangan lemak, mineral, dan vitamin. Glikogen akan dipecah
kembali menjadi glukosa untuk mempertahankan kadar gula darah dalam
rentang normal dan menyuplai kebutuhan energi saat tubuh memerlukannya.
Absorpsi Karbohidrat dan Protein
Karbohidrat dan protein dipecah berturutturut menjadi monosakarida
dan asam amino/peptida rantai pendek. Selanjutnya, partikel-partikel tersebut
akan ditranspor ke permukaan epitel oleh ko-transporter. Monosakarida dan
asam amino/peptida rantai pendek diserap melalui proses coupling dengan ion
Na+ atau H+ ke dalam sel epitel dan kemudian masuk ke dalam kapiler darah
menuju sistem porta hepatik. Absorpsi Lemak
Sebelum diserap dan dipecah, lemak (lipid) mengalami proses
emulsifikasi oleh garam empedu. Pada proses ini, lipid berinteraksi dengan
garam empedu untuk membentuk droplet. Selanjutnya, enzim lipase yang
dihasilkan oleh pankreas akan memecah lemak teremulfikasi menjadi asam
lemak bebas dan monogliserida yang kemudian diserap oleh epitelium. Di
dalam sel epitel, asam lemak dan monogliserida tersebut menjalani proses
re-sintesis untuk kembali membentuk trigliserida. Trigliserida kemudian
berikatan dengan protein untuk membentuk chylomicron yang dilepaskan ke
dalam submukosa melalui proses eksositosis. Selanjutnya, chylomicron
memasuki sistem limfatik lakteal sentral dan ditranspor ke dalam sirkulasi
darah.
Usus Besar

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 10


Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang
keseluruhannya memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari tiga
segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden. Usus besar
terhubung dengan usus halus melalui katup ileosekal yang berfungsi untuk
mengendalikan kecepatan masuknya makanan dari usus halus ke usus besar
dan mencegah refluks sisa makanan dari usus besar ke usus halus. Katup
ileosekal membuka ke bagian usus besar yang disebut sekum (caecum) , yaitu
segmen yang berfungsi menerima sisa makanan. Bagian sekum yang menonjol
disebut apendiks. Posisi apendiks yang eksentrik mengakibatkan sisa makanan
mudah berakumulasi di rongga tersebut dan dapat mengakibatkan peradangan
atau apendisitis.
Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-zat yang tidak
terdigesti dan tidak diabsorpsi (feses). Sebagian kecil garam dan air sisa
pencernaan juga diserap di dalam usus besar. Apabila sisa makanan bergerak
terlalu lambat atau berada di kolon terlalu lama, akan terjadi absorpsi air yang
berlebihan sehingga feses menjadi keras dan mengakibatkan konstipasi.
Kuranglebih 30% berat kering feses mengandung bakteri E. coli. Bakteri ini
hidup di dalam usus besar dan memproduksi vitamin K.
Mekanisme Persarafan dan Endokrin Saluran Cerna
Sistem persarafan saluran cerna merupakan bagian dari sistem saraf
otonom yang terdiri dari jaring-jaring neuron yang mengatur fungsi saluran
cerna. Sel-sel serta serabut saraf terkumpul dalam dua jenis ganglia, yaitu
pleksus mienterikus Auerbach’s yang terletak di tunika muskularis dan plekus
submukosa Meissner. Selain fungsi yang dikendalikan otak dan korda spinalis
melalui nervus parasimpatis (nervus vagus) dan simpatis (ganglia
prevertebral), sistem ini mampu menjalankan fungsi secara otonom, seperti
melakukan koordinasi berbagai refleks secara independen.
Sistem saraf enterik terdiri dari neuron aferen, neuron aferen, dan
interneuron. Neuron aferen atau sensorik berfungsi untuk meneruskan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 11


rangsang mekanis ataupun kimia, sedangkan neuron eferen berperan dalam
mengontrol gerakan peristalsis usus dan sekresi enzim. Fungsi tersebut
melibatkan berbagai neurotransmiter yang juga ditemukan pada sistem saraf
pusat, seperti asetilkolin (ACH), dopamine, dan serotonin.
Proses pencernaan melibatkan tiga fase persarafan, yaitu fase sefalik,
gastrik, dan intestinal. Fase sefalik berawal proses sensorik yang diperantarai
oleh nervus vagus. Rangsangan terhadap nervus vagus oleh penglihatan,
penciuman, dan kontak makanan akan memicu sekresi asetilkolin (ACH).
Asetilkolin selanjutnya merangsang sel chief, sel parietal, dan sel G di dalam
lambung untuk berturut-turut menghasilkan asam, pepsinogen, dan gastrin.
Selain itu, nervus vagus juga berfungsi untuk memperantarai sekresi pankreas.
Fase gastrik diawali dengan masuknya makanan ke dalam lambung yang
menstimuli reseptor karbohidrat dan protein. Adapun fase intestinal adalah
kontrol saraf terhadap pergerakan usus dan sekresi enzim. Mekanisme stimuli
melibatkan dua jenis refleks, yaitu refleks pendek (stimulasi efektor secara
langsung oleh makanan) dan refleks panjang (makanan menstimulasi nervus
vagus yang selanjutnya merangsang efektor untuk mengeluarkan ACH).
Refleks endokrin juga berperan dalam proses pencernaan. Jika ada
stimulus berupa makanan, lambung akan mengalami distensi dan mensekresi
asam lambung yang memicu reseptor dan integrator di sel endokrin lambung
atau usus. Informasi dari reseptor dan integrator selanjutnya diteruskan ke
saraf eferen untuk merangsang sekresi hormon gastrointestinal. Hormon
gastrointestinal kemudian merangsang efektor di sel otot polos, kelenjar
eksokrin, dan sistem saraf untuk melakukan kontraksi, sekresi atau sintesis,
dan memicu rasa lapar.
Secara mikroskopis atau histologis​, dinding saluran cerna terdiri dari empat
lapisan, yaitu:
1) Tunika mukosa, terdiri dari lapisan epitel yang membatasi lumen saluran
cerna, lamina propria, dan tunika muskularis mukosa yang memisahkan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 12


mukosa dengan submukosa. Berbagai segmen saluran cerna memiliki
bentuk epitel yang berlainan, tergantung pada fungsinya masing-masing.
Pada umumnya, sel epitel memiliki banyak fungsi, yaitu absorbsi
(pertukaran air, elektrolit, serta nutrien), sekresi enzim, serta sebagai barier
yang banyak mengandung sel imun. Lamina propria merupakan lapisan
dibawah lapisan epitel yang banyak mengandung saluran limfa, pembuluh
darah, dan ujung-ujung saraf aferen maupun eferen.
2) Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan ikat elastis serta pembuluh
darah dan limfa. Pada lapisan ini, juga terdapat pleksus saraf Meissner
yang berfungsi untuk mempersarafi lapisan epitel dan mukularis mukosa.
3) Tunika muskularis yang tersusun dari jaringan otot polos sirkuler dan
longitudinal. Di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal usus halus,
terdapat kumpulan sel ganglion yang disebut dengan plexus Auerbach’s
4) Tunika serosa, yaitu jaringan ikat terluar yang menghasilkan cairan serous.
Meskipun memiliki struktur umum yang serupa, masing-masing segmen
saluran cerna memiliki karakteristik histologis tersendiri sesuai dengan
fungsinya pada proses digestif, yaitu fungsi motilitas (pergerakan makanan
melalui traktus digestifus), sekresi (pelepasan zat tertentu untuk membantu
proses pencernaan makanan), digesti (pemecahan makanan secara fisik
maupun kimia), atau absorpsi (pemindahan berbagai zat ke lingkungan dalam
tubuh). Pada bagian selanjutnya, akan dijelaskan mengenai fisiologi digesti
secara umum dan struktur serta proses spesifik yang berlangsung pada
masing-masing segmen saluran cerna.

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 13


Gambar 2. Bagian Mikroskopik Sistem Pencernaan
Sumber :
https://www.researchgate.net/publication/325986943_Saluran_Cerna_yang_S
ehat_Anatomi_dan_Fisiologi.​

Fungsi motilitas melibatkan kontraksi otot polos yang bertujuan untuk


mendorong makanan melalui saluran cerna dan mencampur makanan dengan
jus digesti guna memfasilitasi proses digesti serta absorpsi. Secara berurutan,
motilitas saluran cerna mencakup proses ingesti (memasukkan makanan ke
dalam mulut), mastikasi (mengunyah), deglutisi (menelan), gerakan peristaltik
(gerakan ritmis saluran cerna), dan segmentasi (proses pencampuran di dalam
usus).
Sekresi saluran cerna, disebut juga dengan jus digestif​, terdiri atas enzim,
garam empedu, mukus, cairan, serta elektrolit yang dihasilkan dan dilepaskan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 14


oleh kelenjar eksokrin ke dalam saluran cerna. Pada umumnya, molekul
makanan terlalu besar untuk diserap secara langsung sehingga perlu diuraikan
dengan bantuan enzim. Dalam menjalankan fungsinya, kerja enzim dapat
dibantu oleh zat-zat lain, seperti asam klorida yang dihasilkan lambung, garam
empedu ataupun natrium bikarbonat yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas.
Sekresi asam klorida dan natrium bikarbonat terjadi melalui pertukaran ion
antara sel dan lumen saluran cerna. Adapun mukus atau musin diproduksi oleh
kelenjar ludah dan berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh non-spesifik,
asimilasi, dan sebagai pemicu pelepasan neurotransmiter (asetilkolin),
neuropeptida, dan sitokin.
Proses digesti adalah pemecahan atau penguraian nutrien secara fisik dan
kimia menjadi bentuk atau unit yang dapat diserap. Digesti secara fisik
mencakup proses pengunyahann dan pencampuran, sedangkan digesti kimia
adalah penguraian makanan dengan bantuan atau katalisasi enzim. Contoh
proses digesti kimia adalah penguraian polisakarida menjadi monosakarida
dengan bantuan enzim amilase dan disakaridase, pemecahan protein menjadi
asam amino dengan bantuan berbagai enzim protease (pepsin, tripsin,
kemotripsin), dan pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol dengan
bantuan lipase. Proses digesti akan dilanjutkan dengan absorpsi, yaitu proses
pemindahan atau transfer zat makanan terdigesti dari lumen usus melalui
epitel untuk selanjutnya masuk ke dalam pembuluh darah dan limfa.

2.2 PROSES PEMBENTUKAN FESES​2


Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ieum. Di
kolon, chyme tersebut mengalami proes absorbsi air, natrium, dan klorida.
Absorbsi ini dibantu dengan adannya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc
chyme tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang
tidak di reabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses.

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 15


Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut
mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses fermentsi
akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang
kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan
menjadi hidrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gagguan
pencernaan karbohidrat, makan akan ada banyak gas yang terbentuk saat
fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kebung. Protein, setelah
mengalami proses fermentasii oleh bakteri, akan menghasilkan asam amino,
indole, statole, dan hydrogen sulfide. Oleh karenanya, apabila terjdi gangguan
pencernaan protein, makan flatus dan fesesnya menjadi sangat bau.​2

2.3 DEFINISI BAB ENCER​3


BAB encer atau diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Diare merupakan buang air
besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair denga atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.​3

2.4 ETIOPATOMEKANISME BAB ENCER


Etiologi​4
Menurut ​World Gastroenterology Organization ​global guidelines
2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab :
- Bakteri : ​Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfrigens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
- Virus : ​Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 16


- Parasit : ​Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis
- Non infeksi : Malabsorpsi, kecarunan makanan alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
Patofisiologi​5
Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan
minuman. Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel-sel epitel usus
halus dan akan menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel
tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum optimal. Selanjutnya,
vili-vili usus halus mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak terserapnya
cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap
akan terkumpul di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal
ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan
makanan yang tidak diserapm tadi akan terdorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare.​5

2.5 HUBUNGAN GEJALA UTAMA DENGAN MANIFESTASI KLINIS


LAINNYA
BAB ENCER DISERTAI DARAH DAN LENDIR 6​

Ketika mukosa usus teriritasi, maka sel goblet akan menjadi lebih aktif
sehingga menyebabkan produksi mukus meningkat untuk proteksi mukosa.
Jika jumlahnya terlalu berlebihan, maka dapat muncul dalam feses dan
bermanifestasi sebagai feses berlendir.

Feses yang disertai adanya darah diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
pada dinding saluran cerna. Pada dinding traktus gastrointestinal pembuluh
darahnya mulai terdapat pada lamina propria tunika mukosa namun lebih

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 17


banyak ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti jika terdapat ulkus
yang mengenai tunika mukosa, maka dapat bermanifestasi sebagai feses
disertai darah.

TIDAK MAU MAKAN DAN MINUM 7​

Aneroksia merupakan gangguan kehilangan atau penurunan selera


makan. Aneroksia dapat terjadi karena inoleransi terhadap makanan tertentu
atau karena keengganan makanan yang disebabkan oleh ketidak nyamanan
yang telah diantisipasi sebelumnya.

SAKIT PERUT DAN NYERI ABDOMEN SAAT PEMFIS 8​

Nyeri abdomen memiliki bebepara kemungkinan mekanisme serta pola


kliniknya.

● Nyeri viseral terjadi jika organ-organ abdomen yang berongga seperti


intestinum atau percabangan bilier melakukan kontraksi seara kuat secara
abnormal atau jika organ-organ tersebut mengalami distensi atau
peregangan
● Nyeri parietal berasal dari peritoneum parietalis dan disebabkan oleh
inflamasi.
● Nyeri alih dirasakan pada tempat yang lebih jauh dan mendapatkan
innervasi dari medulla spinalis dengan ketinggian atau level yang kurang
lebih sama seperti yang menginervasi struktur yang sakit.


MUNTAH 2 KALI 7,9

Muntah didefinisikan sebagai suatu refleks yang menyebabkan


dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Muntah
dapat menjadi indikator berbagai keadaan, seperti obstruksi usus, infeksi,

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 18


nyeri, penyakit metabolik, kehamilan, penyakit labirin dan vestibular,
substansi emetik eksogen seperti racun uremia atau gagal ginjal, penyakit
radiasi, kondisi psikologis, migren, infark miokard, dan sinkop sirkulatoril.

Muntah tidak terjadi karena peristaltik terbalik di lambung. Sebenarnya


lambung itu sendiri tidak secara aktif berperan dalam muntah. Lambung,
esofagus, dan sfingter-sfingter melemas sewaktu muntah. Gaya utama
penyebab ekspulsi , yang mengejutkan berasal dari kontraksi otot-otot
pernapasan yaitu, diafragma (otot inspirasi utama) dan abdomen (otot
ekspiraasi aktif).

Pusat muntah menerima masukan dari korteks serebral, orgam


vestibular, daerah pemacu kemoreseptor, dan serabut saraf aferen, termasuk
dari sistem gastrointestinal. Muntah dapat terjadi akibat rangsangan pada pusat
muntah, yang terletak di daerah postrema medula oblongata di dasar ventrikel
ke empat. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh rangsangan
nervus vagus dan simpatis oleh rangsangan emetik yang menimbulkan muntah
dengan aktivasi CTZ.

Muntah dimulai dengan inspirasi dalam dan penutupan glotis.


Kontraksi diafragma menekan ke bawah ke lambung sementara secara
bersamaan kontraksi otot-otot perut menekan rongga abdomen dan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Sewaktu
lambung melemas, isi lambung akan terdorong ke atas melalui
sfingter-sfingter dan esofagus yang melemas serta keluar melalui mulut. Pada
awalnya, saat isi lambung masuk ke esofagus, sfingter faringoesofagus masih
tertutup sehingga belum ada isi lambung yang masuk ke mulut. Karena
esofagus teregang oleh isi lambung, maka terjadi induksi gerakan peristaltik
untuk mendorong isi lambung kembali ke lambung. Siklus tersebut terjadi
berulang-ulang pada saat isi lambung kembali lagi ke esofagus. Pada saat
tekanan sudah cukup beras, maka kita akan secara refleks menyorong rahang

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 19


dan menyebabkan sfingter faringoesofagus akhirnya terbuka dan uvula
terangkat menutup rongga hidung sehingga makanan bisa didorong ke mulut
kemudian dikeluarkan dari mulut.


DEMAM 9,10

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu pasien 39​o​C yang


menandakan bahwa sang anak dalam keadaan demam. Demam berarti suhu
tubuh di atas batas normal. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak
sendiri atau bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu.
Apabila terdapat zat toksin seperti bakteri di dalam darah maupun jaringan,
maka ia akan difagosit oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit
pembuhug bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil
pemecahan bakteri dan melepaskan sitokin. Salah satu sitokin yang
menyebabakan demam adalah IL-1 yang juga disebut pirogen atau pirogen
endogen. respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik (makrofag)
mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang
bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan
patokan termostat. Selama terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan
titik patokan hipotalamus dengan memicu pelepasan lokal prostaglandin, yaitu
mediator kimia lokal yang bekerja langsung pada hipotalamus


MATA CEKUNG 7,9

Diare merupakan gangguan yang dapat menyebabkan hilangnya cairan


dan ketidak seimbangan asam-basa. Keadaan ini ditandai oleh keluarnya
bahan tinja yang sangat cair, sering dengan peningkatan frekuensi defekasi.
Tidak hanya sebagian makanan yang ditelan hilang tetapi sebagian produk
sekretorik yang seharusnya direabsorpsi juga hilang. Pengeluaran berlebihan
isi usus menyebabkan dehidrasi, hilangnya nutrien, dan asidosis metabolik

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 20


Pada mutah atau diare yang berlebihan dapat menyebabkan pengelurn
H​2​O yang berlebihan. Pada keadaan ini H​2​O lebih banyak yang hilang
sehingga zat terlarut yang tertinggal menjadi lebih pekat. Jika kompartemen
CES menjadi hipertonik, H​2​O berpindah keluar sel melalui osmosis ke dalam
CES yang lebih pekat hingga osmolaritas CIS sama dengan CES. Pengeluran
H​2​O ini menyebabkan sel menciut. Pada kasus ini mata pasien tampak cekung
dikarenakan palpebra terdiri dari jaringan ikat longgar sehingga pada saat
cairan tubuh berkurang, maka akan timbul respon sel-selnya juga akan
menciut, mengerut dan menjadi cekung.

PERUT KEMBUNG

Perut kembung merupakan kondisi dimana seseorang merasakan


sensasi penuh pada perut. perut kembung umunya merupakan dampak dari
banyaknya udara atau gas di dalam perut. terdapat beberpa hal yang dapat
menyebabkan pembentukan gas dalam usus, seperti menelan udara, interaksi
asam lambung dengan makanan, difus gas yang berasal dari aliran darah ke
lumen usus, hasil fermentasi bakteri, serta akibat gangguan pengeluaran gas.

2.6 PENATALAKSANAAN AWAL DENGAN KASUS BAB ENCER​11


a. Rehidrasi bila diare dengan dehidrasi
● Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah
sesuai dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak
tidak diketahui), seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15 berikut ini.
Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum
lebih banyak.

● Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah

1. Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit
lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 21


2. Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri
minum air matang atau ASI.

● Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang
terlihat sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila
anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat
memburuk.)

● Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk
perawatan di rumah

1. Beri cairan tambahan.

2. Beri tablet Zinc selama 10 hari

3. Lanjutkan pemberian minum/makan

● Bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya karena anak
muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena
secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer
asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl).

b. Beri tablet zinc


1. Dibawah umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari selama 10 hari
2. Diatas umur 6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari selama 10 hari
c. Pemberian makanan
melanjutkan pemberian makanan yang bergizi merupakan suatu
elemen yang penting dalam tatalaksana diare. Bujuk anak setidaknya
dengan memberikan makanan bergizi. Beri makanan yang sama setelah
diare berhenti dan beri makanan tambahan perharinya selama 2 minggu.
d. Pemberian antibiotic secara selectif.​11

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 22


2.7 UPAYA PREVENTIF KASUS BAB ENCER​12
Cara pencegahan kasus diare adalah dengan melakukan promosi kesehatan,
antara lain:
1. Menggunakan air bersih (tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa)
2. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum, agar mematikan
sebagianbesar kuman penyakit
3. Mencuci tangan dengan sabun pada saat sebelum dan sesudah makan, serta
pada waktu sesudah buang air besar
4. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada anak sampai usia 2 tahun
5. Menggunakan jamban yang sehat
6. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar​12

2.8 PENEGAKAN DIAGNOSTIK KASUS BAB ENCER


Anamnesis​13
Pasien dengan diare akut dating dengan berbagai gejala klinik
tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah
banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi
sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan
dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi
ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan
khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri pathogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan.
Pemeriksaan Fisik​13

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 23


Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit
abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan ​capillary refill d​ apat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
Pemeriksaan Penunjang​14
Darah: Darah perifer lengkap, Ureum, Kretinin, Elektrolit (Na+, K+, Cl-).
Analisis Gas Darah (bila dicurigai ada gangguan keseimbangan asam basa),
Pemeriksaan toksin ​(C. Difficile),​ antigen ​(E. Hystolitica)
Feses: analisis feses (rutin: lekosit di feses. Pemeriksaan parasit: amoeba, hifa.
Pemeriksaan kultur).
Pada kasus ringan, diare bisa teratasi dalam waktu <24jam.
Pemeriksaan lanjut diutamakan pada kondisi yang berat seperti diare yang
tidak teratasi sehingga menyebabkan hipotensi, disentri, disertai demam, diare
pada usia lanjut, atau pasien dengan kondisi imun yang rendah (HIV, pasien
dengan penggunaaan obat kemoterapi).
Tanda dehidrasi pada dewasa: Nadi >90x/menit, hipotensi postural,
lidah kering, mata cekung, penurunan turgor kulit.

2.9 DIAGNOSA BANDING


2.9.1 Disentri
Definisi

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 24


- Disentri amoeba atau Amebiasis adalah penyakit infeksi usus besar
yang disebabkan oleh parasite usus Entamoeba Histolytica​15
- Shigellosis adalah adalah infeks akut usus yang disebabkan oleh salah
satu dari empat spesies bakteri gram negatif genus Shigella. Disentri
basiler adalah diare dengan lendir dan darah disertai dengan demam,
tenesmus dan abdominal cramp.​16

Epidemiologi
Disentri Amoeba
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang
mengandung kista amuba yang berasal dari carrier. Laju infeksi yang
tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau
pengungsi dan di Negara-negara sedang berkembang dengan sanitasi
lingkungan hidup yang buruk. Di Negara bereklim tropis lebih banyak
di dapatkan strain pathogen di bandingkan di Negara maju yang
beriklim sedang. Oleh karena itu di Negara maju banyak di jumpai
penderita asimtomatik, sementara di Negara sedang berkembang ysng
beriklim tropis banyak dijumpai pasien yang simtomatik.
Kemungkinan factor diet rendah protein, disamping perbedaan strain
amuba, memegang peran. Di Negara sudah maju misalnya Amerika
Serikat prevelensi amebiasis berkisar antara 1-5%. Meskipun selama
tiga decade terkhir insidennya menurun, akan tetapi penyakit ini akan
tetap ada, terutama di daerah atau di tempat-tempat dengan keadaan
sanitasi yang buruk, misalnya di tempat perawatan pasien cacat mental
serta penampungan indian dan imigran.
Di Indonesia, laporan mengenai insiden amebiasis sampai saat
ini masih belum ada. Akan tetap berdasarkan laporan mengenai abses
hati ameba pada beberapa rumah sakit besar, dapat di perkirakan
insidennya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara,

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 25


misalnya penemaran air minu, pupuk kotoran manusia, juru masak,
vector lalat dan kecoak, setra kontak langsung seksual oral-anal pada
homoseksual penyakit ini cenderung endemic. Epidemic sering terjadi
lewat air minum yang tercemar. Sekitar 10% populasi hidup terinfeksi
entamoeba, kebanyakan orang entamoeba disper yang non-infeksius.​15

Disentri Basiler
Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan
manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan
disentri basiler. Di dunia, shigellosis tetap merupakan penyebab diare
tersering baik di negara berkembang maupun di negara maju.
Organisme ini sangat mudah ditransmisikan secara fekal oral, melalui
kontak dari orang ke orang atau melalui makanan dan minuman
kontaminasi. Jumlah kuman yang dibutuhkan untuk dapat
menimbulkan penyakit (dosis infeksi) sangat sedikit yaitu kurang dari
200 organisme. Angka serangan ulang pada anggota keluarga
mencapai 40%. Insidensi dan penyebaran shigellosis berhubungan
dengan kebersihan perseorangan dan kebersihan komunitas.​16

Di negara berkembang, shigellosis lebih banyak ditemukan


pada anak-anak, dan di negara-negara dengan kondisi infrastruktur
sanitasi tidak bagus, dengan kondisi pemukiman padat dan kondisi
higiensi perseorangan jelek, penyakit ini lebih mudah menyebar. S
dysentriae type I dapat menyebabkan kondisi yang berat yang disebut
dengan disentri basiler. WHO memperkirakan jumlah total kasus pada
tahun1996-1997 diperkirakan 165 juta dan 69% kasus terjadi pada
anak kurang dari 5 tahun, dengan kematian tiap tahunnya diperkirakan
antara 5oo,00o hingga 1.1 juta. Data tahun 2000-2004 dari 6 negara di
Asia (Bangladesh, China, Pakistan, Indonesia, Vietnam, dan Thailand)
menunjukkan bahwa insidensi shigellosis masih stabil, meskipun

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 26


angka kematiannya menurun, mungkin disebabkan karena
membaiknya standar nutrisi. Saluran usus manusia merupakan
reservoar utama Shigella, meskipun ditemukan pula pada primata yang
lebih tinggi. Karena penyebaran shigella ini paling besar terjadi pada
fase akut, maka bakteri ini secara efektif ditransmiskan melalui
fekal-oral, disamping itu dapat pula ditransmisikan melalui kontak
orang ke orang, melalui makanan dan minuman yang tercemar. Selain
itu shigella dapat pula ditransmisikan oleh lalat dan secara seksual.​ 16

Etiologi
Disentri Amoeba​17
Entamoeba histolytica merupakan salah satu jenis protozoa
usus yang dapat mengakibatkan penyakit dalam tubuh manusia.
Entamoeba histolytica memiliki tiga stadium yaitu:
1. Bentuk histolitika
2. Bentuk minuta
3. Bentuk kista
Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trophozoid,
bedanya bentuk histolitika bersifat patogen dan lebih besar apabila
dibandingkan dengan bentuk minuta. Bentuk histolitika memiliki
ukuran dua puluh sampai empat puluh mikron, mempunyai inti
entameba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen
terdapat di bagian tepi sel, dan dapat dilihat secara nyata.
Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih seperti
daun, dibentuk secara mendadak, dan pergerakannya cepat.
Endoplasma berbutir halus, biasanya tidak mengandung bakteri atau
sisa makanan, tetapi mengandung sel darah merah. Bentuk kista ini
patogen dan dapat hidup di jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit
dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 27


jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut sesuai dengan nama
spesiesnya.
Bentuk minuta adalah bentuk pokok, dengan besaran sepuluh
sampai dua puluh mikron. Inti entameba terdapat pada endoplasma
yang berbutir-butir. Endoplasma tidak mengandung sel darah merah,
tetapi mengandung bakteri sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata,
hanya tampak bila terbentuk pseudopodium. Minuta berkembang biak
secara belah pasang dan hidup sebagai komensal di rongga usus besar,
tetapi dapat berubah menjadi histolitika yang pathogen.

Siklus hidup E histolytica memiliki tiga stadium yaitu bentuk


histolitika, minuta dan kista. Bentuk histolitika bersifat patogen dan
dapat hidup di jaringan hati, paru, usus besar, kulit, otak dan vagina.
Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat
merusak jaringan tersebut. Dengan peristalsis, bentuk histolitika
dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang
lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja.
Disentri Basiler​16
Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp, dari genus
Shigella, yang termasuk bakteri gram negatif dalam klasifkasi
kingdom, Bacteria, phylum Proteobacteria, class Gamma
Proteobacterio, order Enterobacteriales, family Enterobacteriaceae,
genus Shigella, species shigella dysentrice. Secara morfologi bakteri
shigella berbentuk batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak,
tidak membentuk spora, bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan
muda. Shigella adalah fakultatif anaeroto yang dengan beberapa
pengecualian tidak meragikan laktosa tetapi meragikan karbohidrat
yang lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas,
paling baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks, bulat,

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 28


transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2
mm dalam 24 jam.​16

Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial


karena ketidakmampuannya meragikan laktosa. Shigella mempunyai
susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih
dalam sifat serologic berbagai spesies dan sebagian besar kuman ini
mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enteric lainnya.
Secara antigenic mirip dengan E coli shigella tidak memiliki flagella
dan antigen H. Antigen somatic O dari shigella adalah
lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya tergantung pada
polisakarida Terdapat lebih dar 40 serotipe. Klasifkasi Shigello
didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigenik, Genus ini dibagi
menjadi empat spesies berdasarkan reaksi biokimia dan antigen O
spesifik, yaitu Shigella dysentriae (serogroup A), Shigella flexneri
(serogroup B), Shigella boydi (serogroup O dan shigelllo sonnei
(serogroup D), S sonnei dibagi lagi menjadi 38 serotype. Shigella
merupakan prototip bakteri pathogen yang dapat invasi dan
bermultiplikasi di segala sel epithelial, termasuk sel target alaminya
yaitu enterosit. S, dysentriae type 1 (shiga bacillus) merupakan spesies
pertama yang diketahui memproduksi toksin Shiga yang poten.​ 16

Patofisiologi
Disentri Amoeba​15
Trofozoid yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam
lumen besar, dapat berubah menjadi pathogen, menembus mukosa
usus dan membentuk ulkus. Factor yang menyebabkan perubahan sifat
trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum di ketahui dengan pasti.
Diduga baik factor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan ameba,
maupun lingkingannya mempunyai peran. Factor-faktor yang dapat

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 29


menurunkan rentanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit
ganas, obat-obatan imunosupresif, dan kortikosteroid. Sipat keganasan
ameba ditentukan oleh strainnya. Strain ameba di daerah tropis
ternyata lebih ganas sedangkan di topis sedang. Akan tetapi tingkat
keganasan tersebut tdk stabil, dapat berubah apabila keadaan
lingkungan mengizinkan. Beberapa factor lingkingan yang diduga
berpengaruh, misalnya suasana anaerob dan asam, adanya bakteri,
virus dan diet tinggi kolestrol, tinggi karbohidrat dan rendah protein.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus. Bentuk ameba sangat khas yaitu dilapisan mukosa
terbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar.
Akibatnya terjadi ulkus dipermukaan mukosa usus menonjol dan
hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara
ulkus-ulkus tampak normal. Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat
ulkus. Tampak sel leukosit dalam jumlah banyak. Tampak pula Kristal
charcot leyden dan kadang-kadang di temuka trofozoit. Ulkus yang
terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan
muscular akan terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi
diseumua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan
urutan-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rectum,
sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat
menimbukan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi yangdisebut
ameboma, yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus
di dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke
hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi
lewat pembuluh darah atau pembuluh getah benin dapat pula terjadi di
paru, otak, atau limpa, dan menimbulkan abses disana, akan tetapi
peristiwa ini jarang terjadi.​15

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 30


Disentri Basiler​16
Ketahanan terhadap kondisi pH yang rendah meryebabkan
shigella bertahan melalui ​barrier lambung, hal ini menjelaskan
mengapa inokulum kecil (sebesar 100 eFU) cukup menyebabkan
infeksi. Diare air mendahului sindroma disentri karena sekresi aktif
dan reabsorbsi nir abnormal, efek sekretorik pada jejunum seperti yang
terlihat pada monyet yang terinfeksi Purge awal ini mungkin
disebabkan karena aksi kombinasi dari enterotoxin (ShET-1) dan
inflamasi mukosa.​16

Ketahanan terhadap kondisi pH yang rendah meryebabkan


shigella bertahan melalui ​barrier lambung, hal ini menjelaskan
mengapa inokulum kecil (sebesar 100 eFU) cukup menyebabkan
infeksi. Diare air mendahului sindroma disentri karena sekresi aktif
dan reabsorbsi nir abnormal, efek sekretork pada jejunum seperti yang
terlihat pada monyet yang terinfeksi Purge awal ini mungkin
disebabkan karena aksi kombinasi dari enterotoxin (ShET-1) dan
inflamasi mukosa.​1

Sindroma disentri, ditandai dengan berak berdarah dan


mukopurulen, merefleksikan invasi mukosa sampai di usus halus,
terjadi patogenik fundamental yaitu invasi ke mukosa colon. Hal ini
memicu respon inflamasi akut yang intensif dengan ulserasi mukosa
dan pembentukan abses nvasi dan penyebaran merupakan proses yang
multipel dan bertahap, dan sama dengan proses yang terjadi pada
Shigella dan EIEC L.

Patogenesis Shigella ditentulkan terutama oleh virulensi


plasmid 214 kb terdiri atas 100 gen, yang mengkode 25 sistem sekresi
tipe ll yang memasuki membran sel inang agar efektor dapat transit
dari sitoplasma bacterial ke dalam sitoplasma sel, Bakteri dapat

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 31


menginvasi se! epitel intestinal dengan menginduksi uptake setelah
melewati barier epitel melalui sel M Shigella melewati membran
mukosa dengan memasuki folikel pada sel M (sel epitel translokasi
khusus di folikel epitel yang menutupi nodul imfoid mukosa) di usus
halus, yang sangat sedikit memiliki brush border absorptive yang
terorganisit. Shigella melekat secara selektif pada sel M dan dapat
transitosis melalui sel M ke dalam kumpulan sel fagosit
Bakterididalam se! M dan makrotag fagositk dapat menyebabkan
kematian mereka dengan mengaktifkan kematian sel yang terprogram
normal (apoptosis, Bakteri dilepaskan dari sel M pada sisi basolateral
enterosit dan mengawali proses invasi yang multiple dan bertahap yang
diperantarai oleh antigen invasi (IpaA, IpaB, IpaC).

Shigella mudah beradaptasi dengan lingkungan intraselular dan


hal ini memberikan keunikan dalam proses infeksi. Meskipun pada
awalnya bakteri dikelilingi oleh vakuola fagositik, mereka dapat lepas
dalam waktu 15 menit dan memasuki kompartemen sitoplasma sel
inang Dan secara cepat, mereka membentuk parallel dengan filament
aktin sitoskeleteon dari sel dan memulai proses dimana mereka
melakukan kontrol polimerisasi monomer yang membuat fibril-fibril
aktin, Proses ini membentuk ekor aktin pada mikroba, yang akan
terlihat didalam sitoplasma seperti komet. Gambaran pada apparatus
sitoskeletal ini memberikan shigella yang non motil tidak hanya
bereplikasi di dalam sel tetapi dapat bergerak secara efisien
didalamnya. Bakteri akan masuk ke dalam membran sel inang, yang
terletak berdekatan dengan enterosit lain. Pada titik ini beberapa
shigella akan mengalami rebound, tetapi yang lain akan mendorong
membrane sejauh 20 um kedalam sel yang berdekatan, Invasi ke
enterosit sebelahnya membentuk proyeksi seperti jari, yang kemudian
akan pinch off, mengganti bakteri kedalam sel baru tetapi dikellingi

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 32


oleh membran ganda. Organisme kemudian melisiskan kedua
membran dan dilepaskan ke dalarn sitoplasma, bebas untuk memulai
siklus baru.

Sitokin dilepaskan oleh sejumlah sel epitel intestinal yang


terinfeksi yang menyebabkan kenarkan jumlah sel imun (terutama
lekosit polimorfonuklear) ke tempat yang terinfeksi, yang akan
mendestabilisasi barrier epitel, eksaserbasi inflamasi, dan
menyebabkan colitis akut yang sesuai dengan shigellosis. Bukti terkini
menunjukkan beberapa sistem sekresi tipe lII (TSS3) – efektor dapat
mengkontrol perluasan inflamasi, sehingga memfasilitasi survival
bakteri. Proses perluasan sel ke sel secara radial membentuk ulkus
fokal pada mukosa, terutama pada kolon. Ulkus menambah komponen
perdarahan dan menyebabkan Shigella untuk mencapai lamina propria,
dimana mereka membangkitkan respon infamasi akut yang intensif.
Perluasan infeksi diluar lamina sangat jarang pada individu sehat.
Diare akibat proses ini merupakan proses inflamasi, terdiri dari volume
tinja yang sedikit terdiri atas leukosit, eritrosit, bakteri dan lainnya
yang memberikan gambaran disentri klasik.

Beberapa Shigella menghasilkan toxin Shiga yang


berkontribusi terhadap derajat berat penyakit, dan toksin yang poten
adalah toksin yang dihasilkan oleh S. dysenteriae tipe 1, karena
menyebabkan mortalitas yang bermakna pada individu yang
sebelumnya sehat. Toxin Shiga dihasilkan oleh S dysenteriae tipe I
meningkatkan keparahan penyakit. Toxin shiga dan toxin Shiga-like,
merupakan kelompok toxin protein A1-B5, subunit B5 mengikat
permukaan sel dan subunit A katalitik mengekspresikan N-glikosidasi
RNA pada ribosom RNA 28S. Hal ini menyebabkan inhibisi ikatan
aminoacyl- tRNA terhadap subunit ribosom 60S dan menghentikan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 33


secara keseluruhan biosintesis protein sel. Toxin Shiga ditranslokasi
dari usus kedalam sirkulasi. Setelah mengikat reseptor
globotriaosylceramide pada sel target di ginjal, toxin diinternalisasi
oleh reseptor yang diperantarai oleh endositosis dan berinteraksi
dengan subselular untuk menghambat sintesis protein. Konsekuensi
perubahan patofisiologi ini berakibat sindroma hemolitik uremik.

Karakteristik masuknya dan interaksi Shigella dengan elemen


selular sangat miripi dengan Listeria monocytogenes.​ 16

Manifestasi Klinis
Disentri Amoeba​15
Pasien tidak menunjukkan gejala klinik sama sekali. Hal ini
disebabkan amoeba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak
mengadakan invasi ke dinding usus.
a. Amebiasis Intestinal Ringan
Timbul penyakit perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut
kembung, kadnag-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang.
Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau
busuk. Kadnag-kadang tinja bercampur darah dan lender. Sedikit
nyeri tekan di daerah sigmoid. Jarang nyeri di daerah epigastrium
yang mirip ulkus peptic. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi
ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau disetai
demma ringan. Kadang-kadang terdapat hepatomegaly yang tidak
atau sedikit nyeri tekan.
b. Amebiasis Intestinal Sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibandingkan disentri ringan,
tatapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, tinja
disertai darah dan lender. Pasien mengeluh perut kram, demam dan
lemah badan, disertai hepatomegaly yang nyeri ringan.

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 34


c. Amebiasis Intestinal Berat
Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita mengalami diare
disetari darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi
(40-40,5), disertai mual dan anemia. Pada saat ini tidak dianjurkan
melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi karena dpat mengakibatkan
perforasi usus.
d. Amebiasis Intestinal Kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini
dapat berjalan berbulan-bulan samapau bertahun-tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala neurasthenia. Serangan diare
biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau makanan yang
sukar dicerna.

Disentri Basiler
Manifestasi klinis dan keparahan shigellosis tergantung pada
spesies yang menginteksi, usia, status nutrisi, dan status imunologi
penjamu. Shigellosis secara tipikal berkembang metalui A fase yaitu
fase masa inkubasi, ​watery diarrhea, dysentery dan fase post infeksi.
Gejala shigelosis secara tipikal dimulai 24-72 Jam setelah kuman ini
tertelan dengan demam dan malaise, diikuti dengan diare yang pada
awalnya adalah ​watery diare secara cepat berkembang menjadi diare
dengan mukus dan darah yang merupakan karakteristik dari infeksi
shigela, disentri ditandai dengan diare sedikit-sedikit dengan darah dan
lendir disertai dengan tenesmus, kram perut dan nyeri saat akan
defekasi, sebagai akibat inflamasi dan ulcerasi mukosa kolon dan
proktitis. Pada pemeriksaan endoskopi akan didapatkan edema dan
perdarahan mukosa dengan ulserasi dengan eksudasi membentuk
pseudomembran. Luasnya lesi ini berkorelasi dengan jumlah dan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 35


frekuensi diare, serta kehilangan protein melalui mekanisme eksudasi
tersebut.​ 16

Tidak semua infeksi shigella akan menyebabkan disentri,


ditentukan oleh jenis dan virulensi strain yang menginfeks. Pasien
dengan infeksi's sonne tidak pernah berkembang menjadi disentri,
disentri akan terjadi jika terinfeksi ​S.dysentriae tipe 1. Pada infeksi
Shigella dapat tidak ditemukan muntah maupun tanda dehidrasi yang
berat sebagai manifestasi kinisnya dikarenakan pada shigellosis,
lambung dan usus halus tidak terlibat meskipun demikian dapat
ditemukan tanda dehidrasi ringan atau sedang sebagai akibat
kehilangan cairan lewat diare, peningkatan ​insensible water loss akibat
demam, dan penurunan asupan makan dan minum. Sebaliknya
proktitis yang terjadi dapat berat hingga menimbulkan prolaps recti,
terutama pada anak kecil dengan infeksi ​S.dysentrioe tipe I atau
infeksi ​S. sonnei​. Selain itu akibat inflamasi yang berat dapat pula
menimbulkan megakolon, dan dapat terjad bacteremia pada pasien
imunokompromis dan mainutrisi. Jika terjadi sindroma hemolitik
uremik, maka pasien akan tampak pucat, lemah, gelisah, pada beberapa
kasus dengan perdarahan gust, hidung oliguri dan edema Pada
sindroma hemolitik uremik gejala yang terjadi berupa trias yaitu
anemia dimana proses yang mendasari adalah non imun (uji coombs
negative), trombositopenia, dan gagal ginjal akut akibat trombosis
kapiler glomerulus. Anemia yang terjadi bisa berat dengan gambaran
darah tepi nya menunjukkan adanye fragmentasi sel darah merah
(schirocytes), kadar laktat dehidrogenase dalam serum tinggt dengan
peningkatan retikulosit Gagal ginjal terjadi pada 55-70% kasus, Dapat
terjadi leukemoid reaction dengan ekosit dapat mencapai s0.000/yl
Kebanyakan gejala shigellosis in akan membaik sendin tanpa terapi
dalam waktu I minggu, tetapi dengan terapi yang tepat, maka proses

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 36


penyembuhan terjadi dalam beberapa hari saja dan tanpa ada gejala
sisa.​ 16

DIAGNOSIS
Disentri Amoeba
Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari
irritable bowel syndrome, diverticulitis, enteritis ragional, dan
hemoroid interna, sedang disentri ameba sukar disebabkan dengan
disentri basiler atau salmonellosis colitis ulserosa, dan skistosomiasis.
Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita amebiasis tidak
banyak mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri.
Diagnosis pasti baru ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit).
Akan tetapi dengan ditemukan ameba tersebut tidak berarti
menyingkirkan kemungkinana diagnosis penyakit lain, karena
amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain pada seorang
pasien. Sering amebiasis terdapat bersamaan dengan karsinoma usus
besar. Oleh karena itu apabila amebiasis yang telah mendapatkan
pengobatan spesifik masih tetap meneluhkan perut sakit, perlu
dilakukan pemeriksaan lain misalnya endoskopi, foto kolondengan
barium enema, atau biakan tinja.
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik,
neoplasma dan kista hidatidosa. Ultrasonografi dapat membedakannya
dengan neoplasma, sedang ditemukan echinococcus dapat
membedakannya dengan abses piogenik. Salah satu cara adalah dengan
pungsi abses.​15
Disentri Basiler
Diagnosis spesifik infeksi shigella adalah dengan mengisolasi
organisme tersebut dengan pemerksaan kultur feses atau apus rectal.
Pada beberapa negara tropic uji mikrobiologis tidak tersedia, diagnosis
didasarkan pada gambaran klinis dan uji laboratorium sederhana.​ 1

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 37


Gambaran klinis, laboratorium dan pemeriksaan feses antara
shigellosis dan amubiasis adalah berbeda. Onset penyakit yang cepat
sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi dan lekosit yang banyak di
feses ( 50 netrofil per lapang pandang) sangat menyokong ke arah
shigellosis sedang pemerksaan apus feses secara mikroskopik infeksi
E. Histolytica akan menunjukkan trofozoit eritrofagositik dengan
beberapa sel PMN pada infeksi. Jika tidak tersedia sarana pemeriksaan
mikroskopik atau biakan, maka pasien dengan klinis shigellosis harus
dicurigai shigellosis dan diberi terapi empirik untuk shigellosis.​ 1
Tetapi karena shigellosis sering hanya memberi gejala ​watery
diarrhea​, maka pencarian isolat shigella diperlukan. Baku emas untuk
diagnosis infeksi Shigella adalah dapat mengisolasi dan
mengidentifikasi pathogen tersebut dari feses. Salah satu kesulitan
terutama di daerah endemic adalah fasilitas laboratorium yang tidak
tersedia, dan sering kali kuman ini hilang selama transportasi, adanya
perubahan suhu dan pH. Bila media penyubur tidak tersedia, media
buffered glycerol saline atau Cary-Blair medium dapat digunakan,
tetapi inokulasi secara cepat ke dalam media isolasi sangat penting.
Kemungkinan dapat mengisolasi kuman lebih tinggi pada feses yang
mengandung darah atau mukus, dibandingkan dengan apus rektal.
Kultur darah positif pada 5% kasus dan hanya dilakukan jika pasien
memberi gambaran sepsis berat. Untuk proses lebih lanjut, penggunaan
beberapa media digunakan untuk meningkatkan isolasi kuman seperti
media yang non selekctif seperti bromocresol-purple agar lactose,
media dengan selektiftas rendah seperti Mac Conkey atau eosin
methylene blue dan media dengan selektifitas tinggi seperti Hextoen,
Salmonella-Shigella (5S), atau xylose-lysine- deoxycholate agar yang
dapat menghambat pertumbuhan flora normal secara fakultatif (seperti
E coli, Klebsiello​), Pada agar Hectoen enteric atau agar

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 38


Salmonella-Shigella, baik Salmonella atau Shigella gagal merubah
warna indicator pH agar karena tidak dapat memfermentasi laktosa,
sehingga harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan
subkultur pada agar triple sugar iron (TSI) atau agar Kligler iron
(KIA). Setelah diinkubasi 2-18 jam pada 37"C pada media agar
Hectoen, SS atau xylose-lysine deoxycholate tersebut, shigella tampak
sebagai koloni yang tidak memfermentasi laktosa, 0.5-1 mm dengan
permukaan yang halus, convek/cekung dan translusen. Koloni yang
dicurigai pada media non selektif atau media dengan selektivitas
rendah dapat dikultur pada media dengan selektiftas tinggi sebelum
dilakukan identilfkasi lebih lanjut atau dapat didentifikasi secara
sistem standard komersia yang didasarkan pada glukosa positif
(biasanya tanpa produksi gas), laktosa negatif, H2S negatif dan tidak
bergerak/non motil. Keempat serogup Shigella (A-D) dapat dibedakan
dengan karakteristik tambahan, tetapi pendekatan ini membutuhkan
waktu lebih lama dan melalui proses identifkasi yang sulit, sehingga
setelah diagnosis presumtif maka penggunaan metode serologi seperti
slide agglutination- dengan antisera spesifik untuk grup dan tipe harus
dipertimbangkan. Antisera spesifk grup tersedia di pasaran untuk
antisera spesifik tipe jarang didapatkan dan terbatas sebagai referensi
laborat karena mahal.​ 16
Teknik yang lebih canggih untuk diagnosis infeksi shigella
telah dikembangkan seperti pengecatan antibody fluoresens
S.dysentriae tipe I, yang memiliki sensitivitas 92% dan spesifitas 93%,
isolasi immunomagnetik dikuti dengan PCR, antibodi monoklonal
untuk identifikasi dan isotope- or enzyme labelled DNA probes untuk
petanda spesifik virulensi ​shigella.​ Hingga sekarang ini belum tersedia
uji diagnosis cepat untuk shigella, kecuali pemeriksaan immunoassay
untuk toksin shiga. Uji serologis antibodi berguna untuk penelitian

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 39


epidemiologis bukan untuk diagnosis penyakit pada daerah endemic
dimana sebagian besar populasinya seropositif akibat paparan
sebelumnya.​ 16
Penatalaksanaan
Disentri Amoeba​18
Emetin hidrokhlorin temyata efektif bila diberikan secara
parenteral karena jika diberikan per oral penyerapannya tidak optimal.
Bagi penderita sakit jantung, wanita hamil dan penderita gangguan
ginjal pemberian emetin tidak dianjurkan mengingat toksisitasnya
tinggi. Sebaliknya dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan
dengan emetin dan dapat diberikan per oral. Emetin efektif membunuh
E. histolityca secara langsung dalam bentuk trofozoit dibandingkan
dalam bentuk kista. Dalam urin emetin dapat dijumpai 20-40 menit
setelah penghentian pengobatan, sedangkan dehidro- emetin lebih
cepat hilangnya. Baik emetin maupun dehidroemetin efektif untuk
pengobatan amebiasis ekstraintestinal (abses hati).
Penderita amebiasis akut dan ekstra- intestinal sebaiknya
diobati dengan metronidazol. Metronidazol merupakan obat pilihan
karena terbukti efektif membunuh E. histolytica baik yang berbentuk
kista atau pun trofozoit. Metronidazol memberikan efek samping yang
bersifat ringan seperti mual, muntah dan pusing. Pemberian obat
metronidazol pada anak-anak di RS Pimgadi Medan menunjukkan
hasil yang memuaskan dan tidak dijumpai efek samping yang berarti
pada saat pemberian maupun saat evaluasi.i' Pengobatan dengan
pemberian metro- nidazol bersamaan dengan emetin temyata
memberikan hasil yang lebih baik dengan tidak ditemukannya
kista/trofozoit pada pemeriksaan tinja pada 62,5% penderita.
Penderita amebiasis dengan abses hati yang disertai demam
yang berlanjut 72 jam sesudah terapi dengan metronidazol, dapat

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 40


dilakukan aspirasi non-bedah. Selain itu klorokuin dapat ditambahkan
pada pengobatan dengan metro- nidazol atau dehidroemetin untuk
pengobatan abses hati yang sulit disembuhkan. Selama kehamilan
trisemester pertama, sebaiknya jangan menggunakan metronidazol,
namun belum ada bukti adanya teratogenisitas pada manusia.​18

Disentri Basiler​16,19
Terapi pada kasus ringan umumnya merupakan terapi suportif,
yaitu dengan rehidrasi.​19 ​Hal tersebut dilakukan karena kejadian fatal
terbesar kasus disentri basiler disebabkan karena penderita mengalami
dehidrasi akibat diare. Untuk kasus yang parah atau pasien dengan
respon imun yang rendah biasanya diperlukan antibiotik untuk
menurunkan durasi penyakit. Antibiotik yang biasa digunakan untuk
penanganan disentri basiler meliputi siprofloksasin, azitromisin, dan
ceftriaxon.​2 Untuk penanganan dehidrasi yang biasa digunakan adalah
dengan pemberian terapi cairan secara oral atau intravena sesuai
derajat dehidrasi. Obat-obatan anti-diare seperti
loperamidkontraindikasi pada kasus disentri basiler karena dapat
memperlama penyakit karena bakteri akan semakin lama kontak
dengan sel epitel usus sehingga kerusakan sel epitel akan semakin luas.
Penggunaan antibiotik dapat menurunkan gejala, namun tidak
dianjurkan pada pasien dewasa dengan kasus ringan. Beberapa
Shigella banyak yang dilaporkan resisten terhadap ampisilin,
cotrimoksazole, dan tetrasiklin.​16

Antibiotik​16

Pasien yang dicurigai ​shigellosis d​ an disentri basiler diberikan


terapi berupa antibiotik spektrum luas sampai diagnosis pasti bisa

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 41


ditegakkan. Pemberian antibiotik juga perlu memperhatikan biaya dan
resistensi paaien terhadap antibiotik tertentu.

Rehidrasi dan Nutrisi​16

Infeksi shigella jarang menyebabkan dehidrasi yang bermakna.


Kasus yang membiutut kan rehidrasi secara agresif jarang dijumpai.
Rehidrasi diberikan secara peroral, kecuali pasien dalam keadean
koma. Karena ORS (Oral Rehydration Solution) terbukti efektif maka
WHC dan UNICEF merokemendasikan cairan standard, hipoosmoler
dengan osmolaritas 245 mOsa/L (natgdm 75 mmol/L; chlorida 65
mmol/4: glukosa (anhydrous) 75 mmol/L; kalium 20 mmolL: sitrat 10
mmol/). Karena pada shigeilosis- sebagai penyebab penyakit diare akut
infeksius tersering transport natrium ke glukosa atau larutan lainnya
sebagian besar tidak terpengaruh, maka ORS merupakan cara
termudah dan efisien untuk rehidrasi. Nutrisi harus diberikan sesegera
mungkin setelah rehidrasi awal selesai. Pemberian makan adalah
aman, dapat ditoleransi dan secara klinis menguntungkan.

Komplikasi
Disentri Amoeba​15
Komplikasi intestinal

● Perdarahan usus. Terjadi apabila ameba mengadakan invasi


kedinding usus besar dan merusak pembuluh darah.
● Perforasi usus. Terjadi apabila abses menembus lapisan muscular
dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 42


mortabilitasnya tinggi. Peritonitis dapat membuat pecahnya abses
ameba hati.
● Ameboma​. Terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan
terbentuknya massa jaringan granulasi.
● intususepsi​. Sering terjadi di daerah sekum yang memerlukan
operasi segara.
● Penyempitan usus ( striktura )​. Dapat terjadi pada disentri
kronik, akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
Komplikasi ekstra intestinal
● Amebiasis hati. Paling sering terjadi. Infeksi di hati terjadi akibat
emolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta.
● Amebiasis pleuropulmonal. Dpaat terjadi akibat ekspensi lansung
abses hati.
● Abses otak, limpa dan organ lain. ​Dapat terjadi akibat embolisasi
ameba langsusng dan dinding usus besar maupun dari abses hati
tapi jarang.
● Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi langsung dari dinding usus
besar , dengan membentuk hiliran.
Disentri Basiler​16
Komplikasi pada usus :
- Megakolon toksik
- Perforasi usus
- Prolaps rektum
Komplikasi metabolik :
- Hipoglikemia
- Hiponatremia
- Dehidrasi
Komplikasi sistemik :
- Sindroma Hemolitik Uremik

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 43


- Kejang
- Penurunan kesadaran
- Arthritis reaktif ( Reiter's syndrome)
- Arthropaty post infeksi
Prognosis
Disentri Amoeba​15
Prognosis ditentukan oleh berat-ringannya penyakit, diagnosis
dan pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan ameba terhadap obat
yang diberikan.pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik
terutama yang tanpa komplikasi. Pada abses hati ameba
kadang-kadang diperlukan tindakan pungsi untuk mengeluarkan nanah.
Demikian pula dengan amebiasis yang disertai penyulit efusi pleura.
Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba.​15
Disentri Basiler​16
Prognosis baik pada kasus tanpa komplikasi. Disentri basiler
yang disebabkan ​S.dysentriae cenderung lebih lama penyembuhannya
daripada disentri yang disebabkan oleh jenis lainnya.​16

2.9.2 Taeniasis​20
Definisi
Taeniasis atau penyakit cacing pita ialah infeksi pada manusia oleh
cacing pita dewasa yang tergolong dalam genus taenia.Terbagi 2 jenis
yaitu,taeniasis oleh karena infeksi taenia solium (cacing pita babi,pork
tapeworm), dan taeniasis oleh karena infeksi taenia saginata (cacing pita
sapi atau beef tapeworm).Akhir-akhir ini ditemukan spesies baru yang
berhubungan erat (sister species) dengan taenia saginata,disebut dengan
taenia asaiatica.Pada manusia bentuk larva taenia solium dapat
menimbulkan infeksi yang dikenal sebagai sistiserkosis.Apabila
sistiserkosis mengenai jaringan otak maka disebut sebagai
neurosistiserkosis (NCC).​20

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 44


Epidemiologi
Taeniasis tersebar diseluruh dunia.Daerah endemik berat
dilaporkan diafrika sebelah selatan,gurun sahara,bagian timur
mediterania,dan sebagian uni sofyet.Sedangkan india,asia
selatan,jepang,Filipina, dan amerika latin tergolong daerah endemic
sedang.Pravelensi infeksi T.saginata lebih tinggi dibandingkan dengan
T.solium.Pravelensi terutama tinggi di daerah pedesaan.Sekitar 50 juta
pasien taeniasis dijumpai diseluruh dunia.Sekitar 50.000 pasien
meninggal karena neurosistiserkosis. Taeniasis karena T.saginata dijumpai
dengan prevalensi tinggi > 10% di Asia tengah,Timur Tengah, Afrika
Tengah dan Timur.Sedangkan daerah dengan prevalensi rendah < 1 %
adalah Asia Tenggara, Eropa dan Amerika Tengah serta Selatan.T.Solium
endemic di Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara,India, Filipina,
Afrika, Eropa Timur, dan Cina.​20

Di Indonesia infeksi T.Saginata pertama kali dilaporkan di Malang


oleh Luchtman pada tahun 1867 dan infeksiT.Solium ditemukan pertama
kali di Kalimantan Barat oleh Bonne pada tahun 1940.Di
Indonesia,taeniasis dilaporkan dari daerah Bali,Sumatera Utara,Sulawesi
Utara,Nusa Tenggara Timur,Irian Jaya,dan lokasi transmigrasi asal bali
seperti di Sulawesi Tengah dan Lampung.Bali merupakan suatu daerah
endemik dengan prevalensi 0,5-9,4 %. Bakta melaporkan suatu daerah
hiperendemik di bali dengan prevalensi 23%. Di pulau samosir prevalensi
berkisar sekitar 9,5% juga dijumpai daerah hiperendemik dengan 21
%.Prevalensi taeniasis di Irian jaya dilaporkan sekitar 8% dan di Timor
sekitar 7%.​20

Etiopatomekanisme
Untuk kelangsungan hidupnya cacing Taenia spp. memerlukan 2
induk semang yaitu induk semang definitif (manusia) dan induk semang

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 45


perantara (sapi untuk T. saginata dan babi untuk T. solium). T. saginata
tidak secara langsung ditularkan dari manusia ke manusia, akan tetapi
untuk T. solium dimungkinkan bisa ditularkan secara langsung antar
manusia yaitu melalui telur dalam tinja manusia yang terinfeksi langsung
ke mulut penderita sendiri atau orang lain. Di dalam usus manusia yang
menderita Taeniasis (T. saginata) terdapat proglotid yang sudah masak
(mengandung embrio). Apabila telur tersebut keluar bersama feses dan
termakan oleh sapi, maka di dalam usus sapi akan tumbuh dan
berkembang menjadi onkoster (telur yang mengandung larva). Larva
onkoster menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau
pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot/daging dan membentuk kista
yang disebut C. bovis (larva cacing T. saginata). Kista akan membesar dan
membentuk gelembung yang disebut sistiserkus.​20

Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi


mentah atau setengah matang. Dinding sistiserkus akan dicerna di
lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia.
Kemudian larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa yang tubuhnya
bersegmen disebut proglotid yang dapat menghasilkan telur. Bila
proglotid masak akan keluar bersama feses, kemudian termakan oleh
sapi.​20

Selanjutnya, telur yang berisi embrio tadi dalam usus sapi akan
menetas menjadi larva onkoster. Setelah itu larva akan tumbuh dan
berkembang mengikuti siklus hidup seperti di atas. Siklus hidup T. solium
pada dasarnya sama dengan siklus hidup T. saginata, akan tetapi induk
semang perantaranya adalah babi dan manusia akan terinfeksi apabila
memakan daging babi yang mengandung kista dan kurang matang/tidak
sempurna memasaknya atau tertelan telur cacing. T. saginata menjadi
dewasa dalam waktu10 – 12 minggu dan T. solium dewasa dalam waktu

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 46


5-12 minggu. Telur T. solium dapat bertahan hidup di lingkungan (tidak
tergantung suhu dan kelembaban) sampai beberapa minggu bahkan bisa
bertahan sampai beberapa bulan. Proglotid T. saginata biasanya lebih
aktif (motile) daripada T. solium, dan bisa bergerak keluar dari feses
menuju ke rumput. Telur T. saginata dapat bertahan hidup dalam air dan
atau pada rumput selama beberapa minggu/bulan. Pada hewan,
Taeniasis disebabkan oleh T. ovis, T. taeniaeformis, T. hydatigena, T.
multiceps, T. serialis dan T. brauni. Ini terjadi karena hewan memakan
daging dari induk semang perantara termasuk ruminansia, kelinci dan
tikus. Pada sapi (C. bovis) mulai mati dalam waktu beberapa minggu, dan
setelah 9 bulan akan mengalami kalsifikasi. Sedangkan, sistiserkus dari
spesies lain bisa bertahan hidup sampai beberapa tahun. T. solium pada
babi, sistiserkus bisa ditemukan pada jaringan/otot jantung, hati dan
otak. Pada babi, sistiserkus juga bisa ditemukan pada daging bagian leher,
bahu, lidah, jantung dan otak . Pada manusia, sistiserkus ini sering
ditemukan di jaringan bawah kulit, otot skeletal, mata dan otak.​20

Pada kasus yang serius disebabkan oleh adanya sistiserkus pada


jaringan otak bisa menyebabkan neurocysticercosis dan bisa
menyebabkan kejang-kejang pada manusia. Sistiserkus T. saginata pada
sapi dan sistiserkus T. ovis pada kambing ditemukan pada jaringan otot
(muscles). Sistiserkus T. asiatica dan sistiserkus T. taeniaeformis biasanya
ditemukan pada hati, sedangkan sistiserkus T. hydatigena ditemukan
dalam peritoneum.​20

Manifestasi Klinis
Gejala klinis Taeniasis sangat bervariasi dan tidak patognomonik,
sebagian besar karier bersifat asimtomatik,hanya mengetahui dirinya
mnederita infeksi setelah keluarnya proglotid dalam tinja. Pada pasien
pasien timbul keluhan gastrointestinal ringan seperti nausea atau nyeri

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 47


perut. Berdasarkan analisis 3110 kasus, Pawloski dan Schultz
mendapatkan urutan gejala sebagai berikut: keluarnya proglotid dalam
tinja, rasa tidak enak pada lambung, mual, badan lemah, berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, sakit kepala, konstipasi, pusing, diare,
dan pruritus ani.​20

Diagnosis

Diagnosa Taeniasis solium

Diagnosa Taeniasis soliumDiagnosis pasti Taeniasis solium


ditegakkan jika ditemukan cacing dewasa (segmen atau skoleks yang khas
bentuknya) pada tinja penderita atau pada pemeriksaan daerah perianal.
Namun, telur dan proglotid tidak akan ditemukan pada feses selama 2-3
bulan setelah cacing dewasa mencapai bagian atas jejunum. Pemeriksaan
dilakukan dengan memeriksa 3 sampel yang disarankan untuk
dikumpulkan pada hari yang berbeda, Telur cacing yang ditemukan tidak
dapat dibedakan dengan Echinococcus .penentuan mungkin dapat
dilakukan apabila ditemukan proglotid yang matang atau gravid dengan
menghitung percabangan uterus Cara lain untuk mendiagnosa taeniasis
adalah dengan menemukan proglotid atau telur dalam feses. Telur juga
dapat ditemukan denganmenggunakan pita adhesif yang ditempelkan
pada daerah sekitar anus​20

Diagnosis pasti Taeniasis solium ditegakkan jika ditemukan cacing


dewasa (segmen atau skoleks yang khas bentuknya) pada tinja penderita
atau pada pemeriksaan daerah perianal. Namun, telur dan proglotid tidak
akan ditemukan pada feses selama 2-3 bulan setelah cacing dewasa
mencapai bagian atas jejunum. Pemeriksaan dilakukan dengan
memeriksa 3 sampel yang disarankan untuk dikumpulkan pada hari yang
berbeda Telur cacing yang ditemukan tidak dapat dibedakan dengan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 48


Echinococcus penentuan mungkin dapat dilakukan apabila ditemukan
proglotid yang matang atau gravid dengan menghitung percabangan
uterus .Cara lain untuk mendiagnosa taeniasis adalah dengan
menemukan proglotid atau telur dalam feses. Telur juga dapat ditemukan
denganmenggunakan pita adhesif yang ditempelkan pada daerah sekitar
anus.​20

Adapun pemeriksaan coproantigen dan molekuler yang


mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada pemeriksaan feses.
Namun, pemeriksaan ini belum tersedia pada luar laboratorium
penelitian. Metode serologis juga hanya tersedia pada lingkungan
penelitian. Dengan metode serologis seperti ELISA dan PCR, dapat
dibedakan spesies dari Taenia.​20

Diagnosa Taenia saginata

Diagnosa Taenia saginata dapat menggunakan pita perekat (tes


Graham). Untuk Taenia saginatatest ini sangat sensitif, namun tidak pada
Taenia solium Pemeriksaan diagnostik terbaik untuk taeniasis intestinal
adalah deteksi koproantigen ELISA yang dapat mendeteksi molekul
spesifik dari taenia pada sampel feses yang menunjukkan adanya infeksi
cacing pita. Sensitivitas dari ELISA sekitar 95% dan efektivitasnya sekitar
99%.​20

Penatalaksanaan​20
Berbagai macam obat dapat dipakai sebagai terapi taeniasis. Obat
pilihan untuk infeksi cacing pita sat ini ialah prazikuantel dan niklosamid.

Prazikuantel (Biltricide,cesol)

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 49


Sebelumnya obat ini dipakai pada penyakit skistosomiasis dan saat
ini merupakan obat pilihan untuk cestodiasis .Untuk infeksi cacing pita
dewasa (taeniasis) obat ini diberikan sebagai dosis tunggal 10 mg/kg BB
dosis tunggal, 2 jam kemudian dapat diberikan laksans ( magnesium
sulfat).Efektifitas prazikuantel untuk T.saginata dilaporkan mendekati
100%.​20

Niclosamide ( Nicloside,Yomesan (Bayer)

Obat ini bekerja dengan menimbulkan neksrosis pada


skoleks.Merpapakan pilihan yang cukup efektif untuk taeniasis.Dosis
adalah 2 gram( 4 tabel 500 mg )sekali makan atau diberikan 1 gram
dengan jarak 1 jam ,pagi pagi pada waktu perut kosong.Tablet harus
dikunyah sebelumnya,kemudian diminum dengan sedikit air,Pada infeksi
T.Solium dianjurkan pemberian laksans untuk mencegah autoinfeksi yang
secara teoritis dapat menimbulkan sistiserkosis.Niklosamid memberikan
angka kesembuhan 85%.​20

Albendazole ( Albenza )

Albendazole menurunkan produksi ATP oleh cacing ,menimbulkan


kekurangan energy,imobilisasi ,dan akhirnya kematian,Dosis yang
diberikan adalah 400 mg peroral dua kali sehari selama 8-30 hari,efek
samping nyeri perut ,mual,muntah,diare,pusing ,dan peningkatan
transaminase serum.​20

Mebendazole

Merupakan obat cacing berspektrum luas yang sebelumnya


banyak dipakai untuk cacing yang ditularkan melalui tanah,dan dapat
diberikan untuk taeniasis dengan dosis 600 mg- 1200 mg/hari selama 3-5
hari.

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 50


Obat lain : Obat-obat yang sebelumnya dipakai untuk taeniasis
tapi sekarang jarang digunakan ialah atabrin (mepakrin),bitionol (bitin),
dan diklorofen.

Paromomisin suatu antibiotika diberikan dengan dosis 75 mg/kg


BB (maksimum 4 gram) dilaporkan memberikan angka kesembuhan
diatas 90 % pada kasus taeniasis.​20

Prognosis
Infeksi T.saginata mempunyai prognosis baik,jarang sekali
menimbulkan komplikasi. Infeksi oleh T.solium dapat memberi komplikasi
serius terutama sistiserkosis pada susunan saraf pusat yang dapat
memberi prognosis kurang baik.​20

Preventif
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai tindakan dengan
cara menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati pasien taeniasis,
pendidikan kesehatan untuk mengubah kebiasaan penduduk dalam
pembungan kotoran tinja yang sembarangan dan kebiasaan memakan
daging yang tidak di masak dengan sempurna ,serta pengawasan rumah
potong yang baik.​20

2.9.3 Schistosomiasis
Definisi
Schistosomiasis merupakan suatu penyakit pada manusia dan vertebrata

yang disebabkan oleh cacing ​Schistosoma.21
Etiologi
Terdapat lima spesies yang dapat menginfeksi manusia yaitu ​Schistosoma
mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, Schistosoma
haematobium dan ​Schistosoma intercalatum. S.mansoni, S.japonicum,
S.Mekongi dan ​S.intercalatum menimbulkan penyakit hepar kronik dan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 51


fibrosis intestinal. ​S.haematobium dapat mengakibakan fibrosis, striktur,
dan kalsifikasi traktus urinarius. ​Schistosoma mansoni dan ​Schistosoma
haematobium telah menimbulkan kematian sebanyak 280.000 orang per
tahun di Afrika.​21
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air
bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang.
Schistosomiasis berkembangbiak di dalam keong jenis khusus yang
menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam
air. Jika mereka mengena kulit seseorang,mereka masuk ke dalam dan
bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi
dewasa menjadi cacing pita dewasa.​22
Epidemiologi
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting dalam
kesehatan masyarakat. Laporan WHO tahun 2010 schistosomiasis telah
menginfeksi 230 juta orang yang terdapat di 77 negara dan 600 juta orang
berisiko terinfeksi. Penyebaran penyakit ini cukup luas yaitu di
negara-negara berkembang baik tropik maupun subtropik. Schistosomiasis
di Asia ditemukan di wilayah Asia Timur (China dan Jepang) dan di Asia
Tenggara (Philipina, Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja).​23
Penyakit ini berhubungan erat dengan pertanian yang mendapat air dari
irigasi. Fokus keong sebagai hospes perantara biasanya ditemukan di
daerah pertanian tersebut. Dengan meluasnya daerah pertanian dan irigasi
maka dapat terjadi penyebaran hospes perantara dan penyakitnya. Infeksi
biasanya berlangsung pada waktu orang bekerja di sawah. Baik laki-laki
atau wanita mempunyai kerentanan yang sama terhadap infeksi
namundipengaruhi oleh perbedaan lokasi dan budaya kerja serta
lingkungan kerja, menyebabkan salah satu dapat lebih terpapar.​4
Semua kelompok umur berisiko terinfeksi melalui terpapar air tawar di
daerah endemis. Perilaku mandi, berenang, dan melintas atau berendam di

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 52


air tawar yang terkontaminasi dapat mengakibatkan infeksi.
Schistosomiasis pada manusia tidak tertular melalui kontak dengan air asin
(laut). Distribusi ​Schistosomiasis penularannya sangat ditentukan oleh
adanya keong perantara, sanitasi yang tidak memadai, dan manusia yang
terinfeksi. Distribusi ​Schistosomiasis secara geografis dimungkinkan
melalui wisatawan dan pola migrasi.​24
Patofisiologi
Patofisiologi infeksi berhubungan dengan siklus hidup dari parasit sebagai
berikut :
1) Serkaria
Penetrasi serkaria dalam kulit menyebabkan dermatitis alergika di tempat
masuknya. Pada stadium ini kelianan kulit berupa eritema dan papula
dengan rasa gatal dan panas 2-3 hari pasca-infeksi dan disebut
“swinner’s itch”, paling sering disebabkan oleh ​S.Mansoni ​dan
S.Japonicum. ​Bila serkaria yang menembus kulit cukup banyak, maka
dapat terjadi dermatitis (cercarial dermatitis) yang akan sembuh sendiri
dalam lima hari. Gambaran klinisi toksemia berat disertai
demam tinggi dapat terjadi, terutama infeksi yang berulang. Gejala
toksemia dapat berlangsung selama tiga bulan. Hepatosplenomegali
disertai nyeri tekan dapat pula ditemukan.​25
2) Sistosomula
Sistosomula merupakan serkaria tidak berekor yang diangkut melalui
darah atau limfatik ke paru-paru dan jantung. Infeksi berat dapat
menyebabkan gejala seperti demam dan batuk. Eosinofilia juga dapat
ditemukan.​25

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 53


3) Cacing Dewasa
Schistosoma dewasa tidak memperbanyak diri dalam tubuh
manusia. Di dalam darah vena, cacing jantan dan betina kawin,
kemudian betina bertelur 4-6 minggu setelah penetrasi serkaria. Cacing
dewasa jarang bersifat patogen. Cacing betina dewasa dapat hidup
sekitar 3-8 tahun bahkan lebih dari 30 tahun dan bertelur sepanjang
hidupnya, namun tidak merusak karena hanya telur-telurnya saja yang
dapat merusak organ.​25
4) Telur
Telur-telur inilah yang menyebabkan schistosomiasis dan
demam Katayama. Hingga saat ini demam Katayama patofisiologinya
belum diketahui. Demam Katayama dilaporkan sering pada
S.Japonicum ​tetapi juga telah dilaporkan terjadi pada ​S.Mansoni.
Jarang dirasakan pada sistosomiasis hematobium. Terkumpulnya telur
dalam hati dapat mengakibatkan fibrosis periportal dan selanjutnya
hipertensi portal, namun fungsi hati tetap normal bahkan sampai tahap
lanjut dari penyakit. Telur-telur diangkut ke hati atau paru, tetapi
perubahan patologis jarang terjadi pada ​S.Mansoni​ dan ​S.Japonicum.​25

Manifestasi Klinis
Perubahan-perubahan dan gejala klinis dari ​Schistosomiasis ​dapat dibagi
dalam tiga stadium yaitu : 1). Masa tunas biologik, 2). Stadium akut dan
3). Stadium menahun.
1) Masa Tunas Biologik
Waktu antara serkaria menembus kulit sampai menjadi dewasa disebut
tunas biologik. Disini terjadi respon humoral maupun selular.
Manifestasi klinisnya dapat berupa urtikaria atau edema angioneurotik,

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 54


dapat disertai dengan demam 10 hari kemudian. Gejala batuk produktif
dan hemoptisis sering ditemukan pada pasien yang sangat sensitif dan
dapat timbul dengan serangan asma. Keadaan toksik dapat muncul
antara minggu kedua sampai minggu kedelapan pasca-infeksi.​25
2) Stadium Akut (Demam Katayama)
Terjadi pada 4-6 minggu setelah terinfeksi yaitu ketika terjadi
pelepasan telur. Tanda dan gejala tergantung dari banyaknya dan
lokasi telur pada jaringan pada awal terjadinya reaksi inflamasi yang
reversibel, mirip “​Serum Sickness” yang disertai demam, keringat
banyak, menggigil dan batuk-batuk, limfodenopati generalisata, dan
hepatosplenomegali. Demam Katayama jarang ditemukan pada
​ indrom disentri biasanya ditemukan pada infeksi
S.Hematobium. S
berat, sedangkan pada infeksi ringan hanya diare. Penyakit
schistosomiasis akut dapat ditandai dengan gejala demam (nokturna),
malaise, mialgia, nyeri kepala, dan nyeri abdomen. Kumpulan gejala
ini dikenal sebagai sindroma Katayama dan sering terjadi pada orang
yang terinfeksi pertama kali atau pada keadaan reinfeksi berat serkaria.
Gejala yang tidak khas sering menyebabkan klinisi mengalami
kesalahan diagnosis terutama pada daerah non endemis.​21,25
3) Stadium Kronik
Stadium ini mulai dari enam bulan sampai beberapa tahun setelah
infeksi. Pada infeksi ​S.Mansoni ​dan ​S.Japonicum ditemukan diare,
nyeri perut, berak berdarah. Pada stadium ini kebanyakan manifestasi
klinis disebabkan oleh penutupan telur-telur dalam jaringan. Akibat
lanjutan dari respon granulomatosa terjadi pembentukan jaringan
fibrosis. Tanda yang timbul berupa splenomegali, edema pada tungaki
bawah atau alat kelamin, asites dan ikterus. Pada stadium sangat lanjut
pada infeksi ​S.Mansoni d​ an ​S.Japonicum d​ apat terjdi hematemisis

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 55


melena karena pecahnya varises esofagus, dan dapat ditemukan
polipoid intestinalis.​25
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau
jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk
membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah
COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test),
CFT (Complement fixationtest), FAT (Fluorescent antibody test) dan
ELISA (Enzyme linkedimmuno sorbent assay).​26
1) Telur-telur
Ditemukannya telur-telur dalam ekskreta (tinja dan urin) atau biopsi
mukosa merupakan Suatu diagnosis pasti. S. hematobium lebih sering
ditemukan dalarn sedimen urine, kurang dalam tinja. urin dikumpulkan
24 jam atau antara jam 09, 00 pagi hingga jam 14.00 Siang. Telur-telur
dapat juga ditemukan dengan biopsi mukosa buli-buli dan hati. Pada
infeksi S mansoni dan S, japonicum telur• telur dapat ditemukan
dengan pemeriksaan tinja secara langsung atau dengan cara
konsentrasi kuantitatif Kato-Katz Dikatakan infeksi berat bila
ditemukan telur lebih 400 butir dalam 1 gram tinja. Bila hasilnya
negatif dapat diupayakan dengan biopsi mukosa rektum pada iesi
peradangan atau granulasi atau secara acak pada 2-3 lokasi mukosa
normal.​25
2) Uji Serologis
Tes-tes imunodiagnosis dapat digunakan bila hasil pemeriksaan urin
atau tinja negatif atau diperkirakan adanya infeksi ektopik. Hasil yang
akurat diperoleh setelah terpajan 6-8 minggu dengan air yang tercemar
dengan serkaria. Di sini diperiksa antibodi terhadap cacing dewasa,
sistosomula dan serkaria dengan tes-tes sebagai berikut :
● Enzyme linked immuno sorbent (ELISA).

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 56


● Radioimmunoassay (RIA)
● Indirect Immunofluorescense test (IFAT)
● Gel Precipitation Techniques (GPT)
● Indirect Haemagghttination test (IHA)
● Latex Aglutination test (LAT)
● Circumoval precipitin test (COPT)
● Cercarienhullen reaction (CHR)
● Complement Fixation test (CFT)
● Tes Western blot untuk kepastian diagnosis
● Fascon assay screening test (FAST)
● Immunoblot
Hasil tes tidak ada korelasi dengan beratnya infeksi .Tes antigen dari darah
dan urin sensitif dapat membedakan infeksi baru atau lama. Hilangnya
antigen yang beredar 5-10 hari menandakan kesembuhan.​25
3) Tes Lain
Gambaran USG pada hati memberi gambaran patognomonis berupa
fibrosis periportal, sehingga tidak perlu dilakukan biopsi. Pemeriksaan
ini sangat bermanfaat karena 1). dapat menilai hipertensi portal. 2).
dapat membedakan sistosomiasis dari sirosis hepatis, 3). Serta dapat
menilai kemajuan hasil terapi pada infeksi dini. Pada infeksi ​S.
hematobium dapat dideteksi adanya hematuria tersamar secara
mikroskopik atau tes celup terutama pada urine porsi pertama. Pada
infeksi lanjut dengan pemeriksaan sistoskopi dapat ditemukan ulkus
sandy patches dan adanya daerah-daerah yang mengalami rnetaplasia.
Pada foto abdomen bagian bawah dapat ditemukan perkapuran dinding
buli-buli atau ureter. Dengan CT dapat menemukan gambaran
patognomonis kalsifikasi turtleback.​25

Penatalaksanaan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 57


Pada tahun 1970-an pengobatan sistosomiasis hampir sama hasilnya
dengan bahaya Obat itu sendiri. Itulah sebabnya kini tinggal beberapa jenis
Obat yang dapat diberikan pada sistomiasis yaitu:
1) Praziquantel.
Daya sembuh Obat ini untuk S hematobiurn S. mansoni dan S. japonicum,
63-85% dan dapat menurunkan telur-telur lebih 90% setelah 6 bulan
terapi, Obat ini tidak sensitif terhadap sistosoma muda (2-5 minggu).
Dosis 2 x 20 mg/kg berat badan/hari untuk S haematobium dan S
mansoni, dan 3 x perhari untuk S. japonicum. Efek samping berupa
malese, sakit kepala. pusing, anoreksia, mual, muntah, nyeri perut,
diare, pruritus, urtikaria, artralgia, dan miaigia. Gejala ini mulai dari
ringan sampai sedang berlangsung beberapajam sampai Satu hari.
Menurut WHO Obat ini bisa diberikan pada ibu hamil.​25
2) Oxamniquine
Obat ini sangat efektif hanya untuk S. mansoni Dosis sekali 12-15 mg/kg/hari.
Ada juga yang memberikan 40-60 mg/kg/hari dosis terbagi 2 atau 3
selama 2-3 hari, diberikan bersama makanan. Angka kesembuhan
70-95%. Efek samping terjadi dalam beberapa jam berupa pusing.
vertigo, mual-muntah, diare. sakit perut dan sakit kepala. Walaupun
jarang terjadi dapat terjadi perubahan tingkah laku, halusinasi,
kejang-kejang setelah 2 jam Obat ditelan Obat ini mempunyai efek
mutagenik dan teratogenik, sehingga tidak boleh diberikan pada ibu
hamil.​25
3) Artemisinim
Obat. ini yang digunakan untuk terapi malaria, kini sementara dalam
penelitian. Obat ini efektif terhadap sistosomula dan mungkin
bermanfaat untuk profilaksis. Pada terapi terhadap ​S.haematobium,​
efektifitasnya jauh di bawah prazicuantel.​25
4) Metrifonate

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 58


Obat ini sangat efektif hanya untuk S haematobium; namun kini sudah ditarik
dari peredaran. Tindakan bedah. Pada keadaan tertentu dibutuhkan
tindakan bedah mengeluarkan polip atau sumbatan saluran kernih. Bila
ada perdarahan varises esofagus, skleroterapi merupakan tindakan
pilihan, walaupun beberapa pasien membaik dengan propranolol. Pada
perdarahan yang berulang. pembuatan shunting rupanya kurang
bermanfaat. Bila terjadi pansitopeni indikasi untuk splenektomi. Untuk
mengontrol infeksi sistosoma diperioritaskan pada hal-hai sebagai
berikut: 1). Pendidikan kesehatan. 2). Penyediaan air minum dan
fasilitas Sarana kesehatan. 3). Diagnosis dan pengobatan, 4).
Manajemen linkungan. 5). Kontrol hospes perantara (keong air
tawar).​25
Komplikasi
Hanya sebagian kecil penduduk di daerah endemis sebagai pengidap berat
sistosoma yang kemudian hari dapat memberi komplikasi seperti :
● Hipertensi portal
● Splenomegali
● Varises esofagus
● Gangguan fungsi hati: ikterus, asites, koma hepatikum.
● Hipertensi pulmonal dengan korpulmonale. gagal jantung kanan
● Gangguan usus besar berupa striktur, granuloma besar, infeksi
salmonela yang menetap, poliposis kolon yang mengakibatkan berak
darah, anemia, hipoalbuminemia dan clubbing fingers (Jari tabuh).
Kontraktur leher buli-buli senang disertai kerusakan M.detrusor.
● Batu buli-buli.
● Obstruksi ren dan buli-buli
● Gagal ginjal kronik
Kanker buli-buli, mielitis transversa, epilepsi, atau neuritis optika akibat dari
telur-telur yang tertimbun melalui sirkulasi kolateral atau acing

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 59


ektopik (ectopic worms). Pada urnumnya sistosoma SSP disebabkan
2-4% infeksi ​S.japonicum,​ sedangkan mielitis transversa terutama

oleh ​S.mansoni.25
Preventif
Jangan berenang atau menyeberangi air tawar di negeri-negeri dimana
terjadi schistosomiasis. Minum air yang aman. Air dari kanal, danau,
Sungai langsung tidak aman diminum. Air dari sumber air panas, sudah
dididihkan minimal satu menit atau air saringan aman diminum.
Pemberian iodine bukan jaminan keamanan air bebas dari semua parasit.​5
Air mandi semestinya dihangatkan dulu selama 5 menit pada suhu 150°F,
atau air disimpan dalam tangki air selama minimal 48 jam sebelum
digunakan untuk mandi. Menggunakan handuk yang sangat kering setelah
kecelakaan. bilasan singkat dengan air yang aman dapat membantu
mencegah penetrasi sistosoma pada kulit. Tetapi jangan terialu
mengandalkan handuk kering dalam mencegah Sistosomiasis.​25
Prognosis
Dengan terapi pada infeksi dini hasilnya Sangat baik. Kelainan patologi
dari hepar, ginjal dan usus membaik dengan pengobatan. Pengidap (karier)
sistosomiasis hepatosplenik relatif baik karena fungsi hepar tetap baik
sampai akhir dari penyakit Jika tidak ada perdarahan Korpulmonale tidak
membaik secara bermakna dengan terapi. Tergantung dari lokasi dan
luasnya lesi biasanya membaik dengan terapi. Karier sistosomiasis medula
spinalis harus diwaspadai. Pemberian praziquantel harus diberikan
secepatnya. Dalarn keadaan lanjut prognosisnya jelek.​25

2.9.4 Strongyloidiasis
Definisi

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 60


Strongyloidiasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh
cacing gelang ​Strongyloides stercoralis​. ​Strongyloides stercoralis
merupakan nematoda usus, pertama kali ditemukan pada tahun 1876 di
dalam feses tentara Perancis yang mengalami diare dan baru kembali dari
Indo Cina. ​Strongyloides t​ erutama ditemukan di daerah beriklim tropik
dan subtropik dimana pada daerah tersebut terdapat kelembaban yang
tinggi.​27
Strongyloides stercoralis ​merupakan salah satu ​Soil Transmitted
Helminth ​(STH) dengan siklus hidup yang sangat kompleks. Perbedaan
dengan nematoda yang lain yaitu mempunyai siklus hidup bebas yang
sangat berperan dalam transmisi penyakit. Larva ​S. stercoralis ​juga
dapatlangsung berkembang menjadi larva infektif dalam saluran cerna
hospes dan menyebabkan autoinfeksi. Siklus ini dapat terus berlangsung
tanpa​ d​ isertai gejala klinis untuk waktu yang lain.​27
Etiologi
Strongyloidiasis disebabkan oleh parasit ​Strongyloides
stercoralis.Strongyloides stercoralis merupakan salah satu ​Soil
Transmitted Helminth (STH) dengan siklus hidup yang sangat kompleks.
Perbedaan dengan nematoda yang lain yaitu mempunyai siklus hidup
bebas yang sangat berperan dalam transmisi penyakit. Larva ​S. stercoralis
juga dapat langsung berkembang menjadi larva infektif dalam saluran
cerna hospes dan menyebabkan autoinfeksi. Siklus ini dapat terus
berlangsung tanpa disertai gejala klinis untuk waktu yang lama.

Strongyloides stercoralis ​yang juga disebut sebagai cacing benang


(​threadworm​) menyebabkan infeksi strongiloidiasis pada manusia maupun
hewan. Cacing ini termasuk cacing zoonosis yang tinggi kelembabannya.
Tempat hidup cacing betina dewasa adalah dalam membran mukosa usus
halus, terutama di daerah duodenum dan jejenum manusia dan beberapa

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 61


jenis hewan. ​Strongyloides stercoralis j​ antan jarang ditemukan di dalam
usus hospes definitifnya.
● Cacing dewasa

Strongyloides stercoralis betina berbentuk seperti benang halus yang tidak


berwarna, tembus sinar dan mempunyai kutikel yang
bergaris-garis. Cacing betina yang parasitik mempunyai ukuran
panjang tubuh sekitar 2,2 mm. Rongga mulut cacing pendek,
sedangkan esofagusnya panjang, langsing dan berbentuk silindrik.
Terdapat sepasang uterus yang berisi telur.
● Telur

Telur ​Strongyloides stercoralis mirip dengan telur cacing tambang,


mempunyai dinding telur yang tipis dan tembus sinar, bentuknya
bulat dan lonjong. Dapat ditemukan di dalam tinja penderita.
● Larva

Strongyloides stercoralis ​mempunyai dua larva, yaitu larva rhabditiform


dan filariform. Larva rhabditiform mempunyai rongga mulut yang
pendek dengan dua pembesaran esofagus yang khas bentuknya.
Primordium genital larva rhabditiform lebih besar ukurannya
dibanding Primordium genital larva rhabditiform. Larva filariform
yang langsing bentuknya mempunyai esofagus yang lebih panjang
dari ukuran esofagus cacing tambang.
Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2005)
menunjukkan bahwa perkiraan jumlah penduduk di dunia yang terinfeksi
Ascaris lumbricoides ​yaitu 807 juta - 1,2 milyar jiwa, ​Trichuris trichiura
berkisar antara 604-795 juta jiwa, ​hookworm a​ ntara 576 - 740 juta jiwa,
dan ​S. stercoralis ​mempunyai angka kejadian infeksi yang lebih rendah,
yaitu berkisar antara 3 - 100 juta orang.​28

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 62


Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), hasil survey tahun
2008 pada 8 Provinsi terpilih di Indonesia diperoleh kisaran prevalensi
STH yang cukup tinggi yaitu antara 2,7% - 60,7%. Walaupun demikian,
data tersebut tidak mencakup data prevalensi ​S. strecoralis ​di Indonesia.​29
Penyebaran infeksi ​Strongyloides ​sama dengan infeksi cacing tambang
tetapi frekuensinya lebih rendah pada daerah dengan iklim dingin. Infeksi
terutama terjadi pada daerah dengan iklim tropik dan subtropik yang
panas, mempunyai kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang baik
memungkinkan terjadinya infeksi ​Strongyloides ​ini. Infeksi ​Strongyloides
ini terdistribusi khususnya di kawasan Asia Tenggara, sub Sahara Afrika
dan Brazil.​30

Patomekanisme

Gambar 4. Siklus Hidup Strongyloides stercoralis

Sumber : ​https://www.rrh.org.au/journal/article/152

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 63


Cacing jantan dan betina hidup bebas di tanah, cacing betina
melepaskan larva rhabditiform (larva tahap pertama [L1]) di tanah yang
lembab. Larva rhabditiform ini mengalami ​molting menjadi empat kali
menjadi cacing jantan dan betina muda untuk siklus selanjutnya dari
reproduksi seksual, sedangkan beberapa larva rhabditiform ​molting dua
kali menjadi larva tahap ketiga infektif (L3i) (filariform), yang dapat
memasuki inang manusia untuk memulai siklus hidup aseksual parasit.
Larva filariform yang terinfeksi melewati darah, berpindah ke alveoli
paru-paru, trakea, faring, kerongkongan, dan perut, dan akhirnya mencapai
lapisan submukosa duodenum di mana mereka ​molting dua kali menjadi
cacing betina dewasa. Cacing betina dewasa yang menggali ke dalam
submukosa usus kecil secara aseksual menghasilkan telur. Telur menetas
menjadi larva rhabditiform (L1), yang dilepaskan ke dalam lumen usus
dan diekskresikan dalam tinja. Namun, dalam beberapa kasus, buang air
besar yang tertunda atau sembelit dapat menyebabkan larva L1 ​molting
menjadi L2 dan kemudian menjadi larva filariform infektif (L3). Larva
filariform infektif mendapatkan akses ke aliran darah dengan menembus
mukosa kolon atau rektum atau daerah perianal. Proses infeksi khusus ini
disebut autoinfeksi dan bertanggung jawab untuk pengabadian parasit
bahkan setelah periode yang lama setelah infeksi awal. Namun, pada
individu yang tertekan kekebalannya, proses autoinfeksi ini ditingkatkan
beberapa kali yang mengarah ke penyebaran larva dari strongyloidiasis
parah. Oleh karena itu, diagnosis dini membantu pengobatan dengan obat
antihelminthic untuk penyakit yang berpotensi fatal tetapi dapat
disembuhkan ini​.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang ditimbulkan ​S. stercoralis ​biasanya lebih


ringan dengan cacing nematoda yang lain, bahkan tidak menimbulkan

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 64


gejala. Pada infeksi ringan cacing dewasa betina menetap di dalam mukosa
duodenum. Selain itu, ditemukan juga gejala seperti mual, muntah, diare
dan konstipasi. Pada infeksi yang berat dan kronis, manifestasi yang
ditimbulkan hampir sama dengan jenis cacing lainnya yaitu anemia.
Namun selain anemia dapat juga terjadi gejala demam ringan, disentri
menahun hingga kematian yang disebabkan oleh infeksi sekunder pada lesi
usus.​31

Diagnosis
Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan adanya gejala-gejala yang disebabkan oleh


infeksi parasit ​Strongyloides Stercoralis, s​ eperti rasa gatal di kulit, diare,
demam, nyeri abdomen, dan lain-lain.

Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan umum didapatkan adanya demam. Pada pemeriksaan fisis


ditemukan adanya ​Creeping eruption yang menggambarkan adanya papul
eritema yang menjalar dan tersusun linear atau berkelok-kelok. Selain itu,
juga ditemukan adanya nyeri abdomen

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang umumnya dilakukan untuk diagnosis infeksi


nematoda usus berupa deteksi telur cacing atau larva pada feses manusia.
Pemeriksaan rutin feses dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan makroskopis dilakukan untuk menilai warna, konsistensi,
jumlah, bentuk, bau serta ada tidaknya mukus dan parasit. Pemeriksaan
mikroskopis bertujuan untuk memeriksa telur cacing

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 65


Penatalaksanaan

Pemberian obat untuk mengatasi gejala, seperti pemberian paracetamol untuk


mengatasi demam pasien. Selain itu diberikan obat anti helminthes, seperti
:

a. Albendazol bisa diberikan dalam keadaan akut maupun kronik


strongyloidiasis dengan dosis 400 mg, 1-2 kali setiap hari dan selama 3
hari

b. Mebendazol diberikan dengan dosis 100 mg, 3 kali setiap hari dan
selama 2 atau 4 minggu

c. Ivermectin merupakan obat pilihan untuk keadaan akut dan kronik


strongyloidiasis. Biasanya obat ini diberikan pada pasien yang
mengalami sindrom hiperinfeksi yang tidak berespon dengan
pemberian Thiabendazole. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak.

Preventif

● Menggunakan jamban keluarga agat lebih bersih dan terpercaya

● Selalu melakukan cuci tangan 6 langkah agar terhindar dari bakteri, virus
ataupun parasit yang berkeliaran di luar tubuh

● Selalu menggunakan alas kaki jika ingin berjalan agar dapat


menghindari kotak langsung dari cacing

● Menghindari penggunaan pupuk dari tinja, karena bisa saja ada cacing
yang terkandung di dalam pupuk tersebut

Komplikasi

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 66


1. Pulmonary strongyloidiasis. Hal ini disebabkan oleh adanya infeksi
larva filariform yang menyebabkan reaksi inflamasi, seperti adanya
peritonitis, bronkopneumonia dan pulmonary hemorrhage.

2. Komplikasi ke gastrointestinal, seperti: malabsorbsi, obstruksi


intestinal, appendisitis, peritonitis, ileus, dan lain-lain.

Prognosis

1. Prognosisnya baik jika mengenai host yang immunnokompeten

2. Bisa terjadi autoinfeksi jika infeksi parasit tidak diobati dengan sebaik
dan secepat mungkin.

​ emiliki tingkat mortalitas yang tingga yaitu


3. Severe strongyloidiasis m
di ats 80% karena penegakan diagnosis nya yang terkadang
terlambat.

2.10 INTEGRASI KEISLAMAN​32


Allah SWT. Mencintai sesuatu yang bersih, sebagaimana dalam ayat yang
berbunyi :

Artinya :
“...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang
yang menyucikan / membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)

Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 67


Artinya :
“Sesungguhnya Allah itu baik, mencintai kebaikan, bahwasanya Allah itu bersih,
menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia
Maha Indah menyukai keindahan, karena itu bersihkan tempat-tempatmu”.
(HR. Tirmidzi)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa agama islam adalah agama
yang suci, dan Allah SWT. Menyukaisesuatu yang indah, dan yang indah
itu pasti bersih. Untuk itu umat islam harus menjaga kebersihan, baik
kebersihan jasmani maupun rohani, serta memperhatikan kebersihan
lingkungan dan apa yang kita konsumsi.

BAB III
PENUTUP

Tabel Diagnosa Banding


Kata Kunci Disentri Taeniasis Schistosomiasis Strongyloidiasis
Anak pr 5 thn + + + +
BAB encer + + + +
sejak 2 hari
yll
Berdarah + + + +

Berlendir + + + +

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 68


Frekuensi + + + +
5x/hari
Tidak mau + - + +
makan dan
minum
Rewel + + + +
Sakit perut + + + +
Muntah + + - +
Kembung + + - -
Mata cekung + + + +
Suhu 39℃ + + + +
Nyeri + + + +
abdomen
Riwayat + - - -
kebiasaan
mengisap
jempol

Kesimpulan
Berdasarkan diskusi PBL yang telah kami lakukan, kami mendapatkan 4 diagnosa
banding dengan keluhan utama yang sama yaitu BAB encer disertai darah dan
lendir. Di antara keempat diagnosa banding tersebut, diagnose yang paling
mendekati dengan scenario I adalah disentri.

Laporan PBL Modul BAB Encer​ |​ 69

Anda mungkin juga menyukai