Anda di halaman 1dari 113

MATERI BAHAN AJAR SISTEM PENCERNAAN

SEMESTER IV PRODI NERS FIKes UMT

OLEH:
IMAS YOYOH, S.Kp, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN, FAKULTAS


ILMU KESEHATAN, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG

1
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
PENGERTIAN

PENGERTIAN

Sistem pencernaan merupakan suatu tatanan yang terbentuk dari adanya


hubungan antara bagian yang tergabung dalam saluran pencernaan dan organ
asesoris yang bertujuan untuk menyediakan nutrien, elektrolit dan air secara terus-
menerus bagi kebutuhan tubuh.

Ada empat (4) proses penting yang terjadi disepanjang saluran pencernaan
yang mendukung tersedianya nutrien, elektrolit dan air secara terus-menerus
yaitu :

1. Ingesti : Masuknya makanan (bolus) ke dalam saluran pencernaan.


2. Sekresi : Pengeluaran sekret pencernaan untuk membantu proses digesti,
dalam hal ini adalah enzim pencernaan.
3. Digest : Penghancuran bolus baik secara mekanik dan kemis menjadi
bentuk yang siap di absorbsi oleh villi intestin.
4. Absorbsi : Penyerapan oleh villi-villi intestin untuk selanjutnya masuk ke
dalam sirkulasi darah.

Organ-organ / komponen yang mendukung pencapaian tujuan / fungsi sistem


pencernaan adalah :

1. Saluran pencernaan yang secara anatomis terbagi lagi menjadi bagian atas
dan bawah.
Bagian atas dimulai dari mulut sampai usus besar. Sedangkan bagian bawah
dimulai dari kolon sampai anus.
2. Organ asesorius, terdiri-dari hati; kandung empedu dan pankreas.

Berdasarkan fisiologi, saluran pencernaan terdiri dari :

1. Saluran sederhana seperti esophagus


Dikatakan sederhana, karena di tempat ini bolus tidak mengalami proses
pencernaan sehingga esophagus berfungsi hanya sebagai saluran.
2. Tempat menyimpan bolus atau bahan fekal seperti lambung dan kolon.
3. Tempat digesti seperti lambung dan intestinal (duodenum, jejenum dan
ileum).

2
4. Tempat penyerapan hasil digesti yaitu seluruh intstinal dan setengah
proksimal kolon.

Secara umum, struktur anatomi dinding saluran pencernaan terdiri dari :

1. Lapisan serosa, merupakan lapisan terluar.


2. Lapisan otot polos longitudinal dan otot polos sirkuler.
3. Lapisan sub mukosa.
4. Lapisan muskularis mukosa.
5. Lapisan mukosa.

PERSYARAFAN

Saluran pencernaan dipersarafi oleh :

1. Plexus saraf interna yaitu plexus meisner yang terdapat di lapisan sub mukosa
berfungsi sebagai penerima stimulus (Fs-sensorik). Plexus aeurbach yang
terletak pada lapisan otot polos longitudinal dan sirkuler berfungsi sebagai
motorik.
2. Sistem Saraf Otonom
Stimulasi parasimpatik oleh nervus yang menginervasi esophagus; lambung;
intestin dan kantong empedu.
Stimulasi ini menyebabkan peningkatan motilitas dan sekresi intestin serta
relaksasi spingter.
Stimulasi ssimptis melalui saraf torakol 8 sampai torakol 12 dan saraf lumbal
1 sampai lumbal 3 mempersarafi ke seluruh bagian saluran pencernaan;
menurunkan motilitas; menghambat sekresi dan kontraksi spingter.

PERDARAHAN

Sirkulasi darah ke saluran pencernaan berasal dari aorta yang bercabang


menjadi arteri-arteri besar dan sedang menjadi arteri celiac; gastrika, splenic,
hepatika; iliaka interna dan eksterna dan arteri mesentrika superior dan interior.
20% dari cardiac output dikirim ke saluran pencernaan untuk mendukung
metabolisme.
Sistem vena terdiri-dari vena gastrika; vena splenic; dan vena-vena lain
yang bermuara ke dalam vena porta di hati dan kembali ke jantung melalui vena
cara inferior.

MULUT DAN PHARING

3
Makanan (bolus) di dalam mulut mengalami penghancuran yang disebut
mastikasi (mengunyah).
Proses ini terjadi dengan bantuan gigi-geligi; saliva dan lidah. Gigi-geligi
memotong dan menghancurkan bolus, dicampur oleh lidah dengan saliva yang
dihasilkan oleh kelenjar saliva.

Proses mastikasi di mulut penting karena :


1. Enzim hanya bekerja pada permukaan makanan.
2. Mencegah iritasi pada mulut akibat bolus yang keras.

Di dalam mulut, bolus telah mengalami proses pencernaan meskipun relatif kecil.
Sekresi enzim pencernaan khususnya amalase telah terjadi, yang terkandung
dalam saliva. Enzim ini akan memecah amilum menjadi maltosa dan glukosa.
Absorbsi glukosa juga terjadi di mana kita dapat merasakan adanya rasa manis
dalam makanan.

Saliva sebagaian besar mengandung air dan garam / elektrolit; serta musin dan
amilase. Sekresi saliva dipengaruhi oleh :

1. Bolus dalam mulut (faktor mekanik).


2. Mencium makanan enak (faktor psikhis).
3. Bolus yang asam atau asin (faktor kimia).

Di dalam rongga mulut, terdapat terdapat tiga kelenjar saliva yaitu :


1) Kelenjar Parotis, merupakan kelenjar terbesar penghasil saliva. Terletak di
bagian depan bawah telinga.
2) Kelenjar sub mandibularis, terletak di bawah kedua sisi tulang rahang.
3) Kelenjar sub lingunalis, terletak di bawah lidah.

Bolus yang sudah hancur didorong ke pharing oleh lidah untuk selanjutnya
ditelan. Proses menelan terjadi dalam 3 (tiga tahapan) yaitu fase volunter; fase
pharingeal dan fase esophageal.

ESOPHAGUS

Panjang esophagus lebih kurang 25 cm dengan diameter ± 2 cm. Berfungsi


sebagai saluran masuknya bolus dan air ke lambung. Terbentang dari pharing ke
lambung. Dilapisi dengan otot skletal 1/3 bagian atasnya dan 2/3 oleh otot halus
yang menghasilkan mukus. Esophagus diinervasi saraf simpatis dan para simpatis.
Di esophagus, bolus bercampur dengan mukus untuk memudahkan
masuknya bolus ke lambung. Masuknya bolus ke lambung dipengaruhi oleh

4
peristaltik dan relaksasi kardia (spingter gastro esophageal). Normalnya spingter
ini selalu tertutup karena perbedaan tekanan.

LAMBUNG

Lambung terdapat digaris tengah dan kuadran atas kiri abdomen.


Panjangnya 25 cm dengan lebar 10 cm, ukuran dapat bertambah tergantung isi
dan ukuran tubuh.

Lambung terdiri dari empat (4) bagian :


 Cardia, tempat di mana esophagus bersatu dengan lambung
 Fundus yaitu bagian yang melebar ke kiri
 Badan lambung, bagian yang terbesar dari lambung
 Pilorus, bagian terbawah yang menghubungkan lambung dengan duodenum.

Kedua ujung lambung dibatasi oleh spingter cardia dan spingter pilorus. Spingter
cardia tda diantara lambung dan esophagus berfungsi untuk mencegah aliran balik
bolus ke esophagus. Spingter pilorus ada di antara lambung dan duodenum
berfungsi untuk mencegah aliran balik ke lambung.
Pada lapisan mukosa lambung, terdapat lipatan-lipatan yang tersusun secara
longitudinal yang disebut rongga yang memungkinkan lambung meregang bila
bolus mengisi lambung.
Bolus mengisi lambung selama 2 – 6 jam, perlahan-lahan mengalami digesti dan
sedikit demi sedikit turun ke duodenum.

Fungsi Lambung, antara lain :


1. Fungsi Motorik
Lambung menampung bolus sampai bolus dicerna sedikit demi sedikit.
Disamping menampun , lambung juga memecah bolus menjadi partikel-
partikel kecil dan mencampurnya dengan cairan / getah lambung. Bolus yang
sudah tercampur dengan cairan lambung disebut kimus.

2. Fungsi Sekresi dan Digesti


Lambung menghasilkan cairan lambung 2-3 liter perhari. Cairan lambung
mengandung air elektrolit clorida (Hcl), mukus, enzim pencemaan (Amilase,
lipase dan pepasin) serta faktor intrinsik.
Proses digesti di dalam lambung sudah berlangsung, meskipun kadarnya
masih sedikit.
Protein dipecah oleh pepasin dan Hcl menjadi pepton; serta amilun dipecah
oleh amilase lambung menjadi maltosa atau glukosa. Sedangkan Lipid tidak
mengalami digesti yang berarti oleh karena suasana cairan lambung yang

5
asam menyebabkan enzim ini tidak aktif. Ph lambung 1,5 - 2,5 sementara
lipase bekerja optimal pada suasana netral sampai alkali.
Sekresi pepsin dan Hcl yang akan merubah protein tadi diatur oleh hormon.
Dan sekresi gatrin sangat tergantung pada kandungan protein dalam makanan;
peregangan antrum dan rangsangan vagus.

Untuk jelasnya, gastrin mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
digesti yang dapat disimak dari fungsi-fungsinya yang lain :
1. Merangsang sekresi Hcl, pepsin.
2. Merangsang sekresi faktor intrinsik
3. Merangsang sekresi enzim-enzim pankreas
4. Merangsang peningkatan aliran cairan empedu
5. Merangsang pengeluaran insulin
6. Merangsang pergerakan lambung usus
7. Menghambat pengosongan lambung.

Pada lapisan mukosa lambung terdapat kelenjar:


1. Kelenjar kardia, terletak dekat lubang kardia fungsinya menskresi mukus.
2. Kelenjar fundus dan kelenjar gestrik, terletak pada fundus.
Kelenjar ini mempunyai 3 jenis sel yaitu :
 Sel Zimogenik (chif cells) mensekresi pepsinogen (pepsin yang in aktif).
Pepsinogen akan dirubah menjadi pepsin dengan bantuan pepsin dan Hcl.
Pepsin merubah protein menjadi pepton.
 Sel Perietal, mensekresi air; Na, K dan Cl; Hcl; dan faktor intrinsik.
Faktor intrinsik berperan dalam absorbsi vitamin B12 dielium.
 Sel Neck, mensekresi gastrin.

Pengosongan isi lambung, diatur oleh dua faktor yaitu:


 Keenceran kimus (semakin enema kimus, kimus semakin cepat
pengosongan).
 Kemampuan usus halus menerima kimus.

Usus Halus
Usus halus terdiri-dari atas tiga bagian besar yaitu duedenum; jejenum dan
ileum. Panjang masing-masing bagian ini, duodenum 25 cm, jejenum 1,5 - 2,0 m;
dan ileum 2,5 - 4m.

Fungsi utama usus halus adalah :


1. Pergerakan yaitu mencampur; dan peristaltik.

6
2. Digesti
3. Absorbsi

Kimus mengalami pencampuran dan pengangkutan melalui gerakan segmental


usus yang disebut peristaltik. Kimus dari lambung bersifat asam masuk ke
duodenum dan bercampur dengan getah pankreas dan getah empedu. Lamanya
kimus berada di usus halus berkisar antara 3 - 10 jam dengan frekuensi peristaltik
4-8 per menit. Masuknya getah pankreas dan getah duodenum akan merubah
keasaman kimus sehingga efek kerja enzim akan optimal. Getah pankreas
mengandung tiga jenis enzim pencernaan yaitu amilase dan lipase pankreas serta
tripsinogen. Getah pankreas ini bersifat netral sampai sedikit alkali. Getah empedu
juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyempurnakan digesti
nutrien. Garam empedu merupakan komponen dalam menyempurnakan digesti
nutrien. Garam empedu merupakan komponen dalam cairan empedu yang akan
mengemulsifikasi lemak. Lemak dengan partikel-partikel besar akan dirubah
menjadi partikel kecil sehingga enzim lipase lebih bekerja optimal. Disamping itu
usus halus sendiri juga menghasilkan berbagai enzim yang akan menyempurnakan
lagi digesti nutrien. Getah pankreas disalurkan melalui duktus pankreatikus dan
bersatu dengan duktus koleduktus yang membawa getah empedu di ampula vateri.
Ampela vateri mempunyai spingter oddie yang mengatur pengeluaran sekret.

Pengaturan sekresi ini diatur oleh hormon sekretin dan pankreosimin. Hormon ini
akan meningkat bila kimus mengisi duodenum.

Disepanjang usus halus terjadi absorbsi nutrien secara optimal. Karbohidrat


diserap dalam bentuk glukosa, lemak dalam bentuk asam lemak dan gliserol dan
protein dalam bentuk polipeptida.

Berbagai vitamin dan mineral juga diabsorbsi di usus halus.


Fe (besi) dan Ca (kalsium) diabsorbsi di duodenum dengan bantuan vitamin D.
Vitamin A D E K diabsorbsi dengan bantuan lemak dan garam empedu. Vitamin
lain yang larut dalam air serta asam folat. Di ileum terjadi absorbsi vitamin B12
dengan bantuan faktor intrinsik.

Enzim usus halus antara lain :


1. Enterokinase merubah tripsinogen menjadi tripsin.
2. Aminopeptidase merubah aminopeptida menjadi dipeptida.
3. Dipeptidase merubah dipeptida menjadi asam amino.
4. Sukrase merubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa,
5. Maltase merubah maltosa menjadi 2 glukosa.
6. Laktase merubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.

7
USUS BESAR (Kolon)

Usus besar terdiri dari atas sekum; kolon dan rektum. Kolon terbagi atas
kolon aseden; transversum dan desendens serta sigmoid. Fungsi utama usus besar
adalah absorbsi air dan garam, pergerakan serta eliminasi. Gerakan peristaltik
usus besar merupakan kontraksi segmental yang disebut gerakan Haustra.
Gerakan Haustra berlangsung 3-4 kali sehari, yang memungkinkan absorbsi air
lebih optimal. Sisa fecal tersimpan di kolon selama 12-24 jam setelah makan.

Kolon juga menghasilkan mukus yang akan melicinkan feses sehingga tidak
melukai dinding kolon. Kemampuan kolon mengabsorbsi sir 6 intake cairan yang
normal.
ORGAN ASESORIS

A. PANKREAS

Merupakan organ retroperitonial di dalam rongga abdomen atas disamping


lambung. Panjang 10 - 20 cm dengan lebar 2,5 - 5 cm. Mendapat sirkulasi dari
arteri splenic dan arteri mesenterika superior. Pankreas mempunyai dua saluran.
Saluran wirsung atau saluran pankreatikur dan saluran santorini. Saluran wirsung
bersatu dengan saluran billians membentuk ampula vateri.
Pankreas mempunyai dua fungsi yang berbeda yaitu sebagai organ exokrin
karena sekret yang dihasilkannya dicurahkan bukan ke sirkulasi darah, melainkan
ke saluran pencernaan seperti enzim-enzim pankreas. Disebut sebagai organ
endokrin karena sekret yang dalam hal ini adalah hormon (insulin, glukogin dan
somatostatin), dicurahkan langsung ke sirkulasi darah.

Pankreas berperan sebagai organ eksokrin menghasilkan getah pankreas yang


mengandung 3 enzim pencernaan utama yaitu :
1) Amilase pankreas akan mengubah amilum menjadi maltosa atau glukosa.
2) Lipase pankreas akan mengubah lipid menjadi asam lemak dan glioral.
3) Tripsinogen (tripsin in aktif) oleh enterokinase akan mengubah tripsinogen
menjadi triparin. Selanjutnya tripsin akan mengubah protein menjadi prepton.

B. H A T I.

Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh, terletak di kuadran kanan


atas abdomen. Mempunyai dua lobus besar, lobus kanan (terbesar) dan lobus kin.
Lobus dibagi dalam ligamen-ligamen. Hati dibangun dari unit fungsional lobulus,
dibungkus oleh kapsul glisson yang melindungi hati dari trauma.

8
Lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas lempeng sel hati. Diantara
lempeng sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut simusoid yang merupakan
cabang vena porta yang arteri hepatika.
Simusoid dibatasi oleh sel kuffer yang merupakan sistem retikuloendotel
yang berfungsi menghancurkan bakteri dan antigen dalam darah.
Selain cabang vena porta dan arteri hepatika melingkari simusoid juga
terdapat saluran empedu.
Hati mempunyai 2 supply darah yaitu dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta dan dari aorta melalui arteri hepatika. 1/3 bagian darah yang masuk
berasal dari vena porta. Volume darah total yang masuk ke hati dalam semenit
1500 cc, dialirkan kembali ke vena porta inferior melalui vena hepatika kanan dan
kiri.

Fungsi hati antara lain :


1. Pembentukan dan eksekresi empedu
Hati membentuk dan mensekresi 1 liter empedu setiap hari.
Unsur utama cairan empedu:
 Air (97 %).
 Elektrolit.
 Garam empedu.
 Fosfolipid (lesitin).
 Kolesterol.
 Pigmen empedu terutama bilirubin terkonjugasi.

2. Metabolisme karbohidrat, lemak dan protein


Setelah nutrien direarsorbsi oleh vili usus, selanjutnya akan masuk ke vena
porta di hati. Monosakarida akan diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam
hati (proses ini disebut glikogenesis). Kemudian secara konstan hati akan
memenuhi kebutuhan glukosa darah melalui pemecahan glikogen menjadi
glukosa (proses ini disebut glikolisis). Sebagian glukosa dimetabolisme di
jaringan. Hati juga mau membentuk glukosa dari non glukosa (proses ini
disebut glukoneogenesis). Protein plasma (kecuali globulin) disintesis di hati,
penting untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid protrombin,
fibrinogen, dan faktor pembekuan lain juga dibentuk di hati.
Degradasi asam amino oleh hati melalui proses deaminasi atau pembuangan
gugus NH3 kemudian NH3 disintesis menjadi urea dan dibuang oleh ginjal
dan usus.

1. Detoksikasi zat endogen dan eksogen

9
Enzim hati melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konyugasi zat-zat
yang membahayakan bagi tubuh. Contoh zat endogen adalah indol, skatol;
fenol sedangkan zat eksogen adalah morphin, fenobarbital dan obat-obat
lain.
2. Fagosistosis
Sel-sel kuffer hati akan menyaring darah portal dari bakteri dan bahan-
bahan yang membahayakan.

Metabolisme Bilirubin
Pada kondisi normal, pembentukan dan ekskresi bilirubin berlangsung melalui
langkah-langkah berikut:

1. Pembentukan Bilirubin
Eritrosit (sel darah merah) berumur sekitar 120 hari.
Eritrosit tua akan mengalami penghancuran dalam sistem retikuloendotel.
Setiap hari lebih kurang 50 cc sel darah merah dihancurkan, menghasilkan
200 – 250 mg bilirubin. Hemoglobin berdisosiasi menjadi Hem dan globin
dan selanjutnya Hem diubah menjadi biliverdin untuk selanjutnya
membentuk bilirubin berwarna gelap. Selanjutnya disebut Bilirubin tak
terkonyugasi. Bila kadar bilirubin tak ter-konyugasi 20 mg/100 ml darah atau
lebih disebut kernicterus yang sering dijumpai pada bayi. Kondisi ini
menyebabkan kerusakan pada basal ganglia karena zat ini mengendap disana.
Dapat terjadi pada:
 Talasemi
 Anemin cikle cell
 Rhesus faktor
 Penyakit hemolitik autoimun.

2. Pengambilan (uptake) Bilirubin


Proses ini memerlukan protein sitoplasma atau protein aseptor yang diberi
simbol protein Y dan Z.

3. Konjugasi Bilirubin
Berlangsung di retikulum endoplasma sel hati konjugasi bilirubin dengan
asam glukoronil transferase. Konjugasi ini merubah sifat penting bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak; tidak larut dalam air dan dapat
diekskresi ke dalam kenalikuli empedu.

4. Ekskresi
Dari kanalikuli masuk ke duktus hepatikus selanjutnya ke duktus cystikus
masuk ke kantong empedu dan dari sana akan masuk ke duodenum melalui
duktus koleduktus

10
Gangguan Metabolisme Bilirubin
1. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan faktor fungsional
atau obstruktif. Karena zat ini larut dalam air, akan diekskresi dalam urin,
menimbulkan bilitubinuria. Urobilinogen urin dan feses sering menjadi pucat.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai oleh kegagalan
ekskresi hati yang lain seperti peningkatan kadar alkali fosfatase, SCOT,
kolesterol dan garam empedu. Peningkatan garam empedu menimbulkan
pruritus yang lebih hebat dibandingkan dengan pruritus akibat
hiperbilirubinvenim tak terkonjugasi. Perubahan warna yang lebih tua terjadi
pada absorbsi yang disebut ikterus abstruksi atau ikterus kolestatik.
Kolestatis dapat bersifat intra hepatik seperti penyakit hepato seluler
sedangkan extra hepatik seperti pada cholelithiasis; Ca. Ampula vateri.

2. Pengambilan bilirubin
Gangguan up take karena imaturitas protein aseptor Y dan Z, dihubungkan
pula dengan ikterus neonatorum.
Protein ini juga dapat rusak oleh obat-obatan seperti novobiosin, infeksi dan
malnutrisi berat. Dapat terjadi pad syndroma gilbert.

3. Konjugasi bilirubin
Gangguan konjugasi karena defisiensi glukoronil transferase. Bila defisiensi
berat sering menyebabkan keruicterus fenobarbital dapat mengaktifkan enzim
glukoronil.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh gangguan metabolisme bilirubin


dapat disebabkan oleh :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
Antara lain karena penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Penyakit
ini lazim disebut penyakit hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin tak
terkonjugasi melebihi kemampuan hati akibatnya kadar bilirubin tak
terkonjugasi di dalam darah akan meningkat dan memberi warna kuning
pucat pada kulit karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka
bilirubin ini tidak diekskresi dalam urin (berarti bilirubinuria tidak ada), akan
tetapi pembentukan urobilinogen dan sterkolbilin meningkat sehingga
menyebabkan urin dan rubin tak terkonjugasi atau bilirubin indirek. Bilirubin
tak terkonjugasi berikatan dengan albumin, ditransfor ke dalam hati untuk
konjugasi.

C. KANDUNG EMPEDU

11
Merupakan kantong berbentuk buah pear, terletak di bawah lobus kanan hati.
Secara terus menems hati mensekresi cairan empedu selanjutnya masuk
dalam saluran kecil yang nantinya bersatu membentuk saluran besar yang
keluar dari hati. Duktus hepatikus kanan dan kiri bersatu menjadi duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
koledoksus.

PENGKAJIAN UMUM PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PENCERNAAN

Pengumpulan data pada pasien-pasien dengan gangguan sistem Pencernaan


mencakup :
1. Data Demografi (Bio data)
Perawat mengumpulkan data demografi pasien seperti usia, jenis kelamin,
pekerjaan dan suku bangsa.
Data ini menjadi penting karena dapat memberi gambaran perawat tentang
kemungkinan faktor predispasisi timbulnya masalah-masalah pada sistem
pencernaan.
Berbagai masalah pada sistem pencernaan yang berhubungan dengan usia,
jenis kelamin, pekerjaan dan rasa antara lain :

12
1. Keganasan pada saluran pencernaan bersifat familial dan morbiditasnya
meningkat pada usia tua.
2. Ulkus peptikum dijumpai banyak pada pekerja dengan tingkat stressor
yang tinggi.
3. Ulkus peptikum dijumpai banyak pada pria.
4. Orang amerika banyak menderita cerosis hepatis.

2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Keluarga


Data ini mencakup :
1) gangguan-gangguan yang pernah diderita pasien termasuk tindakan
operasi.
2) Penyakit yang sedanq diderita saat ini seperti Diabetes me1itus, gangguan
hati, gangguan pankreas, kanker, jaundice, hemoroid, hernia, dan lain-lain
yang berhubungan dengan saluran pencernaan per1u dikaji.
3) Obat-obat yang sedang digunakan meliputi jenis obat, sejak kapan mulai
digunakan dan mengapa obat itu diberikan.
4) Penyakit yang pernah diderita anggota kelurga.

3. Riwayat Diet
Riwayat diet sangat penting bi1a kita mengkaji fungsi saluran Pencernaan.
Riwayat diet ini mencakup :
1) Apakah pasien mempunyai diet khusus.
2) Bagaimana kebiasaan makan termasuk jenis makanan, porsi dan frekuensi
per hari.
3) Bagaimana pengetahuan pasien tentang nutrisi dan diet seimbang.
4) Apakah dijumpai perubahan po1a makan akibat penyakit.
5) Apakah pasien mengalami nausea, anoreksi dan dispepsia.
Bila mengkaji keluhan ini hendaknya dikaji pula frekuensi, lamanya dan
hubungannya dengan makan.
6) Apakah ada keluhan disphagia.
7) Apakah pasien terbiasa mengkonsumsi minuman yang mengandung
alkohol; cafein.
4. Kondisi Sosial Ekonomi
Pengetahuan kita tentang sosial ekonomi pasien akan membantu perawat
dalam menilai kemampuan pasien menyediakan makanan yang bergizi, dan
sekaligus perawat dapat membantu mengidentifikasi alternatif pengadaan
makanan yang seimbang.

5. Keluhan/Masalah Saat Ini


Kadangkala pasien sulit mengungkapkan keluhan-keluhan yang berhubungan
dengan gangguan pada pencernaan. Perawat menggali informasi yang lebih
rinci dari setiap keluhan pasien.

13
Keluhan yang lazim antara lain :
1) Perubahan Pola Buang Air Besar
Untuk mendapatkan adanya perubahan tersebut tanyakan pada pasien :
 Frekuensi buang air besar
 Warna dan konsistensi feses
 Kejadian diare atau konstipasi
 Tindakan yang efektif untuk mengurangi diare atau konstipasi.
 Makna diare atau konstipasi bagi pasien.

2) Hilangnya Berat Badan atau Berat Badan Yang Bertambah


Tanyakan kepada pasien tentang ha1 berikut :
 Berapa berat badan norma1.
 Berapa berat badan yang bertambah atau hi1ang
 Kapan (periode waktu) terjadi perubahan berat badan
 Perubahan selera makan
 Apakah pasien merokok, berapa banyak, sudah berapa lama

3) Nyeri, tanyakan hal berikut :


 Lokasi nyeri
 Penyebaran ke tempat lain
 Faktor-faktor yang dapat mengurangi dan menambah nyeri
 Kapan saja nyeri timbul atau bertambah berat.
 Apakah nyeri berhubungan dengan makanan.

6. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik pasien dengan gangguan sistem pencernaan termasuk
pemeriksaan yang lengkap tentang status nutrisi pasien, kondisi mulut dan
pharing, abdomen dan extremitas.

1) Screening Status Nutrisi mencakup :


- Inspeksi visual khususnya conjungtiva
- Pengukuran berat badan dan tinggi badan
- Pola makan
- Riwayat berat badan
- Perubahan selera atau intake makanan
- Kulit

2) Pemeriksaan Antropametri, mencakup :


Berat badan, tinggi badan dan lemak tubuh

14
Mengukur tinggi badan dengan posisi tegak, memandang depan dan
tangan pada kedua sisi tubuh.
Perubahan berat badan dapat dihitung dengan 3 cara yaitu :
% IBW = BB sekarang x 100
BB ideal
% UBW = BB sekarang x 100
BB biasa
Perubahan berat badan : BB biasa - BB sekarang x 100 =
BB biasa

IBW = Ideal Body Weight


UBW = Usua1 Body Weight
IBW dan UBW 90 - 110% berarti berat badan normal.
IBW dan UBW kurang dari 90% berarti under weight.
IBW dan UBW lebih dari 11O% berarti over weight.
Kehi1angan berat badan 10%, atau 1ebih sangat memberi arti pada
kondisi nutrisi tubuh.
Indeks massa tubuh (BMI) atau quetelet index adalah pengukuran
status nutrisi tanpa tergantung pada ukuran tubuh, dengan rumus :
BMI = BB (Kg)
TB (m2)
Pengukuran lemak kulit dengan menggunakan kaliper pada otot trisep
dan scapula kiri.

3) Melakukan Inspeksi dan Palpasi pada Mulut


Perhatikan pergerakan lidah, warna bibir; apakah ada lesi di mukosa
mulut, kondisi gigi geligi, gigi yang lepas, peradangan gusi dan tanda-
tanda per-darahan. Apakah mulut berbau.
Perhatikan juga pharing dan tonsil terhadap tanda-tanda radang, ulserasi
dan edema pada tonsil.

4) Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi
Regionisasi abdomen dapat di1akukan dengan sistim 4 (empat) atau 9
(sembilan).
 Regionisasi dengan sistim 4 yaitu :
Regio kuadran kanan atas (RUQ).
Regio kuadran kiri atas (LUQ).

15
Regio kuadran kanan bawah (RLQ).
Regio kuadran kiri bawah (LLG).
 Regionisasi dengan sistim 9 yaitu :
Regio hipokondrium kanan.
Regio epigastrium.
Regio hipokondrium kiri.
Regio lumba1is kanan.
Regio umbi1ika1is.
Regio lumbalis kiri.
Regio inguinal kanan.
Regio hipogastrium.
Regio inguina1 kiri.

Pada regie RUQ terdapat hati, empedu, duodenum pankreas, ginjal dan
fleksura hepatika. Pada regio LUQ terdapat lambung, limpha, ginjal,
pankreas dan fleksura lienalis.
Pada regio RLQ terdapat sekum; apendiks, ovarium dan tuba falopi
Pada regio LLQ terdapat kolon sigmoid ovarium dan tuba falopi.
Perhatikan apakah distensi, perubahan warna kulit, jaringan parut, lesi
superfisial serta kolateral vena.
Juga perhatikan bentuk abdomen (Flat, cembung atau cekung), apakah
berisi gas atau cairan. Gas yang terakumulasi dapat dengan mudah
diidentifikasi melalui perkusi, akan dijumpai hipertimpani.
Cairan yang terakumulasi di rongga peritonium diidentifikasi dengan
cara :
 Cara Fluktuasi
Penderita tidur telentang. Pemeriksa dibantu seorang yang akan
menekan bagian tengah abdomen sepanjang muskulus rektus
abdominis.
Pemeriksa menekan perut dari kiri hingga mengalir ke kanan melalui
celah yang sempit.
Tangan kanan pemeriksa, akan merasakan aliran tadi dan sebaliknya.

 Cara Shifting Dulness


Dalam posisi telentang, perut pasien diperkusi mulai dari garis tengah
menuju ke tepi sambil memperhatikan bunyi yang dihasilkan.
Bila terdengar perubahan timpani ke redup, tangan kiri difiksir di
lokasi tersebut, kemudian posisi pasien dimiringkan dengan posisi
tangan kiri tetap seperti semula, 1akukan perkusi.
Bila tempat yang tadinya redup berubah menjadi timpani berarti
terdapat asites.

16
 Cara Fuddle
Dengan posisi pasien telungkup dengan kedua lutut, cairan asites akan
berkumpul dibawah. Cara ini tidak lazim dilakukan.
Perkusi organ berongga terdengar bunyi timpani sedangkan perkusi
lemak, cairan dan jaringan padat terdengar dullness/redup.
Auskultasi untuk mendengarkan bising usu dan bruit.

Palpasi
Rasakan apakah ada distensi, pembesaran organ dan timbul nyeri.
Perhatikan ekspresi wajah pasien pada saat palpasi.
Palpasi apakah ada pembesaran hati dan timbul nyeri.
Bila hati teraba tentukan seberapa besarnya, bagaimana tepinya dan
konsistensi.

Cara melakukan palpasi hati :


Tehnik 1 :
Pasien tidur telentang, fleksi kedua sendi lutat agar dinding perut tidak
meregang.
Tangan kiri pemeriksa ditaruh di bawah pinggang dan tangan kanan
meraba hati dengan ujung jari, anjurkan pasien menarik napas panjang
dan lakukan perabaan dengan ujung jari. Tekan ke dalam,dengan ujung
jari dan kemudian dorong ke belakang.

Tehnik 2 :
Pasien tidur telentang dengan fleksi kedua sendi lutut. Pemeriksa berdiri
disamping kanan pasien menghadap ke arah kaki. Tempatkan kedua
tangan di bawah garis bawah hepar di pinggir kosta ke 12. Suruh pasien
tarik napas dalam ketika pemeriksa menekan dengan jari ke dua tangan.
Pemeriksa tanda murphy sekaligus dilakukan pada saat perabaan hati.
Lakukan penekanan dengan ibu jari di atas vesika vellea dan suruh pasien
menarik napas dalam.
Tanda murphy positif bila pasien tiba-tiba menghentikan napasnya
karena nyeri. Tanda ini dijumpai pada cholelistitis.

Palpasi Limpha
Sama dengan palpasi hati hanya pada pemeriksaan dilakukan dari sisi kiri
pasien. Limpha terpalpasi ukurannya berubah 3 kali dari ukuran biasa.
Palpasi cairan dalam lambung dengan tehnik succutio sflash.
Mengocok lambung sambil mendengarkan memakai stetoskop. Adanya

17
cairan dalam lambung mudah terdengar seperti mengocok air dalam
botol.

5) Pemeriksaan Rektum/Anus
Amati kondisi kulit sekitar anus, apakah lecet atau tidak. Vena hemoroid
dapat keluar pada penderita hemaroid, bila ada kaji konsistensinya.

6) Pemeriksaan Extremitas
Amati bentuk extremitas, warna kulit, kehangatannya apakah lesi;
perhatikan pula ada tidaknya edema. Bila edema, kaji sirkulasi daerah
perifer dengan cara menkondisi nadi.

PROSEDUR DIAGNOSTIK YANG LAZIM


DILAKUKAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan pada pasien-pasien yang


mengalami gangguan sistem pencernaan antara lain :
a. pemeriksaan Darah (Hematologi)
b. Pemeriksaan Radiologi
c. Analisa Cairan Lambung
d. Endoskopi
e. Biopdihati

18
f. Pemeriksaan Feses, dan Urine

Berikut ini akan dijelaskan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas,


mencakup persiapan, pelaksanaan dan hal-hal yang harus diperhatikan setelah
prosedur dilakukan.

Pemeriksaan Darah

Berbagai informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan darah yang


meng-gambarkan kemungkinan diagnosis penyakit, penyebab dan prognosisnya,
oleh karena itu hendaknya dilakukan dengan benar. Perawat menyiapkan
spesimen dan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk itu seperti pasien harus
dipuasakan.

Pemeriksaan darah yang dapat memberi informasi tentang fungsi sistem


pencernaan ada pada tabel di bawah ini:

Tabel
Pemeriksaan Hematologi pada gangguan sistem Pencernaan
No. Test Ni1ai Normal
1. Pemeriksaan Darah Lengkap HB Pria = 13,4 – 17,6 Gr%
Wanita = 12 – 15,4 Gr%
HT Pria = 42 – 53 %
Leukosit Wanita = 38 – 46%
 PMN 38 – 70
 Kosinofil 1–5
 Basofil 0–2
 Monosit 1–8
 Limposit 15 – 45
2. Protombin Time 11 – 12,5 detik
3. Kalsium 9 – 10,5 Mg/dl
Potassium (K) atau 2,25 – 2,75 Mol/1
3,5 – 5 MeQ/1
4. Protein Serum 6 - 8 gr/dl
Total 3,5 – 5 Gr/dl
Albumin 0,1 – 1 gr/dl
Alpha Globulin 0,7 – l,2 gr/dl
Betha Globulin 30 – 70 Mg/100 ml
Amonia
5. Elskresi Empedu
Bilirubin direk (terkonjugasi) 0,l – 0,4 Mg/100 ml
Bilirubin indirek (tak terkonjugasi) 0,l – 0,5 Mg/100 ml
Bilirubin total 0,2 – 0,9 Mg/100 ml
6. Enzim Serum

19
Amilase 60 – 180 Unit/100 ml
Lipase < l,5 Unit
Kolesterol 150 – 280 Mg/100 ml
7. Enzim Serum
SGOT 5 – 40 Unit/ ml
SGPT 5 – 35 Unit/ ml
LDH 90 – 200 Unit/ml
Alkali Fosfatase 2 – 3 Unit

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi meliputi :

1. Upper gastro intestinal series yang lazim disebut dengan pemeriksaan Barium
Meal.
2. Lower gastro intestinal series yang lazim disebut dengan Pemeriksaan Barium
Enema.
3. Barium Swallow.

Uppergastro Intestinal Series adalah suatu cara pengambilan gambar kontras pada
organ gaster dan usus halus untuk mendapatkan gambaran mengenai ukuran,
bentuk dan letak dan gaster dan usus halus.

Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada


gaster dan usus halus.

Persiapan Pemeriksaan
1. Pasien dipuasakan 6 - 8 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
2. Beri obat pencahar pada malam hari 1 - 2 tablet dulcolax sesuai program.
3. Pagi hari sebelum pemeriksaan lakukan lavemen.
4. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang :
 Prosedur yang akan dilakukan.
 Lama pemeriksaan 30 - 45 menit.
 Sensasi-sensasi selama pemeriksaan.
 Perubahan warna feses setelah pemeriksaan.

Pelaksanaan (Oleh Petugas Radiologi)


 Pasien diberi minum barium 250 cc pada posisi berdiri di depan flat film.
 Pemotretan dengan berbagai posisi sesuai permintaan.
 Setelah prosedur, anjurkan pasien buang air besar.

20
 Dilakukan photo ulang untuk melihat adanya barium yan tersisa.

Setelah Prosedur
 Pasien diberi makan dan minum bila tidak ada keluhan mual, muntah, dan
kembung.
 Observasi warna feses apakah semua barium sudah keluar.
 Bila sangat perlu dapat diberi obat pencahar sesuai program.

Dari pemeriksaan ini, dapat diperoleh gambaran adanya kelainan-kelainan


berikut :
1. Stenosis pilorus.
2. Gastric reflux
3. Volvulus usus
4. Bendaasing
5. Polip
6. Divertikuli
7. Tumor
8. Syndroma malabsorbsi
9. Ulserasi mukosa
10. Peradangan mukosa

Lower Gastro Intestinal Series adalah suatu pengambi1an.


Gambar kontras pada organ kolon untuk mendapatkan gambaran mengenai
ukuran, bentuk dan letak kolon.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terdapat di
kolon.

Persiapan Pemeriksaan
1. Sehari sebelum pemeriksaan, pasien makan lunak, bebas serat.
2. Malam hari pasien puasa selama 6 – 8 jam.
3. Malam hari beri obat pencahar suppositoria.
4. Pagi hari lakukan huknah tinggi.
5. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang :
 Prosedur yang akan dilaksanakan
 Lama pemeriksaan 30 – 45 menit.
 Perubahan warna feses setelah pemeriksaan

Pelaksanaan (Oleh petugas Radiologi)


1. Posisi pasien SIM kanan
2. Dipasang tube yang diujungnya terdapat balon

21
3. Barium dimasukkan 300 - 400 cc kemudian balon diisi udara agar barium
tertahan.
4. Lakukan fluoroskopi untuk melihat penyebaran berium di dalam kolon.
5. Balon dikempiskan, tube dilepas bila prosedur sudah selesai.
6. Anjurkan pasien buang air besar.
7. Dilakukan pemotretan untuk melihat apakah barium sudah keluar.
8. Bersihkan pasien dan sisa barium di daerah anus.

Setelah Prosedur
1. Pasien diberi makan dan minum.
2. Observasi apakah ada massa yang keluar bersama feses.
3. Bila perlu pasien diberi obat pencahar sesuai program.

Dari pemeriksaan ini, dapat diperoleh gambaran adanya kelainan-kelainan


berikut:
1. Polip kolon
2. Stenosis
3. Obstruksi
4. Tumor
5. Divertkuli
6. Fistula
7. Inflamasi
8. Hernia

Barium Swallow atau esophogegram; esophagografi merupakan suatu tehnik


radiografik kontras untuk memvisualisasi esophagus.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya kelainan pada
esophagus. Prosedur pemeriksaan hampir sama dengan Barium meal, hanya
barium yang digunakan pada pemeriksaan ini lebih pekat 1 ½ - 2.

Analisis Cairan Lambung


Merupakan suatu tindakan untuk mengeluarkan isi atau cairan lambung untuk
mengkaji tingkat keasaman asam lambung dalam keadaan puasa dan dengan
rangsangan (stimulasi).

Persiapan Pemeriksaan
1. Pasien dipuaskan 6-8 jam sebelumnya.
2. Tidak menggunakan obat-obat anti kolinergik satu hari sebelumnya.
3. Tidak merokok minimal 8 jam sebelum pemeriksaan.
4. Memberikan penyuluhan tentang:
 Prosedur pemeriksaan, dan tujuannya.
 Sensasi selama pemeriksaan.

22
 Lama prosedur 60 menit.
5. Siapkan NGT set dan beberapa tabung reaksi.

Pelaksanaan;
1. Pasang nasogastrik tube.
2. Anjurkan pasien relaks.
3. Anjurkan pada pasien untuk tidak menelan saliva (saliva bersifat buffer)
4. Hisap cairan lambung dan beri tanda pada tabung "Cairan lambung puasa".
5. Memberikan histamin sub kutan sesuai program terapi.
Observasi efek samping obat seperti:
TD; nadi; panas kulit; hiperemis; gatal; muntah; dan diare. (Bila ada efek
samping, beri epinefrin sesuai program).
6. 15 menit kemudian aspirasi cairan lambung sebanyak 30 cc masukkan ke
tabung ke II, tulis cairan lambung terstimulasi II dan HI.
7. Setelah prosedur selesai, lepaskan NGT, beri makan dan minum. Periksa ke
asamannya dengan menggunakan lakmus.

Lower Gastro intestinal Series adalah suatu cara pengambilan gambar kontras
pada organ kolon untuk mendapatkan gambaran mengenai ukuran, bentuk dan
letak kolon. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui kelainan-kelainan yang
terdapat di kolon.

Persiapan pemeriksaan
1. Sehari sebelum pemeriksaan, pasien makan lunak, bebas serat.
2. Malam hari pasien puasa selama 6-8 jam.
3. Malam hari beri obat pencahar suppositoria.
4. Pagi hari lakukan huknah tinggi.
5. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang :
 Prosedur yang akan dilaksanakan
 Lama pemeriksaan 30 - 45 menit.

Endoskopi
Suatu cara untuk melihat secara langsung (visualisasi) organ-organ dalam
tubuh. Endoskopi dapat bersifat diagnostik terapi. Namun dalam makalah ini
hanya dibahas tentang endoskopi sebagai diagnostik.

Indikasi endoskopi saluran cerna atas :


1. Kasus saluran cerna atas yang tidak sembuh dengan terapi intensif.
2. Perdarahan saluran cerna atas.
3. Adanya obstruksi.
4. Kecurigaan adanya keganasan.
5. Menentukan jenis keganasan dengan biopsi atau penyikatan.

23
6. Hasil foto rontgen tidak jelas atau mencurigakan.
7. Follow up setelah terapi medis atau perdarahan.

Kontra indikasi
A. Absolut
 Pasien tidak kooperatif
 Status asmatikus
 MCI
 Dekompensasi kordis
 Shock

B. Relatif
 Febris > 33°C
 Pharingitis
 Kelainan tulang serviko-torakal
 Infeksi akut, pneumoni; peritonitis
 Tumor mediastinum
 Keracunan zat korosif

Keuntungan endoskopi ini antara lain :


 Lesi kecil dapat dideteksi
 Dapat membedakan jaringan parut atau tukak aktif.
 Dapat membedakan tukak ganas dan yang tidak.
 Dapat dilakukan biopsi untuk menentukan keganasan.
 Dapat dilakukan penyikatan untuk pemeriksaan sitologi.

Indikasi endoskopi salauran cerna bawah :


1. Kasus yang tidak sembuh dengan terapi intensif.
2. Hematokezia yang tidak disebabkan oleh hemonoroid.
3. Jenis radang kalon.
4. Follow up setelan operasi.

Kontra indikasi, antara lain :


A. Absolut
 Kehamilan trimester III

B. Relatif
 Kolon toksik dan dilatasi akut pada kolitis ulceratif.
 Divertikulitis akut.
 Kolitis radiasi berat.

24
 Aneurisma aorta abdominalis .

Macam-macam Endoskopi :
1. Esophagoskopi
2. Gastroskopi
3. Enteroskopi
4. Anuskopi
5. Kolonoskopi
6. Sigmoidoskopi

Gastroskopi
Visualisasi langsung ke dalam lambung melalui insersi gastroskop fiberoptik
untuk tujuan mengidentifikasi ke1ainan - ke1ainan pada lambung.

Persiapan
1. Pasien dipuasakan 6 – 8 jam sebelum pemeriksaan.
2. Gigi palsu dan kacamata di1epas.
3. Anjurkan pasien BAB dan BAK sebelum pemeriksaan.
4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang :
 Prosedur pelaksanaan, tujuan.
 Tidak berbicara selama prosedur.
 Lama prosedur ± 15 menit.
 Sensasi selama pemeriksaan; rasa tertekan , nyeri.
5. Adanya rasa nyeri ditenggorokan dan suara sesak beberapa hari setelah
pemeriksaan adalah wajar, tidak perlu dikhawatirkan karena akan hilang.

Prosedur (dilakukan oleh Dokter khusus di ruangan Endoskopi)


1. Pasien posisi duduk atau tidur dengan kepala ekstensi.
2. Anestesi lokal dengan spray atau gurgle.
3. Pemberian valium parenteral bila perlu.
4. Gastroskop dimasukkan me1a1ui mu1ut.
5. Udara ditiupkan melalui skop untuk melihat mukosa.
6. Biopsi dilakukan bila perlu jaringan ditempatkan di atas preparat.
7. Bila telah selesai, skop dilepas dan pasien diminta untuk segera duduk dan
bernapas dalam, batuk dan meludah.

Setelah Prosedur
1. Puasa sampai reflek gag kembali (2-4 jam).
2. Monitor keadaan umum tiap 15 menit selama 2 jam pertama.

25
3. Monitor adanya sesak napas; disphagi ; demam, nyeri abdomen dan
perdarahan.
4. Jaga keamanan pasien sampai efek sedasi hilang.

Kolonoskopi
Visualisasi langsunq pada organ/kolon melalui insersi colon fiber optik dengan
tujuan mengidentifikasi kelainan – ke1ainan kolon.

Persiapan
1. Pasien dipuasaka.n 6 – 8 jam sebelum pemeriksaan
2. Minum cairan putih (air putih) se1ama pemeriksaan.
3. Pemberian laxatif 1 – 3 hari.
4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang :
 Prosedur tindakan, tujuan, posisi.
 Sensasi selama pemeriksaan (rasa tertekan).
 Lama prosedur ½ - 1 jam.

Prosedur
1. Pemberian pre medikasi valium
2. Posisi pasien SIM kanan
3. Memasukkan skop sampai sekum
4. Memasukkan udara untuk memperjelas visualisasi mukosa
5. Bila perlu, biopsi dikerjakan.

Setelah Prosedur
1. Bersihkan daerah anus
2. Observasi feses untuk mengetahui adanya perdarahan atau kelainan lain
3. Kaji apakah ada nyeri abdomen
4. Monitor tanda-tanda vital
5. Beri makan dan minum
6. Jaga keamanan pasien sampai sedasi hilang.

E. Biopsi Hati
Tindakan untuk mengambi1 jaringan hepatik untuk pemeriksaan.

Persiapan
1. Pasien dipuasakan 2 – 4 jam sebelum pemeriksaan.
2. Pemeriksaan darah ;
Waktu perdarahan; waktu pembekuan; golongan darah; crossmath.
3. Beri suntikan vit K untuk mencegah perdarahan
4. Beri obat sedative

26
Pelaksanaan ;
1. Daerah abdomen dibersihkan dengan anti septik.
2. Posisi pasien terlentang dengan kedua tangan.
3. Setelah dilakukan anestesi lokal, jarum aspirator dimasukkan ke space inter
kontalis 8 dan 9, suruh pasien menahan napas.
4. Tutup luka tempat pungsi.
5. Perhatian adanya perdarahan pada balutan.
6. Pasien bed rest 1 hari.
Mulai dengan tidur miring kanan; kemudian miring kiri
7. Observasi tanda – tanda vita1 tiap 15 menit se1ama 2 jam pertama.

F. Pemeriksaan Feses dan Urin


Pemeriksaan feses, mencakup :
a. Pemeriksaan makroskopi, terhadap bau; warna; konsistensi kandungan
(darah, lendir, serat, parasit).
b. Pemeriksaan mikroskopis, terhadap sel; mikroba/parasit.
c. Pemeriksaan darah samar (Benzidin test), untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan baik secara makroskopis
maupun mikroskopis.
Hasi1 :
1. Negatif (-) , tidak ada perubahan warna (samar-samar
hijau)
2. Positif (+), warna hijau
3. ++, warna biru, kehijau – hijauan
4. +++, warna biru.
5. +++++, warna biru tua.
d. Pemeriksaan 1emak
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien mendapat makanan yang
mengandung lemak ± 80 gr/hari.
e. Test absorbsi dixylosa
Test untuk mengetahui malabsorbsi dixylosa.

Pemeriksaan urin, mencakup :


a) Pemeriksaan Urobi1inogan
Normal + ; urobi1in meningkat pada obstruksi, tidak ada persiapan khusus.

Cara pengambilan bahan pemeriksaan feses :


1. Siapkan wadah tertutup, dapat menggunakan botol bermulut 1ebar.
2. Dengan lidi kapas ambil feses masukkan ke dalam botol dan kemudian
tutup.
3. Bersihkan bagian anus.

27
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRITIS

Pengertian

Peradangan pada gaster disebut gastritis. Dik1asifikasikan menjadi gastritis


akut dan kronis.
Morbiditas gastritis lebih tinggi pada pria di bandingkan pada wanita; dan
terbanyak dijumpai pada usia 40 – 50 tahun. Pada perokok dan pengguna alkohol
lebih sering terjadi.

Pathofisiologi

Normalnya mukosa lambung berfungsi sebagai barier yaitu melindungi dari


pengrusakan saluran pencernaan dari keasaman asam lambung. Jika fungsi barier
ini rusak/terganggu maka mukosa lambung akan iritasi karena peningkatan
histamin dan stimulasi saraf cholinergik. Asam lambung akan berdifusi kembali
ke dalam mukosa dan merusak pembuluh darah kecil. Difusi kembali asam
lambung akan menyebabkan edema mukosa; hemorage dan erosi pada mukosa.
Pada fase awal proses radang akan terjadi mukosa hiperemis yang berwarna
merah; dan penebalan. Selanjutnya menyebabkan tropi gaster dan mukosa
menjadi tipis. Sekresi faktor instrinsik akan terganggu sehingga terjadi anemia
perniciosa.

Gastritis Akut

Peradangan mengenai mukosa dan sub mukosa setelah terpapar pada zat
iritan. Penyembuhan dapat terjadi penyebabnya antara lain :
 Radiasi
 Obat-obatan seperti alkohol, analgesik (khusunya obat anti inflamatory)
dalam jumlah besar; obat xytotoxic; cafeine; kortikosteroid; dll.
 Endotoksin bakterial dari stapilococus; E. coli atau salmonella.
 Terminum zat-zat korosif.
 Puasa yang lama.

Gastritis Kronis
Dihubungkan dengan atropi kelenjar gastrik dan disebabkan berbagai
kondisi yang menyebabkan reflux cairan empedu/cairan duodenal ke lambung.

28
Inflamasi yang difuse pada lapisan mukosa sampai muskularis, sering
menyebabkan perdarahan dan erosi.

Gastritis kronis diklasifikasikan menjadi :


1. Gastritis Tipe A
Kerusakan mukosa fundus lambung.
Diduga penyebab adalah autoimmun.
Sering menimbulkan anemi perniciosa.

2. Gastritis Tipe B
Kerusakan pada antrum.
Penyebab diduga Helicobacter pilori ( kuman gram - ).

3. Gastritis Atropik
Kerusakan pada semua lapisan sehingga akan menurunkan fungsi sel-sel
yang ada di lambung.
Penyebab adalah iritasi kronis pada lambung.

Penqkajian Keperawatan

Data keperawatan diperoleh dari pasien maupun keluarga melalui anamesa


dan pemeriksaan fisik ;
1. Adanya keluhan nyeri epigastrium; kram pada abdomen; gangguan
pencernaan; nausea dan muntah.
2. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam melaksanakan ADL .
3. Amati perubahan tanda vital.
4. Amati perubahan expresi wajah; gelisah; tidak dapat tidur.
5. Amati adanya ketegangan di atas epigastri.
6. Adanya distensi abdomen.
7. Peningkatan peristaltik.
8. Kaji pola makan pasien.
9. Kaji gaya hidup yang berhubungan dengan :
 Stressor
 Kebiasaan mengkonsumsi alkohol; cafeine.
 Perokok
 Obat-obatan
10. Penyakit yang sama dalam keluarga.
11. Penyakit penyerta yang diderita dan obat-obat yang sedang dikonsumsi
12. Adanya tanda enemi dan penurunan berat badan

29
13. Hasil pemeriksaan diagnostik seperti pemeriksaan dengan barium meal;
endoskopi.

Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang dijumpai pada pasien dengan gastritis :


1. Nyeri epigastrium sehubungan dengan peningkatan asam lambung.
2. Potensial terjadi komplikasi (perdarahan, erosi) sehubungan dengan
peningkatan keasaman cairan lambung (menetap).
3. Potensial kekambuhan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan.

Perencanaan Keperawatan

DX-I : Nyeri epigastrium sehubungan dengan peningkatan asam lambung.

Tujuan Keperawatan
Pasien mengalami nyeri yang minimal dalam waktu 2 x 24 jam.

Intervensi Keperawatan
1. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri seperti
golongan H2 reseptor antagonis (cimetidin) dan obat antasida (Magnesium
clorida).
H2 anatagonis berfungsi untuk menghambat sekresi Hc1.
Antasida berfungsi untuk mengurangi keasaman asam lambung.
 Pada pasien gastritis kronis perlu ditambah pemberian vitamin B12
 bila penyebabnya adalah kuman maka perlu ditambah obat antimikroba.
2. Hindarkan makanan atau minuman yang mengandung caffeine, cola, cabe,
cuka.
3. Hindarkan alkohol dan rokok.
4. Bantu pasien mengidentifikasi makanan yang dapat menimbulkan nyeri.
5. Beri makanan lunak; diet seimbang; porsi kecil tetapi sering.
6. Hindarkan makanan berserat dan lemak pada serangan akut.

DX-II : Potensial terjadi komplikasi (perdarahan, erosi) sehubungan


dengan peningkatan keasaman cairan lambung (menetap).

Tujuan Keperawatan
Tidak terjadi komplikasi.

30
Intervensi Keperawatan :
1. Istirahat di tempat tidur bila nyeri menetap.
2. Pertanankan diet lunak dan seimbang.
3. Observasi warna feses, bau, frekuensi, catat serta laporkan bila dijumpai
penyimpangan.
4. Berikan obat-obatan sesuai program, dengan cara dan jadwal pemberian yang
benar. (Lihat lampiran)
DX-III : Potensial kekambuhan sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan pasien tentang factor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya serangan.

Tujuan Keperawatan
Tidak terjadi kekambuhan setelah pasien pulang dari rumah sakit.

Intervensi Keperawatan

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang :


 Penyakit; penyebab dan faktor penyebab.
 Cara penggunaan obat.
 Koping efektif .
 Makanan/diit
2. Jelaskan upaya-upaya untuk mengurangi kekambuhan :
 Memperbaiki pola makan.
 Diit yang seimbang.
 Keseimbangan aktifitas dan relaksasi.
3. Memotivasi pasien agar memeriksakan diri secara berkala atau bila ada
keluhan.

31
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ULKUS
PEPTIKUM

Pengertian

Ulserasi pada jaringan mukosa, sub mukosa dan lapisan otot saluran
pencernaan bagian atas, yang dapat terjadi di esophagus; gaster, duodenum dan
jejenum.
Ulkus duodenum lebih sering terjadi dari pada ulkus gaster, dan banyak
diderita oleh pria berusia 25 - 50 tahun, sedangkan ulkus gaster terjadi pada usia
diatas 50 tahun.
Ulkus peptikum ini bisa merupakan komplikasi dari gastritis.

Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui namun beberapa kasus dihubungkan


dengan peningkatan sekresi asam lambung dan lemahnya barier mukosa lambung.

Patofisiologi

Terjadinya ulserasi pada duodenum dan pada gaster mempunyai mekanisme


yang berbeda. Normalnya asam bebas yang telah disekresi ke dalam lambung
didifusi kembali secara per1ahan-1ahan di dalam jaringan.
Difusi yang cepat menyebabkan reaksi peradangan di dalam jaringan
sehingga menimbulkan kerusakan jaringan dan perdarahan. Difusi yang cepat
dapat disebabkan oleh lemahnya barier mukosa lambung.

Melemahnya barier mukosa lambung dapat disebabkan oleh :


 Alkohol
 Obat-obatan seperti asam salisilat
 Asam empedu (aliran balik cairan empedu ke duodenum akibat rokok)

Terjadinya ulserasi duodenal disebabkan oleh peningkatan sekresi asam lambung.


Asam lambung yang berlebihan menyebabkan asam lambung turun ke duodenum
dan menyebabkan ulserasi. Ulserasi gaster disebabkan oleh difusi asam
lambung yang cepat sementara sekresinya normal.

32
Faktor Predisposisi

Beberapa faktor-faktor diidentifikasi sebagai kondisi yang memudahkan


terjadi-nya ulkus peptikum yaitu :
1. Kebiasaan merokok.
2. Penggunaan obat-obatan seperti obat golongan Salisilat.
3. Stress psikologik.
4. Pola makan yang tidak teratur.
5. Kebiasaan minum alkohol.
6. Radiasi.

Pengkajian Keperawatan
Data subjektif berfokus pada keluhan yang dirasakan pasien seperti :
1. Nyeri epigastrium.
2. Perasaan penuh.
3. Mual dan muntah.
4. Anoreksia.
5. Hematemesis dan melema.
6. Pola makan dan diit.
7. Kebiasaan mengkonsumsi kopi dan alkohol.
8. Penggunaan obat-obatan.
9. Stressor individu dan keluarga.
10. Pekerjaan dan gaya hidup.
11. Pola koping yang biasa dan pemecahan masalah.

Karakteristik nyeri pada ulkus gaster dan duodenal :


Duodena1 Gaster
Di atas epigastrium
Sebelah kanan
Lokasi dengan lokasisasi pada
epigastrium
bagian kiri
Nyeri akan berkurang Nyeri bertambah dengan
Makan atau hilang dengan makan makan khususnya setelah
atau pemberian antasida. minum cairan hangat.
Sering terbangun dari
Tidur Sepanjang hari.
tidur

33
Data Objektif :

Mengobservasi banyak hal yang berhubungan dengan adanya ulserasi dan


dampak yang ditimbulkan :
1. Expresi wajah meringis menahan sakit.
2. Distensi abdomen.
3. Nyeri tekan pada epigastrium.
4. Warna conjungtiva dan kulit yang mengindikasikan anemi.
5. Urin out put : warna dan jumlah.
6. Warna feses dan frekwensi defekasi.
7. Peristaltik usus.
8. Bentuk abdomen : cekung atau cembung.
9. Tanda-tanda vital seperti suhu; nadi; tekanan darah dan pernapasan.
10. Analisa terhadap pemeriksaan diagnostik seperti : Esophagogas-
troduodenoscopi ; pemeriksaan BNO; pemeriksaan darah dalam feses; darah
lengkap dan diff.

Dionosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan ulkus


peptikum antara lain :
1. Nyeri sehubungan dengan ulserasi mukosa gaster dan duodenum.
2. Potensial terjadinya gangguan perfusi jaringan (gastrointestinal) sehubungan
dengan komplikasi (perdarahan; perporasi dan obstruksi).
3. Nutrisi kurang dari kebutunan tubuh sehubungan dengan anoreksia; nausea
dan pembatasan diit.
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan nyeri.
5. Koping individu yang tidak efektif sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
6. Potensial kekambuhan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien
tentang diit, obat-obatan, tanda dan gejala yang harus diwaspai.

34
DX-1 : Nyeri sehubungan dengan ulserasi mukosa gaster dan duodenum.

Perencanaan Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Pasien mengalami nyeri yang minimal atau nyeri akan hilang setelah pengobatan.

Intervensi Keperawatan
1. Berikan diit cair atau lunak tanpa serat bila tidak ada indikasi seperti
perdarahan dan perforasi. Minum susu dianjurkan dalam porsi kecil.
2. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program pengobatan (lihat tabel
tentang obat-obatan yang lazim digunakan pada ulkus peptikum).
3. Hindarkan makanan yang mengandung coklat, cafeine dan jenis-jenis lain
yang dapat merangsang sekrees Hc1.
4. Makan sering dengan porsi kecil.
5. Pertahankan istirahat di tempat tidur.

DX-2 : Potensial terjadinya gangguan perfusi jaringan (gastrointestinal)


sehubungan dengann komplikasi (perdarahan; perporasi dan
obstruksi).

Perencanaan Keperawatan :
Tujuan Keperawatan :
1. Tidak terjadi komplikasi seperti perdarahan, perporasi.
2. Tidak terjadi gangguan perfusi gastro intestinal.

Intervensi Keperawatan :
1. Monitor dan kenali lebih dini tanda-tanda komplikasi seperti distensi
abdomen; hematemesis dan melena; penurunan kesadaran; hipotensi; nadi
cepat; suhu tubuh tinggi; perasaan penuh.
Kolaborasikan bila dijumpai tanda-tanda di atas.
2. Pertahankan bed rest total di tempat tidur.
3. Lakukan penanganan terhadap komplikasi bila ada.
Perdarahan :
 Puasakan pasien.
 Pemasangan NGT, amati jumlah perdarahan.
 Lavage lambung dengan NaCl dingin.

35
 Kaji tanda-tanda vital seperti tekanan darah; nadi dan suhu tubuh; serta
tanda-tanda schock seperti diaphoresis dan takhikardi, hipotensi,
penurunan kesadaran.
 Monitoring HB, Ht dan serum elektrolit. Pertahankan pemberian cairan
perparenteral.
 Kolaborasi untuk penambahan darah (tranfusi) bila HB ≤ 10 gr %
 Bila perlu pemberian vasopresin sesuai program. Kaji efek samping
vasopresin seperti :
 Nyeri daerah injeksi
 Nyeri dada
 Nausea, muntah
 Kramp abdomen
 Intoksikasi air.
 Kolaborasi tindakan endoskopi elektrocoagulation, untuk menghentikan
perdarahan.
 Pemberian obat-obatan untuk meningkatkan PH asam 1ambung; seperti
antacid, zantac, tagamet.

Perforasi
1. Kolaborasi pemberian cairan/elektrolit; darah.
2. Pemberian antibiotika sesuai program.
3. Meningkatkan drainage nasogastric tube bila perlu dihubungkan dengan
suction.
4. Tetap puasakan pasien.
5. Monitor intake dan out put.
6. Monitor tanda-tanda vital setiap jam.
7. Kaji tanda-tanda septik schock seperti hipertermi; nyeri; takhikardi; lethargi;
cemas; lemah.

Obstruksi Pilorus
1. Mengembalikan cairan dan elektrolit.
2. Monitor jumlah muntahan atau cairan NGT, warna dan bau.
3. Pertahankan NGT dan pengisapan.
4. Monitor adanya dehidrasi dan alkalosis metabolik dan kolaborasi bila hal itu
terjadi.
5. Kaji perkembangan obstruksi dengan melakukan klem NGT setelah 72 jam
dan kemudian di cheek, bila retensi cairan kurang dari 350 cc selama ½ jam,
biasanya cairan per oral dapat diberikan kembali secara bertahap.

DX-3 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan


anoreksia; nausea dan pembatasan diit.

36
Perencanaan Keperawatan
Tujuan Keperawatan :
Nutrisi pasien terpenuhi.

Intervensi Keperawatan :
1. Bila pasien puasa, kolaborasi pemberian nutrisi perparenteral (TPN).
2. Bila pasien tidak puasa, beri makanan dengan porsi kecil tetapi sering serta
bervariasi.
3. Timbang berat badan 2 hari sekali.
4. Cek Hb pasien seminggu sekali.
5. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi tambahan.

DX-4 : Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan nyeri

Perencanaan Keperawatan :
Tujuan Keperawatan :
Pola istirahat dan tidur pasien kembali normal.

Intervensi Keperawatan :
1. Hindarkan makanan (berat maupun ringan) 1 jam sebelum tidur.
2. Memberi obat-obatan sesuai program misalnya obat-obat yang dimakan
malam hari sebelum tidur.
3. Minum susu porsi kecil (± 150 cc ) 1 jam sebelum tidur.

Penatalaksanaan Bedah
Tindakan pembedahan bertujuan untuk :
1. Meminimalkan kemampuan 1ambung menskresi Hc1.
2. Mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi pada kondisi-kondisi yang
tidak dapat ditanggulangi dengan konservatif.
3. Mengatasi dampak akibat komplikasi ulserasi pada 1ambung dan duodenum.

Pre Operasi
1. NGT masih tetap terpasang dan masih tetap dihubungkan dengan suction.
2. Memberi pendidikan kesehatan tentang prosedur pembedahan; tujuan
tindakan.
3. Menjelaskan kepada pasien tentang penggunaan alat-alat seperti drain, NGT
setelah tindakan operasi. Serta jelaskan pula hal-hal yang dilakukan segera
setelah operasi seperti menarik napas dalam; posisi semi fowler. Tetap
puasa sampai beberapa hari setelah operasi.
4. Membersihkan daerah operasi.
5. Menyiapkan kebutuhan cairan; obat-obatan dan darah.

37
Jenis-Jenis Operasi
1. Vagotomi adalah pemotongan vagus
 Pemotongan vagus seluruhnya disebut vagotomi truncal
 Pemotongan vagus partial disebut vagotomi selektif.
 Pemotongan vagus partial, hanya memotong bagian yang mempersarafi sel
parietal disebut vagotomi superselektif.
2. Piloroplasti
Dokter melebarkan striktura pilorus dengan cara menginsisi pilorus
longitudinal dan transversal.
3. Gastroenterostomi
 Antraktomi, pengangkatan antrum
 Sub total gastrektomi
(Billroth I : gastroduodenostomi)
(Billroth II : gastrojejenostomi)

Post Operasi
Diagnosa keperawatan post operatif
1. Nyeri sehubungan dengan efek pembedahan
2. Potensial cairan kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan nausea,
muntah; atau kemungkinan perdarahan, penggunaan NGT.

DX-1 : Nyeri sehubungan dengan efek pembedahan.

Perencanaan Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Pasien mengalami nyeri yang minimal

Intervensi Keperawatan
1. Jelaskan penyebab nyeri pada pasien
2. Jelaskan efek kecemasan terhadap peningkatan rasa nyeri.
3. Kaji pola tidur pasien dan pengaruh nyeri terhadap tidur.
4. Ciptakan lingkungan agar pasien dapat tidur.
5. Bimbing pasien melakukan relaksasi dan masage, tidur selang seling dan
napas dalam 2-4 jam.
6. Berikan posisi semifowler untuk meningkatkan ekspansi dada.
7. Bimbing pasien menahan luka insisi pada saat batuk.
8. Bantu pasien mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
rangsangan nyeri.
9. Hindarkan obat-obatan yang dapat menurunkan barier mukosa seperti asam
salisilat; adrenocarticotropik hormon serta obat-obat yang menghambat
sekresi asam lambung.
10. Hindarkan penggunaan stimulan seperti kopi, nikotin, dsb.

38
11. Hindarkan penggunaan alkohol.
12. Beri obat-obat sesuai program dan kaji respon pasien terhadap pengobatan.
13. Pemberian diit bertahap setelah 2 hari mendapat nutrisi parenteral.
14. Anjurkan pasien untuk melaporkan tanda komplikasi seperti perasaan penuh;
kelelahan dan hematemesis.
15. Pertahankan patency NGT, lakukan aspirasi terus menerus.

DX-2 : Potensial cairan kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan


nausea, muntah; pemasangan NGT; kemungkinan perdarahan.

Perencanaan Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Tidak terjadi ketidak seimbangan cairan (cairan tubuh tetap seimbang)

Intervensi Keperawatan
1. Kaji adanya nausea; muntah; warna feses (merah, hitam), haus; diaphoresis,
nyeri, takhikardi, TD menurun, urine out put, haemoglobin dan nilai
hematokrit.
2. Pertahankan pemberian cairan sesuai program termasuk transfusi bila indikasi
jelas.
3. Ukur intake dan out put cairan.
4. Monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam.
5. Ukur cairan drain dan NGT serta perdarahan luka.

Komplikasi Operasi Lambung


1. Dumping Syndrom
Penggunaan makanan yang terlalu cepat ke dalam jejenum tanpa
pencampuran dan proses digesti diduodenum.
Dapat terjadi 6-12 bulan setelah pembedahan lazimnya tanda-tanda tampak 5-
30 menit setelah makan.

Manifestasi klinisnya antara lain :


- Vertigo
- Takhikardi
- Sinkop
- Berkeringat
- Pucat
- Palpasi
Bolus hipertonik masuk ke dalam campuran isotonik sehingga cairan akan
tertarik ke dalam usus sehingga volume sirkulasi menurun.

39
Upaya untuk mencegahnya :
1. Makan dengan hati-hati.
2. Menelan perlahan-1ahan.
3. Makan porsi kecil tetapi sering.
4. Diit tinggi protein, rendah lemak dan karbohidrat.
5. Menghindari minum sambil makan.

2. Anemi Perniciosa
Disebabkan defisiensi faktor instrinsik akibat pengangkatan sebagian
lambung. Diatasi dengan pemberian vit B12 parenteral.

3. Malnutrisi
Proses digesti dan absorbsi yang terganggu oleh karena cairan lambung dan
duodenal tidak adekuat.
Juga akan terjadi gangguan absorbsi kalsium dan vitamin D serta zat besi
sehingga pasien-pasien terpapar dengan anemi defisiensi zat besi dan
hipoka1semia.
Malnutrisi dapat diatasi dengan pemberian makanan tinggi protein, bertahap
dan penambahan suplemen besi, kalsium dan vitamin D.

Pengobatan pada Ulkus Peptikum

Tujuan utama pemberian obat-obatan pada ulkus peptikum adalah meng-


istirahatkan lambung. Berbagai obat yang diberikan mempunyai mekanisme yang
berbeda seperti :
1. Obat-obat untuk mengurangi sekresi Hc1 seperti :
- Anatagonis HP2 reseptor
- Antikolinergik
- Anti sekretari
2. Obat untuk menetralkan asam lambung.
3. Obat untuk melindungi barier mukosa lambung.

Antagonis HP2 Reseptor

Obat ini menghambat pengeluaran histamin yang dapat merangsang sekresi


Hc1. Contoh adalah ranitidine (zantac) dan cimetidine (tagamet). Diberikan
sebagai dosis tunggal menjelang tidur malam hari atau pada malam hari.

Antikolinergik

Obat ini menurunkan stimulasi vagal dengan menghambat asetil kolin.


Motilitas lambung akan menurun dan sekresi dan sekresi gaster dihambat. Contoh

40
obat dicyclomine (bentyl, bentylol) dan propantheline bromode (propanthel).
Dapat diberi bersama-sama dengan obat lain. Sangat efektif untuk mengurangi
nyeri lambung. Efek samping : pandangan kabur; kontipasi; retensi urin dan
takhikardi.

Obat Antisekretori
Obat menekan sistem enzym ATP ase dalam memproduksi asam lambung.
Contoh obatnya adalah ameprazole (prilosec, losec). Diberikan dosis tunggal
menjelang tidur.

Antacida
Obat ini menurunkan keasaman asam lambung. Digunakan secara teratur
sehabis makan. Antasid efektif antara ½ - 3 jam. Untuk ulser yang aktif antasida
dapat diberikan setiap 3 jam dan menjelang tidur. Contoh obatnya adalah
Mylanta; gelusil. Pemberiannya dikombinasi.
Jenis antasida tidak boleh diberi bersama-sama dengan jenis antagonis H2
reseptor seperti tagamet. Jarak penggunaannya ½ - 1 Jam. Tagamet diberikan ½
jam sebelum makan.

41
Pendidikan Kesehatan untuk Pasien
Dengan Ulkus Peptikum

Pengobatan
1. Menjelaskan dosis, cara pemberian, cara kerja, dan efeksamping.
2. Lanjutkan obat untuk waktu yang ditentukan, walaupun ketika gejala tidak
ada.
3. Usahakan agar setiap saat mudah mendapatkan antasida
4. Antisipasi peningkatan kebutuhan akan antasida selama periode-periode
stress.
5. Hindarkan pengobatan sendiri dengan antasida sistemik (bicarbonat soda)
yang merubah keseimbangan asam basa.
6. Hindarkan obat-obat ulceregenik seperti salisilat, ibuproten, Kortikosterid.

Merokok
1. Berhenti merokok jika mungkin.
2. Jika menghentikan merokok menyebabkan peningkatan rasa tidak nyaman
dari stress, anjurkan untuk mengurangi jumlah rokoknya

Makan
1. Makanlah 3 kali makanan seimbang dalam sehari.
2. Makanlah snack diantara waktu makan jika ini membantu mengurangi rasa
nyeri.
3. Hindarkan makanan yang meningkatkan rasa tidak nyaman/merangsang
sekresi asam.
4. Jika minum alkhohol, minumlah dalam jumlah sedang dan tidak pada waktu
lambung kosong.
5. Hindarkan stress pada waktu makan dan istirahat untuk beberapa saat setelah
makan

42
6. Bila mungkin tidak mengkonsumsi alkhohol.

Relaxasi dan reduksi stress


1. Berpartisipasilah dalam rekreasi dan hobi yang meningkatkan relaxasi.
2. Tidur malam yang baik dengan waktu yang teratur.
3. Gunakan teknik relaxasi untuk menurunkan efek-efek stress.
4. Berpartisipasilah dalam program latihan yang baik untuk meningkatkan
kesehatan
5. Aturlah lingkungan rumah dan tempat kerja untuk menjaga agar stressor pada
tingkatan yang wajar.
6. Hindarkan faktor-faktor yang diketahui dapat meningkatkan gejala-gejala jika
mungkin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER


LAMBUNG

Pendahuluan

Kanker lambung merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada


golongan karsinoma. Sering dijumpai pada usia 50 ke atas dengan prevalensi
tertinggi pada pria dibanding wanita. Keluhan-keluhan yang menyertai kanker
lambung amatlah mirip dengan keluhan-keluhan lambung yang biasanya sehingga
seringkali hanya diprediksi sebagai gastritis atau ulkus peptikum (Donna, 1995).
Dengan demikian tidak jarang pula, pasien datang pada kondisi yang berat.
Penyebab kanker lambung belum diketahui, namun diidentifikasi faktor-
faktor penyebab antara lain :
1. Anemi perniciosa
2. Gastritis atropik kronik
3. Achlorhidria
4. Zat-zat karsinogen : daging yang di asap dan diasinkan
5. Rokok
6. Fc. Herediter

Pathofisiologi

Karsinoma gaster tersering adalah jenis adenokarsinoma yang berkembang


dari membran mukosa lambung. Kanker gaster stadium dini didasarkan
perubahan patologi mukosa dan sub mukosa sehingga menampakkan tanda ulkus
peptikum.

43
Kanker gaster tersering ada pada daerah pilorus dan antrum
Kanker pada daerah cardia dan pilorus menyebabkan tanda-tanda obstruksi seperti
nyeri epigastrium dan muntah serta keluhan cepat kenyang. Muntah disini dapat
dibedakan, bila kanker pada cardia, muntah terjadi segera setelah makan
sedangkan bila pada pilorus, muntah beberapa saat setelah makan.
Bila stadium sudah lanjut, maka akan tampak tanda-tanda perdarahan
lambung; gangguan digesti dan absorbsi nutrien dan vitamin akan dijumpai.
Pasien akan mengalami anemi berat akibat nutrisi yang buruk dan perdarahan,
disamping kondisi kekurangan vitamin.

Kanker gaster dapat menyebar dengan berbagai cara termasuk:


1. Penyebaran ke dinding gaster dan kelenjar limpatik.
2. Penyebaran langsung ke organ-organ disekitar seperti liver pankreas; dan
kolon.
3. Penyebaran hematogen melalui vena porta ke liver dan melalui sistem
sirkulasi ke paru-paru dan tulang (tempat metastasis tersering).

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan meliputi pengumpulan data tentang :
1. Riwayat faktor-faktor resiko (faktar predisposisi) berkembangnya kanker
gaster seperti :
 Gastritis kronis
 Anemi pernisiosa
 Tumor jinak gaster
 Polip gaster
 Pembedahan gaster
 Pria
 Usia di atas 50 tahun :

2. Riwayat diit, untuk mengkaji kemungkinan mengonsumsi makan yang


mengandung nitrat, makanan yang diasinkan.

3. Pola makan
Adanya perubahan nafsu makan disertai atau tanpa disertai penurunan berat
badan.

4. Riwayat kebiasaan merokok

5. Keluhan sekarang, mencakup :

44
 Nyeri (Heartburn)
Kaji kapan mulai, lamanya, frekuensi, lokasi, faktor yang
membangkitkan nyeri dan faktor yang mengurangi, serta bagaimana
nyeri mempengaruhi kemampuannya beraktifitas.
 Mual, dan muntah
Kaji apakah berhubungan dengan makanan atau dengan makanan jenis
tertentu. Muntah dapat terjadi segera setelah makan atau beberapa saat
setelah makan.
 Cepat kenyang dan perasaan tidak nyaman pada gaster.
 Penurunan berat badan.
 Tidak nafsu makan.

6. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik akan dijumpai beberapa data penting seperti :
 Adanya massa di gaster melalui perabaan atau hepatomega1i dan asites
bila metastase ke liver sudah terjadi.
 Pembesaran dan pengerasan kelenjar limpha supra klavikula kiri, axilla
kiri.
 Tanda metastasis :
 Virchow's node (pembesaran kelenjar limpha supraklavikula kiri)
 Blumer's shelf (acites akibat metastasis ke liver)
 Infiltrasi umbilicus
 Krukenberg's tumor (metastasis tumor ovarium).
 Kulit pucat, cachexia
 Acanthosis nigricans (kelainan pada kulit axilla berupa pigmentasi dan
bersisik/kasar.

7. Pengkajian Psikososial
Tidak ada perubahan psikologis yang khas, hanya saja dapat terjadi
kecemasan, depresi karena prognosis penyakit yang buruk. Kaji
kemampuan koping pasien, kekuatan dan support system yang dimilikinya.

8. Analisa Hasil Diagnostic


 Anemi dari yang ringan sampai berat (anemi mikrositik atau makrositik)
yang berhubungan dengan anemi defisiensi Fe dan gangguan absorbsi
B12.
 Darah dalam feses
 Hipoalbuminemi
 Penyimpangan nilai LFT (Bi1irubinemia, nilai alkaline phospatase
meningkat).
 Endoskopi dan barium enema.

45
Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan kanker gaster
:
1. Nyeri sehubungan dengan kompresi tumor.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan nafsu makan
menurun, nausea, muntah dan nyeri.
3. Intoleran terhadap aktifitas sehubungan dengan kelemahan fisik; keterbatasan
aktifitas. Volume cairan kurang sehubungan dengan muntah-muntah.
4. Kecemasan sehubungan dengan pembedahan; hospifalisasi perubahan gaya
hidup.
5. Takut sehubungan dengan ancaman hidup; pengobatan.

Perencanaan Keperawatan

DX-1 : Nyeri sehubungan dengan kompresi tumor

Tujuan Keperawatan
Pasien mengalami nyeri yang minimal.

Intervensi Keperawatan
1. Kaji derajat-nyeri dengan skala penilaian.
2. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan.
3. Lakukan berbagai tehnik untuk mengurangi nyeri seperti :

 Tehnik Relaksasi
Secara fisik, melakukan massage, mengusap punggung atau melap
seluruh badan dengan air hangat.
Secara psikologi, memperbincangkan hal-hal yang menyenangkan bagi
pasien, mendengarkan musik.
 Tehnik Distraksi
Salah satu bentuk distraksi adalah imaginasi. Pasien di dorong untuk
meng-ingat atau memikirkan berbagai kesenangan; perasaan yang
menyenangkan; dan kejadian lain yang membuat perasaan senang.

DX-2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan nafsu


makan menurun, nausea, muntah dan nyeri.

Tujuan Keperawatan :
Pasien akan meningkatkan intake makanan dalam upaya memenuhi kebutuhan
tubuh.

46
Intervensi Keperawatan :
1. Beri makanan tinggi protein, rendah lemak, bentuk ( lunak, halus) sesuai
kondisi. Porsi kecil dan sering (6x/hari) Hindarkan makanan yang
merangsang.
2. Bila muntah terus menerus, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian nutrisi
parenteral (Total parenteral nutrition) gastrostomi bila diperlukan (lihat As-
Kep. Gastrostomi).
3. Kolaborasi pemberian anti emetik dan berikan sesuai program terapi.
4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan.
5. Berikan vitamin, zat besi dan suplemen protein sesuai program terapi.
6. Bersama pasien dan keluarga mengkaji kebiasaan makan, makanan
kesukaan.
7. Konsulkan ke bagian gizi untuk menentukan pola diit selanjutnya
8. Timbang berat badan secara teratur.

DX-3 : Intoleran terhadap aktifitas sehubungan dengan kelemahan fisik;


keterbatasan aktifitas.

Tujuan Keperawatan :
Kebutuhan hidup sehari-hari pasien terpenuhi.

Intervensi Keperawatan :
1. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas.
2. Mandikan pasien di tempat tidur 2x/hari
3. Bantu eliminasi di tempat tidur bila kondisi klien sangat lemah.
4. Suapi pasien dengan penuh kesabaran.
5. Ikut sertakan keluarga dalam membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari
pasien.

DX-4 : Volume cairan kurang sehubungan muntah-muntah.

Tujuan Keperawatan
1. Cairan tubuh pasien adekuat
2. Tidak dijumpai tanda-tanda dehidrasi.

Intervensi Keperawatan
1. Beri minum sedikit-sedikit tapi sering diantara waktu makan.
2. Catat pengeluaran cairan melalui muntah atau drain bila ada.
3. Monitor tanda-tanda dehidrasi setiap 4 jam seperti turgor kulit jelek; mukosa
mulut kering, urin sedikit, peningkatan suhu tubuh.
4. Observasi nilai Hb, Ht secara berkala.

47
5. Kolaborasikan dengan dokter kemungkinan pemberian cairan parenteral.

DX-5.6 : Kecemasan, ketakutan sehubungan dengan ancaman hidup;


perubahan gaya hidup.

Tujuan Keperawatan :
Kecemasan pasien menurun
Pasien dapat mengikuti program pengobatan
Pasien dapat mengadaptasi perubahan-perubahan akibat penyakit.

Intervensi Keperawatan :
1. Perkenalkan pasien dengan tim kesehatan yang akan membantunya di rumah
sakit.
2. Bersama dokter menjelaskan rencana pengobatan pasien.
3. Menginformasikan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
4. Menjelaskan penyakit pasien, penyebab dan upaya-upaya yang akan
di1akukan.
5. Memberi dorongan bagi pasien bahwa keikutsertaannya dalam program
pengobatan sangat menentukan keberhasilan pengobatan.
6. Mengikutsertakan keluarga dalam perawatan pasien di rumah sakit.
7. membantu pasien dalam mengadaptasi perubahan-perubahan akibat penyakit
yang diderita seperti :
 Penyakit yang diderita adalah realita yang harus dihadapi.
 Dengan keterbatasan yang bagaimanapun, seseorang harus dapat
menerimanya sebagai seorang ciptaan Tuhan.

Penatalaksanaan Medik
Seperti halnya pada keganasan-keganasan yang lain, bentuk penanganan pasien
kanker gaster mencakup :
1. Kemoterapi
Obat yang sering digunakan adalah fluoro uracil (5-Fu) dikombinasi dengan
doxo rubicin (adriamicyn) dan mitomycin C.

2. Radioterapi

48
Radiasi dapat dilakukan sebelum tindakan pembedahan atau setelah post
operasi. Side efek radiasi biasanya adalah kerusakan kulit; kelelahan dan
anorexia.

3. Pembedahan
Tindakan pembedahan biasanya dilakukan pada stadium dini dimana
metastase belum terjadi. Jenis tindakan operasi dapat berupa sub total
gastrektomi; dengan melakukan Bill roth I atau Billroth II atau pada stadium
lanjut dapat dilakukan gastrektomi total. (Untuk perawatannya rujuk pada
perawatan pasien ulkus peptikum dengan pembedahan gaster.
Asuhan keperawatan pasien dengan gastrostomi ada pada uraian berikut.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTROSTOMI

Gastrotomi merupakan suatu tindakan bedah untuk membuat lubang pada


gaster untuk tujuan memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi pasien. Untuk
memaksimalkan fungsi gastrostomi perlu dilakukan perawatan khusus antara lain
:

49
1. Untuk mempertahankan integritas kulit, lakukan
 Pemeriksaan kondisi kulit sekitar gastrostomi.
 Bersihkan kulit sekitar slang/kateter serta pertahankan tetap kering.
 Ganti balutan penutup kulit sekitar gastrostomi.

2. Untuk meningkatkan fungsi lambung


 Sambungkan slang dengan penghisap tekanan rendah untuk menjaga
tekanan yang konstan.
 Periksa secara berkala keadaan slang.
 Ukur dan catat pengeluaran cairan dari slang setiap 8 Jam.
 Auskultasi setiap jam peristaltik usus.
 Periksa apakah pasien mengalami kembung; mual dan perasaan penuh
dan kolaborasikan dengan dokter.

3. Untuk meningkatkan nutrisi pasien


 Berikan makan sesuai program
 Setiap kali akan makan, buka klem dan hisap isi lambung. Jika volume
residu 75 cc atau lebih tunda pemberian makan dan kolaborasikan
dengan dokter.
 Posisi pasien pada saat makan adalah fowler.
 Berikan makanan dalam keadaan suhu ruangan.
 Beri makanan cair dengan hati-hati .
 Sebelum makan beri minurn 50 cc.
 Memberi makanan tidak perlu didorong, cukup dengan gaya gravitasi.
Volume 200-500 ml berikan dalam waktu 15 menit.
 Bilas lagi slang dengan air putih 50 cc.
 Pertahankan posisi duduk setelah makan.
 Mengukur berat badan setiap hari.
 Monitor tanda-tanda dehidrasi.

4. Untuk mempertahankan rasa nyaman


 Lakukan oral higiene 2x/hari
 Dorong agar pasien mengungkapkan perasaannya sehubungan dengan
ketidak mampuan makan dengan baik.
5. Untuk meningkatkan pengetahuan pasien/keluarga
 Jelaskan diit pasien di rumah
 Bentuk makanan
 Jumlahnya
 Cara makan dan posisi pada saat makan dan sesudahnya.
 Cara menyiapkan

50
 Jelaskan cara mempertahankan keutuhan kulit antara lain mengganti
balutan setiap hari, dll.
 Jelaskan kapan harus follow up.
 Jelaskan perubahan yang harus diwaspadai dan segera lapor ke petugas,
seperti posisi slang; muntah; diare; perdarahan dan infeksi.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


THYPUS ABDOMINALIS

51
Pengertian

Thypus abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh


kuman Salmonella thyposa, Salmonella parathypi A, B, C, menyerang usus halus
khususnya daerah ileum.
Termasuk golongan penyakit tropis yang sangat berhubungan erat dengan
kebersihan perseorangan dan lingkungan. Dapat dengan mudah berpindah ke
orang lain melalui Fecal Oral artinya Kuman Salmonella yang ada pada feses
penderita atau karier mengkontamisasi makanan atau minuman orang sehat.

Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh Kuman :
 Salmonella thyposa
 Salmonella parathypi A, B, C.
Kuman Salmonella termasuk golongan bakteri berbentuk batang, gram negatif
mempunyai Flagel yang memungkinkan kuman ini dapat bergerak ; tidak berspora
serta mempunyai tiga (3) antigen yaitu :
Antigen O (HgO) : antigen pada bagian Soma
Antigen H (AgH) : antigen pada bagian Flagel
Antigen Vi (AgVi) : antigen pada bagian Kapsul

Pathofisiologi

Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh Kuman Salmonella


masuk ke dalam lambung, selanjutnya lolos dari sistem pertahanan lambung,
kemudian masuk ke usus halus. Melalui folikel limpa masuk ke saluran limpatik
dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakteremia.
Bakterimia pertama-tama menyerang Sistem Retikulo Endotelial (RES)
yaitu hati; lien, dan tulang. Kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di
dalam tubuh antara lain Sistem saraf pusat : ginjal, jaringan limpha.
Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati masuk ke kandung empedu
sehingga terjadi Kolesistitis. Cairan empedu akan masuk ke duodenum dan
dengan Virulensi Kuman yang tinggi akan menginfeksi intestin kembali
khususnya bagian ileum dimana akan terbentuk Ulkus yang lonjong dan dalam.
Masuknya kuman ke dalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan
tanda dan gejala suhu tubuh mulai naik turun khususnya suhu akan naik pada
malam hari dan menurun menjelang pagi dan siang hari. Demam yang terjadi
pada masa ini disebut demam intermitten, (Suhu yang tinggi, naik turun dan
turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan

52
terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun ini tidak selalu
terjadi dapat pula terjadi sebaliknya.
Setelah kuman melewati fase awal intenstinal, kemudian masuk ke Sirkulasi
sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi (Demam
remitten), kadang disertai gangguan kesadaran seperti delirium, mungkin
konstipasi masih tetap terjadi ; pasien akan tampak lemah dan tanda-tanda lain
akibat peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi. Serta tanda-tanda infeksi pada
RES seperti nyeri perut kanan atas; Splenomegali dan hepatomegali.
Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi dengan
tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi tetapi nilainya lebih rendah dari fase
bakterimia dan berlangsung terus menerus (Demam Kontinue), lidah kotor, tepi
hiperenis; penurunan peristaltik; gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan
terjadi distensi; diare dan pasien merasa tidak nyaman, pada masa ini dapat terjadi
perdarahan usus. Perporasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat,
peristaltik menurun bahkan hilang; melena; Tanda-tanda Schock dan penurunan
kesadaran.

Pengkajian Keperawatan
Data Subjektif:
1. Pola hidup sehari-hari
Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak diolah dengan baik. Sumber
air minum yang tidak sehat dan kondisi/lingkungan rumah tempat tinggal
yang tidak sehat, serta kebersihan perseorangan yang buruk.
2. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama dan kapan terjadi
3. Riwayat keselamatan keluarga.
Apakah di dalam keluarga ada yang pernah atau sedang menderita penyakit
yang sama ?
4. Keluhan yang dirasakan pasien, selalu kaji lengkap dengan P Q R S T.
Keluhan-keluahan yang lazim dikeluhkan oleh penderita thypus abdominalis
antara lain:
a) Peningkatan suhu tubuh yang berfluktuasi
b) Tubuh lemah
c) Kurang nafsu makan
d) Perut Kembung
e) Konstipasi / diare
f) Nyeri abdomen

53
Data Objektif
1. Peningkatan suhu tubuh
Minggu I : Domain Intermitten
Minggu II : Demam Remitten
Minggu III : Demam Kontinue
2. Relatif BradiKardi
Peningkatan satu derajat Celcius suhu tubuh akan disertai penambahan
denyut nadi namun pada sebagian penderita ini dapat dijumpai justru
sebaliknya yaitu Bradi kardi.
3. Lidah Kotor (berselaput putih) dan tepi hiperemis; stomatitis.
Tanda ini jelas mulai tampak pada minggu ke dua berhubungan dengan
infeksi sistemik dan endotoxin kuman.
4. Hepatoimegali dan Splenomegali
Pembesaran hepar dan lien mengindikasikan infeksi RES yang mulai terjadi
pada minggu ke II
5. Tanda Murphy positif
Menandakan Infeksi kandung empedu
6. Peristaltik
Dijumpai penurunan peristaltik atau bahkan hilang
7. Konstipasi atau diare
Konstipasi terjadi pada minggu I dan selanjutnya dapat terjadi diare
8. Didstensi abdomen dan nyeri
9. Hematemesis dan melena
Dapat terjadi perdarahan ulkus ileum yang akan menyebabkan hematemesis
(muntah darah) dan melena (berak darah), Distensi abdomen; hipo
peristaltik / a peristaltik.
10. Tanda-tanda gangguan sirkulasi akibat perdarahan yaitu;
• Perubahan tanda-tanda vital khususnya nadi dan tekanan darah
• Kulit pucat; akral dingin
• Penurunan Kesadaran
11. Tanda-tanda Peritomitis
• Suhu tubuh sangat tinggi
• Distensi abdomen dan tegang
• Kesadaran menurun
• A peristaltik
12. Pemeriksaan darah
• Kadar Hb; Ht
• Leukosit dan diff
• Khas penurunan leukosit (leukopeni) oleh karena endotoxin kuman
menekan RES dalam memproduksi leukosit.

54
Pemeriksaan gaal dan widal
Mengukur kadar / titer antigen soma dan flagel (Titer O dan H). Yang lebih
akurat adalah Kadar Titer O. Peningkatan kadar Titer ini menggambarkan
Virulensi kuman. Qaal adalah biakan cairan empedu, hasil yang diharapkan
adalah berupa qaal positif (+) atau negatif (-).

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan
thypus abdominalis adalah :
1. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh akibat
infeksi kuman salmonella.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan anoreksia; gangguan digesti
dan absorbsi nutrien
3. Potensial terjadinya komplikasi (perdarahan, perporasi dan peritonitis)
sehubungan dengan perlukaan ulkus intestinal.
4. Intoleran aktifitas sehubungan dengan kelemahan fisik; penurunan kesadaran.

Perencanaan keperawatan

DX1
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi
kuman salmonella.

Tujuan keperawatan
Mempertahankan rasa nyaman
Peningkatan suhu tubuh dapat terkontrol selama proses infeksi berlangsung.

Intervensi Keperawatan
1. Upayakan penurunan suhu tubuh dengan berbagai cara :
a. Optimalkan proses Konveksi
b. Optimalkan proses Konduksi
c. Optimalkan proses Evaporasi
d. Optimalkan proses Radiasi

 Pertahankan ventilasi udara yang cukup di ruangan
 Beri kompres dingin pada daerah axilla; lipatan paha (di mana
pembuluh darah banyak di sana)
 Gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
 Bila suhu tubuh sangat tinggi di mana dengan kompres dingin tidak
dapat ditoleransi oleh pasien, maka gunakanlah pembasuah seluruh
tubuh dengan air hangat
 Tempatkan pasien di ruangan yang sejuk.

55
1. Tingkatkan hidrasi per oral bila kesadaran baik dan tidak ada kontra indikasi
seperti tidak ada peristaltik dan distensi abdomen. Peningkatan suhu tubuh
satu derajat Celcius membutuhkan tambahan hidrasi + 5-10 cc/kg-BB/hari.
2. Kolaborasi pemberian obat-obatan golongan analgetik bila dengan intervensi
perawatan suhu tubuh tidak turun.
3. Pemberian obat-obatan sesuai jadwal dan dosis pemberian.
Obat pilihan adalah golongan Chlorampenikol, tambahan obat lain sesuai
program seperti vitamin B Kompleks dan lain-lain.
4. Pasien bed rest Total di tempat tidur.

DX2
Nutrisi kurang dari kebutuhun tubuh sehubungan dengan anoreksi; gangguan
digesti dan absorbsi nutrisien.

Tujuan Keperawatan
Mempertahankan nutrisi yang optimal
Berat badan dan kadar hemoglobin dalam batas normal

Intervensi keperawatan
1. Berikan makan kalori tinggi protein.
Bentuk makanan disesuaikan dengan kondisi pasien. Tentang bentuk
makanan ini ada dualisme pendapat antara perlunya makanan saling diberikan
selama terjadi peningkatan suhu tubuh dan sebaliknya. Namun banyak ahli
yang tetap sependapat dengan diit cair dipertahankan selama pasien panas
2. Upayakan peningkatan nafsu makan
 Sajikan makanan semenarik mungkin
 Porsi kecil sesuai kemampuan pasien
 Lakukan oral higiene secara teratur 2 kali sehari dan kumur-kumur
sebelum dan sesudah makan
3. Kolaborasi pemberian Nutrisi perparenteral, bila nutrisi per oral sulit dicapai
4. Timbang berat badan setiap 3 hari bila kondisi pasien memungkinkan.

DX3
Potensial terjadinya komplikasi (perdarahan, perporasi dan peritonitis)
sehubungan dengan perlukaan ulkus Intestinal.

Tujuan Keperawatan
 Tidak terjadi komplikasi
 Fungsi sirkulasi baik.

56
Interevensi keperawatan
1. Posisi tetap bed rest Total di tempat tidur sampai 3 hari bebas panas
2. Ukur intake cairan baik per oral maupun per parental.
Pengeluaran cairan sangat perlu di catat.
3. Monitor secara ketat tanda-tanda komplikasi seperti hematemesis - melena ;
Distensi dan Defans muskuler abdomen; penurunan kesadaran; hipotensi;
takhikardi-bradi Kardi dan peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi.
4. Hindarkan intake makanan yang keras ; merangsang, buah yang
mengeluarkan gas.
5. Berikan obat-obata ruborantia sesuai program terapi.
6. Bila ada tanda-tanda komplikasi, segera kolaborasikan dengan tim medis
untuk tindakan selanjutnya seperti pemasangan NGT dan pasien dipuasakan
atau perlu tindakan operasi.

DX4
Intoleran aktifitas sehubungan dengan kelemahan fisik; penurunan kesadaran; bed
Rest.

Tujuan keperawatan
Kebutuhan aktifitas sehari-hari terpenuhi
• Kebersihan diri
• Mobilisasi
• Eliminasi

Intervensi keperawatan
1. Bantu semua aktifitas pasien di tempat tidur:
 Mandikan pasien 2 kali sehari
 Ganti pakaian setiap hari dan sesewaktu bila kotor
 Buang air besar dan buang air kecil dibantu di tempat tidur
 Suapi pasien makan
 Miringkan pasien setiap 2 jam
 Lakukan massage di daerah yang tertekan dan beri minyak pelembab
 Lakukan latihan pasif pada extremitas 2 kali sehari
2. Kaji respon pasien setiap kali melakukan aktifitas. Bila terjadi peningkatan
suhu tubuh, batasi aktifitas.
3. Beri penghalang di sisi tempat tidur bila kesadaran menurun.

Pendidikan kesehatan
Pengetahuan tentang hidup sehat perlu disampaikan pada pasien dan
keluarga untuk mencegah infeksi ulang karena kuman yang sama.

57
Pendidikan Kesehatan ini mencakup :
1. Penyediaan makanan sehat.
 Pengolahan makanan sesuai dengan cara sehat (bahan makanan dicuci
kemudian dimasak)
 Menggunakan air bersih / sehat
 Mencegah binatang mencemari makanan (makanan selalu tertutup)
 Hindarkan mengkonsumsi makanan yang tidak terjamin kebersihannya.
2. Kebersiahan perseorangan yang baik
 Mencuci tangan sebelum makan dan selalu menggunakan sendok
 Kuku selalu pendek dan bersih
 Mencuci tangan dengan sabun pada waktu cebok sehabis bab
3. Kebersihan lingkungan tetap terjaga
 Cegah perkembangbiakan vektor
 Tumpukan sampah
 Lantai kotor
 WC terbuka dan kotor
 Bersihkan lingkungan dalam rumuh dan sekitar rumah setiap hari
 Cegah aliran air kotor yang tersumbat.

58
Asuhan Keperawatan Fasten Dengan
Sindroma Malabsorbsi

Pengertian

Sindroma Malabsorbsi merupakan gejala yang disebabkan oleh gangguan


fungsi usus halus khususnya digesti dan absorbsi. Gangguan digesti selalu disertai
gangguan absorbsi karena proses digesti menjadikan nuntrien dapat diserap
setelah diubah menjadi bentuk tertentu. Bila digesti tidak berlangsung baik maka
absorbsi tidak akan terjadi.
Malabsorbsi dapat terjadi terhadap Karbohidrat, lemak dan protein. Barbara
C. Long (1987) mengatakan bahwa Malabsorbsi lemak merupakan kasus yang
sangat sering di jumpai dari mulai gejala yang ringan sampai yang berat.

Patofisiologi
Sindrom Malabsorbsi dapat terjadi karena gangguan salah satu atau
lebih Fase digesti dan absorbsi nutrien yaitu :
1. Fase Intraluminal
Gangguan ada pada saat kimus masuk ke duodenum untuk proses digesti.
Nutirien akan diabsorbsi dalam bentuk tertentu. Proses digesti berlangsung
oleh karena tersedianya enzim-enzim usus halus; enzim-enzim pankreas.;
cairan lambung dan cairan empedu.
Bila salah satu substansi ini kurang sehingga proses digesti tidak berlangsung
baik maka nutrien tidak dapat diabsorbsi.
Kondisi ini dapat terjadi pada :
 Sub total gastrektomi
 Insufisiensi pankreas
 Insufisiensi Hepar
 Obstruksi Duktus Biliaris
 Enteritis
2. Fase Mukosal
Gangguan terjadi pada saat nutrien sudah siap untuk di absorbsi. Nutrien
sudah siap untuk diabsorbsi, namun tidak terjadi oleh karena Villi-villi usus
yang tidak dapat berfungsi optimal.
Kondisi ini dapat terjadi pada :
 Enteritis karena radiasi
 Enteritis alergika
 Crohn desease

59
 Celiac desease
 Iskemi Intestinal
3. Fase Transit
Gangguan transport nutrien ke dalam pembuluh limpa dan pembuluh darah
Proses digesti dan absorbsi berlangsung baik.
Kondisi ini dapat terjadi pada :
 Obstruksi Limpatik
Gangguan supply darah
Manifestasi klinis bervariasi tergantung pada :
 Jenis Enzim yang kurang
 Derajat kekurangan (total atau partial)
 Lamanya
Defisiensi Lipase akan menyebabkan Malabsorbsi lemak dan defisiensi
vitamin yang larut dalam lemak; Defisiensi protease menyebabkan
malabsorbsi protein; defisiensi amilase menyebabkan malabsorbsi
karbohidrat; Defisiensi faktor Intrinsik menyebabkan Anemi megaloblastik.

Pengkajian Keperawatan
Data Subjektif meliputi :
1 . Data Demografi
 Usia
Malabsorbsi dapat terjadi pada semua tingkat usia. Defisiensi enzim pada
usia dini (bayi dan balita) dihubungkan dengan Faktor (Congenital
(Donna, 1991).
2. Riwayat penyakit
Tanyakan kepada pasien dan keluarga sudah berapa lama gejala-gejala
terjadi; Kemungkinan faktor penyebab dan faktor-faktor yang mengurangi.
3. Keluhan Utama
Tanyakan juga kepada pasien dan keluarga, keluhan yang dirasakan saat
sekarang.
Keluhan yang sering didapati pada kondisi Malabsorbsi antara lain :
 Berat badan menurun (disebabkan Malabsorbsi zat-zat bergizi)
 Diare
 Kejang perut, Distensi dan Flatulence (disebabkan defisiensi laktase).
 Glositis, Stomatitis
 Mudah berdarah
 Amenore dan libido menurun
 Buta senja
 Nyeri tulang dan persendian
 Tidak Nafsu makan.

60
Data Objektif
Melalui pemeriksaan fisik akan dijumpai :
1. Tanda-tanda Malnutrisi dari yang ringan sampai yang berat :
 Tubuh tidak proporsional
Berat badan dan tinggi badan tidak sesuai dengan usia
 Kulit tampak pucat, Conjungtiva anemis, dan tampak tidak bersemangat.
 Rambut Kemerahan, jarang dan pecah-pecah.
 Kulit bersisik dan tipis mengkilap
 Perut membuncit
 Edema
 Mudah berdarah, dan luka sukar sembuh
 Mukosa mulut tipis, pucat-pucat dan terdapat lesi.
2. Tanda-tanda tambahan/penyerta
 Distensi perut, Flatulence; gas berbau busuk
 Steatorhoe
 Feses berminyak, mengkilap, bentuk besar dan mengapung di air.
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah tepi dan Kimia darah antara lain Kadar hemoglobin;
LFT; Kadar albumin; amilase;
 Pemeriksaan lemak dalam tinja
 Pewarnaan sudan
 Pemeriksaan secara kuantitatif
 Test Absorbsi B12 (Tes Schilling)

Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan syndrom
Malabsobsi antara lain:
1. Gangguan rasa nyaman (Distensi abdomen) sehubungan dengan penumpukan
asam laktat dan CO2 akibat Fermentasi Laktosa.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan gangguan absorbsi
nutrien di intestin; nafsu makan menurun.
3. Potensial cairan dan elektrolit tubuh kurang sehubungan dengan diare.
4. Potensial fraktur sehubungan dengan dekalsi fiksi tulang akibat defisiensi
Kalsium
5. Potensial terjadi lesi pada kulit sehubungan dengan kulit, kering dan edema.
6. Intoleran terhadap aktifttas sehubungan dengan kelemahan fisik.

61
Perencanaan Keperawatan
DX1
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan penumpukan asam laktat dan CO2
akibat fermentasi Laktase

Tujuan Keperawatan
Mempertahankan rasa nyaman; Distensi abdomen tidak terjadi

Intervensi Keperawatan
1. Hindarkan makanan yang mengandung laktose seperti susu.
2. Anjurkan pasien mengatur posisi yang nyaman.
3. Mengolesi abdomen dengan minyak mentol.
4. Anjurkan pasien merubah posisi miring kiri-kanan secara periodik.
5. Kolaborasi untuk pemberian obat untuk mengurangi pembentukan gas / me-
mudahkan pengeluaran gas.

DX2
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan gangguan absorbsi
nutrien di intensi.

Tujuan keperawatan
Jangka panjang
 Nutrisi pasien optimal
Jangka pendek
 Berat badan dapat meningkat
 Kadar Hb meningkat

Intervensi Keperawatan
1. Memberi makan sesuai diit yang ditentukan.
2. Menghindarkan makan yang tidak dapat dicerna dengan baik, misalnya tidak
tahan terhadap jenis tepung-tepungan.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga jenis makanan yang dapat
dikonstimsi dan jenis yang tidak diperbolehkan (sesuai dengan jenis
Malabsorbsinya)
4. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi tambahan parenteral bila kondisi sangat
buruk
5. Melakukan upaya-upaya agar pasien mau meningkatkan asupan makanan

62
 Penyajian
 Dukungan psikologis
 Kebersihan lingkungan
 Kebersihan Tubuh (Oral higiene)
6. Kolaborasi pemeriksaan Hb berkala
7. Ukur berat badan setiap 2 hari
DX3
Potensial cairan dan elektrolit kurang sehubungan dengan diare

Tujuan Keperawatan
Cairan dan elektrolit tubuh tetap tercukupi
 Tanda-tanda dehidrasi tidak terjadi (Turgor baik; mukosa mulut lembab)

Intervensi keperawatan
1. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan (30 - 40 ml/kg, BB 724 jam)
2. Kaji konsistensi feses, frekuensi dan bau
3. Bila diare berat/sering, tingkatkan asupan cairan, beri oralit sesuai indikasi.
4. Bila dengan oral asupan cairan tidak terpenuhi, kolaborasi pemberian cairar
perparental.
5. Monitor setiap jam atau sesuai kebutuhan tanda-tanda dehidrasi.

DX4
Potensial Fraktur sehubungan dengan dekalsifikasi tulang akibat defisiensi
kolsium

Tujuan keperawatan
Pasien tidak mengalami Fraktur

Intervensi keperawatan
1. Anjurkan pada pasien untuk melakukan mobilisasi perlahan-lahan dan
bertahap.
2. Cegah beban yang berlebihan pada bagian tubuh tertentu seperti menyanggah
tubuh dengan satu kaki.
3. Kolaborasi untuk pemberian preparat kalsium.
4. Bantu pasien untuk beraktivitas sesuai kemampuan pasien.

DX5
Potensial terjadinya Lesi pada kulit sehubungan dengan kulit tipis dan kering,
edema.

Tujuan keperawatan
Tidak terjadi lesi pada kulit pasien.

63
Intervensi keperawatan
1. Gunakan sabun lembut (Non soda) bila membersihkan kulit pasien.
2. Gunakan handuk yang lembut untuk mengeringkan tubuh pasien.
3. Berikan pelembab (baby oil) sehabis mandi dan sesewaktu bila diperlukan.
4. Cegah penekanan yang lama pada bagian tubuh tertentu.
5. Periksa setiap hari pada saat mandi kondisi kulit pasien.
5. Anjurknn untuk tidak menggaruk bila gatal, tetapi gunakan talk.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS

Pengertian

Apendisitis adalah peradangan akut vermiform apendix. Apendix


menyerupai kantong kecil melekat pada sekum di colon panjangnya 0,8 - 2,4 cm.
Apa fungsi apendik tidak diketahui. Sebagai bagian dari sekum, apendik terisi
bahan makanan dan dikosongkan secara teratur. Peradangan dapat terjadi bila
lumen apendik tersumbat atau terinvasi kuman.

Patofisiologi

Jika peradangan terjadi pada. apendik, lumen menjadi terobstruksi, mukosa


mengeluarkan sekret secara terus menerus sehingga tekanan di lumen lebih besar
dari tekanan vena selanjutnya terjadi edema yang akan menghambat sirkulasi dan
menimbulkan nyeri perut.
Gangren karena hipoxia atau perporasi dapat terjadi 24 - 36 jam. Jika
prosesnya lambat, organ-organ disekitar apendik akan terinfeksi dan terbentuk
abses. Peritonitas merupaka komplikasi yang serius dari apendisitas yang tidak
tertanggulangi segera. Apendisitis ini dapat berkembang menjadi kronis tetapi
nyeri perut tidak selalu nyata. Namun serangan nyeri dapat terjadi tiba-tiba yang
mengindikasikan kondisi yang buruk.

Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan yang dirasakan
 Klasik apendisitas yaitu nyeri abdomen (gejala utama) di kuadran kanan
atas. Nyeri pada saat ditekan, dilepas dan diketok, dan juga pada saat
kaki kanan ditekuk dan diluruskan. Lokasi klasik nyeri adalah titik Mc.
Burney.
 Anorexia dan nausea dengan atau tanpa muntah
2. Pada palpasi dijumpai ketegangan pada Mc. Burney dan otot disekitarnya

64
3. Peningkatan suhu tubuh, takhikardi.
4. Peningkatan nilai leukosit (1eukositosis).
5. Pada rectal touch, intensitas nyeri perut bertambah.

Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan apendisitis :
1. Nyeri abdomen sehubungan dengan peradangan pada apendik.
2. Potensial perforasi sehubungan dengan proses infeksi yang berlanjut.

Perencanaan Keperawatan :
DX-1 : Nyeri abdomen sehubungan dengan peradangan pada apendik.

Tujuan Keperawatan :
Pasien mengalami nyeri yang minimal.

Intervensi Keperawatan :
1. Anjurkan pasien memilih posisi yang nyaman, bila perlu beri bantal extra,
pasien bed rest. Bila pasien dapat mentoleransi posisi fowler, pertahankan
posisi ini.
2. Tidak melakukan kompres hangat.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk membantu mengurangi nyeri dengan
pemberian analgesik.
4. Puasakan pasien bila diagnosis apendisitis sudah jelas.
5. Beri cairan intra venus sesuai program.
Pemasangan intra venus dilakukan di extremitas atas.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk kemungkinan tindakan operasi .

DX-2 : Potensial perforasi sehubungan dengan proses infeksi yang berlanjut

Tujuan Keperawatan :
Tidak terjadi perporasi sampai tindakan bedah dapat dilakukan.

Intervensi Keperawatan :
1. Pertahankan bed rest di tempat tidur.
2. Pasien tetap dipuasakan.
3. Kaji tanda-tanda perporasi atau peritonitis seperti terjadinya distensi
abdomen; peristalatik menurun atau hilang; peningkatan suhu tubuh.
4. Observasi tanda-tanda vital setiap jam.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan berkala Hb, Ht, lekosit.
6. Pertahankan dan monitoring pemasukan cairan.

65
Pre Operasi
Tujuan perawatan pre operasi adalah pasien dan keluarga mempunyai
kesiapan mental dan phisik menghadapi tindakan operasi. Di samping itu pula
diharapkan pasien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi kemungkinan
komplikasi akibat narkose dan tindakan operasi.

Tindakan Keperawatan Pre Operasi


1. Jelaskan secara singkat dan jelas prosedur operasi yang akan dilakukan.
Yaitu memotong apendik yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran
infeksi ke daerah lain. Lamanya operasi, antara 1-2 jam, dapat dilakukan
secara tradisional atau dengan 1aparaskopi.
Tindakan tradisional dengan membuat luka sayatan di kuadran kanan atas dan
kemudian memotong apendik.
Dengan laparaskopi dengan membuat luka insisi kecil tempat insersi
endoskopi.
2. Jelaskan dan bimbing pasien untuk melakukan tindakan-tindakan yang harus
dilakukan segera setelah sadar, yaitu :
 Menarik napas da1am setiap jam.
 Menahan luka/balutan setiap kali batuk.
 Merubah posisi sesering mungkin.
 Penggunaan drain bila ada. Serta infus dan penggunaan obat-obatan.
3. Persiapan phisikn yang lazim pada tindakan narkose.

Post Operasi
Tujuan perawatan post operasi adalah pasien mengalami nyeri yang minimal
dan komplikasi tidak terjadi :
Tindakan Keperawatan adalah :
1. Posisi telentang sampai pasien sadar kepala miring ke salah satu sisi
2. Bila pasien sadar, tinggikan posisi kepala (semi fowler).
3. Segera anjurkan pasien untuk menarik napas dalam, se1anjutnya tiap jam.
4. Anjurkan pasien untuk menahan balutan luka bila batuk.
5. Observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 2 jam pertama dan
selanjutnya 4 jam sekali bila kondisi sudah stabil.
6. Monitor dan catat pemasukan cairan.
7. Amati apakah ada distensi abdomen.
8. Auskultasi peristaltik usus.

66
Bila sudah ada dan baik beri minum bertahap. Amati apakah terjadi muntah
atau distensi.
9. Amati luka balutan terhadap perdarahan.
10. Bila pasien menggunakan drain, kaji warna drain, dan ukur volumenya.
11. Kaji kualitas nyeri, dengan skala penilaian dan kolaborasikan dengan dokter
bila perlu.
12. Beri pengobatan sesuai program seperti antibiotika.
13. Beri cairan perparenteral sesuai program, catat intake dan output cairan.
14. Rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMOROID

Pengertian

Hemoroid adalah pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal.


Sering terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan
nyeri dan perdarahan.

Patofisiologi

Distensi vena, awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus
karena vena-vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan
beban, namun bila distensi terus menerus gangguan akan terjadi.

Beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena antara lain :
Peningkatan tekanan intra abdominal
Kondisi ini menyebabkan tekanan vena porta dan tekanan vena sistemik
meningkat yang akan ditranmissi ke daerah anorektal.
Elevasi tekanan yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot di
sekitarnya sehingga vena prolaps. Dapat terjadi elevasi yang berulang pada
otastipasi/ konstipasi; kehamilan hipertensi portal.
Hemoroid diklasifikasikan sebagai :
1. Hemoroid Interna
Tidak dapat dilihat melalui inspeksi perianal, terletak di atas spingter ani.
2. Hemoroid Ekstrerna
Terletak di bawah spingter ani, sehingga dengan jelas dilihat melalui
inspeksi pada anus. Hemoroid dapat menjadi prolaps, berkembang menjadi
trombosis atau terjadi perdarahan.

67
Pengkajian Keperawatan
Data Subjektif
1 . Keluhan Utama
Perasaan nyeri dan panas pada daerah anus, perdarahan dapat bersama feses
atau perdarahan spontan (menetes); prolaps. Tanyakan sudah berapa lama
keluhan ini, faktor-faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat
menguranginya serta upaya atau obat-obatan yang sudah digunakan. Keluhan
gatal dan pengeluaran sekret melalui anus merupakan keluhan lain.

2. Pola Makan dan Minum


Jenis makanan dan jumlah hidrasi setiap hari.
3. Riwayat Kehamilan
Kehamilan dengan frekuensi yang sering akan menyebabkan hemoroid
berkembang cepat.

4. Riwayat Penyakit Hati


Facia hipertensi portal, potensi berkembangnya hemoroid lebih besar

Data Objektif
1. Pemeriksaan Daerah Anus
Tampak prolaps hemoroid; atau pada hemoroid eksterna dapat dilihat dengan
jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan adakah tanda trombosis; juga
amati apakah ada lesi.
2. Pemeriksaan Rabaan (touch anal)
3. Amati Tanda-tanda Kemungkinan anemi :
 Warna kulit
 Warna konjungtiva
 Kehangatan ku1it
 Waktu pengisian kembali kapiler
 Pemeriksaan MB.
4. Bila perlu akan dilakukan proctoscopi.

Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan hemoroid :
1. Nyeri anal sehubungan dengan trombosis vena hemoroidalis.
2. Potensial terjadi anemi sehubungan dengan perdarahan vena hemoroidalis.

Perencanaan Keperawatan :
DX-l : Nyeri anal sehubungan dengan trombosis vena hemoroidalis.

Tujuan Keperawatan :

68
Pasien mengalami nyeri yang minimal, 3 x 24 jam.

Intervensi Keperawatan :
1. Pada nyeri awal, lakukan kompres dingin pada daerah anus 3 sampai 4 jam
dilanjutkan dengan rendam duduk hangat 3-4 kali setiap hari.
2. Pertahankan rendam duduk (sitz bath) dengan larutan hangat kalium
permanganas minimal 2 kali sehari.
3. Berikan diit tinggi serat dan hidrasi yang banyak (± 3000 cc/hari)
4. Kolaborasi penggunaan obat seperti :
 Pelunak feses seperti colace.
 Analgesik oral atau lokal.
 Laxative iritan harus dihindarkan.
5. Kolaborasi tindakan pembedahan bila gejala tidak hilang dalam waktu 3-5
hari.
DX- 2 : Potensial terjadi anemi sehubungan dengan perdarahan vena
hemoroidalis.

Tujuan :
Tidak terjadi anemi.
HB dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan :
1. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dengan tinggi serat/sisa.
2. Monitor dan ukur perdarahan.
3. Ajarkan pasien tehnik relaksasi pernapasan pada saat buang air besar.
4. Kolaborasi pemberian multivitamin untuk meningkatkan selera makan pasien.
5. Monitoring tanda-tanda anemi :
 Tampak lelah, tidak bersemangat
 Ku1it pucat
 HB < 12 gr % (Pria)
< 10 gr % (Wanita)
6. Bila anemi berat kolaborasi pemberian cairan dan tranfusi darah.

Tindakan Pembedahan
Berbagai tehnik pembedahan yang dapat digunakan antara lain :
1. Sk1eroterapi.
2. Ligasi
3. Criosurgeri
4. Hemoroidektomi
Cara yang digunakan tergantung pada derajat prolaps. (terlampir).

Skleroterapi

69
Ahli bedah menyuntikkan obat sklerotik ke dalam jaringan sekitar
hemoroid untuk menyumbat pembuluh darah. Dapat dilakukan tanpa perawatan
di RS. Tindakan ini hanya dilakukan pada hemoroidgrade dini, dengan nyeri
yang minimal.

Ligasi
Metode yang lebih sering digunakan, lebih praktis dan mudah. Dapat
dilakukan tanpa perawatan di RS. Nyeri setelah ligasi dan dapat terjadi
perdarahan.

Criosurgeri
Jarang dilakukan karena menyebabkan nyeri yang sangat, kemungkinan
perdarahan lebih hebat dari penyembuhan lama.

Hemoroidektomi
Sering dilakukan pada hemoroid grade lanjut. Merupakan pengobatan
standard pada hemoroid.
Pre Operasi
Intervensi pre operasi bertujuan untuk :
1. Mencegah komplikasi post operasi.
2. Mempertahankan rasa aman.

Intervensi Keperawatan :
1. Menje1askan tujuan tindakan dan 1amanya.
2. Menjelaskan upaya-upaya post operasi dalam mencegah komplikasi :
 Tidur miring ke salah satu sisi.
 Menghindarkan rangsangan batuk dan mengedan.
 Melakukan kompres dingin pada 12 jam pertama post op dan selanjutnya
sitz bath dengan larutan kalium permangganas hangat.
3. Diit rendah sisa selama 3 hari berturut-turut dengan hidras air bening yang
cukup.
Dullcolax oral akan diberikan Selama 2 hari untuk membersihkan kolon dan
rektum.

Post Operasi :
Perawatan post operasi bertujuan untuk :
1. Mempertahankan kenyamanan pasien.
2. Mencegah komplikasi.

Intervensi Keperawatan :
1. Lakukan kompres dingin 12 jam pertama dan selanjutnya rendam duduk
dengan air hangat/larutan permangganas hangat.

70
2. Anjurkan tidur posisi Sim dengan diganjal bantal diantara paha.
3. Kolaborasi pemberian analgesik.
4. Bimbing tehnik re1aksasi pernapasan.
5. Bimbing menarik napas dalam dan batuk efektif.
6. Amati perdarahan pada balutan.
Perdarahan dapat keluar atau di dalam oleh karena itu selain mengamati
warna balutan juga amati perdarahan dalam dengan rnelihat bendungan, dan
rangsangan nyeri yang sangat.
7. Amati tanda-tanda retensi urin yang dapat terjadi karena spasme rektal dan
pembengkakan anorektal.
8. Kolaborasi pemberian obat pelunak feses.
Berikan mulai hari pertama post, operasi untuk mencegah perlukaan akibat
tekanan yang tinggi.
9. Makanan tinggi serat dan hidrasi.

Pendidikan Kesehatan :
Sangat diperlukan untuk kebiasaan hidup sehat di rumah.
1. Mempertahankan pola nutrisi
a. Frekuensi makan yang teratur.
b. Tinggi serat.
c. Cukup vitamin dan mineral.
d. Cukup hidrasi (2,5-3 1/hari).

71
ASUHAN KEPERAWATAN FASTEN DENGAN
KOLESISTITIS

Pengertian
Peradangan pada saluran empedu, dapat berssifat akut dan kronis. Banyak
dijumpai pada wanita di banding pria dengan obesitas dan riwayat DM.

Pathofisioloqi
Cholesistitis akut dapat disebabkan oleh mikro organisme seperti E. Coli;
Streptococus dan Salmonella. Kuman masuk dengan cara limphogen dan
hematogen. Peradangan pada saluran empedu menyebabkan edema; distensi
kandung empedu; sehingga menyebabkan iskemia dinding kandung empedu
kemudian terjadi nekrosis, gangren. Perporasi dapat terjadi dan peritonitis
berkembang.
Pada kolessistitis kronis, kandung empedu menjadi fibrotik sehingga
menyebabkan penurunan motilitas dan gangguan absorbsi. Pankreatitis dan
cholangitis dapat terjadi sebagai akibat aliran balik cairan empedu. Jaringan
fibrotik pada saluran empedu menyebabkan obstruksi sehingga reabsorbsi kapiler
meningkat dan terjadi manifestasi yang khas akibat obstruksi.

Penyebab :
- Mikro organisme
- Trauma bedah

72
- Inadekuat supp1y darah

Diagnosa Keperawatan :
Rujuk dengan kolelithiasis
Indikasi bedah bila keluhan tidak hilang dengan konservatif

ASUSHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


CHOLELITHIASIS

Pengertian
Batu empedu yang dapat terbentuk disepanjang saluran empedu. Lebih
dari 90 % pasien cholecystitis menyebabkan cholelithiasis.

Patofisiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui tetapi beberapa faktor etiologi dapat
diidentif ikasi, antara lain :

1. Faktor Metabolik
Cairan empedu mengandung air; HCO3; pigmen empedu, garam empedu
dan kolesterol. Kandungan kolesterol yang tinggi dalam cairan empedu
memungkinkan terbentuknya batu.
Tidak dijumpai adanya korelasi antara kolesterol darah dan kolesterol cairan
empedu.

2. Statis Bilier

73
Stagnasi cairan empedu menyebabkan air ditarik ke kapiler sehingga garam
empedu menjadi lebih banyak yang akan merubah kelarutan kolesterol.

3. Peradangan
Oleh karena proses radang, kandungan cairan empedu menjadi berubah,
sehingga keasaman cairan bertambah dan daya larut kolesterol menurun.

Dampak cholelithiasis terhadap fungsi sistem pencernaan tergantung pada :


1. Besarnya batu.
2. Lokasi batu.

Bila besarnya batu menghambat sirkulasi dan penekanan pada jaringan maka akan
dijumpai manfestasi klinis akibat spasme duktus dan gangguan pencernaan akibat
cairan empedu yang tidak mengalir duodenum.

Perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh cholelithiasis :


1. Bilirubin terkonyugasi akan meningkat dalam darah yang diakibatkan oleh
absorbsi cairan empedu oleh kapiler darah sebagai dampak adanya obstruksi.
Ikterus dan pruritus akan timbu1.

2. Cairan empedu tidak masuk ke duodenum, menyebabkan gangguan digesti


dan absorbsi khususnya lemak dan vitamin yang larut didalamnya.
Digesti dan absorbsi karbohidrat dan lemak berkurang maka akan
menyebabkan nausea, muntah, diare, flatulence, distensi abdomen.

3. Adanya obstruksi akan menyebabkan spasme pada duktus biliaris yang


berusaha untuk melewatkan sumbatan sehingga menimbulkan nyeri yang
akan bertambah bila kimus masuk duodenum pada saat makan.

Jenis-jenis batu :
Ada 2 (duta) jenis batu yaitu :
1. Batu kolesterol dengan ciri berukuran besar, warna kuning pucat, dapat ber-
gerombol atau tunggal, terjadi sebagai akibat gangguan metabolisme
kolesterol dan garam empedu.
2. Batu pigmen empedu, berukuran kecil, warna hitam atau coklat, biasanya ber-
gerombol, terjadi sebagai akibat gangguan metabolisme bilirubin tak
terkonyugasi.

Pengkajian Keperawatan :
Data Subjektif :
1. Adanya Keluhan
 Nyeri (kolik) abdomen.

74
 Jaundice
 Pruritus
 Nausea, muntah
 Diare
 Flatulence
 Dispepsia.
2. Adanya anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.
3. Biodata tentang umur; sex; ras.
4. Pola makan, apabila pasien mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung lemak.
5. Penurunan berat badan, tanyakan berat badan sebelumnya.
6. Peningkatan suhu tubuh.

Data Objektif :
1. Status nutrisi
2. Keseimbangan cairan : tanda-tanda dehidrasi dan perubahan tanda-tanda vital.
3. Pada serangan akut terjadi muntah; diare, fever.
4. Ictorus, gata1-gata1.
5. Tanda ketidaknyamanan : expresi wajah tegang; pucat dan berkeringat
banyak.
6. Feses pucat seperti dempul. Steatorrhoc.
7. Urine keruh-kecoklatan (seperti air teh).
8. Analisa pemeriksaan darah :
Biliubin total; biliubin direk, indirek; SGOT/SGPT, protein serum.
9. Analisa pemeriksaan urin (Urobilinogen, urobilin).
10. Analisa pemeriksaan radiologi (cholangiografi) dan USG.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengann
cho1elithiasis:
1. Nyeri (kolik) abdomen sehubungan dengan spasme duktus biliaris.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan nausea,
muntah, gangguan absorbsi dan digesti nutrien
3. Intoleransi terhadap aktifitas sehubungan dengan keterbatasan fisik akibat
nyeri abdomen.
4. Potential cairan tubuh kurang sehubungan dengan diare dan muntah-muntah.
5. Potensial gangguan tidur sehubungan dengan pruritus akibat endapan garam
empedu di kulit.
6. Gangguan rasa aman (cemas/panik) sehubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan.
7. Potensia1 terjadinya komp1ikasi (cho1esistis dan ruptur duktus bi1iaris)
sehubungan dengan obstruksi yang mene tap.

75
Perencanaan Keperawatan :

DX-1 : Nyeri (kolik) abdomen sehubungan dengan spasme duktus biliaris.

Tujuan Keperawatan :
Pasien akan mengalami nyeri yang minimal dalam waktu 2 x 24 jam.

Intervensi Keperawatan :
1. Istirahatkan pasien di tempat tidur.
2. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman.
3. Bimbing pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
4. Kolaborasi pemberian obat antisposmodik dan evaluasi respon pasien. Bila
nyeri tidak berkurang dengan obat-obatan kolaborasikan kepada dokter.
Hindarkan pemberian morphine sulfat.
5. Lakukan kompres hangat pada perut kanan.
6. Beri makanan rendah lemak.

DX-2 : Makan dengan porsi kecil bertahap.

Tujuan Keperawatan :
Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang optimal.

Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan rendah lemak, tinggi protein.
2. Porsi makan kecil, tetapi sering. Bentuknya disesuaikan dengan kemampuan
pasien.
3. Berikan makanan dan minuman dalam keadaan hangat.
4. Kolaborasi pemberian vitamin A D E K dan sintesis garam empedu, juga obat
anti emetik. Evaluasi respon pasien terhadap pemberian obat.
5. Pertahankan kebersihan lingkungan dan kebersihan diri khususnya ora1
higiene.

DX-3 : Intoleransi terhadap aktifitas sehubungan dengan keterbatasan


fisik akibat nyeri abdomen.

Tujuan Keperawatan :
Kebutuhan aktifitas sehari-hari terpenuhi selama terjadi nyeri abdomen.

Intervensi Keperawatan :
1. Pertahankan istirahat di tempat tidur selama fase akut.
2. Bantu semua kebutuhan pasien di tempat tidur, mencakup :

76
 Kebersihan pribadi dan lingkungan
 Eliminasi (bab dan bak)
 Makan dan minum
 Berpakaian

DX-4:Potensial cairan tubuh kurang sehubungan dengan diare & muntah-


muntah

Perencanaan Keperawatan :
Tidak terjadi kekurangan cairan selama fase akut.

Intervensi Keperawatan :
1. Berikan minum sesering-mungkin, dalam keadaan hangat kecuali ada rencana
operasi. (Kebutuhan cairan per hari ± 2,3- 3 l/)
2. Kaji tanda-tanda kekurangan cairan tiap 4-6 jam mencakup turgor, keadaan
mukosa mulut, volume urin out put dan perubahan tanda-tanda vital.
3. Bila diperlukan kolaborasi pemasangan infus untuk pemberian cairan
parenteral (misalnya pasien malas minum dan diare yang terus menerus).
4. Ukur cairan yang keluar baik melalui miksi maupun defeksi

DX-5 : Potensial gangguan tidur sehubungan dengan pruritus akibat


endapan garam empedu di kulit.

Perencanaan Keperawatan :
Pasien dapat berisitirahat dan tidur dan rasa nyaman lebih optimal.

Intervensi Keperawatan :
1. Pertahankan kebersihan tubuh pasien.
2. Menyeka kulit dengan air hangat sehabis berkeringat kemudian keringkan.
3. Sebelum tidur, bubuhi kulit khususnya daerah punggung, dada dan bokong
dengan talk. Bila perlu ganti pakaian pasien.
4. Pertahankan ventilasi yang cukup di ruangan.
5. Hindarkan penggunaan pakaian yang tebal dan pakaian harus menyerap
keringat.

DX-6 : Gangguan rasa aman (cemas/panik) sehubungan dengan


kurangnya informasi tentang penyakit dan tindakan yang akan
dilakukan.

Tujuan Keperawatan :
Kecemasan pasien berkurang.

77
Pasien dapat mengerti tentang penyakitnya serta berpartisipasi da1am tindakan-
tindakan yang di1akukan.

Intervensi Keperawatan :
1. Jelaskan kondisi yang terjadi pada pasien dengan bahasa yang mudah
dimengerti.
2. Jelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan, tujuan dan
penata1aksanaannya.
3. Ikut sertakan pasien dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai kemampuan
pasien.
4. Yakinkan pasien bahwa partisipasi dan kerjasama sangat diharapkan untuk
keberhasilan tindakan.

DX-7 : Potensial terjadinya komplikasi (cholesistis dan rupture duktus


biliaris) sehubungan dengan obstruksi yang menetap.

Perencanaan Keperawatan :
Tujuan Keperawatan ;
Tidak terjadi komp1ikasi (Kolesistitis atau ruptur biliaris)

Intervensi Keperawatan :
1. Pertahankan bed rest di tempat tidur pada fase akut.
2. Kaji tanda-tanda terjadinya cholesistitis seperti peningkatan suhu tubuh.
3. Kaji perkembangan "nyeri" dan kolaborasi bila nyeri semakin hebat.
Mungkin diper1ukan tindakan pembedahan segera. Akan timbul nyeri pada
perut kanan atas dan epigastrium menyebar ke bahu dan skapu1a kanan.
4. Batu akan mengiritasi mukosa duktus sehingga kemungkinan infeksi
mudah terjadi (cho1isistisis).
5. Bila lokasi obstruksi di ampula vateri, akan menghambat cairan/getah pankreas
masuk ke duodenum sehingga menyebabkan gangguan digesti dan abstruksi
yang lebih buruk dengan demikian kaji diare yang lebih hebat; distensi dan rasa
tidak nyaman.
ALTERNATIF PENATALAKSANAAN
KOLELITHIASIS/KOLESISTITIS

1. Invasif, tindakan pembedahan dengan berbagai jenis :


 Chole cystectomie : Pengangkatan kantong empedu.
 Chole cystotomie: Membuat lubang pada kantong empedu untuk
mengeluarkan cairan.
 Choledocnotomie : Insisi duktus biliaris.
 Choledocho1ithotomie : Insisi duktus biliaris untuk mengangkat batu.

78
 Choledochoduodenostomie : Anastomisis duktus biliaris dengan
duodenum.
 Choledochojejenostomie : Anastomisis duktus biliaris dengan dengan
jejenum.
 Choledochogastrostomie : Anastomisis duktus biliaris dengan gaster.
 Cholecystectomie dengan laparascopi laser : Mengangkat kantong
empedu dengan laser melalui laparaskop.

2. Non Invasif
Extra corporeal shock wave lithotripsy
Litotriptor menghasi1kan gelombang yang kuat yang dapat memecahkan
batu.

Indikasi
 Batu tiga atau lebih dengan ukuran antara 5 dan 30 mm.
 Fungsi kandung empedu baik.
 Tidak ada riwayat gangguan hati dan pankreas.
 Tidak menggunakan facemaker.
 Tidak dalam keadaan hami1.
Pecahan batu akan dikeluarkan bersama cairan empedu ke saluran pencernaan.

Perawatan Post Prosedur


 Makan dan minum dapat segera diberikan.
 Kolaborasi pemberian sedasi untuk mengurangi nyeri.
 Jelaskan pada pasien tentang nyeri yang timbul sebagai bagian wajar dari
tindakan, dan akan hilang secara berangsur-angsur dalam waktu 2 hari.

Kolesistektomi :
Tindakan pembedahan ini dilakukan atas indikasi kolesistis baik akut
maupun kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif. Juga pada batu
saluran empedu (kolelithiasis).
Jenis pembedahan yang 1azim di lakukan adalah secara invasif yaitu cara
yang tradisionil mengangkat batu atau kantong empedu dengan operasi; atau juga
laparaskopi laser kolisistektomi.

Kolesistektomi Tradisionil
Tujuan perawatan pre operasi antara lain :
1. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang prosedur operasi.
2. Meningkatkan kesiapan pasien baik secara fisik maupun psikologis.
3. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang hal-hal yang akan
dilakukan paska operasi.

79
Tindakan keperawatan yang berbubungan dengan tindakan umum karena narkose
seperti :
1. Mengajarkan batuk efektif dan menarik napas dalam.
2. Posisi post operasi.
3. Ambulasi sesegera mungkin.
4. Penggunaan stocking elastis untuk mencegah trombosis.

Tindakan keperawatan yang berhubungan dengan kolesistektomi :


1. Posisi semi fowler.
2. Menjelaskan tujuan penggunaaan tube atau draine serta lamanya tube
dipertahankan.
3. Menjelaskan cara-cara untuk mengurangi nyeri yaitu tehnik relaksasi; dan
distraksi (mengalami perhatian ke objek yang menarik bagi pasien).

Perencanaan Keperawatan pada Post Operasi


1) Nyeri sehubungan dengan efek pengangkatan kandung empedu.

Tujuan Keperawatan
Pasien akan mengalami nyeri abdomen yang minimal.

Intervensi Keperawatan
1. Kaji kua1itas nyeri.
2. Kolaborasi pemberian analgesik seperti valium atau petidin.
Biasanya obat ini disuntikkan sesegera mungkin pada periods post
operasi. Morpin tidak diberikan karena menyebabkan spasme spingter
oddie dan akan menyebabkan nyeri.
3. Anjurkan pasien untuk memilih upaya untuk mengurangi rangsangan
nyeri seperti tarik napas dalam dengan menahan luka insisi.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan selimut atau bantal tambahan untuk
menopang luka insisi ketika merubah posisi, dan batuk.
5. Mempertahankan posisi semi fowler dengan kedua kaki ditekuk dan
rubah posisi setiap 2 jam.
6. Anjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi

2) Potensial terjadinys infeksi sehubungan dengstn invasi kuman melalui T


tube

Tujuan Keperawatan :
Tidak terjadi infeksi selama pemasangan T. tube

80
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji tanda-tanda peradangan atau infekai.
2. Observasi luka insisi setiap kali mengganti balutan luka apakah ada
discharge, bau dan warnanya.
3. Monitor peningkatan suhu tubuh dan peningkatan nilai WBC.
4. Ganti balutan luka setiap hari.
5. T-tube dipertahankan sampai 6 minggu atau lebih.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau drainage setiap 4 jam
kemudian 8 jam. Pada periode awal post operasi warna drainage
merah dan selanjutnya berubah menjadi kuning hijau. Out put cairan
empedu 400 cc/hari dan semakin hari semakin berkurang. Bila out
put cairan empedu 1000 cc/hari laporkan kepada dokter.
 Kumpulkan dan berikan cairan empedu yang berlebihan melalui
NGT atau kolaborasi pemberian garam empedu seperti Decho1in.
 Kolaborasikan bila terjadi pengeluaran cairan empedu yang tiba-tiba
banyak. Normalnya volume cairan empedu berangsur-angsur akan
ber- kurang 9-10 post operasi.
 Kaji apakah drainage berwarna purulen.
 Observasi kulit sekitar pemasangan T-tube apakah ada tanda-tanda
peradangan seperti kemerahan, bengkak, eritema.
 Pertahankan balutan kering dan diganti setiap hari.
 Pertahankan sistem drainage di bawah posisi kantong empedu.
Pertahankan posisi semi fowler.
 Jangan lakukan klem, irigasi tanpa instruksi dokter.
 Pada hari ke 4 atau ke 5, bila ada instruksi angkat kantong
penampung sejajar dengan abdomen, kemudian kaji perasaan penuh;
nausea atau nyeri.
 Klem T-tube selama 1-2 hari sebelum dan sesudah makan. Kaji
respon pasien terhadap toleransi makanan.
 Observasi warna feses. Biasanya kembali ke warna yang lazim
(kuning) pada hari ke 7-10 post operasi.

Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga meliputi :
1. Terapi diit

81
Batasan konsumsi lemak tergantung dari kemampuan pasien mentoleransi
makanan. Bila pasien tidak mampu mentoleransi lemak, diit rendah 1emak
atau bebas 1emak dianjurkan.

2. Perawatan luka dan drain


Balutan luka diganti setiap hari.

3. Pembatasan aktifitas
Membatasi aktifitas yang me1elahkan dan mengimbangi dengan istirahat
diantara dua aktifitas. Pasien perlu di bantu beraktifitas oleh keluarga.

4. Mengenal komplikasi
Mengajarkan tanda-tanda komplikasi pada luka seperti kemerahan, bengkak;
hangat; discharge dan nyeri yang berlebihan pada luka insisi; atau mungkin
timbul jaundik. Bila tanda dijumpai segera melapor ke tim tenaga kesehatan.

Makanan yang harus dihindarkan adalah jenis kacang—kacangan; krim; susu;


mentega; coklat; kuning telur; alpukat yang kesemuanya ini mengandung tinggi
lemak. Juga sayuran dan buah-buahan yang mengandung gas seperti kol ; nangka;
broccal; sawi; dll.

INTUBASI GASTROINTESTINAL

82
Memasukkan tube melalui hidung ke dalam lambung atau ke dalam
intestinal (usus halus) untuk tujuan tertentu. Disebut nasogastrik tube bila tube
dipasang dari hidung menuju gaster sedangkan tube yang dipasang dari hidung
menuju intestin disebut Naso Intestinal.
Tujuan pemasangan nasogastrik tube adalah :
a. Dekompresi 1ambung (menge1uarkan cairan dan gas).
b. Pemberian makan.
c. Mengeluarkan isi lambung karena perdarahan atau perporasi lambung.
d. Post operasi esophagus atau lambung untuk mempercepat penyembuhan luka.
e. Tes analisa cairan lambung.

Tujuan pemasangan gastrointestinal tube adalah dekompresi intestin


(mengeluarkan cairan dan gas dari intestin). Macam-macam tube yang digunakan
tergantung pada tujuan dan lokasi yang diinginkan. Tube yang paling lazim
digunakan pada intubasi nasogastrik adalah tube levin. Tube ini hanya
mempunyai satu lumen pada ujungnya sehingga kemungkinan kerusakan mukosa
dapat terjadi sekalipun dengan suction bertekanan kecil. Tube salem sump
mempunyai lubang ganda, satu lubang untuk suction dan satu lagi untuk aliran
udara sehingga kemungkinan kerusakan mukosa lambung tidak terjadi. Yang
penting diperhatikan jangan sampai lubang udara tersumbat atau di klem atau
tertukar dihubungkan ke suction.
Untuk dekompresi intestinal lebih lazim digunakan tube miller abbot dan
tube cantor/tube harris. Pada kedua ujung tube ini dilengkapi balon yang akan
diisi air atau merkuri setelah tube masuk intestin. Tube miller abbot mempunyai
lumen ganda, satu lumen terbuka untuk drainage cairan dan satu lumen lagi
menuju balon.
Tube cantor mempunyai lumen tunggal. Setelah insersi tube, balon diisi
merkuri atau air dan kemudian ujungnya terbuka untuk drainage.
Pada penggunaan intestinal tube, harus dimonitor sejauh mana tube tepat
pada posisi dan berfungsi baik, oleh karena itu periksalah setiap hari kondisi ini :
 Periksa mesin suction, berjalan baik lampu akan menyala berkedip-kedip,
mesin tersambung erat dengan tube.
 Periksa tube berfungsi baik, dengan cara masukkan udara 20 ml melalui
tube sambil mendengarkan bunyi yang dihasilkannya dengan stetoskop.
 Lakukan irigasi dengan 30-40 ml NaCl
Masukkan cairan garam fisiologis tadi kemudian aspirasi lagi, amati
bagaimana cairan yang keluar.

83
Irigasi pada nasogastrik tube diawali dengan memeriksa letak tube.
1. Jenis Tube Levin
 Masukkan 30-60 ml NaCl, kemudian aspirasi.
Bila cairan tidak keluar sambungkan kembali dengan suction dan tulis
cairan yang dimasukkan tadi sebagai intake cairan.
 Bila cairan sulit keluar ke tube meskipun sudah dihubungkan ke suction,
berarti sumbatan terjadi. Putarlah tube ke dalam dan keluar secara
perlahan-lahan.
Anjurkan pasien untuk miring ke sisi secara bergantian. Kolaborasi
dengan dokter bila tindakan ini tidak berhasil mengatasi sumbatan.

2. Jenis Tube Salem Sump


 Masukkan 30-60 ml NaCl melalui lumen drainage atau lubang saluran
yang lebih kecil. Lakukan seperti irigasi tube levin.
 Bila telah selesai isilah kembali udara melalui slang kecil/udara.

Secara umum, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perawat pada pasien yang
menggunakan tube intestina1.
a) Upaya untuk mempertahankan rasa nyaman
Insersi tube melalui hidung sangat memberi rasa tidak nyaman bagi pasien
oleh karena itu perawat hendaknya :
 Menjelaskan tujuan pemasangan tube, dan lama penggunaan.
 Memeriksa posisi slang secara berkala, fiksasi erat tetapi tidak menekan
jaringan dan tidak mengganggu posisi kepala dan leher pasien.
 Berikan jelli (kedap air) pada lokasi tube.
 Lakukan oral higiene dua kali sehari.
 Berikan beberapa potongan es untuk membasahi mulut pasien dan
memberi kenyamanan (ingat jangan ditelan).
 Lakukan kumur-kumur dengan air garam hangat.
 Bila perlu berikan permen karet rasa asam untuk merangsang sekresi
saliva.
 Bersihkan daerah insersi tube setiap hari dan ganti plesternya.

b) Upaya untuk mempertahankan kelancaran irigasi


 Lakukan pengecekan setiap hari terhadap kelancaran irigasi (cara sudah
dije1askan).
 Bila tidak ada kontra indikasi, posisi tubuh bagian atas di tinggikan.
Dapat dilakukan posisi semi fowler.
 Selalu menggunakan cairan irigasi NaCl (isotonis). Cairan hipotonis akan
menarik cairan lambung keluar sedangkan cairan hipertonis menarik
cairan dari ekstra vaskuler ke 1ambung.

84
 Amati tanda-tanda drainage yang tidak lancar yaitu nausea, muntah,
distensi abdomen, dan pasien gelisah/tidak nyaman.

c) Upaya untuk mencegah komplikasi


Komp1ikasi yang sering terjadi ada1ah :
 Dehidrasi dan ketidak seimbangan elektrolit akibat pengeluaran cairan
lambung yang terus menerus.
 Alkalosis metabolik karena pengeluaran cairan lambung yang bersifat
asam.
 Aspsirasi pneumoni karena posisi tube yang salah sehingga cairan
lambung masuk ke paru-paru.
Perawat mencegah dan memonitor kemungkinan komplikasi di atas dengan
cara :
 Mengukur intake dan out put cairan setiap 8 jam. Intake cairan dapat
melalui parenteral; cairan irigasi dan oral.
Out put cairan berupa cairan drainage, muntahan, urin dan tube lain.
 Memonitor tanda-tanda kurang cairan dan hiponatremi dan hipokalemi.
 Memonitor tanda-tanda alkalosis metabolik dan asidosis metabolik.
 Mengecek posisi tube secara berkala untuk mencegah aspirasi, amati
tanda-tanda aspirasi dengan seksama.

Cara Pemasangan Nasogastrictube :


1. Informasikan kepada pasien prosedur dan kemungkinan rasa
ketidaknyamanan selama pemasangana NGT.
2. Pasien duduk dengan bantal di belakang bahu.
3. Lubrikasi tube NGT.
4. Ukur panjangnya tube yang akan diinsersi (Ukur mulai dari puncak hidung
ke daun telinga untuk selanjutnya ke proxesus xypordeus.
5. Beri tanda pada tube.
6. Tentukan lobang hidung tempat pemasangan tube.
7. Anjurkan pasien untuk menelan dengan cepat seperti minum air pada saat
tube mencapai tenggorokan.
8. Jika ada tahanan, putar tube dengan perlahan ke bawah dan ke atas mendekati
telinga.
9. Jika ada gangguan pernapasan, tarik tube segera.
10. Kaji apakah tube sudah tepat masuk ke lambung. Tehnik yang dapat digunakan
antara lain.
a. Memasukkan udara ± 13 - 20 cc, dengan mendorong cepat sambil
auskultasi bunyi yang terdengar di lambung.
b. Menarik isi lambung.
c. Bila perlu dengan x-ray.
11. Hubungkan tube dengan suction buat tekanan rendah bila ada indikasi:

85
a. Tube levin dihubungkan dengan suction intermitten.
b. Tube salem sump atau anderson dihubungkan dengan suction continue.
12. Fiksasi tube dengan p1ester non alergi (perhatikan jangan sampai tube
bergeser sehingga mengiritasi mukosa hidung).
13. Observasi distensi perut; nausea atau muntah.
14. Jika diperlukan irigasi, gunakan hanya garam fisiologis (NaCl).
15. Ukur intake dan out put setiap 4 jam atau sesuai indikasi.
KERACUNAN

Masuknya zat/substansi yang bersifat merusak jaringan/organ ke dalam


tubuh tanpa disengaja atau di luar kesadaran pasien dapat berlangsung akut
maupun kronis.
Seorang dicurigai menderita keracunan, bila :
1. Seseorang yang sehat mendadak sakit.
2. Gejalanya tidak sesuai dengan patologik tertentu.
3. Gejala menjadi progresif dengan cepat karena dosis yang besar intorerabel.
4. Anamnesa menunjukkan ke arah keracunan terutama pada kasus bunuh diri/
kecelakaan.
5. Keracunan kronik dicurigai bila obat digunakan dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

Penatalaksanaan yang prinsip :


1. Mencegah/menghentikan penyerapan racun.
2. Mengeluarkan racun yang telah diserap.
3. Pengobatan sintomatik.
4. Pengobatan spesifik dan anti dotum.

Urutan tidak penting, tergantung pada kondisi.


Ad. 1. Mencegah atau menghentikan penyerapan racun dapat dilakukan dengan
cara-cara di bawah ini :

A. Bila racun ditelan :


1. Encerkan racun yang ada dalam lambung untuk tujuan
menghalangi penyerapan racun. Dapat dilakukan dengan
memberikan cairan peroral.
Cairan yang digunakan dapat :
 Air biasa
 Susu atau telur mentah
 Activated chorcool (norit) 2 sendok teh penuh dalam satu
ge1as (200 cc).
 Universe antidote terdiri atas :

86
- 2 bg norit (dapat diganti dengan roti dibakar sampai
hangus).
- 1 bg asam tanat (dapat diganti dengan teh pekat)
- 1 bg MgO (dapat diganti dengan antasida).

2. Kosongkan lambung
Hanya efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun di
telan.

Dapat dilakukan dengan cara :


a. Emesis (muntah), dilakukan dengan cara :
- Mekanik : Merangsang dinding pharing dengan jari.
- Pemberian obat-obatan :
 Air garam pekat, 1-2 sendok makan dalam 1 gelas
air hangat kemudian diminum.
 Apomorfin 0,06 mg/kg BB IM.
 CuSO4 0,25 gr/l00 ml air peroral.
 ZrSO4 1-2 gr/200 ml air peroral.

Kontra indikasi : dimana cara ini tidak boleh dilakukan


bila :
1. Keracunan zat korosif, asam/basa kuat: feno1, striknin.
2. Keracunan senyawa hidro karban: minyak tanah,
bensin.
3. Penurunan kesadaran.
4. Kejang-kejang.

b. Bilas lambung, caranya :


- Penderita telungkup dengan kepala dan bahu lebih
rendah.
- Pasang mouth gag bila kesadaran menurun atau bila
bahaya aspirasi atau pasang endotracheal tube.
- Gunakan pipa 1ambung yang lebih besar.
- Cairan yang digunakan air, KMnO4 asam asetat/sitrat
5%, NaHCO3 5% atau activated chorcoal.
- Bilas dengan cairan pembilas yang hangat ± 250 ml,
sampai ± 20 kali cairan yang terakhir dibiarkan.

Kontra indikasi :
- Keracunan zat korosif.
- Kejang-kejang.

87
c. Bilas kolon, dengan :
- Pencahar : Na2SO4/ MgSO4 20 gr/200 ml air, untuk
anak-anak 3-4 gr/200 air.

B. Bila keracunan melalui kulit/mata :


1. Pakaian yang terkena kontaminasi dilepas.
2. Bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun.
- Gunakan asam cuka encer untuk menetralisir basah kuat.
- Gunakan NaHCO3 untuk menetralisir asam kuat.
Perhatikan : Jangan sampai penolong terkena.

Bila racun melalui inhalasi :


1. Pindahkan penderita ketempat yang aman.
2. Pernapasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun
yang terhisap.
Mouth to mouth not way.

Bila racun melalui suntikan :


1. Pasang turniket 2/3 proksimal tempat suntikan, jaga agar denyut
nadi bagian distal masih teraba, lepaskan selama satu menit
setiap 15 menit.
Berikan epinefrin 1/1000, 0,3-0,4 mg. Sub kutan atau IM atau
kompres dingin di tempat suntikan.

Ad. 2. Bi1a racun te1ah diserap, dapat diatasi dengan :


1. Forced diuresis
- Furosemid (lasix) 40 mg IV.
- Larutan manitol mula-mula dengan infus larutan 5-10
ml/menit.
2. Dia1isa : hemodia1isa, peritonia1 dia1isa.
3. Exchange transfusion

Ad.3. Pengobatan simtomatik


 Gangguan fungsi pernapasan dan sirkulasi
- Lakukan resusitasi kardiopu1moner.
 Edema laring
- Beri epinefrin 1/1000 0,3 mg Sc .
- Tracheostomi
 Edema paru
- Beri oksigen

88
- Dekmametason 1 mg/m2 luas permukaan badan dalam waktu 6
jam.
 Cegah dan atasi syok dan hipotensi
 Gangguan fungsi susunan saraf pusat.
- Bila terdapat gejala depresi, tidak perlu diberi obat stimulan atau
analgesik kecuali oleh keracunan narkotik.
- Bila terdapat gejala rangsangan ( stimulasi ) beri diazepam 5-10
mg I.V, anak 0,1-0,2 mg/kg BB. (anak 4-7 mg/kg BB) diberikan
fenobarbital 100-200 mg I.V.
- Bila terjadi edema otak, atasi dengan manitol 20 % 5-10 ml /kg
BB secara lambat dan deksametason 1 mg/m2 luas permukaan
badan/ 6 jam atau dalam infusan.

Nyeri, bila tidak ada kontra indikasi berikan :


- Salisilat 0,3-0,6 gr oral tiap 2-4 jam.
- Kodein 8-32 mg oral.
- Pethidin 50-100 mg/oral/I.M tiap 2-4 jam.

Pengobatan spesifik dan anti dotum terlampir diambil dari Buku penatalaksanaan
penderita dengan keracunan.

89
Pengobatan spesifik dan antidotum :
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
Asam/basa kuat Dapat mengenai kulit, - Jangan lakukan emesis
Asam klorida mata atau bilas lambung.
Asam sulfat atau ditelan. - Netralisasi :
Natrium hidroksida Tanda korosi pada mulut Asam kuat dengan
Kalium hidroksida dan farings: sangat nyeri antasid, jangan dengan
Asam cuka pekat & kecoklatan. NaHCO3 karena
Muntah dan diare: cairan menghasilkan gas.
kehitaman. Basa kuat dengan sari
Nyeri dada dan perut. buah/asam cuka 10%.
Bila tak diketahui : beri
susu atau air biasa.
- Antibiotik :
Penisilin 800.000-1,2
juta U/hari. Streptomisin
25-50 mg/hari.
- Kortikosteroid :
Kortison 300-500
mg/hari atau prednison
60 mg/hari dengan
tapering off selama 2-3
minggu.
- Perhatikan kemungkinan
perforas & striktur
esophagus.
Alkohol Emosi labil, kulit merah, - emesis dan bilas
(Etil Alkohol) muntah, depresi lambung dengan
Minuman keras pernapasan, stupor, koma air/NaHCO3 5%.
- Beri kopi pahit
- Infus glukosa untuk

90
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
menghindari
hipoglikemi.
Arsenikum Tenggorokan tercekik, - Bilas lambung, bila ada
LD 200-300 mg disfagi, kolik usus, dengan NaHCO3 1%
As203 muntah & diare, oliguri - BAL 10 % in oil 2,5
TD 100 mg As203 syok. mg/ kgbb im tiap 4 jam,
4kali.
Alkaloid beladona Mulut kering, kulit merah - Emesis & bilas
Atropin dan panas, midriasis, lambung, bila ada
Skopolamin hiperpireksi, takikardi, dengan asamtanat 4%,
Hiosin delirium, koma. lalu berikan activated
charcoal dalam
lambung.
- kateterisasi kandung
kencing
- Fisostigmin salisilat :
0,5-2,0 mg lim/IV
lambat.
Ametamin Mulut kering, hiperaktif, - Bilas lambung masih
hiperrefleksi anoreksi, efektif setelah 4 jam.
takikardi, aritmi, psikosis - Klorpromazin 0,5-l mg/
kegagalan pernapasan dan kgbb im atau oral, dapat
sirkulasi. diulang tiap 30 menit.
- Kurangi rangsangan
luar.
- Cegah edema otak.
Aminopirin Edema angionerotik dan - Antihistamin dan
Antalgin R kelainan kulit lain, epinetrin l/1000 0.3 ml
Novalgin R gelisah, kadang-kadang sk.
agranu-lositosis.
Anilin, Asetaminofan Sianosis, methemoglobin - Bilas lambung, bila ada
Fenasetin emia, urtikaria, dispnea, dengan Kmn04 1/5000.
muntah, delirium, - Biru
kegagalan pernapasan dan metilen1%mg/kgbbIV
sirkulasi. - Vitamin C 1 gr IV.
Antihistamin Mulut kering, takikardi, - Sedatif hanya bila
disorientasi, rangsang/ kejang
depresi susunan saraf
pusat, hiperpireksi
Barbiturat Kekacauan mental, - Jangan gunakan emetic
LD 3 g digitalis mengantuk, hiporefleksi, - Bilas lambung masih
3 g sekobarbital bullae berisi serum, efektif sampai 24 jam,
hipotensi, delirium, lalu berikan Na-sulfat/
depresi pernapasan, syok, Mg-sulfat 30 gr da1am
koma. 1ambung.
- Beri kopi pahit
- Untuk depresi

91
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
pernapasan dapat
berikan amfetamin 4-10
mg im.
Digitalis Anoreksi, mua1, diare, - KCL 2 g/jam oral atau
LD 3 g digitalis delirium, nadi lambat, larutan 0,3% dalam
3 mg digitoksin hipotensi, aritmi. glukosa 5% IV.
5-7 mg digoksin. - Propanolol (Inderal) 4
kali 10-30 mg/hari oral
atau 1 mg IV
- Monitor EKG
Deterjen-anionik Muntah dan diare - Emesis dan bilas
Sabun dan deterjen lambung hanya bila
Rumah tangga tertelan dalam jumlah
besar
- Biasanya tidak
berbahaya.
Deterjen-kationik Mual, muntah, diare, - Bilas 1ambung dengan
Deterjen bakterisid kejang, syok koma. air, sabun biasa.
di rumah sakit
(Zephiran R)
Deterjen-non ionik Tak Berbahaya
Deterjen untuk mesin Serupa dengan basa kuat - Lihat hal asam/basa kuat
- Kalsium glukonat 10%
ml IV bila tetani.
Ergot Haus, muntah, diare, - Pencahar setelah bilas
Ergotamin R klaudikasio kejang, lambung
Methergin R hipotensi, koma. - Papaverin 60 mg IV
atau amil nitrit 0,3 ml
inhalasi.

Fenol Korosi, berbau khas - Bilas lambung hati-hati,


TD 1 GR bila ada dengan minyak
Asam karbol zaitun/activated
Kresol charcoal.
Lysol R - Relatif jarang
menimbulkan struktir
esofagus.
|Fenotiazin Mulut kering, anoreksi, - Difenhidramin
OPZ (klorpromazin) mual, sumbatan hidung, (Benadryl) 2-3 mg/kgbb
Trifluoperazin hipotensi, takikardi, IV/im
ataksi, tremor, hipotermi, - Jangan gunakan
kegagalan pernapasan, epinefrin atau
koma, lekopani, levarterenol.
gangguan, pembekuan
darah, ikterus.
Formaldehid Inhalasi : - Bila lambung, bila ada
Formalin Iritasi mata, hidung & dengan larutan amonia

92
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
(larutan 40%) saluran pernapasan, 0,2%, lalu beri activated
LD 60 ml formalin edema & spasma larings, charcoal atau.
disfagi, bronkitis, - Hati-hati asidosis.
pneumoni.

Kulit :
Iritasi, nekrosis,
dermatitis.

Ditelan :
Nyeri perut, mual,
hematemesis, hematuri/
anuri syok koma,
kegagalan pernapasan
Insektisida - CHC Muntah, parestesi, tremor, - Pencahar, setelah bilas
DOT kejang, edema paru, lambung jangan
Dieldrin R fibrilasi ventrikel, gunakan minyak
Chlordane R kegagalan pernapasan, kastroli.
Endrin R koma. - Jangan gunakan
LD 15-30 g DDT epinefrin.
1 g Endrin R - Kalsium glukonat 10%
10 ml IV lambat.
Insektisida-Karbamat Mual, muntah, nyeri - Antropin sulfat 2 mg
Sevin R perut, hipersalivasi, nyeri sk/im tiap 15 menit
kepala, miosis, sampai tercapai
kekacauan mental, atropinisasi (muka
bronkokonstriksi, merah, midriasis
hipotensi, depresi takikardi, hipersalivasi
pernapasan, kejang. berhenti).
- Jangan berikan
pralidoksin.
Insektisida- Sama dengan karbamat, - Penolong harus berhati-
Organofosfat tetapi lebih berat. Dapat hati, jangan sampai
Malathion R diserap melalui kulit. terkontaminasi.
Parathion R - Atropin sulfat 2 mg
DDVP sk/im tiap 15 menit
Diazinon R sampai antropinisasi;
TEPP bila gejala kembali
LD 20mg Parathion dapat diulang.
R - Pralidoksim (Protopam
1000 mg Malathion R) 1g IV lambat; anak
R 0.25 g IV dapat diulang
tiap 12 jam.
- Jangan berikan morfin
atau aminofilin
Hidrokarbon, Senyawa, Inhalasi : - Jangan lakukan emesis
Bensin Nyeri kepala, mual, - Bilas lambung hati-hati,

93
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
Minyak tanah lemah, lalu berikan pencahar.
dispnea, depresi - Depresi pernapasan
pernapasan. dapat diatasi dengan
Ditelan : kafein 200-500 mg im.
Korosi, muntah, diare - Perhatikan
Sangat berbahaya bila ter- kemungkinan edema
jadi aspirasi paru/pneumoni aspirasi.

Karbon monoksida Nyeri dan pusing kepala, - Pernapasan dengan


dispnea kekacauan oksigen murni
mental, midriasis, kejang, bertekanan.
depresi pernapasan, - Jangan gunakan
koma. stimulan
Kulit & mukosa : - Perhatikan
berwarna merah terang. kemungkinan edema
otak.
Kalium permanganat Pewarnaan coklat, - Jangan lakukan emesis
korosif, edema glotis - Bilas lambung berikan
hipotensi demulsen.

Kokain Rangsang susunan saraf - Jangan berikan morfin.


pusat, halusinasi, mual,
midriasis, takikardi,
kejang, depresi
pernapasan koma, syok.
Makanan-botulisme Masa laten 18-36 jam - Bilas lambung dengan
- Makanan dalam lemah, gangguan peng- KMnO4 1/5000 dan
kaleng yang tidak lihatan, refleks pupil (-), activated charcoal
sempurna. paresis, bulber (disartri, - Antitoksin 10.000 U
- Cegah dengan disfagi, regurgitasi nasal), diencerkan 10 kali IV
memanaskan 80 kelemahan otot lurik. lambat tiap 4 jam,
C. Selama 30 Tidak ada gangguan waspada terhadap reaksi
menit. pencernaan dan gangguan terhadap serum.
- Kausa : kesadaran. Dapat digunakan untuk
Clostridium pencegahan (10.000 U).
botulinum. - Sedatif : fenobarbitel 3
kali 30-60 mg oral/im.
Jangan gunakan morfin.
- Perhatikan
kemungkinan pneumoni
aspirasi karena kesulitan
menelan.
- Bila perlu hisap sekret
orofarings secara
teratur.
Makanan – bongkrek Mengantuk, nyeri perut, - Hanya simtomatik
- Kausa : berkeringat, dispnea,

94
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
Pseudomonas spasma otot, vertigo,
cocovenenans koma.
Makanan – ikan Masa laten ½ - 4 jam - Emesis dan bilas
panas sekitar mulut, rasa lambung dengan
baal pada ekstremitas, KMnO4 1/5000 lalu
mual, muntah, diare, berikan pencahar.
nyeri perut, nyeri sendi,
pruritus, demam,
kelemahan otot umum,
paralisa otot pernapasan.
Makanan – jamur 1. Masa laten kurang 2 - Idem keracunan ikan
Amanita muscarina jam, lakrimasi, - 1. Antropin sulfat 1 mg
Amanita phalloidine salivasi, keringat sk/im diulang tiap 1-2
miosis, muntah, nyeri jam sampai atropinisasi.
perut, diare, pusing, 2. Hati-hati hipoglikemi,
kejang, koma. beri infus glukosa 10%.
2. Masa laten 6-24 jam
mual, muntah, melena,
dehidrasi, ikterik,
anemi, syok, koma
Makanan – jengkol Kolik ureter, hematuri, - Na-bikarbonat 4x2 g
oliguri/anuri hati-hati oral/hari
uremi - Infus Na HCO 3 1 ½ %
Makanan – kontaminan Tergantung jenis
kontaminan
Makanan – singkong Melihat hal sianida
Makanan – stafilokokal Masa laten 2-8 jam mual, - Obati seperti
(tersering) muntah, diare, nyeri gastroenteritis akut.
perut, nyeri kepala,
demam, dehidrasi.
Dapat menyerupai
disentri.
Marihuana (ganja) Serupa atropin dengan - Cukup simtomatik,
halusinasi nyata, mulut kesadaran akan pulih
kering, midriasis tak dalam ½ - 1 hari.
begitu jelas.
Metil alkohol Masa laten 8-32 jam nyeri - Bila lambung dengan
(metanol) dalam kepala & pusing, nyeri NaHCO3 hanya efektif
spiritus bakar 5-10% perut, kulit dingin, dalam 2 jam.
LD 30 ml metanol kekacauan mental, - Etanol 50% (wiski) 30
kejang, bradikardi, ml tiap 3-4 jam.
gangguan penglihatan
sampai buta, asidosis,
koma.
Naftalena (kamper) Kontak : Dermatitis, - Prednison : 30-50
LD 2 g ulkus kornea mg/hari untuk
Inhalasi : nyeri kepala, mengatasi hemolisis.

95
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
muntah, dispnea, - Alkalisasi urin dengan
kekacauan mental. NaHCO3 oral.
Ditelan : nyeri perut,
muntah, nyeri kepala,
kekacauan mental, disuri,
hemolisis intravaskuler,
kejang
Natrium hipoklorit Korosi - Demulsen : susu,
Pemutih (3-6%) antasid
LD 30 ml larutan - Jangan beri NaHCO3
15% asam
- Beri Na-sulfat 5% 200
ml oral.
Narkotik Mual, muntah, pusing, - Jangan lakukan emesis
Heroin kulit dingin, pin point - Nalokson 5 Ug/kgbb IV
Morfin pupil, pernapasan tiap 5 menit (maksimum
Kodein dangkal, koma. 40 mg dalam 4 jam)
LD 120-150 mg atau levalorpan 0.02
Morfin mg/kgbb IV.
- Obat terpilih : nalokson
karena tidak mendepresi
pernapasan dan
memperbaiki kesadaran.
Nikotin Gelisah, nyeri dan pusing - Bilas lambung dengan
LD 60 mg (setara kepala, tremor, kejang, KMnO4 atau activated
dengan 3 batang paralisa, pernapasan, charcoal, lalu beri
rokok) palpitasi, koma pencahar.
Salsilat Tinitus, demam, - Emesis dan bilas
LD 20-30 g hiperventilasi, keringat, lambung masih efektif
Aspirin R muntah, delirium, kejang, sampai 6-8 jam, lalu
koma, depresi beri pencahar.
pernapasan. - Infus glukosa 10% :
Pada anak-anak : NaCl 0.9% = 2 : 1
Asidosis – metabolik - Bila asidosis : NaHCO3
Dewasa : 1-2 mEq/kgbb IV.
Alkolisis respiratorik. - KCL 3-5 mEq/kgbb/24
jam IV
- Vit. K 25-50 mg/hari
im.
Stanida Nyeri kepala, mual, men- - Inhalasi amilnitrit 0.2
Singkong racun gantuk, hipotensi, ml tiap 2 menit (kecuali
takikardi, dispnea, kejang, bila sistolik kurang 890
koma. mHg).
Dapat meninggal dalam - Na-nitrit 3% 10 ml IV
1-15 menit. dalam 3 menit dan Na-
tiosulfat 25% 50 ml IV
dalam 10 menit.

96
JENIS RACUN GEJALA TINDAKAN
Timah hitam Inhalasi akut : Insomnia, - Pencahar
= Plumbum = Pb nyeri kepala, ataksia, - Ca-glukonat 10% ml IV
manik, kejang. dan Ca-diNa-EDTA 25-
Ditelan akut : 35 mg/kgbb dalam
Haus, rasa terbakar di larutan 3% per drip
perut, mual, diare, selama 5-7 hari. Ulangi
ataksia, manik, kejang. setelah istirahat 7 hari;
Kronik : dan
Rasa metal dalam mulut - Penisilamin 2 x 15-20
lead line di gusi, kolik mg/kgbb oral.
usus, diare basophilic
stippling,
koproporfirinuri,
ensefalopati.
Yodium tingtura Korosi, pewarnaan coklat, - Bilas lambung dengan
LD 30-60 ml kolaps sirkulatorik, air tajin dan susu : bila
Larutan 7% refritis, delirium, stupor. aa dengan Na-tiosulfat
10%

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


ILEUS PARALITIK

Pengertian
Ileus Paralitik merupakan suatu keadaan terhentinya peristaltik, sedangkan
aliran isi dan saluran intestinal dalam keadaan normal. Adapun penyebab ileus
paralitik ini antara lain :
 Manipulasi terhadap organ-organ abdomen selama proses pembedahan
 Peritonitis
 Nyeri yang berasal dari tharakolumbal, seperti fraktur tulang iga atau tulang
spinal, infark myokard, pneumonia, pyelonefritis, batu empedu atau batu
ureter, dan perdarahan retroperineal.
 Sepsis

97
 Hypokalamia
 Iskemia usus

Pathofisiologi
Dalam keadaan normal, dinding - mukosa intestinal yang dibantu oleh
peristaltik normal dapat berfungsi melakukan absorbsi sehingga mampu
menyeimbangkan volume cairan dan elektrolit dalam sel intestinal. Tetapi, ketika
peristaltik berhenti, maka dinding mukosa intestine akan mengalami ketidak-
mampuan malakukan absorbsi secara adekuat, sehingga banyak cairan akan
bertahan dan terakumulasi di dalam intestinal.
Bila akumulasi cairan dalam intestinal berkelebihan, maka daerah tersebut
akan mengalami penekan yang tinggi sehingga akan terjadi kerusakan dinding
mukosa intestinal. Gangguan atau kerusakan tersebut akan mempengaruhi proses
osmotik dan hidrostatik sel intestinal. Keadaan demikian bila berlanjut akan
mengakibatkan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit dalam sel
intestinal. Kemudian akan berdampak terjadinya schok hypovolemik dan
dehidrasi, yang lama-kelamaan akan kehilangan sodium dan ion-ion klorida,
potasium dari sel sehingga mengakibatkan alkolosis hypokalemik.

Tanda dan Gejala yang biasa timbul :


 Nyeri abdomen yang terus menerus
 Kambung
 Obstipagi
 Penurunan atau tidak ada bising usus

Pengkajian Keperawatan
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Pengkajian ini meliputi biodata, keselamatan sekarang, kesehatan lalu,
kesehatan keluarga, riwayat alergi.
4. Pengkajian fisik
Hendaknya perawat melakukan pengkajian fisik ini secara sistematis dan
tidak menimbulkan kelelahan pada pasien dengan tetap mengacu pada tanda
dan gejala sebagai parameternya.
a. Bising usus :
 Bising usus tidak terdengar
 Flatus dapat memberikan tanda kembalinya peristaltik
b. Muntah
 Jenis : spontan dan berulang

98
 Konsistensi : berisi sisa makanan atau hanya cairan saja
 Bau : bila bercampur fecal
 Lokasi :
Proksimal : usus kecil - spontan - sisa makanan atau cairan lambung
Distal : usus besar - berulang - campur fecal
c. Nyeri abdomen : lokasi dan karakteristik
 Obstipasi, nyeri dan kram
 Distensi : nyeri tekan dan menyebar
d. Perut kembung
e. Output urine : jumlah dan warna
 Dehidrasi : jumlah urine sedikit
 Volume urine perlu diukur dan kaji warnanya
f. Tanda-tanda vital
 Hipotensi bila dehidrasi
 Tachicardia
 Respirasi : dangkal dan lambat, kadang berbau
 Suhu : domain biasanya lebih atau sama dengan 39° C, indikasi
peritonitis.

Data psikososial
Data Penunjang
 X-ray abdomen (berbaring & tegak) : untuk mengidentifikasi apakah udara
atau
cairan yang terkumpul dalam intestinal
 Laboratorium : sodium, potasium, lit, Bicarbonat Plasma, BUN bila pasien
dehidrasi

Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Pola pernafasan yang tidak efektif sehubungan dengan kembung (distensi)
2. Kekurangnn volume cairan sehubungan dengan hilangnya cairan inteslinal
3. Nyeri pada abdomen sehubungan dengan distensi
4. Retensi urine sehubungan dengan distensi
Perencanaan Keperawatan

Intervensi Rasionalisasi
DX.1
 Pertahankan posisi pasien semi  Mengurangi tekanan pada diafragma
fowler  Untuk mengatur pola napas yang efektif
 Ajarkan dan latihan napas dalam dan  Udara yang ditelan melalui mulut dapat
batuk yang efektif mempercepat terjadinya kembung
 Jalankan kepada pasien untuk
menarik melalui hidung saja

99
DX.2
 Monitor tetesan infus cairan NaCl  Cairan yang mengandung elektrolit untuk
0,9% mencegah dehidrasi
 Ukur dan catat intake output cairan  Untuk mengetahui keseimbangan cairan
dengan tepat setiap hari tubuh
 Ukur dan catat tanda-tanda vital  Dapat mengetahui kelebihan cairan pada
setiap 4 jam pasien dengan resiko tinggi (manula,
gangguan jantung)

DX.3  Nyeri dan muntah dapat mengakibatkan


 Bantu pasien dalam melakukan ADL lelah fisik dan emosional
 Melakukan prosedur dengan baik  Dekompresi akan mengurangi rasa tidak
dan tepat (sistematis) nyaman
 Beri dukungan moril dan spirituil  Pencegahan komplikasi dan meningkat-
timbulkan rasa nyaman kan rasa aman

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ILEUS


OBSTRUKTIF

Pengertian
Ileus obstruktif yaitu terganggunya isi intestinal secara fisik; hal ini dikarenakan
keadaan-keadaan :
 Perlengketan (Adhension)
 Hernia
 Neoplasma
 Penyakit peradangan usus

100
 Benda asing dan batu empedu
 Fecal impaction
 Stricture: kongenital dan radiasi
 Intussepsi (biasanya pada bayi dan balita)
 Volvulus (biasa pada manul)

Patofisiologi
Pada saat intestinal tidak mampu mengabsorbsi dan mendorong isi ke
bagian bawah saluran cerna, maka pada daerah tersebut akan mengalami distensi.
Pada keadaan demikian, maka intestinal berupaya mendorong isi ke bagian bawah
sehingga terjadi peristaltik usus yang berkelebihan. Kemudian berkat peristaltik
yang berkelebihan tadi, maka akan merangsang sekresi intestinal yang
berkelebihan sehingga terjadilah distensi. Hal ini akan menyebabkan oedema pada
daerah bowel dengan meningkatnya permeabilitas kapiler, lain plasma masuk ke
dalam cavum peritoneil sehingga cairan terjebak dalam lumen intestinal akhirnya
terjadi penurunan absorbsi cairan dan elektrolit di dalam vaskuler. Tanda yang
khas terjadi pada pasien adalah ketidakseimbangan elektrolit dan penurunan
volume darah. Pada kondisi demikian, maka potensial terjadinya Schok
Hypovolemic sangat besar mulai dari tingkat ringan sampai berat.
Permasalahan yang khusus tentang cairan dan elektrolit ini tergantung pada
bagian mana yang tersumbat. Bila Obstruksi terjadi pada bagian atas usus kecil
maka akan mengakibatkan kehilangan Gastric Hydrochloride yang kelak akan
menjadi Metabolic Alkolosis. Kemudian bila Obstruksi terjadi pada bagian bawah
duodenum -bagian atas usus besar, maka akan mengalami gangguan
keseimbangan asam - basa lambung (dapat memberikan tanda-tanda khusus).
Namun, bila Obstruksi ini terjadi pada bagian bawah usus kecil, maka akan
kehilangan cairan alkaline yang kelak akan menyebabkan Metabolic Acidosis.

Komplikasi
Berdasarkan inside terjadinya komplikasi, maka prosentasi terbanyak karena
terjepit antara small intestine dengan bowel (60 %), kemudian diikuti daerah large
bowel (30 %), dan terakhir Small Bowel (10 %). Selain prosentase tersebut, ada
pula komplikasi lain yaitu :

1. Hypovolemia berat akibat dari insufisiensi ginjal


2. Peritonitis tanpa atau dengan perforasi akibat berkembangbiaknya bakteri
peredaran darah di sekitar itu terganggu terhenti necrose perforasi.
3. Sepsis schol akibat endotoxin dari bakteri sehingga endotoxin masuk ke
peredaran darah sistemik dan limpaatik.
4. Anemia berat karena kehilangan darah di daerah intestinal dan peritonium.

I. Pengkajian

101
a. Riwayat
 Faktor-faktor yang mungkin terjadi resiko obstruksi
 Penggunaan obat yang lalu dan sekarang masih digunakan (serta
kaji waktu, diagnosa, pengobatan).
 Cari informasi yang spesifik tentang : operasi abdomen, terapi
radiasi, penyakit chorn, ulserative colitis, diverticullitis, batu
empedu, hernia, dan tumor).
 Kebiasaan dietary, hal ini untuk mengkaji keadaan yang terjadi
akhir-akhir ini seperti mual, muntah, dan pola BB.
 Kaji kesehatan keluarga tentang riwayat kanker kolorektal, keadaan
darah dalam feses, atau terjadinya perubahan pola BAB.

a. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik ini dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
tenang, sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat. Adapun metode
yang akan digunakan adalah inipeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi;
dilakukan secara berurutan dan sistematis (head to toe). Namun, selain
pengkajian fisik secara umum, terdapat pula pengkajian fisik yang
bersifat focusing atau data fokus, antara lain :
Inspeksi
1) Pada abdomen akan terlihat : tegang, kulit mengkilap, dan bila
semakin distensi maka umbilikal akan tampak muncul.
2) Nausea-vomiting :
 Konsistensi, tergantung pada lokasi terjadinya obstruksi:
 Ileum bagian atas ; keadaan muntah menyemprot dan
berisi makan yang telah dicerna, tetapi bila larnbung
kosong hanya cairan, mukus, dan air yang keluar.
 Ileum bagian bawah : tidak ada muntah. Dalam keadaan
demikian katup Ileucecal mencoba untuk mencegah
terjadinya regurgitasi.
 Warna dan bau menyengat ke rena hasil pembusukan bakteri di
bagian proxima atau karena terkontaminasi dengan fecal.
 Nafas berbau busuk akibat pembusukan oleh bakteri
 Obstruksi pada obstruksi total usus kecil.
Palpasi
 Bagian atas (proximal) usus kecil : nyeri tekan dan nyeri lepas.
 Bagian tengah dan distal usus kecil : nyeri yang bersifat
periodik dan periumbilikal terkadang kram.
 Bagian bowel : nyeri perut dan atau kram.
Pada keadaan ini (nyeri dan kram) perlu divalidasi melalui pertanyaan
kapan timhul dan hilangnya, bila saat bagaimana hilang dan timbul,
serta perlu pula ditanyakan kualitas nyeri skala PQRST.

102
Auskultusi
Gelombang peristaltik pada daerah proximal terdengar keras
(borbrygmi), bunyi ini biasanya mengawali proses obstruksi. Bila sudah
terjadi obstruksi, maka bising usus tidak akan terdengar lagi khususnya
pada daerah distal. Pada keadaan ini akan segera terjadi distensi.

Parkusi
Jari telunjuk (jari tangan) yang biasa digunakan untuk melakukan
perkusi pada daerah abdomen. Biasanya akan terdengar suara Dullnes
atau suara redup bila terjadi (cairan atau gas).

a. Pengkajian Psikologis
Perawat perlu mengkaji reaksi yang terjadi dari aspek psikologis
pasien tentang cemas dan takut. Cemas karena obstruksi dan
pelaksanaan pemeriksaan dan diagnosa. Sedangkan rasa takut timbul
terhadap nyeri, kram, distensi dan mutah.
Tim kesehatan biasanya tidak segera mengetahui keadaan
demikian. Oleh karena itu, maka perawat harus peka mengetahui hal ini
dengan menggunakan pertanyaan yang dapat menggali perasaan pasien
dan dapat dituangkan dalam bentuk verbalis.
b. Data Penunjang
1) Laboratorium
Tidak ada test laboratorium yang dapat dengan tepat mendukung
diagnosa obstruksi. Biasanya nilai sel darah putih (WBC) dalam
keadaan batas normal. Kalau saja terjadi peninggian hal ini
disebabkan oleh keadaan lain (infeksi). Namun demikian perawat
perlu mengkaji data laboratorium untuk petunjuk indikasi daerah
terjadinya obstruksi.
 Bagian atas (proximal) usus kecil dapat memperlihatkan
peninggian kadar konsentrasi CO2 di dalam serum dalam
keadaan Metabolic alkalosis.
 Bagian bawah (distal) usus besar memperlihatkan konsentrasi
CO2 dalam serum rendah pada keadaan Metabolic Acidosis.

2) Radiographic
 Segera melakukan pemeriksaan secara X-ray bagian abdomen :
tegak dan melintang.
 Distensi : terlihat cairan pada daerah small intestine dan gas
pada daerah large intestine.
 Perlu diingat, bila dalam pemeriksaan terdapat udara bebes
pada cavum intestine hati-hati terjadinya perforasi.

103
3) Lain-lain
 Andoscopy (sigmoidescopy atau colonoscopy)
 Barium enema study

Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi intestinal sehubungan dengan dampak obstruksi
2. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan :
 Penurunan reabsorbsi
 Kehilangan sekresi
 Muntah
3. Nyeri sehubungan dengan distensi abdomen dan peristaltik yang meningkat.
4. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan :
 Perkembangbiakan bakteri berlebihan
 Perforasi
5. Pola nafas yang tidak efektif sehubungan dengan distensi abdomen.
6. Penurunan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan muntah.
7. Penurunan CD sehubungan dengan :
 Penurunan volume darah
 Terganggunya aliran vena-arteri bowel.
8. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan :
 Ketidak seimbangan cairan elektrolit.
 Ketidaknyamanan.

Perencanaan Keperawatan
DX.l
1. Kolaborasi untuk pemasangan tube testinal :
a. Pemasangan Nasointestine Tube (NIT), perhatikan :
 Ubah posisi tiap 2 jam.
 Monitoring aliran cairan intestine secara gravitasi
 Masukkan udara 10 cc bila aliran tidak lancar (jangan pakai air jika
tidak ada advice dari dokter)
 Lakukan suction dengan hati-hati; menggunakan suction lumen
tunggal
 Berikan catatan di tempat tidur dan status pasien tentang penggunaan
mercury

b. Pemasangan Nasogasstric Tube (NGT), perhatikan


 Monitor pasien setiap 4 jam, kemudian kaji tentang keadaan posisi
NGT, pengeluaran cairan gasstrik, serta integritas kulit di sekitar
penekanan NGT.
 Dengar peristaltik usus pada saat tidak dilakukan suction
 Puasakan pasien

104
2. Kolaborasi pemberian cairan dan nutrisi per parenteral.
 Evaluasi jumlah dan jenis platus setiap hari
 Kaji keadaan nause, vomiting, distensi abdomen, dan posisi NGT.
3. Monitor adanya kemungkinan komplikasi
4. Pertahankan posisi pasien semi fowler
5. Kolaborasi tindakan pembedahan.

Pembedahan
a. Pre - operasi
 Diskusi rencana ini dengan pasien
 Bila masih memungkinkan pasang NIT / NGT
 Lakukan suction dengan hati-hati
 Kaji kemampuan pasien untuk perawatan mandiri
b. Prosedur operasi
 Perlengketan dilakukan laparatomy
 Tumor dilakukan colostomy permanen/temporer
 Fecal empaction dilakukan embolectomy
 Gangguan dilakukan pengangkatan sebagian
c. Post - operasi
 Pasang NGY sampai timbul peristaltik yang efektif
 Berikan pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip perawatan luka
secara umum dan mencegah agar tidak kembali terjadi (bila fecal
impaction) untuk di rumah sakit maupun di rumah setelah kembali
pulang.

DX.2
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan :
 Pemberian cairan elektrolit dengan potasium per IV
 Pemberian darah bila diperlukan
 Monitor TPRS, intake - output cairan, turgor kulit, mucosa kulit, dan oedema.
 Bantu pasien dalam pemenuhan nutrisi, serta jelaskan jenis diet yang perlu
dikonsumsi.
 Bersihkan daerah mulut dan mukosa agar tetap lembab dan bersih.
 Tidak memberikan glicerine dan kembang es untuk melembabkan bibir
kering.

DX.3
 Kaji kualitas dan lokasi nyeri secara kontinue
 Lapor segera bila nyeri berubah menjadi kolik yang menetap.
 Jelaskan pada pasien dan keluarga agar tidak menggunakan obat analgetik
untuk mengurangi nyeri.

105
 Monitor timbulnya side effect daripada Demetrol ; biasanya timbul mual dan
muntah.
 Pertahankan posisi pasien dengun semi fowler dan kaji kemungkinan
terjadinya sesak akibat distensi.
 Bersihkan sekresi yang terdapat di sekitar lubang hidung (bila terpasang NGT
- NIT) & beri pelumas.

Bagi seluruh pasien yang akan kembali ke rumah sebaiknya dipersiapkan


dengan baik melalui pendidikan kesehatan, antara lain :
1. Perawatan di rumah tergantung pada penyebab obstruksi dan tipe pengobatan
yang diberikan selama di rumah sakit.
Non - pembedahan
Perawatan perlu mengkaji kemampuan pasien untuk perawatan mandiri di
rumah, dan mengubah cara hidup yang baik bila terjadi fecal impaction.
Pembedahan
Kaji kemampuan pasien untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, bila
terpasang colostomy permanen maka pasien diharapkan dapat menolong
dirinya sendiri dengan bantuan minimal dari orang lain.
2. Pemberian Pendidikan Kesehatan
 Ingatkan pasien untuk segera datang ke rumah sakit bila terdapat nyeri
abdomen, distensi, nausea, vomiting, konstipasi, atau fecal impaction
(manula) agar mendapatkan pertolongan segera. Serta pasien dan
keluarga perlu mengubah cara hidup yang benar untuk mencegah
terjadinya obstruksi ulang.
 Jelaskan untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat, rendah lemak, olah
raga yang teratur, serta minum air yang cukup jika tidak ada kontra
indikasi.
 Biasanya dokter memberikan resep Laxative agar tetap mempertahankan
pola eliminasi yang teratur
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang prinsip-prinsip perawatan luka
peng-gunaan obat dan melakukan aktifitas yang sesuai.

1. Prinsip Psikososial
Tergantung pada faktor penyebab dan pengobatan yang diberikan di rumah
sakit, sehingga kecemasan dan rasa takut akan berkurang di masa mendatang.
2. Sumber-sumber / Tempat Kesehatan
Kegunaan untuk follow - up, ini pun tergantung pada sebab dan tipe tindakan
yang diberikan di rumah sakit. Bila penyebabnya fecal impaction maka
perawatan di rumah cukup dengan memanggil tim kesehatan yang terdekat.
Tetapi bila pasien dengan colostomy permanen maka sebaiknya pasien
meminta agar ada perawat yang Home visite.

106
ASUHAN KEPERAWATAN FASTEN DENGAN
TRAUMA ABDOMEN

Pendahuluan
Trauma Abdomen merupakan salah satu penyebab gangguan sistem
pencernaan. Pada pasien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami
perlukaan pada satu atau beberapa organ abdomen, hampir 1/4 dari seluruh
kematian trauma abdomen dikarenakan mengalami perlukaan satu atau beberapa
organ obdamen. Perlukaan organ obdamen tersebut biasanya dikategorikan ke
dalam trauma tumpul. Baik trauma tembus maupun trauma tumpul dapat
mengakibatkan peninggian angka kematian dan angka kesakitan.
Insiden trauma tumpul yang berat menyumbangkan angka kematian hampir
23% - 46% yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan trauma
tembus abdomen biasanya diasosiasikan dengan perkembangan dan prevalensi
tembakan dan senjata serta luka tusuk.

Pathofisiologi
Dampak trauma abdomen tergantung pada :
 Daerah/lokasi yang terkena
 Jenis luka
 Penanggulangan emergensi

Trauma pada abdomen dapat bersifat tumpul atau trauma tembus. Trauma tumpul
akan menyebabkan :
Ruptur organ-organ dalam abdomen yang akan menyebabkan perdarahan yang
dapat pula terjadi shock dan peritonitis.

Trauma tembus akan menyebabkan kemungkinan organ-organ dalam


abdomen keluar, di samping perdarahan, Schock dan peritonitis.

a. Perdarahan
Berdasarkan susunan anatomi organ-organ abdomen, maka perdarahan
biasanya mengikuti kerusakan yang terkena trauma. Namun biasanya organ
yang terkena yaitu bagian atas hepar dan lien. Hal ini dikarenakan pernbuluh
darah abdomen lebih mudah mengalami perlukaan (cidera). Jika hepar dan
lien mengalami trauma berat, maka akan timbul gejala schok dan perdarahan
yang kerapkali mengakibatkan kematian segera setelah trauma.

107
Kadang-kadang gejala perdarahan dapat mereda selama satu atau dua
hari, tetapi kemudian timbul perdarahan lagi secara tiba-tiba setelah
melakukan aktifitas; walaupun hanya BAB di atas pispot.
Pada keadaan demikian, frekuensi nadi (dari lambat tiba-tiba cepat)
dapat memberikan petunjuk terjadinya perdarahan abdomen. Kenaikan
frekuensi nadi tersebut setelah cardiovaskuler mengalami kegagalan
melakukan kompensasi. Selain itu, maka nyeri di puncak bahu dapat
menunjukkan adanya perlukaan di daerah lien; tergantung pada lobus mana
yang mengalami perlukaan serins (J.F. Palmar, p.560)

b. Peritonitis
Keadaan ini bisa terjadi pada organ-organ perut, organ berongga,
seperti usus, kandung kemih, dan lambung. Jika lambung mengalami
perlukaan, maka akan timbul muntah dan kadang-kadang hematomisis.
Narnun bila usus yang terkena maka akan diikuti oleh melena dan atau diare.
Sedangkan bila vesika urinaria yang terkena, maka akan terjadi hema turi
yang ringan serta muntah dan rigiditas perut otot setempat.
Mengacu pada ketiga organ tersebut di atas, maka trauma tembus usus
merupakan penyebab peritonitis yang paling sering. Keadaan ini dapat
menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan
gerakan peristaltik usus akan berhenti tiba-tiba, bahkan terjadi paralitis
dinding usus secara langsung.

c. Ruptur Vesika Urinaria


Trauma biasanya mengenai daerah hipogastrium tatkala kandung kemih
(vesika urinaria) berada dnlam keadaan distensi. Biasanya banyak terjadi
pada anak-anak; hal ini sehubungan dengan susunan anatomi VU pada anak
terletak tinggi dalam rongga abdomen. Bila membran uretra pun rupture
secara melintang, sedangkan VU masih melekat maka otot spinchter VU akan
mengalami kontraksi yang berkelebihan sehingga VU akan mengalami over
distensi. Jadi dalam hal ini petunjuk yang pasti bukan nyeri abdomen bagian
bawah, melainkan adanya benjolan yang tegang dan nyeri pada bagian
abdomen atas.

d. Shock
Trauma pada abdomen bagian atas terutama di regio hipogastrium dapat
menyebabkan shock. Apabila gejala schok tidak menghilang dalam waktu 6
jam, maka kemungkinan besar terdapat perdarahan atau peritonitis. Pada
keadaan demikian, maka seorang perawat harus dapat membedakan antara
shock dengan pingsan.

PENGKAJIAN

108
Pada kasus trauma abdomen, maka pengkajian perawat yang utama adalah
mengetahui keadaan schok hypovolemic, baru kemudian melihat perubahan
tingkat kesadaran dan keadaan kulit. Keadaan kulit biasanya lebih jelas untuk
menunjukkan tanda klinik schok antara lain :
a. Shock ringan : kulit tampak pucat, dingin dan lembab.
b. Shock sedang : banyak keringat dan tidak BAK.
c. Shock berat : biasanya terjadi perubahan tingkat kesadaran yang
dimanifes-tasikan dengan bingung dan disorientasi.

Saat melakukan pengkajian sebaiknya perawat bertanya pada pasien (tingkat


kesadaran CM) tentang ada tidaknya tanda/gejala, lokasi, dan kualitas nyeri. Pada
pelaksanaan ini, maka sebaiknya pakaian pasien harus dibuka untuk mengkaji
perdarahan dan luka. Bila pasien diduga tidak mengalami perdarahan dan
peritoritis, maka segera perawatan mempersiapkan pasien dan sarana untuk
dilakukan radiography, lavage peritonea, dan computed tomography sesuai
dengan program.

Data fokus yang perlu diperhatikan dan dikaji oleh perawat pada pasien
dengan kasus trauma abdomen, antara lain :
a. Inspeksi adanya contusio, abrasi, laserasi, penetrasi, keadaan simetris. Selain
itu perlu juga dikaji daerah anterior abdomen, punggung, panggul, genetalia,
dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan adanya perdarahan,
maka perawat harus menggunakan petunjuk Cullen"s sign yaitu perdarahan
pada umbilicus bila terjadi trauma panggul dan Turner's sign yaitu perdarahan
retroperineal bila terjadi perdarahan pada dinding abdomen.
b. Auskultasi dengan menggunakan alat stetoskop, yaitu untuk mendengar
bising usus dan bruit. Bila tidak terdengar bising usus, maka perawat harus
curiga terjadinya perdarahan dan perkembangan bakteri usus yang
berkelebihan.
c. Perkusi dengan menggunakan jari tangan (telunjuk) atau beberapa jari. Bila
terdengar suara timpani yang berkelebihan (Balance"s sign), maka dicurigai
adanya penumpukan udara bebas yang mengindikasikan adanya luka tembus.
Namun bila terdengar redup, maka perawat dapat menduga terjadinya
akumulasi atau darah pada daerah usus besar dan lambung.
d. Palpasi ini harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi
akumulasi cairan / darah / udara, sehingga abdomen akan mengalami distensi.

Selain menggunakan keempat tehnik tersebut, maka perawat perlu juga


mengumpulkan data penunjang seperti hasil pemeriksaan laboratorium, hasil
radiography, dan rencana pemberian therapy (pembedahan atau non pembedahan).

109
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan volume sirkulasi sehubungan dengan terputusnya integritas
jaringan dan veseral.
2. Terputusnya integritas jaringan akibat trauma tusukan
3. Potensial terjadinya shock hypovolemic sehubungan dengan perdarahan
4. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan invasi kuman.
5. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) sehubungan dengan perangsangan saraf yang
ber- kelebihan akibat diskontuinitas jaringan.

PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tujuan Keperawatan :
1. Mengembalikan volume sirkulasi darah
2. Integritas jaringan kembali sempurna
3. Tidak terjadi shock
4. Tidak terjadi infeksi sebagai akibat komplikasi
5. Gangguan rasa nyaman lebih minimal
Intervensi Keperawatan:
1. Kolaborasi pemberian cairan perparenteral sesuai kebutuhan pasien
2. Ukur tanda-tanda vital setiap 1/2 - 1 jam
3. Monitoring nilai analisa gas darah untuk mengkaji adanya hypoxemia
4. Kolaborasi pemeriksaan elektrolit darah, glukosa, amilase serum, BUN, LFT
dan protrombin time
5. Pemeriksaan Mb, Ht secara berkala
6. Monitor kerja jantung setiap jam.
7. Ukur output cairan (urine), bila perlu gunakan voley kateter
8. Lakukan pemasangan NOT bila dijumpai distensi abdomen yang berat
9. Beri antibiotika sesuai dengan program terapi
10. Kaji lokasi, keadaan luka dan bila ada eviserasi tutup dengan has yang
lembab dan hangat sampai ada program terapi selanjutnya
11. Kolaborasi pemberian analgesik bila sangat diperlukan
12. Periksalah secara seksama setiap 15 menit peristaltik usus,distensi, penurunan
kesadaran.

PEMBEDAHAN

110
Pembedahan tipe Laparatomy biasanya dilakukan segera bila diketahui
adanya tanda-tanda iritasi peritonium. Namun dapat pula hanya memperbaiki
perlukaan dan membersihkannya dengan menggunakan anestesi lokal.
Bila terdapat perlukaan pada daerah colon, biasanya alternatif pilihan yaitu
melakukan colostomy baik permanen maupun sementara.
Pada semua pasien trauma abdomen yang akan dilakukan pembedahan, makan
intervensi yang perlu diberikan meliputi persiapan operasi, post operasi, dan
pendidikan kesehatan baik pro dan post operasi. Adapun prinsip intervensi pro dan
post operasi serta pendidikan kesehatan pro dan post operasi sama saja pada semua
jenis pembedahan.
EVALUASI
Evaluasi keperawatan mencakup:

1. Bagaimana kondisi sirkulasi


Hasil yang diharapkan ;
a. Tekanan darah, nadi, pernapasan dalam batas normal
b. Urine output 30 - 40 ml/jam
c. Kesadaran baik

2. Bagaimana kondisi jaringan tubuh


a. Penyembuhan baik, komplikasi infeksi pada luka tidak terjadi

3. Bagaimana kenyamanan pasien


a. Ekspresi wajah rileks
b. Pasien dapat beristirahat
c. Pasien dapat berpartisipasi dalam tindakan pengobatan

111
Prinsip pada Pasien yang mengalami Pembedahan Kolon

Perawatan Preopertif
1. Mencegah Infeksi
a. Berikan resep diet rendah residu beberapa hari sebelum pembedahan.
b. Berikan cairan bening sehari sebelum pembedahan.
c. Berikan obat antibiotik sesuai ressep.
d. Berikan enema dan lakssatip sesuai
2. Pendidikan
a. Jelaskan prosedur-prosedur postoperatif yang khusus (misalnya, intubasi
nasogastrik, cairan parenteral untuk beberapa hari).
b. Ajarkan latihan nafas dalam dan latihan batuk serta ROM pada kaki.
Ajarkan cara menggunakan pegangan di sisi tempat tidur untuk
mempermudah membalikkan tubuh tanpa menimbulkan tarikan pada
abdomen.

Perawatan postoperative
1. Meningkatkan oksigenasi
a. Beri dorongan untuk melakukan latihan miring dan nafas dalam.
b. Beri dorongan agar pasien agar lebih aktif
2. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
a. Pertahankan patensi dari tube Gastro intestinal
b. Catat jumlah drainase dengan akurat.
c. Pertahankan cairan parenteral sesuai program.
c. Monitor adanya tanda-tanda kehilangan cairan (kulit dan selaput mukosa
kering, turgor kulit menurun) atau overhydrsasi, terutama pada usia
lanjut.
3. Meningkatkan Eliminasi
a. Monitor adanya tanda-tanda peristaltik usus sudah kembali (flatus adanya
bising usus).
b. Beri dorongan agar pasien meningkatkan ambulasi.
c. Monitor karakteristik feses yang keluar pada masa permulaan.

112
4. Meningkatkan rasa nyaman.
a. Berikan oral hygiene hingga minimil peroral dapat diberikan dengan
bebas.
b. Beri pelumas pada tempat insersi NGT.
c. Gunakan langkah-langkah untuk mempertahankan kelembaban selaput
mukosa mulut (membilas mulut, mengunyah permen karet, mengulum
permen yang keras).
d. Berikan analgetik dalam waktu yang teratur selama 48 jam untuk
mencegah nyeri yang hebat.
5. Pendidikan
a. Minum paling sedikit 200 ml cairan setiap hari untuk menghindari
konstipasi.
b. Hindarkan penggunaan laksatif tanpa petunjuk medis; pelunak feses

113

Anda mungkin juga menyukai