Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 2

BLOK TUMBUH KEMBANG & GERIATRI


“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
Muhammad Inas Ghalda Intisar (016.06.0006)
Nyoman Gita Gayatri Ningrum (017.06.0004)
Lalu Azid Airlangga (017.06.0053)
Putu Bany Surya Buana Putri (018.06.0004)
Novi Ema Sri Wahyuni (018.06.0068)
Salma Rhihadatul Fitrah (018.06.0070)
Gusti Putu Satya Diva Pradana (018.06.0072)
Luh Made Sari Diantari (018.06.0076)
Fira Ristanti (018.06.0078)
Dewa Ayu Kade Veren Pramesti (018.06.0080)
Sindy Puspita Candani Sofyan (018.06.0084)

Tutor : dr. Dian Rahadianti, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHARMATARAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 2 yang berjudul “Anakku Seperti Orang Tua”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 2 yang meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. dr. Dian Rahadianti, M.Biomed sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 8
yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk menyusun
makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 3 Februari 2021

Penyusun

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ ii


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Permasalahan Skenario LBM 2 1
1.2. Pembahasan Permasalahan pada Skenario 1
1.3. Rangkuman Permasalahan 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Nilai Normal Antropometri Anak usia 5 tahun 4
2.2. Mikronutrien dengan Kejadian pada Skenario 10
2.3. Susu Formula Menunjang nutrisi dan Pertumbuhan 11
2.4. Kelainan Kongenital Mempengaruhi Pertumbuhan 13
2.5. Pembahasan Diagnosis Banding 16
2.6. Penegakkan Diagnosis Kerja 20
2.7. Epidemiologi Marasmus Primer 20
2.8. Patofisiologi Marasmus Primer 21
2.9. Klasifikasi Marasmus Primer 22
2.10.Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Marasmus Primer 22
2.11.Tatalaksana Marasmus Sekunder 24
2.12.Komplikasi Gangguan Bipolar 27
2.13.Prognosis Gangguan Bipolar 27

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan 28

DAFTAR PUSTAKA 29

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ iii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Permasalahan Skenario LBM 3


Adi, laki-laki umur 5 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas karena
sulit makan sejak lama. Adi merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara dan
berasal dari keluarga yang tidak mampu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tampak rewel, wajah seperti orang tua, badan kurus, kulit keriput, perut
cekung, iga gambang. Dokter pun melakukan pemeriksaan antropometri BB
13, TB 98 cm. Kondisi apakah yang dialami Adi dan bagaimana
penatalaksanaannnya?

1.2. Pembahasan Permasalahan pada Skenario


Pada pemeriksaan fisik di skenario didapatkan ank tampak rewel, wajah
seperti orangtua, badan kurus, kulit keripit, perut cekung dan iga gambang. Hal
ini bisa merupakan gejala kelaparan yang hebat karena makanan yang
dikonsumsi tidak menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan
hidupnya sehingga badan menjadi sangat kecil dan tinggal kulit pembalut
tulang dan apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan
menggunakan cadangan zat gizi yang ada di dalam tubuh, yang berakibat
semakin lama cadangan semakin habis dan akan menyebabkan terjadinya
kekurangan yang menimbulkan perubahan pada gejala klinis seperti di
skenario.
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi. KEP merupakan istilah umum yang meliputi
malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan
kwashiorkor. Penyebab KEP terbagi menjadi dua yaitu malnutrisi primer dan
malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 1


sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,
menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi
dari tubuh.
Kemiskinan atau pendapatan keluarga yang rendah sangat berpengaruh
kepada kecukupan gizi keluarga.Kekurangan gizi berhubungan dengan
sindroma kemiskinan. Tanda-tanda sindroma kemiskinan antara lain berupa:
penghasilan yang sangat rendah sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan,
sandang, pangan, dan perumahan; kuantitas dan kualitas gizi makanan yang
rendah; sanitasi lingkungan yang jelek dan sumber air bersih yang kurang,
akses terhadap pelayanan yang sangat terbatas; jumlah anggota keluarga yang
banyak, dan tingkat pendidikan yang rendah. Masyarakat yang tergolong
miskin dan berpendidikan rendah merupakan kelompok yang paling rawan
gizi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan untuk menjangkau pangan
yang baik secara fisik dan ekonomis.
Status gizi pada masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Kondisi
sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status
gizi. Bila kondisi sosial ekonomi baik maka status gizi diharapkan semakin
baik. Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi
keluarga (orangtua), antara lain pendidikan orangtua, pekerjaan orang
tua,jumlah anak orang tua, pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi
ekonomi orangtua secara keseluruhan.
Kelompok kami mengambil diagnosis banding yaitu marasmus,
marasmus-kwashiorkor dan progreria. Diagnosis marasmus dan marasmus-
kwashiorkor diambil karena kelompok melihat bahwa anak laki laki didalam
sekenario mengalami malnutrisi dilihat dari adanya gejala klinis berupa kulit
keriput,badan kurus, wajah seperti orang tua, perut cekung, iga gambang dan
tampak rewel. Serta memiliki kondisi ekonomi yang keluarga yang kurang
mampu. Sehingga keadaan tersebut membawa kami untuk berpikir mengarah
kemalnutrisi tipe marsmuas dan marasmus-kwashiorkor. Sedangkan progreria
diambil sebagai diagnosis banding karena adanya gejala berupa anak yang
terlihat seperti orang tua.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 2


1.3. Rangkuman Permasalahan

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Nilai Normal Antropometri Anak usia 5 tahun


Antropometri adalah suatu metode yang digunakan untuk menilai
ukuran, proporsi, dan komposisi tubuh manusia. Standar Antropometri Anak
adalah kumpulan data tentang ukuran, proporsi, komposisi tubuh sebagai
rujukan untuk menilai status gizi dan tren pertumbuhan anak. Klasifikasi
penilaian status gizi berdasarkan Indeks Antropometri sesuai dengan kategori
status gizi pada WHO Child Growth Standards untuk anak usia 0-5 tahun dan
The WHO Reference 2007 untuk anak 5-18 tahun.
A. Indeks Standar Antropometri Anak
Standar Antropometri Anak didasarkan pada parameter berat badan dan
panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 (empat) indeks, meliputi:
1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Indeks BB/U ini
menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak.
Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang
(underweight) atau sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat
gemuk. Penting diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah,
kemungkinan mengalami masalah pertumbuhan, sehingga perlu
dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau BB/TB atau IMT/U sebelum
diintervensi.
2. Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur
(PB/U atau TB/U) Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan
pertumbuhan panjang atau tinggi badan anak berdasarkan umurnya.
Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek (stunted) atau
sangat pendek (severely stunted), yang disebabkan oleh gizi kurang
dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong tinggi
menurut umurnya juga dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan tinggi

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 4


badan di atas normal (tinggi sekali) biasanya disebabkan oleh gangguan
endokrin, namun hal ini jarang terjadi di Indonesia.
3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau
BB/TB) Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah berat
badan anak sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya.
Indeks ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak gizi kurang
(wasted), gizi buruk (severely wasted) serta anak yang memiliki risiko
gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi gizi buruk biasanya
disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja
terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis).
4. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Indeks IMT/U digunakan
untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, berisiko
gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau
BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U
lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan
ambang batas IMT/U >+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani
lebih lanjut untuk mencegah terjadinya gizi lebih dan obesitas.

B. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak


Indeks Kategori Status Gizi Ambang batas
(Z-score)
Berat badan sangat kurang
< -3 SD
Berat Badan menurut (severely underweight)
Umur Berat badan kurang -3 SD s/d <- 2
(BB/U) anak usia 0- (underweight) SD
60 bulan Berat badan normal -2 SD s/d +1 SD
Risiko berat badan lebih > +1
Panjang Badan atau Sangat pendek (severely
< -3 SD
Tinggi Badan stunted)
menurut Umur (PB/U Pendek (stunted) -3 SD s/d < -2
SD

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 5


Normal -2 SD s/d +3 SD
atau TB/U) anak usia Tinggi > +3 SD
Berat
0 - 60 Badan
bulan menurut Gizi buruk (severely
< -3 SD
Panjang Badan atau wasted)
Tinggi Badan Gizi kurang (wasted) -3 SD s/d < -2
(BB/PB atau BB/TB) SD
anak usia 0 - 60 bulan Gizi baik (normal) -2 SD s/d +1 SD
Berisiko gizi lebih
> +1 SD s/d +2
(possible risk of
SD
overweight)
Gizi lebih (overweight) > +2 SD s/d +3
SD
Obesitas (obese) > +3 SD
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely
< -3 SD
menurut Umur wasted)
(IMT/U) anak usia 0 - Gizi kurang (wasted) -3 SD s/d < -2
60 bulan SD
Gizi baik (normal) -2 SD s/d +1 SD
Berisiko gizi lebih
> +1 SD s/d +2
(possible risk of
SD
overweight)
Gizi lebih (overweight) > +2 SD s/d +3
SD
Obesitas (obese) > +3 SD
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely
< -3 SD
menurut Umur thinness)
(IMT/U) anak usia 5- Gizi kurang (thinness) -3 SD s/d < -2
18 tahun SD
Gizi baik (normal) -2 SD s/d +1 SD
Gizi lebih (overweight) > +1 SD s/d +2
SD
Obesitas (obese) > +2 SD

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 6


C. Tabel Standar Antropometri
Untuk menentukan status gizi anak, baik menggunakan tabel perlu
memperhatikan keempat indeks standar antropometri secara bersamaan
sehingga dapat menentukan masalah pertumbuhan, untuk dilakukan
tindakan pencegahan dan tata laksana lebih lanjut. Berikut tabel standar
antropometri yang berkaitan dengan kasus pada skenario, sesuai dengan
usia adi yakni 5 tahun (60 bulan), BB = 13 kg, TB = 98 cm.
 Tabel 1 Standar Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Anak Laki-Laki
Umur 60 Bulan
BB (Kg)
Umur -3 -2 SD -1 SD Median +1 SD +2SD +3SD
SD
60 bulan 12,4 14,1 16,0 18,3 21,0 24,2 27,9

 Tabel 2 Standar Tinggi Badan Menurut (TB/U) Anak Laki-Laki Umur 60


Bulan
TB (cm)
Umur -3 SD -2 SD -1 SD media +1 SD +2SD +3SD
n
60 bulan 96,1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 123,9

 Tabel 3 Standar Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Anak Laki-
Laki Umur 60 Bulan
BB (Kg)
TB
-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2SD +3SD
98,0 11,7 12,6 13,7 14,8 16,1 17,5 19,1

Tabel 4 Standar Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Laki-Laki
Umur 60 Bulan
IMT
Umur
-3 SD -2 SD -1 SD median +1 SD +2SD +3SD
60 bulan 12,0 12,9 14,0 15,2 16,6 18,3 20,3

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 7


Berdasarkan tabel standar diatas diperoleh bahwa Adi mengalami berat
badan kurang (underweight) karena jika dicocokan dengan usia dan berat
badannya berkisar pada -3 SD s/d <- 2 SD. Tinggi badan Adi menurut
umurnya dikatakan pendek (stunted) karena nilai TB/U berkisar -3 SD s/d <
-2 SD, dan juga untuk BB/TB Adi jika dicocokan dengan nilai pada tabel
anak yang berusia 60 bulan, dengan tinggi badan 98 cm normalnya memiliki
berat badan berkisar -2 SD s/d +1 SD. Untuk IMT Adi diperoleh nilai IMT
13,53, dimana nilainya masih berkisar -2 SD s/d +1 SD.
Penyimpangan pola pertumbuhan dapat bersifat nonspesifik atau dapat
merupakan indikator penting adanya kelainan kronik dan serius. Pengukuran
panjang/tinggi badan, berat badan, lingkar kepala harus dilakukan pada tiap
kunjungan. Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa pedoman untuk
mengevaluasi pertumbuhan yang normal. Pertumbuhan harus diukur dan
dibandingkan dengan menggunakan kurva pertumbuhan. Pengukuran secara
serial jauh lebih bermanfaat daripada pengukuran tunggal sewaktu untuk
mendeteksi penyimpangan pola pertumbuhan anak meskipun nilainya masih
dalam kisaran standar deviasi normal. Mengikuti pola pertumbuhan anak
dapat menuntun kita untuk menentukan apakah pertumbuhan anak masih
dalam batas normal atau perlu evaluasi lebih lanjut.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 8


Tabel Rules of Thumb untuk Pertumbuhan
BERAT BADAN
1. Penurunan berat badan pada beberapa hari pertama kehidupan: 5-10%
berat lahir
2. Kembali ke berat badan lahir pada usia 7-10 hari
Dua kali berat lahir pada usia 4-5 bulan
Tiga kali berat lahir pada usia 1 tahun
Empat kali berat lahir pada usia 2 tahun
3. Berat rerata:
3,5 kg pada saat lahir
10 kg saat usia 1 tahun
20 kg pada usia 5 tahun
30 kg saat usia 10 tahun
4. Penambahan berat badan tiap hari
20-30 gram pada 3-4 bulan pertama
15-20 gram pada sisa tahun pertama
5. Rerala penambahan berat badan tiap tahun: 2,3 kg
antara usia 2 tahun dan pubertas (spurts dan plateu dapat timbul)
TINGGI
1. Rerata panjang saat lahir adalah 50 cm, 75 cm pada usia 1 tahun
2. Pada usia 3 tahun, rerata tinggi anak adalah 3 kaki
3. Pada usia 4 tahun, rerata tinggi anak adalah 100 cm (dua kali panjang
lahir)
LINGKAR KEPALA
1. Rerata lingkar kepala adalah 35 cm saat lahir (13,5 inci)
2. Lingkar kepala meningkat 1 cm/bulan dalam satu tahun pertama (2 cm
per bulan selama 3 bulan pertama, kemudian menurun); 10 cm selama
sisa hidup yang ada.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 9


2.2. Mikronutrien dengan Kejadian pada Skenario
Pada kasus diskenario, kekurangan mikronutrien juga bisa terjadi,
mengapa demikian? Ini karena bisa saja selama ini Adi tidak mendapatkan
konsumsi mikronutrien yang cukup. Sebenarnya pencegahan malnutrisi pada
balita juga harus dimulai sejak janin masih berada dalam kandungan karena
pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita tidak bisa terlepas
dari pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Pencegahan dapat
dimulai dengan menjaga asupan ibu hamil selalu tercukupi sejak awal
kehamilan. Setelah janin dilahirkan, pencegahan malnutrisi dilakukan dengan
memberikan ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja selama 6 bulan berturut-
turut.
Setelah usia bayi mencapai 6 bulan, selain ASI bayi harus segera
diberikan makanan pendamping ASI secara bertahap, disesuaikan dengan
umur bayi. Pemberian ASI tetap dilanjutkan sampai usia dua tahun. Imunisasi
harus diberikan secara rutin sejak usia 0 bulan. Imunisasi yang rutin dan
lengkap akan mencegah bayi terserang penyakit infeksi. Imunisasi dasar
lengkap adalah imunisasi yang sesuai dengan program pemerintah. Imunisasi
juga harus diulang supaya status kekebalan bayi tetap optimal. Selain
imunisasi, bayi juga harus mendapatkan suplementasi vitamin A karena kadar
vitamin A dalam ASI tidak tinggi, tidak bisa mencukupi kebutuhan.
Program seribu hari pertama kehidupan semestinya anak harus
memperoleh ASI, makanan pendamping ASI yang kaya zat gizi dan
suplementasi mikronutrien. Ini berkaitan dengan kondisi Adi, bisa saja Adi
tidak memperoleh suplementasi mikronutrien. Padahal suplementasi
mikronutrien ini penting bagi balita, contoh mikronutriennhya adalah vitamin
A, zat besi, zink, dan iodium. Zat-zat gizi tersebut penting karena berperan
dalam pertumbuhan dan imunitas.
Pemberian suplementasi seng dan zat besi pada banyak penelitian
terbukti mampu meningkatkan nafsu makan balita. Pemberian suplementasi
seng meningkatkan rerata frekuensi makan dari 4,16 menjadi 4,8 kali per hari.
Sedangkan suplementasi seng dan zat besi mampu meningkatkan rerata

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 10


frekuensi makan dari 4,1 menjadi 5 kali per hari. Hal ini berarti pemberian
suplementasi seng bersama dengan zat besi mampu meningkatkan frekuensi
makan lebih banyak dibandingkan suplementasi seng saja atau zat besi saja.
Suplementasi seng dan zat besi juga terbukti dapat meningkatkan status gizi
balita. Peningkatan berat badan salah satunya disebabkan oleh peningkatan
nafsu makan. Suplementasi seng dan zat besi juga dapat membantu balita
mencapai tinggi badan yang optimal. Proses pertumbuhan linier atau
pertambahan tinggi badan pada balita di atas 2 tahun berjalan lebih lambat
dibandingkan balita di bawah 2 tahun, sehingga dibutuhkan waktu lebih lama
pemberian suplementasi untuk meningkatkan tinggi badan secara signifikan.

2.3. Susu Formula Menunjang nutrisi dan Pertumbuhan


Anak yang mengonsumsi susu formula sebelum umur 6 bulan berisiko
6.19 kali lebih besar untuk mengalami kegemukan. Hal ini dapat dikarenakan
pemberian susu formula yang mempunyai kandungan protein tinggi pada
awal kehidupan dapat memodulasi konsentrasi hormon Insulin-like Growth
Factor-1 (IGF-1). Hormon IGF1 mengatur pertumbuhan serta mengatur
perkembangan jaringan adiposa melalui jalur endokrin. Asupan protein yang
tinggi seperti branched-chain amino acids (BCAA) atau asam amino rantai
terikat meningkatkan sekresi insulin dan IGF-1 yang berdampak pada
peningkatan diferensiasi preadiposit dan penambahan jumlah adiposit dalam
tubuh anak.
Kandungan zat gizi dalam susu formula seharusnya mempunyai jumlah
yang ekuivalen dengan ASI. Namun, susu formula yang umumnya dipasarkan
mempunyai kandungan energi yang lebih tinggi daripada ASI. Kandungan
energi dalam 100 ml susu formula mencapai 77,6 kkal/100ml, lebih tinggi
jika dibandingkan ASI yang hanya 63,9 kkal/100 ml. Jika konsumsi secara
berlebihan terjadi terus menerus akan menyebabkan asupan energi yang jauh
lebih besar daripada kebutuhan dan menyebabkan percepatan pertumbuhan
anak. Anak yang mempunyai riwayat asupan energi melebihi kebutuhan
mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami kegemukan melalui

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 11


penumpukan jaringan adiposa. Selain itu, asupan karbohidrat, protein dan
lemak apabila dikonsumsi melebihi kebutuhan dapat menyebabkan
kegemukan pada balita.
Dalam pemenuhan kebutuhan gizi ada beberapa faktor yang
memengaruhi antara lain, yang pertama adalah faktor pendidikan. Pendidikan
orang tua dapat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan
pemenuhan kebutuhan gizi. Faktor yang kedua adalah ekonomi. Faktor
ekonomi dapat memengaruhi kualitas pemenuhan yang penting dalam
menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan. Faktor yang ketiga
adalah lingkungan. Lingkungan meliputi biologi, psikologi, dan sosial yang
memengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hidup.
Faktor yang keempat adalah kesukaan. Kesukaan yang berlebihan terhadap
suatu jenis makanan dapat mengakibatkan kurangnya variasi makanan.
Sehingga, tubuh tidak memperoleh zat-zat gizi lain yang dibutuhkan secara
cukup.
Berdasarkan beberapa faktor yang sudah dijelaskan, anak merupakan
konsumen pasif yang artinya anak adalah pihak yang hanya menerima
makanan yang disediakan orang tua. Orang tua memegang peran penting
dalam memberi gizi yang cukup, untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
(1). Dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak, anak
memerlukan asupan gizi yang seimbang. Gizi seimbang merupakan susunan
hidangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai kebutuhan tubuh anak, dengan memerhatikan keanekaragaman pangan,
aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan sehat dan mempertahankan berat
badan anak. Gizi seimbang akan berdampak pada kualitas hidup anak, apabila
anak memiliki gizi kurang maka dapat menyebabkan daya tahan tubuh
menurun sehingga anak mudah sakit dan dapat menyebabkan tingginya
mortalitas pada anak. Pada proses pembentukan sel-sel otak, tulang, dan otot
pada bayi, bayi memerlukan gizi yang baik. Gizi pertama yang didapatkan
oleh bayi adalah Air Susu Ibu

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 12


Pemberian ASI dapat mencukupkan semua kebutuhan energi dan gizi
bayi terutama saat bayi berusia 0 – 6 bulan. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
wajib diberikan hingga bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI
(MP–ASI). Air Susu Ibu pada 24 jam pertama mengandung kolostrum yang
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh. ASI mengandung protein
utama dari susu yang berbentuk cair atau yang disebut dengan whey. Didalam
ASI juga terdapat AA / Arachidonic Anonymous (unsur penting dalam
pembentukan jaringan otak), DHA / Docosahexaenoic acid merupakan asam
lemak tak jenuh yang membantu perkembangan otak sebagai pembentuk
jaringan syaraf, sinap, dan indra pengelihatan
Dengan manfaat ASI yang begitu banyak tetapi masih didapatkan ibu
yang memberikan susu formula pada bayi. Anjuran pemberian susu formula
dari tenaga kesehatan biasanya diberikan pada ibu dengan penyakit infeksi
seperti HIV, walaupun ASI tetap dapat diberikan akan tetapi hanya sampai
anak berusia 3 atau 4 bulan. Hal ini karena bila pada ibu terdapat luka lecet
pada daerah puting susu, ditakutkan dapat menularkan penyakit HIV kepada
anak. Berikutnya untuk ibu yang mengonsumsi obat anti–kecemasan,
antidepresan, dan obat neuroleptik harus selalu dalam kontrol dokter atau ibu
tidak dizinkan memberikan ASI secara mandiri karena obat jenis ini dapat
memengaruhi fungsi neurotransmitter (senyawa organik endogenous
membawa sinyal di antara neuron) dalam sistem saraf pusat yang sedang
berkembang, dan dapat memengaruhi perkembangan saraf jangka panjang.

2.4. Kelainan Kongenital Mempengaruhi Pertumbuhan


Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang
bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang
(cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 13


pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian
rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan funsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua
peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap individu
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu
celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal, menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini
biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau
gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri,
yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan
pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter.
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-
langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh
kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap.
Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi
akibat faktor non-genetik. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah
palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media,
dan kehilangan pendengaran.
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat
diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau
diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam
rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans). Hidrosefalus dapat
timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang terjadi
postnatal. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 14


pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran
kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir.
Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan
nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata,
hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus
kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi produksi cairan
serebrospinal di pleksus korioidalis yang berlebih, gangguan absorpsi di vilus
araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal.
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang
tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan
tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan
kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang
dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion
(cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Prognosis untuk kehamilan
dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan
mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar
dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong.
Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari
posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu
keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan ini
bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom
down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja
sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan
subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus
abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan
kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup
lebar dan lebih dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan
penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa
bulan sampai 3 tahun.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 15


2.5. Pembahasan Diagnosis Banding
2.5.1. Marasmus
Definisi: Marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami
penurunan berat badan sehingga mengalami penciutan atau pengurusan
otot generalisata dan tidak adanya lemak subkutis // Marasmus adalah
suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan merupakan hasil
akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi.
Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada anak sendiri yang
dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus
Etiologi:
a. Faktor psikologis seperti adanya penolakan ibu dan penolakan yang
berhubungan dengan anoreksia.
b. Asupan kalori dan protein yang tidak memadai akibat diet yang tidak
cukup.
c. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan antara orang tua
dan anak yang terganggu atau tidak harmonis.
d. Adanya kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
Manifestasi klinis:
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak
sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot- ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
Faktor risiko:

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 16


a. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau
salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
b. Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan
ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
c. Pendidikan Ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi.

2.5.2. Progreria
Definisi: Progeria adalah penyakit bawaan langka yang menyebabkan
anak mengalami penuaan dini sejak 2 tahun pertama kehidupannya. Anak
yang menderita progeria biasanya mengalami kebotakan, memiliki kulit
yang keriput, dan tubuhnya berukuran lebih kecil daripada anak seusianya.
Progeria merupakan kondisi yang sangat jarang terjadi. Di seluruh dunia,
hanya 1 dari 4 juta bayi yang dilahirkan dengan kondisi ini. Progeria
disebabkan oleh kelainan genetik yang membuat penderitanya mengalami
penuaan dini.
Etiologi: Progeria atau progeria Hutchinson-Gilford disebabkan oleh
perubahan (mutasi) pada gen tunggal bernama LMNA. Belum diketahui
secara pasti penyebab mutasi genetik ini dan apa saja faktor-faktor yang
menjadi pemicunya
Manifestasi Klinis:
Bayi yang mengalami progeria biasanya akan terlihat normal pada awal
kehidupannya. Biasanya, gejala progeria baru mulai terlihat ketika anak
berusia 9 hingga 24 bulan. Anak yang menderita progeria akan mengalami
keterlambatan pertumbuhan dan terlihat mengalami tanda-tanda penuaan.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 17


Meski begitu, kondisi ini umumnya tidak mengganggu perkembangan
motorik (gerak) dan kecerdasan anak. Gejala-gejala progeria antara lain:
• Tinggi dan berat badan lebih rendah daripada anak seusianya atau
pertumbuhan terhambat
• Wajah terlihat kecil, rahang berukuran kecil, bibir tipis, dan hidung
berbentuk seperti paruh burung
• Rambut di kepala, mata, dan alis tidak tumbuh (botak)
• Bola mata menonjol dan kelopak mata tidak dapat menutup sempurna
• Kulit menipis, keriput, dan timbul bintik-bintik kehitaman, seperti
orang tua
• Gigi tumbuh terlambat atau tumbuh dengan bentuk yang tidak normal
• Kemampuan mendengar menurun
• Sendi-sendi kaku
• Massa otot dan lemak di bawah kulit berkurang
• Kulit menjadi keras dan kaku seperti mengalami skleroderma
• Pembuluh darah vena terlihat jelas
• Suara terdengar lebih nyaring
Faktor risiko progeria:
Belum diketahui faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya
progeria. Namun, ibu yang pernah melahirkan anak dengan kondisi
progeria memiliki 2–3% kemungkinan untuk mengandung anak dengan
kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya.

2.5.3. Marasmus-kwashiorkor
Definisi: Kondisi dimana terjadi defisiensi baik kalori maupun protein,
dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan
biasanya dehidrasi. Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa
gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
Etiologi:
1. Faktor psikologis seperti adanya penolakan ibu dan penolakan yang
berhubungan dengan anoreksia.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 18


3. Asupan kalori dan protein yang tidak memadai akibat diet yang tidak
cukup.
4. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan antara orang tua
dan anak yang terganggu atau tidak harmonis.
5. Adanya kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
Manifestasi Klinis: Pada malnutrisi energi protein tipe marasmus, anak
terlihat sangat kurus. Selain itu, rambutnya pun terlihat seperti rambut
jagung, tulang-tulang di tubuh tampak jelas, dan kulit berkerut. Pada
malnutrisi energi protein tipe kwashiorkor, anak terlihat bengkak, perut
membuncit, tungkai membesar. Selain itu juga akan muncul bercak-bercak
cokelat di kulit yang mudah terkelupas dan rambut mudah rontok.
Sedangkan pada malnutrisi energi protein tipe campuran, gejala marasmus
dan kwashiorkor muncul bersamaan.
Faktor Resiko:
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami
malnutrisi energi protein adalah:

• Kekurangan bahan pangan, misalnya karena tinggal di lingkungan yang


terisolasi.
• Memiliki keterbatasan fisik atau mental yang membuat sulit untuk
menyiapkan makanan.
• Memiliki ketergantungan pada orang lain untuk mendapatkan makanan.
• Memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi dan cara mengolah
makanan yang baik.
• Menyalahgunakan NAPZA dan kecanduan alkohol.
• Penyakit tertentu
• Malnutrisi energi protein juga bisa terjadi karena seseorang menderita
suatu penyakit

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 19


2.6. Penegakkan Diagnosis Kerja
Setelah membahas terkait dengan definisi, etiologi dan manifestasi klinis
dari diagnosis banding, maka kelompok kami mengambil diagnosis kerja yaitu
marasmus akibat faktor social-ekonomi (Marasmus Primer). Diagnosis kerja
marasmus ini ditegakan setelah membandingkan gejala klinis yang telah
dibahas. Yang mana gejala klinis marasmus berupa tubuh tampak sangat kurus,
wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel meskipun setelah makan, kulit
keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, perut cekung,
rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas, pantat kendur dan
keriput (baggy pants) serta iga gambang. Gejala-gejala tersebut sama seperti
gejala yang telah dijelaskan dalam skenario. Selain gejala, dilihat juga dari
faktor social-ekonomi keluarga anak laki laki didalam sekenario yang mana
keluarga anak tersebut memiliki ekonomi yang kurang.
Diagnosis banding marasmus-kwashiorkor dan progeria tidak digunakan
sebab pada marasmus-kwashiokor harus ada gejala khas seperti gejala pada
marasmus dan gejala pada kwashiorkor seperti adanya kelainan pada rambut
dan edema pada ekstremitas, pertumbuhan yang terbatas, alopecia, dan
penampilan yang khas (wajah dan rahang yang kecil, hidung yang kecil), tubuh
yang kecil, tubuh rapuh, seperti orang-orang tua. Kemudian kulit berkerut,
aterosklerosis, gagal ginjal, kehilangan penglihatan mata, rambut rontok, dan
masalah kardiovaskular.

2.7. Epidemiologi Marasmus


Saat ini Indonesia memiliki tiga beban masalah gizi (triple burden)
yaitu gizi kurang, gizi lebih, dan defisiensi zat gizi mikro (Global Nutrition
Report, 2018). Hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi wasting pada balita
10,2% dan 3,5% diantaranya severe wasting (gizi buruk).
Marasmus, Malnutrisi energi protein atau kekurangan energi protein
(KEP) merupakan suatu penyakit gangguan gizi yang banyak terjadi di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, Afrika, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan. Gangguan gizi ini sering terjadi pada anak-anak di bawah 5

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 20


tahun (balita), ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Sejak akhir
tahun 1998, kejadian kasus gizi buruk marasmus, kwashiorkor, dan
Marasmik-kwashiorkor telah menjadi topik utama berita kesehatan pada
media massa. Propinsi yang sering diberitakan karena kasus gizi buruknya
yang tinggi saat itu adalah Sumatera Barat dan Jawa Barat, Tengah dan
Timur, Selawesi Selatan, dan Lampung.

2.8. Patofisiologi Marasmus


Gangguan gizi, Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada
anak balita (12-60 bulan) adalah mengalami kekurangan energi protein,
anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang
vitamin A. Kekurangan sumber dari hal tersebut pada anak balita dapat
menghambat pertumbuhan, mengurangi daya taha tubuh sehingga rentan
terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan,
penurunan kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental,
stunting, kebutaan, kematian, juga dapat terjadi kelainan seperti marasmus.
Marasmus terjadi bisa akibat dari mal-nutrisi yang mana keadaan kekurangan
nutrisi yang diterima ataupun mal-absorbsi yang merupakan ketidak
mampuan usus menyerap nutrisi dari makanan yang yang dimakan. Jika
marasmus terjadi akibat mal-absorbsi maka kemungkinan terdapat kelianan
kongenital pada penderita. Selain itu mal-nutrisi dan mal-absorbsi dapat
terjadi oleh karena adanya ganguan medis lainnya seperti infeksi, inflamasi.
Gejala marasmus terjadi akibat saat balita kekurangan energi dan kalori yang
menyebabkan otot dan lemak yang ada di tubuh dipecah untuk memenuhi
kebutuhan energi di otak, karena otak memerlukan energi yang sangat tinggi.
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi otak dengan kondisi tubunh
yang sedang kekurangangan nutrisi maka digunakanlah otot dan lemak tubuh
sebagai cadangan energi yang digunakan. Pada keadaan gangguan gizi
terutama marasmus, keadaan tubuh yang tidak dapat menyerap makronutrien
juga biasanya dibarengi dengan tidak dapat menyerap mikronutrien. Karena
untuk menyerap mikronutrien memerlukan beberapa komponen dari

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 21


makronutrien, seperti beberapa vitamin yang bisa diserap dengan bantuan dari
lemak (A, D, E, K) juga beberapa jenis vitamin yang memerlukan air untuk
penyerapannya. Walaupun anak dengan marasmus yang juga merupakan
keadaan kekurangan protein dalam tubuhnya namun tidak sampai memiliki
gejala kwashiorkor. Hal ini disebabkan karena pada keadaan marasmus sang
anak atau penderita mengalami kekurangan seluruh energi dan nutrisi,
sedangkan pada kwashiorkor hanya terjadi kekurangan protein yang berat
tanpa disertai kekurangan energi atau nutrisi yang lain. Keadaan tersebutlah
yang menyebabkan pada orang marasmus tidak terjadi edema karena
osmolaritas darahnya sama besar dengan osmolaritas jaringan. Sedangkan
pada orang dengan kwashiorkor osmolaritas di jaringan masih normal, hanya
saja tekanan onkotik pada darahnya menjadi rendah yang menyebabkan
terjadinya pepindahan cairan dari darah kejaringan.

2.9. Klasifikasi Marasmus


Penyebab KEP terbagi menjadi dua yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi
sekunder.
• Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
asupan protein maupun energi yang tidak adekuat.
• Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan
yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan
protein maupun energi dari tubuh.
Pada kasus diskenario termasuk dalam malnutrisi berat tipe primer, dimana
malnutrisi kasus pada scenario disebabkan oleh kurangnya asupan makanan
yang bergizi dengan factor resiko yang mungkin menyebabkan malnutrisi
terjadi adalah dari factor ekonomi yang kurang cukup.

2.10. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Marasmus


Pemeriksaan fisik pada malnutrisi meliputi pemeriksaan menyeluruh.
1) Status Gizi

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 22


Mulai dengan pemeriksaan status gizi dengan mengukur berat dan tinggi
badan pasien (panjang badan pada anak di bawah 2 tahun). Pada orang
dewasa, status gizi ini digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh
pasien, yaitu dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (cm)
kuadrat. Kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh pasien adalah
sebagai berikut:
• <18.5 : Gizi kurang
• 18.5-22.9 : normal
• >23 : gizi lebih
• 23-24.9 : berisiko
• 25-29.9 : Obesitas I
• >30 : Obesitas II
Pada anak, hasil pengukuran tinggi/panjang dan berat badan akan diplot pada
kurva pertumbuhan WHO (untuk usia hingga 2 tahun) atau CDC (untuk usia
di atas 2 tahun).
2) Perubahan Area Tubuh
Secara umum pada anak yang menderita malnutrisi dapat ditemukan
berkurangnya jaringan lemak subkutan, terutama pada area kaki, lengan,
bokong, dan wajah. Perubahan pada area tubuh lainnya yang dapat menjadi
temuan pada pemeriksaan fisik yaitu:
• Area mulu : keilosis, stomatitis angularis, atrofi papil
• Abdomen : hepatomegali, perut cekung
• Kulit : hiperpigmentasi, kulit kering
• Kuku : koilonikia atau kuku sendok
• Rambut : perubahan tekstur menjadi lebih tipis, kasar, tampak
kemerahan maupun kecokelatan, mudah rontok
Adapun keadaan yang bisa terlihat pada saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah: Tanda yang dapat ditemui pada marasmus adalah
• Wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus
• Anak lebih cengeng
• Kulit kering, dingin, mengendur, dan keriput

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 23


• Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
• Otot atrofi sehingga kontur tulang tampak jelas
• Terdapat bradikardi
• Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
Pemeriksaan penunjang Marasmus
Pemeriksaan penunjang untuk malnutrisi digunakan untuk menilai kondisi
pasien saat ini dan menentukan penyebab terjadinya malnutrisi tersebut. Di sisi
lain, pemeriksaan penunjang ini juga dapat bermanfaat untuk menyingkirkan
atau menegakkan penyakit lain yang mungkin terjadi bersamaan dengan
malnutrisi. Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit
malnutrisi:
• Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi: penting untuk
melihat jenis anemia yang terjadi, mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi
(ditemukan sel target) atau defisiensi vitamin B12 dan asam folat
• Pengukuran status protein darah melalui pemeriksaan kadar albumin serum,
retinol-binding protein, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen
(BUN). Kadar albumin serum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
indikator gizi buruk, baik pada saat awal kejadian malnutrisi maupun saat
perbaikan mulai terjadi. Meskipun demikian, faktor-faktor bukan gizi yang
dapat mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel,
trauma, sepsis, pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi.
Pemeriksaan kreatinin dan ureum darah dapat membantu menilai fungsi
ginjal pasien malnutrisi.
• Pemeriksaan laju endap darah (LED), elektrolit, urine lengkap maupun feses
lengkap dapat dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan indikasi, misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut

2.11. Tatalaksana Marasmus


Penatalaksanaan gangguan gizi secara umum yaitu:
a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 24


Hipoglikemi jika kadar gula darah <54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh
sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin,
pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau
gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi
makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde.
Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda
hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut.
b. Mencegah dan mengatasi hipotermi.
Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35 derajat C , aksila 3 menit atau rectal 1
menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin
dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung
tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode
kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu
rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5o derajat C, pastikan anak memakai
pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB
setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB
untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak
mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam
4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu.
Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian
cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis
meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah.
a. Koreksi gangguan elektrolit.
Berikan ekstra Kalium 150- 300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6
mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)
b. Mencegah dan mengatasi infeksi.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 25


Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi
amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi
( hipoglikemia atau hipotermi)
c. Mulai pemberian makan.
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan
mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase
stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100
kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk
penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem
derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
d. Koreksi kekurangan zat gizi mikro.
Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat
(5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3
mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu
perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU,
>1 tahun 200.000 IU)
e. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar.
Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung
100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan
energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup
minyak dan protein.
f. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang.
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur
dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
g. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
Setelah BB/PB mencapai - 1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang
tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan
pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.
Pada skenario dikatakan bahwa gejala pada pasien yaitu sulit makan,
tampak rewel, wajah seperti orang tua, badan kurus, kulit keriput, perut cekung

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 26


dan iga gambang. Yang dimana disini tidak dijumpai adanya tanda-tanda
hipoglikemi seperti kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin,
pucat yang berarti pada kasus diskenario tidak perlu diberikan terapi
hipoglikemi. Lalu untuk mencegah dan mengatasi hipotermi tidak perlu
dilakukan karena diskenario tidak dijelaskan suhu tubuh pasien berapa. Untuk
pemberian cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) perlu
dilakukan dengan tujuan agar kondisi anak stabil dan terapi ini tidak untuk
menaikan berat badan. Untuk tatalaksana mencegah dan mengatasi infeksi tidak
perlu dilakukan karena disebutkan pada skenario tidak terdapat adanya infeksi
pada anak. Untuk tatalaksana mulai pemberian makan sampai mempersiapkan
untuk tindak lanjut di rumah itu perlu dilakukan untuk mengejar pertumbuhan
anak pada kasus diskenario.

2.12. Komplikasi Marasmus


Komplikasi dari marasmus termasuk:
a. Kelainan elektrolit dan risiko berkembangnya sindrom refeeding
b. Gagal jantung dan aritmia
d. Infeksi saluran kemih
e. Sepsis dan infeksi luar biasa
f. Malabsorpsi gastrointestinal
g. Hipotermia
h. Disfungsi endokrinologis
i. Ensefalopati (kerusakan jaringan otak)
j. Gagal tumbuh atau stunting pada anak.

2.13. Prognosis Marasmus


Prognosis kasus pada skenario yaitu dubia adbonam karena masih bisa
diberi intake nutrisi dan jika anak kembali ke lingkungan yang membantu
mempertahankan pemulihan, (dalam banyak kasus) tinggi badan dan kesehatan
normal akan tercapai.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 27


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Untuk menegakkan diagnosis tentunya harus dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Jika berdasarkan data pada
scenario yaitu sesuai dengan gejala klinis, kami sepakat bahwa anak tersebut
mengalami gizi buruk dengan diagnose sementara marasmus primer yang terjadi
karena adanya factor social ekonomi yang buruk. Tanda-tanda seperti di scenario
dapat timbul karena adanya gangguan metabolisme pada makronutrien yang juga
akan berpengaruh terhadap metabolisme mikronutrien. Tatalaksana yang
diberikan pada anak tersebut yaitu dengan tindakan pengobatan dan perawatan
dengan 10 langkah tatalaksana anak pada gizi buruk. Komplikasi yang dapat
terjadi seperti gagal jantung, sepsis, dan gangguan elektrolit. Komplikasi tersebut
juga bergantung dari tatalaksana yang diberikan, sehingga prognosis yang didapat
adalah dubia ad bonam.

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 28


DAFTAR PUTAKA

KemenKes. 2020. Pedoman Pencegahan Dan Tatalaksana Balita Gizi Buruk


Pada Masa Pandemi COVID-19.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kartika & Vita. 2017. Uji Layak Kasus Gizi Buruk sebagai Indikator
Kejadian Luar Biasa Kurang Pangan di Masyarakat.

Kulkarni, B. and Mamidi, R.S. 2019. Nutrition Rehabilitation of Children


with Severe Acute Malnutrition: Revising Studies Undertaken by The National
Institute of Nutrition. The Indian Journal of Medical Research.

Owuraku A. Titi-Lartey; Vikas Gupta. 2020. Marasmus.J NCBI.

Putri, Sulastri, dkk. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status


Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang.

Sebataraja, Oenzil, dkk. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial
Ekonomi Keluarga Murid Sekolah Dasar diDaerah Pusat danPinggiran Kota
Padang.

Shakur S., Sharmin Afroze., Salomee Shakur. 2018. Marasmus: An Update and
Review of Literature. Department of Pediatrics & Neonatology, United Hospital
Limited, Bangladesh Research Assistant, Uttara Adhunik Medical College,
Bangladesh. JSM Nutritional Disorders

“ANAKKU SEPERTI ORANG TUA” │ 29

Anda mungkin juga menyukai