1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam
waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih
merupakan masalah yang serius. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi
energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan
dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas
dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.
Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki
berbagai sebab yang saling berkaitan. Penyebab malnutrisi menurut kerangka konseptual
UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung (immediate cause), penyebab tidak
langsung (underlying cause) dan penyebab dasar (basic cause).
Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitannya pada awal tahun 2008
menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13
juta. Meski data pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari
secara resmi menyebutkan penderita gizi buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta, atau
naik tiga kali lipat dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta jiwa.
Di Indonesia, penderita Malnutrisi terdapat di kalangan ibu dan masyarakat yang kurang
mampu ekonominya. Kondisi anak dengan gejala Malnutrisi dianggap kondisi “biasa” dan
dianggap sepele oleh orang tuanya. Masyarakat di Indonesia, para ibunya berpendapat bahwa
anak yang buncit perutnya bukan kekurngan nutrisi, melainkan karena penyakit cacingan.
1
Penderita malnutrisi tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai
pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi,
syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. pemberian terapi di tempat
pelayanan kesehatan akan disesuaikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit,pada beberapa
kasus bisa diberikan asupan nutrisi melalui peroral,menggunakan NGT bagi yang tidak memiliki
kontraindikasi,dan bisa juga secara parenteral.
Kematian akibat Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang
mengakibatkan kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang
diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. Selain itu juga karena adanya penyakit,
terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh
tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari Malnutrisi?
1.2.2 Etiologi dari Malnutrisi?
1.2.3 Apa tanda dan gejala dari Malnutrisi?
1.2.4 Patofisiologi dari Malnutrisi?
1.2.5 Bagaimana Klasifikasi dari Malnutrisi?
1.2.6 Bagaimana insiden terjadinya Malnutrisi?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan yang tepat penderita Malnutrisi?
1.2.8 Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Malnutrisi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Sistem Pencernaan yang berupa makalah
tentang Malnutrisi.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Malnutrisi.
b. Untuk mengetahui penyebab dari Malnutrisi.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Malnutrisi.
d. Untuk mengetahui Patofisiologi dari Malnutrisi.
e. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Malnutrisi.
f. Untuk mengetahui Insiden terjadinya Malnutrisi.
g. Untuk mengetahui tatalaksana yang tepat pada Malnutrisi.
2
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi institusi:
Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan
1.4.2 Bagi pembaca:
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, penyebab,
patofisiologi, tanda gejala, serta tatalaksana dari Malnutrisi tersebut.
1.4.3 Bagi penulis:
Terpenuhinya tugas makalah dan pengkajian Malnutrisi pada remaja
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malnutrisi adalah kekurangan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan,
dan kebutuhan energi tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan
malnutrisi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan
kebutuhan tubuh terhadap mereka untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan
fungsi tertentu.
Malnutrisi dapat disebabkan oleh diet yang tidak seimbang atau tidak memadai,
atau kondisi medis yang mempengaruhi pencernaan makanan atau penyerapan nutrisi dari
makanan.
4
2.1.1 Etiologi
1. Penyebab langsung:
a. Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya
kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
b. Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah
asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
Infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun
masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi.
2. Penyebab tidak langsung:
a. Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasankeluarga untuk
menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit kemiskinan
malnutrisi merupakan problem bagi golongan bawah masyarakat tersebut.
b. Kualitas perawatan ibu dan anak.
c. Buruknya pelayanan kesehatan.
d. Sanitasi lingkungan yang kurang.
e. Faktor Keadaan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa kepadatan jumlah
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan
setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Ms. Lorent
memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika suatu
daerah terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang buruk.(Iskandar, 2002)
2.1.2 Gejala klinis
Baik pasien dengan kurang gizi maupun gizi buruk, hampir selalu disertai
defisiensi nutrient lain selain kalori dan protein. Gejala yang timbul bergantung
pada jenis nutrient yang kurang di dalam dietnya, seperti .
1. Kekurangan vitamin A, akan menderita defisiensi vitamin A (xeroftalmia).
Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple
bila mata terkena cahaya). Xeroftalmia berlanjut menjadi keratomalasia
(buta).
2. Defisiensi vitamin B1 (tiamin) disebut atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai
koenzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan
penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental, dan jantung.
5
3. Defisiensi vitamin B2 atau ariboflavinosis. Vitamin B2 atau riboflavin
berfungsi sebagai koenzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menimbulkan
stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut), glositis, kelainan kulit dan
mata.
4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
5. Defisiensi vitamin B12 dapat terjadi anemia pernisiosa. Vitamin B12 dianggap
sebagai komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik.
6. Defisiensi asam folat akan menyebabkan timbulnya anemia makrositik
megaloblastik, granulositopenia, dan trombositopenia.
7. Defisiensi vitamin C menyebabkan skorbut (scurvy). Vitamin C diperlukan
untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast karena merupakan bagian
dalam pembentukan zat intrasel. Kekurangan vitamin C akan mengganggu
integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan pula pada proses pematangan
eritrosit, pembentukan tulang, dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan
penting dalam respirasi jaringan.
8. Defisiensi mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dengan segala
akibatnya missal osteoporosis tulang dan anemia, yang paling serius adalah
kekurangan yodium karena dapat menyebabkan gondok (goiter) yang
merugikan tumbuh kembang anak.
2.1.3 Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah pata
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
6
2.1.4 Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat
banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu :
tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),environment (lingkungan).
Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut
menentukan.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan
lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari
tubuh. Pada Malnutrisi, di dalam tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan
untuk digunakan sebagai sumber energi. Sehingga tubuh akan mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat berlebihan dan akan mengakibatkan kematian.
2.1.5 Klasifikasi
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan
kwashiorkor.
1. Marasmus
Adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih
kekurangan kalori daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai
berikut :
a. Intake kalori yang sedikit.
b. Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
c. Kelainan struktur bawaan.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup.
7
F Gangguan metabolism.
g. Tumor hipotalamus.
h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
i. Urbanisasi.
2.1.6 Kwashiorkor
Adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar.
Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah :
a. Intake protein yang buruk.
b. Infeksi suatu penyakit.
c. Masalah penyapihan.
2.1.7 Insidensi
Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitannya pada awal
tahun 2008 menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di
Indonesia mencapai angka 13 juta. Meski data pemerintah yang disampaikan oleh
Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari secara resmi menyebutkan penderita gizi
buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta, atau naik tiga kali lipat
dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta jiwa.
Tentunya, angka ini sangat mencengangkan dunia internasional, kenyataan ini
membuat salah satu produsen makanan ringan terkemuka di Indonesia
menggalang aksi kepedulian dengan mencantumkan data ini dalam kemasan
8
produknya sehingga diharapkan masyarakat berempati dan kemudian
mendonasikan sebagian uangnya untuk penanggulangan gizi buruk.
Hingga akhir April 2008, sejumlah bencana masih melanda berbagai
daerah, musim penghujan belum kunjung usai, angin puting beliung, rob, banjir
bandang dan longsor yang melanda Jawa Tengah dan Jawa Timur dan badai
elnina yang berefek pada ombak 4-6 meter di sebagian wilayah laut Indonesia.
Musibah ini mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan lahan pertanian. Lahan
pertanian yang sedianya menjadi sumber pangan bagi masyarakat, kondisnya
hancur, gagal panen (puso). Akibatnya masyarakat terancam kekurangan pangan.
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan.
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi
penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat
perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi
dalam beberapa tahap:
1. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena.
a. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%.
b. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
c. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
d. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2. Tahap kedua yaitu penyesuaian.
Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan
elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberian makanan.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya
kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan
restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal,
kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein
diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan
energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan
9
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka
waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan
masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori
yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak
dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose
intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang
mengandung enzim lactase.
10
2.2 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap
kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan
masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun
setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu :
status kesehatan klien dan kekuatan – masalah kesehatan yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data
yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi
kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon
klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup
tindakan yang dilaksanakan kepada klien.
2.2.1 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment),
selama klien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian
ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).
11
2.2.2 TUJUAN PENGUMPULAN DATA
1. memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien
3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah
beriutnya.
3. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya memerlukan banyak sekali
data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk
mengidentifikasi.
12
2.2.4 INFORMASI YANG DIPERLUKAN
13
2.2.6 JENIS DATA
1. Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan
dengan menggunakan standart yang diakui (berlaku), seperti : warna kulit, tanda-
tanda vital, tingkat kesadaran, dll. Data-data tersebut diperoleh melalui `senses` :
Sight, smell, hearing, touch dan taste.
2. Data Subjektif
Merupakan data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh
klien, misalnya rasa nyeri, pusing, mual, ketakutan, kecemasan, ketidaktahuan,
dll.
Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan
penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan indentitas klien, keluhan utama,
riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-
hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien antara
lain : wawancara (interview), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik
(pshysical assessment) dan studi dokumentasi.
2.2.7.1 WAWANCARA
14
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi.
Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan
kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya
digunaan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik
adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk
bertuar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal
maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
1. Persiapan.
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan
dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk
kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya
dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa
atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi
duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian
rupa guna memperlancar wawancara.
2. Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan
memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan
faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi
kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana
menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.
15
3. Isi / tahap kerja
Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan
pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
4. Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara. Untuk itu klien harus
mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan,
sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai
keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat
perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien
adalah :
1. Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
2. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-
keluhannya / pendapatnya secara bebas
3. Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman
bagi klien
4. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6. Tidak bersifat menggurui
7. Memperhatikan pesan yang disampaikan
8. Mengurangi hambatan-hambatan
9. Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
10. Menghindari adanya interupsi
11. Mendengarkan penuh dengan perasaan
12. Memberikan kesempatan istirahat kepada klien
16
Macam wawancara :
Hambatan wawancara :
1. Internal :
2. External :
17
2.2.8 PENGAMATAN / OBSERVASI
1. Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada
klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang
hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang
diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : `Pak, saya akan menghitung nafas
bapak dalam satu menit` —- kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi
tidak valid, karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.
2. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien
3. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan
dimengerti oleh perawat yang lain.
1. Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat
struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
2. Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-
bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema,
krepitasi (patah/retak tulang), dll.
18
3. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan
adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
4. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh
menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui
reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang
berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung,
batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.
19
2.2.9.1 Dasar analisis :
1. Anatomi – fisiologi
2. Patofisiologi penyakit
3. Mikrobiologi – parasitologi
4. Farmakologi
5. Ilmu perilaku
6. konsep-konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatan, dll)
7. Tindakan dan prosedur keperawatan
8. Teori-teori keperawatan.
20
2.2.10 PRIORITAS MASALAH
2.2.11.1 Lampiran.
1. Bagaimana cara mendapatkan data yang baik ?
Jaga kerahasiaan
Sebutkan nama
Jelaskan tujuan wawancara
Jaga kontak mata
Usahakan tidak tergesa-gesa
2. Bagaimana cara mengobservasi ?
Pergunakan panca indera
Tunjukkan penampilan yang baik
Tunjukkan sikap yang baik
Jaga pola interaksi yang baik
3. Bagaimana cara bertanya yang baik ?
Tanyakan pertama kali mengenai masalah yang paling dirasakan klien
Pergunakan istilah yang dimengerti oleh klien
Pergunakan lebih banyak pertanyaan terbuka
Pergunakan refleksi (mengulang kembali apa yang dikatakan oleh klien)
Jangan memulai pertanyaan pribadi
Tanyakan sesuatu yang penting dan tidak menyinggung
Pergunakan format pengkajian yang teorganisir dan disepakati oleh instansi
22
4. Bagaimana cara menjadi pendengar yang baik?
Jadilah pendengar yang aktif
Beri kesempatan kepada klien untuk menyelesaikan pembicaraannya
Bersabarlah jika klien `blocking`
Berikan perhatian yang penuh
Klarifikasi, ulang apa yang telah dikatakan dan simpulkan.
23
7. Pola persepsi-konsep diri
Sikap klien mengenai dirinya
Persepsi klien tentang kemampuannya
Pola emosional
Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri
8. Pola peran dan tanggung jawab
Persepsi klien tantang pola hubungan
Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab
9. Pola seksual – reproduksi
Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap seksualitasnya
Tahap dan pola reproduksi
10. Pola koping dan toleransi stress
Kemampuan mengendalian stress
Sumber pendukung
11. Pola nilai dan keyakinan
Nilai, tujuan dan keyakinan
Spiritual
Konflik
24
2.2.12.3 MODEL OREM (1985) : Self-care / kemandirian klien dalam merawat
dirinya sendiri :
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen
2. Pemenuhan kebutuhan cairan
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
6. Sosial
7. Pencegahan
8. Promosi
26
b. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
2. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
a. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare.
3. Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa
popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan
kadar albumin serum yang menurun.
5. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan
pada paru.
27
2.3.6 Intervensi Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,anoreksia dan
diare .
a. Berikan makan sedikit tapi sering
R/ dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat setelah
periode puasa
b. Berikan pilihan menu makanan sesuai selera klien.kecuali kontraindikasi.
R/ makanan yang sesuai selera diharapkan bisa meningkatkan nafsu makan
klien.
c. Berikan diet cair dan makanan selang melalui NGT.
R/ Bila pasien mengalami gangguan dalam proses mencerna makanan,bisa
diberikan sebagai alternatif untuk tetap mempertahankan asuhan nutrisi bagi
pasien.
2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan ekskresicairan tubuh akibat diare.
a. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan.ukur keluaran urine dengan akurat.
R/ pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasiatau
mengganti caira untuk masukan kalori yang yang berdampak pada
keseimbangan elektrolit
b. Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal.
R/ perpindahan cairan dan elektrolit,penurunan fungsi ginjal dapat
meluasmempengaruhi penyembuhan pasien / prognosis dan memerlukan
intervensi tambahan.
c. Tambahan kalium oral atau iv sesuai indikasi
R/ dapat diperlukan untuk mencegah disritmia jantung.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi:
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan
yang dapat ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk
mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalamaktivitas
perawatan mandiri.
28
c. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan
stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada
pasien.
d. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau
kurang.
4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
a. Auskultasi bunyi napas.catat adanya bunyi napas.
R/ adanya bunyi napas dimanifestasikan dengan adanya obstruksi jalan napas.
b. Dorong dan bantu pasien melakukan latihan napas abdomen atau bibir.
R/ memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea
dan menurunkan jebakan udara.
c. Tingkatkan masukan ciran sampai 3000ml/hari sesuai toleransi
jantung.memberikan air hangat.anjurkan masukan cairan sebagai pengganti
makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,mempermudah pengeluaran
sekret.penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
a. Sadari penyimpangan kemampuan berpikir pasien
R/ memungkinkan perawat membuat harapan nyata pada pasien dan memberikan
informasi serta dukungan yang tepat.
b. Ikuti program nutrisi dengan ketat
R/ memperbaiki nutrisi penting untuk memperbaiki fungsi otak.
c. Kaji tes fungsi ginjal / elektrolit
R/ ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan
sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai.
6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face
dan akibat turgor kulit yang menurun.
a. Tingkatkan konsep diritanpa penilaian moral
R/ pasien melihat diri sebagai lemah harapan,meskipun bagian pribadi merasa
kuat dan dapat mengontrol
b. Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri.
29
R/ memberikan kesempatan mendiskusikan persepsi pasien tentang gambaran
diri dan kenyataan individu.
c. Catat penolakan pasien dari ketidaknyamanan dalam hubungan sosial.
R/ menunjukkan perasaan isolasi dan takutpenolakan atau penilaian orang
lain.penghindaran situasi sosial dan kontak dengan orang lain dapat membuat
perasaan tak berharga.
2.3.7 Evaluasi Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,anoreksia dan
diare .
a. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
b. Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat untuk meningkatkan /
mempertahankan berat badan yang ideal.
c. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
individu.
2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan ekskresicairan tubuh akibat diare.
a. Mempertahankan / menunjukkan perubahan keseimbangan cairan,dibuktikan
oleh haluaran urine adekuat,tanda vital stabil,membran mukosa lembab,turgor
kulit baik.
b. Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang perlu untuk
memperbaiki defisit cairan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (ternasuk aktifitas sehari-hari).
b. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misal nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentan normal pasien.
4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
a. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi naps bersih atau jelas.
b. Pasien dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan napas secara
mandiri misal batuk,mengelarkan sekret,melakukan latihan napas abdomen atau
bibir.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
30
a. Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor penyebab dan menyadari adanya
gangguan.
b. Pasien menunjukkan perilaku untuk mengubah / mencegah malnurisi.
c. Pasien menunjukkan perubahan kemampuan untuk membuat keputusan,dan
mampu memecahkan masalah.
6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face
dan akibat turgor kulit yang menurun.
a. Pasien mampu membuat gambaran dirinya secara nyata.
b. Mengakui diri sebagai individu yang berharga dengan menumbuhkan rasa
percaya diriyang baik.
c. Menerima tanggung jawab untuk tindakan sendiri.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Malnutrisi merupakan suatu keadaan di mana tubuh
mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.
Penyebab Malnutrisi secara langsung ialah karena kurangnya asupan
makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah
makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian
makanan yang salah. Serta karena adanya penyakit infeksi.
Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan pangan
keluarga,kualitas perawatan ibu dan anak, sanitasi lingkungan yang kurang, buruknya
pelayanan kesehatan
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami
komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah
sakit.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat,
gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.
3.2 Saran
Pemenuhan akan kebutuhan gizi dalam tubuh merupakan salah satu cara
meminimaklisir terjadinya Malnutrisi. Cara itu dapat dilakukan dengan cara
mengkonsumsi makanan yang mengandung empat sehat lima sempurna.
32
DAFTAR PUSTAKA
.
Andessa,Hesa.2010.Asuhan Keperawatan Anak dengan Protein . http://hesa-
andessa.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-protein.html. Diakses 17
Oktober 2015. Pukul 17.00 WIB
Anonimus. 2010. Asuhan Keperawatan Anak.http://nurse87.wordpress.com/2010/10/09/asuhan-
keperawatan-anak-%E2%80%9Cmarasmik-kwashiorkor%E2%80%9D/. Diakses17 Oktober
2015. Pukul 20.00 WIB.
Anonimus. 2011. Askep Malnutrisi Energi Protein. http://www.askep.net/pdf/ askep-malnutrisi-
energi-protein. Diakses tanggal 17 Oktober 2015. Pukul 21.00 WIB.
Anonimus. 2011. Askep Malnutrisi.http://hidupsehat9.blogspot.com/2011/03/askep-
malnutrisi.html.Diakses tanggal 17 Oktober 2015. Pukul 22.00 WIB.
Anonimus.2009.Malnutrisi.http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/19/malnutrisi/. Diakses 17
Oktober 2015. Pukul 21.00 WIB.
Anonimus.2010.Dukungan Nutrisi pada Kaus Penyakit
Dalam.http://gizisehat.wordpress.com/2010/05/31/dukungan-nutrisi-pada-kasus-penyakit-
dalam/. Diakses 16 Oktober 2015. Pukul 19.00 WIB.
Anonimus.2010.Penderita Gizi Buruk di Indonesia Mencapai 13
Juta.http://my.opera.com/stoppenindasan/blog/penderita-gizi-buruk-di-indonesia-mencapai-13-
juta-ji. Diakses 16 Oktober 2015. Pukul 20.00 WIB.
Anonimus.2011.Askep
Malnutrisi.http://asuhankeperawatanneuromaakustik.blogspot.com/2011/05/askep-
malnutrisi.html. diakses 16 Oktober 2015. Pukul 22.00 WIB.
Anonimus.2011.Kenali Tanda dan Gejala Gizi
Buruk.http://medicastore.com/artikel/284/Kenali_Tanda_dan_Gejala_Gizi_Buruk.html.Diakses
15 Oktober 2015. Pukul 04.00 WIB
Anonimus.2011.Malnutrisi.http://www.indonesiaindonesia.com/f/11150-malnutrisi/.Diakses 17
Oktober 2015. Pukul 24.00 WIB
Corwin, J Elizabeth . 2009 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
33
Nining. 2008.Asuhan Kperawatan Anak dengan Protein. http://ns-
nining.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-anak-dengan-protein.html. Diakses 16
Oktober 2015. Pukul 22.00 WIB.
Pearce, C Evelyn . 2008 . Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis . Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sediaoetama,A.D.1985.Ilmu Gizi.jil 1.Dian Rakyat : Jakarta.
Sloane, Ethel . 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula . Jakarta : EGC
Suhardjo. 1988 . Perencanaan Pangan dan Gizi . Bumi Aksara : Jakarta.
Supariasa,I. Dewa Nyoman S. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.V
https://yenibeth.wordpress.com/2008/05/31/pengkajian-keperawatan-3/. Diakses 16 Oktober
2015. Pukul 21.00 WIB
34