Anda di halaman 1dari 34

BAB 

1
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam
waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih
merupakan masalah yang serius. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi
energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan
dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas
dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.
Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki
berbagai sebab yang saling berkaitan. Penyebab malnutrisi menurut kerangka konseptual
UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung (immediate cause), penyebab tidak
langsung (underlying cause) dan penyebab dasar (basic cause).
Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitannya pada awal tahun 2008
menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13
juta. Meski data pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari
secara resmi menyebutkan penderita gizi buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta, atau
naik tiga kali lipat dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta jiwa.
Di Indonesia, penderita Malnutrisi terdapat di kalangan ibu dan masyarakat yang kurang
mampu ekonominya. Kondisi anak dengan gejala Malnutrisi dianggap kondisi “biasa” dan
dianggap sepele oleh orang tuanya. Masyarakat di Indonesia, para ibunya berpendapat bahwa
anak yang buncit perutnya bukan kekurngan nutrisi, melainkan karena penyakit cacingan.

1
Penderita malnutrisi tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai
pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi,
syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. pemberian terapi di tempat
pelayanan kesehatan akan disesuaikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit,pada beberapa
kasus bisa diberikan asupan nutrisi melalui peroral,menggunakan NGT bagi yang tidak memiliki
kontraindikasi,dan bisa juga secara parenteral.
Kematian akibat Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan  yang
mengakibatkan kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang
diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. Selain itu juga karena adanya penyakit,
terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh
tubuh.

1.2         Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari Malnutrisi?
1.2.2 Etiologi dari Malnutrisi?
1.2.3 Apa tanda dan gejala dari Malnutrisi?
1.2.4 Patofisiologi dari Malnutrisi?
1.2.5 Bagaimana Klasifikasi dari Malnutrisi?
1.2.6 Bagaimana insiden terjadinya Malnutrisi?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan yang tepat penderita Malnutrisi?
1.2.8 Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada  Malnutrisi?

1.3         Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Sistem Pencernaan yang berupa makalah
tentang Malnutrisi.
1.3.2 Tujuan khusus
a.      Untuk mengetahui pengertian dari Malnutrisi.
b.      Untuk mengetahui penyebab dari Malnutrisi.
c.      Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Malnutrisi.
d.      Untuk mengetahui Patofisiologi dari Malnutrisi.
e.      Untuk mengetahui Klasifikasi dari Malnutrisi.
f.      Untuk mengetahui Insiden terjadinya Malnutrisi.
g.     Untuk mengetahui tatalaksana yang tepat pada Malnutrisi.

2
1.4         Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi institusi:
Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan
1.4.2 Bagi pembaca:
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, penyebab,
patofisiologi, tanda gejala, serta tatalaksana dari Malnutrisi tersebut.
1.4.3 Bagi penulis:
Terpenuhinya tugas makalah dan pengkajian Malnutrisi pada remaja

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malnutrisi adalah kekurangan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan,
dan kebutuhan energi tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan
malnutrisi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan
kebutuhan tubuh terhadap mereka untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan
fungsi tertentu.
Malnutrisi dapat disebabkan oleh diet yang tidak seimbang atau tidak memadai,
atau kondisi medis yang mempengaruhi pencernaan makanan atau penyerapan nutrisi dari
makanan.

Menurut Jellife (1989) malnutrisi sebagai suatu keadaan patologis yang


disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan relatif atau absolut satu makanan pokok atau
lebih, hasil-hasil klinis yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan fisik atau uji biokimia,
antropometris atau fisiologis. 

Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif  atau absolute


untuk periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002)

Malnutrisi (Gizi salah) adalah kesalahan pangan terutama terletak dalam


ketidakseimbangan komposisi hidangan penyediaan makanan. (Akhmad Djaeni, 2004).
Malnutrisi adalah defisiensi gizi terjadi pada anak mendapatkan masukan makanan
yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. (Ngastiyah, 1997)
Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam keadaan sehari-hari sehingga tidak memenuhi dalam angka
kecukupan gizi. (Depkes RI, 1999).

4
2.1.1 Etiologi
1. Penyebab langsung:
a.       Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya
kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
b.      Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah
asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
Infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun
masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi.
2. Penyebab tidak langsung:
a.       Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasankeluarga untuk
menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit kemiskinan
malnutrisi merupakan problem bagi golongan bawah masyarakat tersebut.
b.      Kualitas perawatan ibu dan anak.
c.       Buruknya pelayanan kesehatan.
d.      Sanitasi lingkungan yang kurang.
e.       Faktor Keadaan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa kepadatan jumlah
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan
setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Ms. Lorent
memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika suatu
daerah terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang buruk.(Iskandar, 2002)
2.1.2 Gejala klinis
Baik pasien dengan kurang gizi maupun gizi buruk, hampir selalu disertai
defisiensi nutrient lain selain kalori dan protein. Gejala yang timbul bergantung
pada jenis nutrient yang kurang di dalam dietnya, seperti .
1. Kekurangan vitamin A, akan menderita defisiensi vitamin A (xeroftalmia).
Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple
bila mata terkena cahaya). Xeroftalmia berlanjut menjadi keratomalasia
(buta).
2. Defisiensi vitamin B1 (tiamin) disebut atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai
koenzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan
penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental, dan jantung.

5
3. Defisiensi vitamin B2 atau ariboflavinosis. Vitamin B2 atau riboflavin
berfungsi sebagai koenzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menimbulkan
stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut), glositis, kelainan kulit dan
mata.
4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
5. Defisiensi vitamin B12 dapat terjadi anemia pernisiosa. Vitamin B12 dianggap
sebagai komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik.
6. Defisiensi asam folat akan menyebabkan timbulnya anemia makrositik
megaloblastik, granulositopenia, dan trombositopenia.
7. Defisiensi vitamin C menyebabkan skorbut (scurvy). Vitamin C diperlukan
untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast karena merupakan bagian
dalam pembentukan zat intrasel. Kekurangan vitamin C akan mengganggu
integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan pula pada proses pematangan
eritrosit, pembentukan tulang, dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan
penting dalam respirasi jaringan.
8. Defisiensi mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dengan segala
akibatnya missal osteoporosis tulang dan anemia, yang paling serius adalah
kekurangan yodium karena dapat menyebabkan gondok (goiter) yang
merugikan tumbuh kembang anak.
2.1.3 Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah pata
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
6
2.1.4 Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat
banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu :
tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),environment (lingkungan).
Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut
menentukan.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan
lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies.  Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari
tubuh. Pada Malnutrisi, di dalam tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan
untuk digunakan sebagai sumber energi. Sehingga tubuh akan mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat berlebihan dan akan mengakibatkan kematian.
2.1.5 Klasifikasi
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan
kwashiorkor.
1. Marasmus
Adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih
kekurangan kalori daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai
berikut :
a.      Intake kalori yang sedikit.
b.      Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
c.       Kelainan struktur bawaan.
d.      Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
e.       Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup.

7
  F   Gangguan metabolism.
g.      Tumor hipotalamus.
h.      Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
i.        Urbanisasi.
2.1.6 Kwashiorkor
Adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar.
Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah :
a.        Intake protein yang buruk.
b.       Infeksi suatu penyakit.
c.        Masalah penyapihan.

Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :


Klasifikasi IMT (kg/ m2)
Malnutrisi berat <16,0
Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Berat badan kurang ≥ 23
Dengan resiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30

2.1.7 Insidensi
Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitannya pada awal
tahun 2008 menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di
Indonesia mencapai angka 13 juta. Meski data pemerintah yang disampaikan oleh
Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari secara resmi menyebutkan penderita gizi
buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta, atau naik tiga kali lipat
dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta jiwa.
Tentunya, angka ini sangat mencengangkan dunia internasional, kenyataan ini
membuat salah satu produsen makanan ringan terkemuka di Indonesia
menggalang aksi kepedulian dengan mencantumkan data ini dalam kemasan

8
produknya sehingga diharapkan masyarakat berempati dan kemudian
mendonasikan sebagian uangnya untuk penanggulangan gizi buruk.
Hingga akhir April 2008, sejumlah bencana masih melanda berbagai
daerah, musim penghujan belum kunjung usai, angin puting beliung, rob, banjir
bandang dan longsor yang melanda Jawa Tengah dan Jawa Timur dan badai
elnina yang berefek pada ombak 4-6 meter di sebagian wilayah laut Indonesia.
Musibah ini mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan lahan pertanian. Lahan
pertanian yang sedianya menjadi sumber pangan bagi masyarakat, kondisnya
hancur, gagal panen (puso). Akibatnya masyarakat terancam kekurangan pangan.
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan.
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi
penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat
perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi
dalam beberapa tahap:
1. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena.
a.       Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%.
b.      Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
c.       Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
d.      Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2. Tahap kedua yaitu penyesuaian.
Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan
elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberian makanan.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya
kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan
restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal,
kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein
diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan
energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan
9
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka
waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan
masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori
yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak
dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose
intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang
mengandung enzim lactase.

2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik


Pada data laboratorium penurunan albumin serum merupakan perubahan
yang paling khas. Ketonuria sering ada pada stadium awal kekurangan makan
tetapi seringkali menghilang pada stadium akhir. Harga glukosa darah rendah,
tetapi kurva toleransi glukosa dapat bertipe diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin
yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun. Angka asam amino esensial
plasma dapat turun relatif terhadap angka asam amino non-esensial, dan dapat
menambah aminoasiduria.
Defisiensi kalium dan magnesium sering ada. Kadar kolesterol serum
rendah, tetapi kadar ini kembali ke normal sesudah beberapa hari pengobatan.
Angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase dan alkalin fosfatase
serum turun. Ada penurunan aktivitas enzim pancreas dan santhin oksidase, tetapi
angka ini kembali normal segera sesudah mulai pengobatan. Anemia dapat
normositil, mikrositik, atau makrositik. Tanda-tanda defisiensi vitamin dan
mineral biasanya jelas. Pertumbuhan tulang biasanya terlambat. Sekresi hormon
pertumbuhan mungkin bertambah.
Diagnosa banding kehilangan protein adalah infeksi kronik, penyakit yang
menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja, dan keadaan
ketidakmampuan metabolik untuk mensintesis protein.

10
2.2 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap
kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan
masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun
setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
 Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu :
status kesehatan klien dan kekuatan – masalah kesehatan yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data
yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi
kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon
klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup
tindakan yang dilaksanakan kepada klien.  
          
2.2.1 PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan


secara sistematis untuk menentuan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan
keperawatan dan kesehatan klien.

Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari


informasi yang terumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang
dihadapi klien.Selanjutnya data dasar tersebut digunaan untuk menentuan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindaan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah klien.

Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment),
selama klien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian
ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).

11
2.2.2 TUJUAN PENGUMPULAN DATA
1. memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien
3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah
beriutnya.

2.2.3 KARAKTERISTIK DATA


1. Lengkap
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan
klien. Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah
klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan — kaji secara mendalam
kenapa klien tidak mau makan (tidak cocok makanannya, kondisi fisiknya
menolak untuk makan/patologis, atau sebab-sebab yang lain)

2. Akurat dan nyata


Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat
dan nyata untuk membuktikan benar-tidaknya apa yang telah didengar, diliha,
diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua
data yang sekiranya meragukan. Perawat tidak boleh langsung membuat
kesimpulan tentang suatu kondisi klien. Misalnya, klien tidak mau makan.
Perawat tidak boleh langsung menuliskan : `klien tidak mau makan karena depresi
berat`. Diperlukan penyelidikan lanjutan untuk menetapkan kondisi klien.
Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.

3. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya memerlukan banyak sekali
data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk
mengidentifikasi.

12
2.2.4 INFORMASI YANG DIPERLUKAN

1. Segala sesuatu tentang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial & spiritual


2. Kemampuan dalam mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari
3. Masalah kesehatan dan keperawatan yang mengganggu kemampuan klien
4.  Keadaan sekarang yang berkaitan dengan rencana asuhan keperawatan yang akan
dilakuan terhadap klien

2.2.5. SUMBER DATA


1. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien, yang dapat
memberikan informasi yang lengap tentang masalah kesehatan dan keperawatan
yang dihadapinya.
2. Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang terdekat klien
(keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat
dengan klien
3.  Sumber data lainnya
Catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang merupakan riwayat
penyakit dan perawatan klien di masa lalu.
Secara umum, sumber data yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
adalah :
1. Klien sendiri sebagai sumber data utama (primer)
2. Orang terdekat
3. Catatan klien
4. Riwayat penyakit (pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan)
5. Konsultasi
6. Hasil pemeriksaan diagnostic
7. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya
8. Perawat lain
9.  Kepustakaan 

13
2.2.6 JENIS DATA
1. Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan
dengan menggunakan standart yang diakui (berlaku), seperti : warna kulit, tanda-
tanda vital, tingkat kesadaran, dll. Data-data tersebut diperoleh melalui `senses` :
Sight, smell, hearing, touch dan taste.
2. Data Subjektif
Merupakan data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh
klien, misalnya rasa nyeri, pusing, mual, ketakutan, kecemasan, ketidaktahuan,
dll.

2.2.7 CARA PENGUMPULAN DATA

Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan
penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan indentitas klien, keluhan utama,
riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-
hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien antara
lain : wawancara (interview), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik
(pshysical assessment) dan studi dokumentasi.

2.2.7.1 WAWANCARA

Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan


dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa.
Wawancara berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang
direncanakan.

Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah


kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan antara
perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu klien
memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan
keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut
selama tahap pengajian.

14
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi.
Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan
kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya
digunaan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik
adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk
bertuar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal
maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.

Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban


dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara
aktif, diam, sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan
suatu hal yang penting dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu
hal yang sulit dipelajari.  

Tahapan wawancara / komunikasi :

1. Persiapan.
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan
dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk
kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya
dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa
atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi
duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian
rupa guna memperlancar wawancara.
2. Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan
memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan
faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi
kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana
menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.

15
3. Isi / tahap kerja
Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan
pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Fokus wawancara adalah klien


2. Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.
3. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
4. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
5. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
6. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya
7. Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.

4. Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara. Untuk itu klien harus
mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan,
sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai
keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat
perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien
adalah :
1. Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
2. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-
keluhannya / pendapatnya secara bebas
3. Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman
bagi klien
4. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6. Tidak bersifat menggurui
7. Memperhatikan pesan yang disampaikan
8. Mengurangi hambatan-hambatan
9. Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
10. Menghindari adanya interupsi
11. Mendengarkan penuh dengan perasaan
12. Memberikan kesempatan istirahat kepada klien

16
Macam wawancara :

1. Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung


2. Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang terdekat.

Hambatan wawancara :

1. Internal :

 Pandangan atau pendapat yang berbeda


 Penampilan klien berbeda
 Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya menurun
 Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar tentang sesuatu hal
 Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya
 Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak fokus ke pasien
 Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya
 Perawat merasa terburu-buru
 Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya

2. External :

 Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar


 Kurangnya privacy
 Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara
 Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain.

Teknik pengumpulan data yang kurang efektif :

1. Pertanyaan tertutup : tidak ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat /


keluhan / respon. Ex : Apakah Anda makan tiga kali sehari ?
2. Pertanyaan terrarah : secara khas menyebutkan respon yang diinginkan. Ex :
……………. Anda setuju bukan?
3. Menyelidiki : mengajukan pertanyaan yang terus-menerus
4. Menyetujui / tidak menyetujui. Menyebutkan secara tidak langsung bahwa klien
benar atau salah. Ex : Anda tidak bermaksud seperti itu kan?

17
2.2.8 PENGAMATAN / OBSERVASI

Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk


memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi
dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui
rabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan
data tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :

1. Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada
klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang
hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang
diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : `Pak, saya akan menghitung nafas
bapak dalam satu menit` —- kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi
tidak valid, karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.
2. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien
3. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan
dimengerti oleh perawat yang lain.

2.2.8.1 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk


menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya adalah

1. Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat
struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
2. Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-
bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema,
krepitasi (patah/retak tulang), dll.

18
3.  Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan
adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
4. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh
menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui
reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang
berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung,
batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :

1. Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)


2. ROS (Review of System)
3. Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)

Setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokkan data, yang dapat


dilakukan dengan cara :

1. Berdasarkan sistem tubuh


2. Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
3. Berdasarkan teori keperawatan
4. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.

2.2.9 ANALISIS DATA

Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya


berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan
analisis data, diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.

19
2.2.9.1 Dasar analisis :

1. Anatomi – fisiologi
2. Patofisiologi penyakit
3. Mikrobiologi – parasitologi
4. Farmakologi
5. Ilmu perilaku
6. konsep-konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatan, dll)
7. Tindakan dan prosedur keperawatan
8. Teori-teori keperawatan.

2.2.9.2 Fungsi analisis :


1. Dapat menginterpretasi data keperawatan dan kesehatan, sehingga data yang
diperoleh memiliki makna dan arti dalam menentukan masalah dan kebutuhan
klien
2. Sebagai proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif pemecahan
masalah yang dituangkan dalam rencana asuhan keperawatan, sebelum
melakukan tindakan keperawatan.

2.2.9.3 Pedoman analisis data :


1. Menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis
2. Identifikasi kesenjangan data
3. Menentukan pola alternatif pemecahan masalah
4. Menerapkan teori, model, kerangka kerja, nrma dan standart, dibandingkan
dengan data senjang
5. Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan klien
6. Membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang timbul.

2.2.9.4 Cara analisis data :


1. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul
2. Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
3. Membandingkan dengan standart
4. Membuat kesimpulan tantang kesenjangan (masalah keperawatan) yang
ditemukan

20
2.2.10 PRIORITAS MASALAH

Apabila masalah talah diidentifikasi, maka disusun daftar masalah yang


ditemukan, kemudian diprioritaskan. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin semua
masalah diatasi bersama-sama sekaligus. Jadi diputuskan masalah mana yang yang
dapat diatasi terlebih dahulu.

Dalam memprioritaskan kebutuhan klien, hirarki Maslow menjadi rujukan


perawat dalam menentukan pemenuhan kebutuhan klien. Kebutuhan fisiologi menjadi
kebutuhan utama manusia, kemudian diikuti oleh kebutuhan-kebutuhan psikososial
seperti : aman-nyaman, pengetahuan, cinta-memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENGKAJIAN

1. Data yang dikumpulkan harus menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial dan


spiritual
2. Menggunakan berbagai sumber yang ada relevansinya dengan masalah klien
dan menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan kebutuhan
klien
3. Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
4. Dicatat dalam catatan keperawatan secara sistematis dan terus-menerus
5. Dikelompokkan menurut kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
6. Dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relevan.

2.2.11 DOKUMENTASI PENGKAJIAN

Fokus dokumentasi pengkajian pada data klinik adalah perawat dapat


mengimplementasikan dan mengorganisasi data. Bentuk dokumentasi dapat berupa data
dasar, lembar alur (flow sheet) dan catatan perkembangan, yang semuanya termasuk tipe
pengkajian informasi. Untuk mencapai catatan pengkajian secara aktual, maka perlu
dipertimbangkan pedoman dalam pembuatan pencatatan pengkajian, diantaranya :

1. Gunakan format yang terorganisasi


2. Gunakan format yang telah ada
3. Format yang mencakup pengkajian perkembangan, pemeriksaan dari kepala sampai
dengan seluruh tubuh dapat memperluas informasi
4. Catat informasi tanpa bias dan nilai-nilai opini pribadi
5. Masukkan pernyataan yang mendukung klien
21
6. Jabarkan observasi dan hasil yang jelas
7. Ikuti kebijakan dan prosedur yang telah ada untuk pencatatan pengkajian
8. Tulis data secara ringkas
9. Setiap data yang dikumpulkan adalah data baru dan mendapatkan validasi
10. Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
11. Data harus dicatat, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain
12. Data dikelompokkan dalam bio-psiko-sosio-spiritual, sesuaikan formatnya
13. Data dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relecan dan sesuai
14. Menuliskan identitas waktu
15. Menulis nama dan tanda tangan pelaksana pengkajian. 

2.2.11.1 Lampiran.
1.  Bagaimana cara mendapatkan data yang baik ?
 Jaga kerahasiaan
 Sebutkan nama
 Jelaskan tujuan wawancara
 Jaga kontak mata
 Usahakan tidak tergesa-gesa
2. Bagaimana cara mengobservasi ?
 Pergunakan panca indera
 Tunjukkan penampilan yang baik
 Tunjukkan sikap yang baik
 Jaga pola interaksi yang baik
3. Bagaimana cara bertanya yang baik ?
 Tanyakan pertama kali mengenai masalah yang paling dirasakan klien
 Pergunakan istilah yang dimengerti oleh klien
 Pergunakan lebih banyak pertanyaan terbuka
 Pergunakan refleksi (mengulang kembali apa yang dikatakan oleh klien)
 Jangan memulai pertanyaan pribadi
 Tanyakan sesuatu yang penting dan tidak menyinggung
 Pergunakan format pengkajian yang teorganisir dan disepakati oleh instansi

22
4. Bagaimana cara menjadi pendengar yang baik?
 Jadilah pendengar yang aktif
 Beri kesempatan kepada klien untuk menyelesaikan pembicaraannya
 Bersabarlah jika klien `blocking`
 Berikan perhatian yang penuh
 Klarifikasi, ulang apa yang telah dikatakan dan simpulkan.

2.2.12 MODEL KEPERAWATAN DALAM PENGKAJIAN / PENGUMPULAN DATA

2.2.12.1 GORDON (1982) : Pola Kesehatan Fungsional


1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
 Pola sehat – sejahtera yang dirasakan
 Pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat
 Pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif
 Ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan
2.  Pola nutrisi – metabolik
 Pola makan biasa dan masukan cairan
 Tipe makanan dan cairan
 Peningkatan / penurunan berat badan
 Nafsu makan, pilihan makanan
3. Pola eliminasi
 Defekasi, berkemih
 Penggunaan alat bantu
 Penggunaan obat-obatan
4. Pola aktivitas – latihan
 Pola aktivitas, latihan dan rekreasi
 Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja,
dll)
5. Pola tidur dan istirahat
 Pola tidur – istirahat dalam 24 jam
 Kualitas dan kuantitas tidur
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori
 Penglihatan, perasa, pembau
 Kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan keputusan

23
7. Pola persepsi-konsep diri
 Sikap klien mengenai dirinya
 Persepsi klien tentang kemampuannya
 Pola emosional
 Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri
8. Pola peran dan tanggung jawab
 Persepsi klien tantang pola hubungan
 Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab
9. Pola seksual – reproduksi
 Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap seksualitasnya
 Tahap dan pola reproduksi
10. Pola koping dan toleransi stress
 Kemampuan mengendalian stress
 Sumber pendukung
11. Pola nilai dan keyakinan
 Nilai, tujuan dan keyakinan
 Spiritual
 Konflik

2.2.12.2 MODEL ROY`s (1984) : Model adaptasi :


1. Kebutuhan fisiologik
 Aktivitas dan istirahat
 Nutrisi
 Eliminasi
 Cairan dan elektrolit
 Oksigen
 Proteksi
 Pengaturan suhu
 Pengaturan sistem endokrin
2. Konsep diri
3.   Fungsi peran
4. Interdependent

24
2.2.12.3 MODEL OREM (1985) : Self-care / kemandirian klien dalam merawat
dirinya sendiri :
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen
2. Pemenuhan kebutuhan cairan
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
6. Sosial
7. Pencegahan
8. Promosi

2.2.12.3 DOENGOES (1993) :


1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Eliminasi
5. Makanan dan cairan
6. Hygiene
7. Neurosensori
8. Nyeri / ketidaknyamanan
9. Pernafasan
10. Keamanan
11. Seksualitas
12. Interaksi sosial
13. Penyuluhan / pembelajaran

2.2.12.4 FITZ PATRICK (1991) : Pola respon manusia :


1. Memilih : memilih di antara alternatif-alternatif
2. Berkomunikasi : verbal – non verbal
3. Bertukaran : memberikan, melepaskan, dan kehilangan sesuatu
4. Merasakan : pengalaman, kesadaran, sensasi, pemahaman atau pengertian
secara sadar / emosional
5. Mengetahui : mengenal – memahami
6. Bergerak : mengubah posisi, desakan untuk bertindak / melakukan sesuatu
7. Mempersepsikan : memahami dengan pikiran, sadar tentang indera / rangsangan
eksternal
25
8. Berhubungan : menjalin hubungan, membangun hubungan, berada dalam
beberapa asosiasi dengan benda, orang atau tempat
9. Menilai : perhatian, mengenal, peduli, berharga, berguna

2.3 Pengkajian pada malnutrisi pada remaja


2.3.1 Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan
keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2.3.2 Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi,
status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi
anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
2.3.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
2.3.4 Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum
dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status
kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan
genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:

1. Penurunan ukuran antropometri


a. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)

26
b. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
2. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
a. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare.
3. Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa
popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan
kadar albumin serum yang menurun.
5. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan
pada paru.

2.3.5 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan
Marasmik-Kwashiorkor adalah:
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan
diare.
2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare.
3.  Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikirb/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon
face dan akibat turgor kulit yang menurun.

27
2.3.6 Intervensi Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,anoreksia dan
diare .
a. Berikan makan sedikit tapi sering
R/ dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat setelah
periode puasa
b. Berikan pilihan menu makanan sesuai selera klien.kecuali kontraindikasi.
R/ makanan yang sesuai selera diharapkan bisa meningkatkan nafsu makan
klien.
c. Berikan diet cair dan makanan selang melalui NGT.
R/ Bila pasien mengalami gangguan dalam proses mencerna makanan,bisa
diberikan sebagai alternatif untuk tetap mempertahankan asuhan nutrisi bagi
pasien.
2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan ekskresicairan tubuh akibat diare.
a. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan.ukur keluaran urine dengan akurat.
R/ pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasiatau
mengganti caira untuk masukan kalori yang yang berdampak pada
keseimbangan elektrolit
b. Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal.
R/ perpindahan cairan dan elektrolit,penurunan fungsi ginjal dapat
meluasmempengaruhi penyembuhan pasien / prognosis dan memerlukan
intervensi tambahan.
c. Tambahan kalium oral atau iv sesuai indikasi
R/ dapat diperlukan untuk mencegah disritmia jantung.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi:
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan
yang dapat ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk
mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalamaktivitas
perawatan mandiri.
28
c. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan
stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada
pasien.
d. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau
kurang.
4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
a. Auskultasi bunyi napas.catat adanya bunyi napas.
R/ adanya bunyi napas dimanifestasikan dengan adanya obstruksi jalan napas.
b. Dorong dan bantu pasien melakukan latihan napas abdomen atau bibir.
R/ memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea
dan menurunkan jebakan udara.
c. Tingkatkan masukan ciran sampai 3000ml/hari sesuai toleransi
jantung.memberikan air hangat.anjurkan masukan cairan sebagai pengganti
makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,mempermudah pengeluaran
sekret.penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
a. Sadari penyimpangan kemampuan berpikir pasien
R/ memungkinkan perawat membuat harapan nyata pada pasien dan memberikan
informasi serta dukungan yang tepat.
b. Ikuti program nutrisi dengan ketat
R/ memperbaiki nutrisi penting untuk memperbaiki fungsi otak.
c. Kaji tes fungsi ginjal / elektrolit
R/ ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan
sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai.
6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face
dan akibat turgor kulit yang menurun.
a. Tingkatkan konsep diritanpa penilaian moral
R/ pasien melihat diri sebagai lemah harapan,meskipun bagian pribadi merasa
kuat dan dapat mengontrol
b. Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri.

29
R/ memberikan kesempatan mendiskusikan persepsi pasien tentang gambaran
diri dan kenyataan individu.
c. Catat penolakan pasien dari ketidaknyamanan dalam hubungan sosial.
R/ menunjukkan perasaan isolasi dan takutpenolakan atau penilaian orang
lain.penghindaran situasi sosial dan kontak dengan orang lain dapat membuat
perasaan tak berharga.

2.3.7 Evaluasi  Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,anoreksia dan
diare .
a. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
b.  Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat untuk meningkatkan /
mempertahankan berat badan yang ideal.
c. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
individu.
2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan ekskresicairan tubuh akibat diare.
a. Mempertahankan / menunjukkan perubahan keseimbangan cairan,dibuktikan
oleh haluaran urine adekuat,tanda vital stabil,membran mukosa lembab,turgor
kulit baik.
b.  Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang perlu untuk
memperbaiki defisit cairan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (ternasuk aktifitas sehari-hari).
b. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misal nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentan normal pasien.
4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
a. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi naps bersih atau jelas.
b.  Pasien dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan napas secara
mandiri misal batuk,mengelarkan sekret,melakukan latihan napas abdomen atau
bibir.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.

30
a. Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor penyebab dan menyadari adanya
gangguan.
b. Pasien menunjukkan perilaku untuk mengubah / mencegah malnurisi.
c. Pasien menunjukkan perubahan kemampuan untuk membuat keputusan,dan
mampu memecahkan masalah.

6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face
dan akibat turgor kulit yang menurun.
a. Pasien mampu membuat gambaran dirinya secara nyata.
b. Mengakui diri sebagai individu yang berharga dengan menumbuhkan rasa
percaya diriyang baik.
c. Menerima tanggung jawab untuk tindakan sendiri.

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Malnutrisi merupakan suatu keadaan di mana tubuh
mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.
Penyebab Malnutrisi secara langsung ialah karena kurangnya asupan
makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah
makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian
makanan yang salah. Serta karena adanya penyakit infeksi.
Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan pangan
keluarga,kualitas perawatan ibu dan anak, sanitasi lingkungan yang kurang, buruknya
pelayanan kesehatan
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami
komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah
sakit.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat,
gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.

3.2 Saran
Pemenuhan akan kebutuhan gizi dalam tubuh merupakan salah satu cara
meminimaklisir terjadinya Malnutrisi. Cara itu dapat dilakukan dengan cara
mengkonsumsi makanan yang mengandung empat sehat lima sempurna.

32
DAFTAR PUSTAKA
.
Andessa,Hesa.2010.Asuhan Keperawatan Anak dengan Protein .  http://hesa-
andessa.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-protein.html. Diakses 17
Oktober 2015. Pukul 17.00 WIB
Anonimus. 2010. Asuhan Keperawatan Anak.http://nurse87.wordpress.com/2010/10/09/asuhan-
keperawatan-anak-%E2%80%9Cmarasmik-kwashiorkor%E2%80%9D/. Diakses17 Oktober
2015. Pukul 20.00 WIB.
Anonimus. 2011. Askep Malnutrisi Energi Protein. http://www.askep.net/pdf/ askep-malnutrisi-
energi-protein. Diakses tanggal 17 Oktober 2015. Pukul 21.00 WIB.
Anonimus. 2011. Askep Malnutrisi.http://hidupsehat9.blogspot.com/2011/03/askep-
malnutrisi.html.Diakses tanggal 17 Oktober 2015. Pukul 22.00 WIB.
Anonimus.2009.Malnutrisi.http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/19/malnutrisi/. Diakses 17
Oktober 2015. Pukul 21.00 WIB.
Anonimus.2010.Dukungan Nutrisi pada Kaus Penyakit
Dalam.http://gizisehat.wordpress.com/2010/05/31/dukungan-nutrisi-pada-kasus-penyakit-
dalam/. Diakses 16 Oktober 2015. Pukul 19.00 WIB.
Anonimus.2010.Penderita Gizi Buruk di Indonesia Mencapai 13
Juta.http://my.opera.com/stoppenindasan/blog/penderita-gizi-buruk-di-indonesia-mencapai-13-
juta-ji. Diakses 16 Oktober 2015. Pukul 20.00 WIB.
Anonimus.2011.Askep
Malnutrisi.http://asuhankeperawatanneuromaakustik.blogspot.com/2011/05/askep-
malnutrisi.html. diakses 16 Oktober 2015. Pukul 22.00 WIB.
Anonimus.2011.Kenali Tanda dan Gejala Gizi
Buruk.http://medicastore.com/artikel/284/Kenali_Tanda_dan_Gejala_Gizi_Buruk.html.Diakses
15 Oktober 2015. Pukul 04.00 WIB
Anonimus.2011.Malnutrisi.http://www.indonesiaindonesia.com/f/11150-malnutrisi/.Diakses 17
Oktober 2015. Pukul 24.00 WIB
Corwin, J Elizabeth . 2009 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilyn. Rencana  Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta. 
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

33
Nining. 2008.Asuhan Kperawatan Anak dengan Protein. http://ns-
nining.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-anak-dengan-protein.html. Diakses 16
Oktober 2015. Pukul 22.00 WIB.
Pearce, C Evelyn . 2008 . Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis . Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sediaoetama,A.D.1985.Ilmu Gizi.jil 1.Dian Rakyat : Jakarta.
Sloane, Ethel . 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula . Jakarta : EGC
Suhardjo. 1988 . Perencanaan Pangan dan Gizi . Bumi Aksara : Jakarta.
Supariasa,I. Dewa Nyoman S. 2001.  Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.V
https://yenibeth.wordpress.com/2008/05/31/pengkajian-keperawatan-3/. Diakses 16 Oktober
2015. Pukul 21.00 WIB

34

Anda mungkin juga menyukai