Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

PERMASALAHAN GIZI DI INDONESIA

Pembimbing :
dr. Louisa A. Langi, Msi. MA

Disusun Oleh :
Revina Vemilia
1965050127

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


PERIODE 30 MARET 2020 – 2 MEI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
1. Bagaimana menilai status gizi masyarakat?
Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode pengukuran, tergantung
pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilian status gizi dapat menggambarkan berbagai
tingkat kekurangan gizi, misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat
kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit tertentu.
Tingkat kekurangan gizi Metode yang digunakan
Asupan zat gizi tidak cukup Survei konsumsi pangan
Penurunan persediaan gizi dalam jaringan Biokimia
Penurunan persediaan gizi dalam cairan tubuh Biokimia
Penurunam fungsi jaringan Antropometri atau biokimia
Berkurangnya aktivitas enzim yang dipengaruhi Biokimia atau teknik molekuler
zat gizi, terutama protein
Perubahan fungsi Kebiasaaan atau physiological
Gejala klinik Klinik
Tanda-tanda Anatomi Klinik

2. Di Indonesia apa saja masalah gizi masyarakat? (berapa banyak dan rujukan
kepustakaan)
Di Indonesia terdapat 2 masalah gizi masyarakat, antara lain :
a. Gizi Kurang
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia.
Prevalensi yang tinggi banyak terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
(balita). Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi kurang.
Dampak yang lebih serius dari kekurangan zat gizi ini adalah terjadinya gizi
buruk yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian.
b. Gizi Buruk
Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar
19,6%, yang berarti 212 masalah gizi berat dan kurang di Indonesia masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi,
sedangkan sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu
17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus
diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai 2019. Dampak jangka
pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak yakni anak menjadi apatis,
mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain.
Sedangkan dampak jangka panjang mengalami penurunan skor tes Intelligence
Quotient (IQ) 10-13 poin, penurunan perkembangan kognitif, penurunan
integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah
Sumber :

World Health Organization. Who.int. 2020 [cited 23 April 2020]. Available from:
https://www.who.int/nutrition/landscape_analysis/IndonesiaLandscapeAnalysisCountryAssessmentReport_Bahasa.pdf

Elisanti A. Pemetaan Status Gizi Balita di Indonesia. Indonesian Journal for Health Sciences. 2017;1(1):37.
3. Menurut UNICEF, ada beberapa masalah penyebab gizi buruk atau stunting (masalah
dasar dst), jelaskan!
Menurut UNICEF ada tiga penyebab gizi buruk pada anak yaitu:
a. Penyebab langsung
i. Asupan gizi yang kurang
Kurangnya asupan gizi dapat disebabkan karena terbatasnya asupan
makanan yang dikonsumsi atau makanan yang tidak memenuhi unsur
gizi yang dibutuhkan.
ii. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
b. Penyebab tidak langsung
Penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu tidak cukup pangan, pola asuh
yang tidak memadai dan sanitasi, air bersih/ pelayanan kesehatan dasar yang
tidak memadai
c. Penyebab mendasar
Penyebab mendasar masalah gizi buruk adalah karena krisis ekonomi, politik
dan sosial termasuk bencana alam yang mempengaruhi ketersediaan
pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi
yang memadai yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita

4. Pemerintah menetapkan penanganan stunting dengan intervensi gizi spesifik, dan gizi
sensitif jelaskan!
a. Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi
terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit
menular, dan kesehatan lingkungan. Intervensi spesifik ini umumnya diberikan
oleh sektor kesehatan. Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik:
i. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik
dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk
menjangkau semua sasaran prioritas
ii. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah
gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah
intervensi prioritas dilakukan
iii. Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang
diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi
darurat bencana (program gizi darurat)
b. Intervensi gizi sensitif umumnya dilakukan dilaksanakan di luar Kementerian
Kesehatan. Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat
dilakukan melalui berbagai program. Program/kegiatan intervensi tersebut
dapat ditambah dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Intervensi gizi sensitif mencakup:
i. Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi
ii. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan Kesehatan
iii. Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan
anak
iv. Peningkatan akses pangan bergizi
5. Seberapa besar masalah stunting di Indonesia?
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, stunting
memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi
kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi stunting pada balita mengalami peningkatan
dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Prevalensi balita
pendek di Indonesia cenderung statis, yang artinya masalah stunting di Indonesia
merupakan masalah serius dan juga merupakan masalah gizi utama yang sedang
dihadapi. Apabila masalah ini terus terjadi, maka akan memengaruhi fungsi kognitif
yakni tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia dan masalah degeneratif di usia dewasa.

Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017

Anda mungkin juga menyukai