Disusun oleh :
Nur Azizah
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah terkendali; Masalah yang
belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi yang sudah meningkat
dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi lain yang juga
mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah defisiensi vitamin D.
Masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan meliputi kekurangan
Vitamin A pada anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi
pada anak 2-5 tahun. Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada
anak Balita sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui
distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi
makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011
menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari
20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah
kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penanggulangan GAKI dilakukan sejak tahun 1994 dengan mewajibkan
semua garam yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm.
Data status Iodium pada anak sekolah sebagai indikator gangguan akibat kurang
Iodium selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang konsisten. Median
Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU) dari tiga survai terakhir berkisar antara 200-
230 g/L, dan proporsi anak dengan EIU <100 g/L di bawah 20%. Secara
nasional masalah gangguan akibat kekurangan Iodium tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat.
Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi
pada anak 2-5 tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni
51,5% (1995) menjadi 25,0% (2006) dan 17,6% (2011).
Masalah gizi yang belum selesai adalah masalah gizi kurang dan pendek
(stunting). Pada tahun 2010 prevalensi anak stunting 35.6 %, artinya 1 diantara
tiga anak kita kemungkinan besar pendek. Sementara prevalensi gizi kurang
telah turun dari 31% (1989), menjadi 17.9% (2010). Dengan capaian ini target
MDGs sasaran 1 yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 15.5% pada
tahun 2015 diperkirakan dapat dicapai.
Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa 35,6% anak Indonesia stunted.
Sebagai akibatnya, produktivitas individu menurun dan masyarakat harus hidup
dengan penghasilan yang rendah.Stunting atau penurunan tingkat pertumbuhan
pada manusia utamanya disebabkan oleh kekurangan gizi. Lebih jauh lagi,
kekurangan gizi ini disebabkan oleh rusaknya mukosa usus oleh
bakteri fecal yang mengakibatkan terjadinya gangguan absorbsi zat gizi.
Dengan demikian, peningkatan cakupan sanitasi dan perilaku hygiene sebesar
99% dapat membantu menurunkan insiden diare sebesar 30% dan menurunkan
prevalensi stuntingsebesar 2,4%.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sanitasi buruk mengakibatkan beragam
dampak negatif, baik bagi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Saat ini,
tantangan pembangunan sanitasi semakin berat dengan adanya temuan bahwa
sanitasi buruk mengakibatkan sebagian besar generasi penerus bangsa
terdiagnosa stunted. Sanitasi buruk dan air minum yang terkontaminasi
mengakibatkan diare yang mengganggu penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh.
Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan zat gizi yang memadai sehingga
pertumbuhannya terhambat.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan stunting ?
b. Apa penyebab stunting?
c. Apa saja faktor yang mempengaruhi stunting?
g. Dampak stuntig?
3. Tujuan Umum
Untuk membrikan pengetahuan kepada sasaran mengenai cara mencegah
stunting pada balita.
4. Tujuan Khusus
Memberikan informasi mengenai stunting yang terdiri dari :
a. Defenisi Stunting
b. Penyebab stunting
e. penanggulangan
h. Dampak stuntig
BAB II
Tinjauan Teori
A. Definisi Stunting
Senbanjo et al (2011) mendefinisikan stunting adalah keadaan status
giziseseorang berdasarkan z-skor tinggi badan (TB) terhadap umur (U) dimana
terletak pada <-2 SD. Indeks TB/U merupakan indeks antropometri yang
menggambarkan keadaan gizi pada masa lalu dan berhubungan dengan kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi. SK Menkes (2010) menyatakan pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan pada nan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
pendek). Pengaruhkekurangan zat gizi terhadap tinggi badan dapat dilihat dalam
waktu yang relatif lama (Gibson, 2005).Tinggi badan dalam keadaan normal
akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan
tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan
gizi dalam waktu yang pendek.Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi
badan akan tampak dalam waktuyang relatif lama sehingga indeks ini dapat
digunakan untuk menggambarkan status gizi pada masa lalu (Supariasa, 2001).
B. Penyebab
Teori Teori Penyebab Gizi Kurang dan Tumbuh Kembang Anak
Terdapat sebuah model yang dikembangkan Unicef tahun 1992, untuk mengurai
faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak . Dengan model
tersebut, penyebab masalah gizi dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab
langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar.
(Soetjiningsih,2000).
1. Terdapat dua penyebab langsung gizi buruk, yaitu asupan gizi yang
kurangdan penyakit infeksi.
2. Terdapat 3 faktor pada penyebab tidak langsung, yaitu tidak cukup
pangan,pola asuh yang tidak memadai, dan sanitasi, air bersih/ pelayanan
kesehatandasar yang tidak memadai.
3. Penyebab mendasar/akar masalah gizi buruk adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi
Ketersediaan pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan
serta sanitasi yang memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status
gizi balita.
Unicef pada tahun 1998 telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi
kurang yaitu:
1. Penyebab langsung kejadian gizi kurang, yaitu asupan makanan yang
kurang dan penyakit infeksi.
2. Terdapat 3 faktor penyebab tidak langsung, yaitu persedian makanan di
rumah yang kurang memadai, perawatan anak dan ibu hamil yang kurang,
dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.
3. Terdapat pokok masalah yaitu kemiskinan kurangnya pendidikan, kurang
keterampilan.
4. Akar masalah yaitu krisis ekonomi.
1. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi,
umumnyadigolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan
aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik
contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti
kebudayaan,pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat
kesehatanmasyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan
individu,keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu
sendiri.Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat,
kebiasaan,kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain
yangmelekat pada dirinya.
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit,
pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yangmemerlukan
pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah
dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi
pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam
memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.
4. Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes
melitus dan asma bronehial.
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur
0-60 Bulan
Penilaian status gizi merupakan pemeriksaan keadaan gizi individu dengan cara
mengumpulkan data dan membandingkan data dengan standar yang ditetapkan
(Arisman, 2009). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung melalui antropometri,
klinis, biokimia dan biofisik sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi
(Supariasa, 2001).
Metode penilaian status gizi yang paling sering digunakan yaitu antropometri.
Antropometri dapat diartikan sebagai ukuran tubuh manusia.Antropometri gizi
berhubungan dengan pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dengan berbagai
tingkat umur dan keadaan gizi. Indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas(LILA)
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding
dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui
diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti
diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah
kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan
flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari
jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan
gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui
dianjurkan untuk minum sebanyak 22,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di
samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.
Pada usia 0 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI).
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih
umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah
melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit
pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila
hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka
payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 2 liter
perhari.
e.Kebutuhan Gizi Anak 1 2 tahun
a.Kalsium
c. Zink
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan
metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-
kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
Zat besi (Fe) diperlukan tubuh untuk membuat protein hemoglobin dan
mioglobin. Hemoglobin ditemukan di dalam sel darah merah dan mioglobin
ditemukan di dalam otot. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia defisiensi
besi. Pada anemia defisiensi besi, tubuh tidak dapat memproduksi hemoglobin
dalam jumlah yang cukup, sementara hemoglobin diperlukan untuk membawa
oksigen ke seluruh tubuh, akibatnya penderita anemia defisiensi besi sering
merasa lelah dan sesak nafas. Kelebihan zat besi dalam tubuh juga tidak baik
bagi kesehatan. Zat besi yang berlebihan di dalam tubuh dapat meningkatkan
risiko penyakit hati (sirosis, kanker).Zat besi berperan dalam transpor oksigen,
pengaturan metabolisme energi,fungsi otot, koenzim dalam tubuh. Zat besi
berperan penting dalam fungsi kekebalan tubuh. Kekurangan zat besi semakin
memperbesar risiko tubuh mudah terserang penyakit (Almatsier, 2001).
e. Asam Folat
H. Dampak stunting
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/57127/4/Chapter
Laporan Tahuna Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef
Indonesia.Oktober 2012.
Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan
Dasar 2013.