Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

(ILMU DASAR GIZI)


Kasus-Kasus Gizi Masyarakat Yang Disebabkan Oleh Defesiensi

OLEH
JIHAN SALSABIA
2213201073

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga terciptalah sebuah  makalah yang berjudul " Kasus-Kasus Gizi Masyarakat Yang
Disebabkan Oleh Defesiensi ”. Maksud dan tujuan  dalam pembuatan makalah  ini adalah
untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Antropologi Kesehatan.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini banyak kendala yang dihadapi. Oleh karena
itu kami berterima kasih kepada segenap pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian yang dapat kami sampaikan sebagai pengantar. Besar harapan untuk bisa
memperoleh masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun dari siapapun yang
membaca makalah ini demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya. Terima Kasih.
                                                                                                                                   

Bukitinggi,12 April 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya merupakan masalah kesehatan masyarakat,
namun penanggulanggannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh
karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang
terkait.Masalah gizi, meskipun sering berkait dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan.
Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang,
kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan
pangan ditingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh
makanan untuk kebutuhan semua anggota keluarganya. Menyadari hal itu, 
peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiapa
anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya.
Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga
maslah kemiskinan, pemerataan dan masalah kesempatan kerja.( hadikusumo 2021)
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi,
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), kuarang viatamin A
(KVA), dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Dari sekitar 5 juta anak
balita (27,5 persen) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2 persen)
dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3 persen) (Depkes,2004
mengutip BPS 2003).
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui arti dari gizi buruk dan gizi kurang.
2. Memahami permasalahan apa saja yang dapat ditimbulkan oleh gizi kurang.
3. Mengetahui penyebab timbulnya gizi kurang dan gizi buruk, baik itu penyebab langsung
maupun penyebab tidak langsung.
4. Untuk mengetahui cara penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi buruk.
5. Kasus-kasus gizi pada masyaraka akibat defesiensi

C Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu gizi buruk
2. Mengetahui frekuensi dan distribusi jenis gizi
3. Mengetahui penyebab dan pencegahan kasus gizi saat ii
4. Melengkapi salah satu tugas mata kuliah ilmu dasar gizi
BAB II
(PEMBAHASAN)
A. Gizi Buruk
2.1 Konsep Status Gizi

2.1.1 Pengertian

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat
dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan
antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh
sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari
karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2001). Status gizi normal merupakan
keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986).

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan keadaan


gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan.
Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan
individu (Wardlaw, 2007).

Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah
energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix,
2005).

2.1.2 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh
dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu
yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :


1. Penilaian Langsung

a. Antropometri

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang


berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi
seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh
seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat
ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat
digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).

b. Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan


perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan
asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di
mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh
(kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

c. Biokimia

Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia


pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus
yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi
sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling
sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis (Baliwati, 2004).

d. Biofisik

Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan


melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang
dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa,
2002).

2. Penilaian Tidak Langsung

a. Survei Konsumsi Makanan


Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat
jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang
didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui
jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui
frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai
dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).

b. Statistik Vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data
mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut
umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan
angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti,
2007).

c. Faktor Ekologi

Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat
terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan
lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui
penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat
berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2002).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

a. Faktor Langsung

1) Konsumsi Makanan 

Faktor makanan  merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap


keadaan gizi seseorang karena konsumsi makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan  tubuh,
baik kualitas maupun  kuantitas  dapat menimbulkan masalah gizi (Khumaidi,1996).

2) Infeksi
Timbulnya  KEP tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena
penyakit. Anak mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam,
akhirnya  dapat menderita  KEP. Sebaliknya anak yang makannya tidak cukup baik, daya
tahan tubuh dapat melemah. Dalam keadaan demikian  mudah diserang infeksi, kurang nafsu
makan, dan akhirnya mudah terserang KEP (Soekirman, 2000)

b. Faktor tidak langsung

1. Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga  merupakan penghasilan dalam jumlah uang yang  akan
dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Kemiskinan sebagai penyebab  gizi
kurang menduduki posisi pertama  pada kondisi yang  umum. Hal ini harus mendapat
perhatian  serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar
terhadap konsumen pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga  di negara
berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo, 1996).
2. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi ibu merupakan  proses untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat
untuk mewujudkan  kehidupan yang  sehat jasmani dan rohani. Pengetahuan ibu  yang
ada kaitannya dengan kesehatan dan gizi erat hubungannya  dengan pendidikan  ibu.
Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan  akan kesehatan  dan
gizi keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang
dikonsumsi oleh anggota keluarga ( Soekirman,2000).
3. Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai
jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak
menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah
terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk,2002).

2.1.4 Masalah Gizi Kurang

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara
efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja,
dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi
atau lebih di dalam tubuh (Almatsier, 2005).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-
negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah,
pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh
masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 1986).

5 Masalah Gizi Lebih

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat
badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk
cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan
kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan
munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,
hipertensi, gangguan ginjal dan masih banyak lagi (Soerjodibroto, 1993).

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk
dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas adalah ≥ 27,0
kg/m2 (Suyono, 1986).

2.1.6 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka Kecukupan Energi (AKE) merupakan rata-rata tingkat konsumsi energi dengan
pangan yang seimbang yang disesuaikan dengan pengeluaran energi pada kelompok umur,
jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik. Angka Kecukupan Protein (AKP) merupakan
rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein agar tercapai semua populasi
orang sehat disesuaikan dengan kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas
fisik. Kecukupan karbohidrat sesuai dengan pola pangan yang baik berkisar antara 50-65%
total energi, sedangkan kecukupan lemak berkisar antara 20-30% total energi (Hardinsyah
dan Tambunan, 2004).

2.2 Konsep Busung Lapar/Gizi Buruk

2.2.1 Pengertian
Busung Lapar atau gizi buruk adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam asupan makanan sehari-hari hingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) (http://eug3n14.wordpress.com).

Menurut Wikipedia, Busung lapar (honger oedem) adalah sebuahfenomena penyakit di


Indonesia yang diakibatkan kekurangan protein kronispada anak yang sering disebabkan
beberapa hal antara lain anak tidak cukupmendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat
asupan gizi yang memadai,atau anak mungkin menderita infeksi penyakit. “Busung lapar
disebabkan cara bersama atau salah satu dari simptoma Marasmus dan Kwashiorkor”
(http://id.wikipedia.org).

2.2.2 Etiologi

Busung lapar disebabkan oleh keadaan kurang gizi karena rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari-hari mereka sehingga tidak memenuhi angka kecukupan
gizi (AKG). Keadaan kurang gizi itu biasa disebut dengan kurang energi protein (KEP).

Busung lapar yang dalam bahasa Belanda disebut honger oedem (HO) itu antara lain
dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terimpit kemiskinan. Anak menderita
sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan yang buruk dan
pemahaman warga terhadap kesehatan kurang. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pola
konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi. Hal itu dapat menimpa siapa saja,
tidak mengenal status ekonomi. Anak orang yang berkecukupan pun bila tidak diperhatikan
keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk (http://ilmugreen.blogspot.com).

2.2.3 Klasifikasi

a. Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang


BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U
Baku Median WHO-NCHS
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak
pada pita warna kuning 
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di
Bawah Garis Merah (BGM).
3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku
median WHO-NCHS.

2.2.4. Tanda-tanda

Ada 3 jenis busung lapar (gizi buruk) yang sering ditemui dan sangat berbahaya yaitu
kwashiorkor,  marasmus dan gabungan dari keduanya marasmic-kwashiorkor.

Tanda-tanda busung lapar (Gizi Buruk) berbeda-beda menurut jenisnya.

Untuk jenis Kwashiorkor tanda-tanda yang terjadi adalah sebagai berikut:

A. Bengkak  pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan
akan meninggalkan bekas seperti lubang
B. Otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran LILA-nya
kurang dari 14 cm
C. Timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
D. Tidak nafsu makan
E. Rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut
tanpa menimbulkan rasa sakit
F. Wajah anak membulat dan sembab (moon face)
G. Cengeng/rewel dan apatis
H. Sering disertai infeksi, anemia dan diare
2) Sedangkan untuk jenis Maramus tanda-tandanya :
A. Anak sangat kurus tampak tulang terbungkus kulit.
B. Tulang rusuk menonjol
C. Wajahnya seperti orang tua (monkey face)
D. Kulit keriput (jaringan lemak sangat sedikit sampai tidak ada )
E. Cengeng/rewel
F. Perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah buang air
kecil
3) Tanda-tanda Marasmic – Kwashiorkor adalah:
A. Campuran dari beberapa tanda tanda Kwashiorkor dan maramus disertai
pembengkakan yang tidak menyolok.

Dampak dari gizi buruk (busung lapar) pada anak bukan hanya tubuh yang kurus tetapi
lebih dari itu. Gizi buruk dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kecerdasan anak, rabun
senja dan penderita gizi buruk lebih rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.)

2.2.5 Penanggulangan Gizi Buruk

4. Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui


peningkatan produksi beraneka ragam pangan;
5. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yng diarahkan
pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan
tingkat rumah tangga;
6. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai
dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan
Rumah Sakit;
7. Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);
8. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan
gizi masyarakat;
9. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk
pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas;
10. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan
tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan
sirup besi serta kapsul minyak beriodium;
11. Peningkatan kesehatan lingkungan;
12. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, Iodium, dan Zat
Besi;
13. Upaya pengawasan makanan dan minuman;
14. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
B.Kasus-Kasus Gizi masyarakat Yang Disebabkan Oleh Defesien

1. Pengertian Stunting

Stunting atau pedek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan)
dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam
1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir, tetapi kondisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Masalah anak
pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia,
khususnya di negara-negara miskin dan berkembang (Unicef, 2013). Indikator yang
digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi
badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan
kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi dan kurang dari -3SD
(severely stunted) ( WHO, 2013 ).

Sedangkan faktor risiko adalah variabel‐ variabel yang terkait dengan


peningkatan suatu risiko atau kejadian penyakit tertentu. Banyak faktor yang
menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita. Penyebab langsung adalah
kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi (Unicef, 1990; Hoffman,
2000;Umeta, 2003). Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh
yang salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan
(Unicef, 1990). Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu
masalah, karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan
aktivitas yang normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi.
Demikian pula halnya gizi ibu waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya
gizi selama kehamilan berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan
dilahirkannya kelak (Unicef Indonesia, 2013). Intervensi yang menentukan untuk
dapat mengurangi prevalensi stunting dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan
(HPK) dari anak balita

2. Kurang vitamin A (KVA)

Kekurangan vitamin A (KVA) termasuk masalah gizi di Indonesia yang umum


dialami oleh anak-anak dan ibu hamil. Meskipun masalah ini sudah dapat
dikendalikan, kekurangan vitamin A dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
Pada anak-anak, kondisi ini bisa menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan.
Risiko penyakit diare dan campak juga meningkat.Sementara pada ibu hamil, efeknya
yakni peningkatan risiko kebutaan hingga kematian saat persalinan.Namun, Indonesia
kini mampu mencegah masalah gizi ini dengan pemberian kapsul vitamin A di
Puskesmas.Pemberian kapsul dilakukan dua kali dalam setahun, tepatnya pada bulan
Februari dan Agustus sejak anak berumur enam bulan.
Kapsul merah (dosis 100.000 IU/International Unit) diberikan untuk bayi umur 6 – 11
bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan.

3. GAKI
Tubuh membutuhkan yodium untuk menghasilkan hormon tiroid. Hormon ini
mengatur proses metabolisme, pertumbuhan, penurunan atau pertambahan berat
badan, dan denyut jantung.GAKI bukanlah satu-satunya penyebab penurunan kadar
tiroid di dalam tubuh.
Meski begitu, kekurangan yodium diketahui dapat menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid secara tidak normal. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit gondok.
Guna menanggulangi masalah gizi ini, pemerintah telah mewajibkan penambahan
yodium sekurangnya 30 ppm ke dalam semua produk garam yang beredar.
Jadi, pastikan Anda sudah menggunakan garam beryodium untuk menjaga kesehatan
tubuh.
4. Anemia
Anemia merupakan kondisi tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat
untuk membawa oksigen.Masalah kesehatan ini paling banyak ditemukan pada ibu
hamil dengan gejala berupa rasa lelah, pucat, detak jantung tidak teratur, dan pusing.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, lebih dari 37% ibu hamil mengalami
anemia. Studi menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia memiliki risiko meninggal
dalam proses persalinan hingga 3,6 kali lebih besar akibat pendarahan dan/atau sepsis.
Untuk mencegah anemia, ibu hamil dianjurkan untuk meminum paling sedikit 90 pil
zat besi selama kehamilan.Zat besi yang dimaksud yaitu semua jenis zat besi selama

masa hamil, termasuk yang dijual bebas dan multivitamin yang mengandung zat besi.

5.Gizi kurang
Tubuh kurus akibat gizi kurang kerap dinilai lebih baik daripada tubuh gemuk
akibat gizi lebih. Padahal, obesitas dan gizi kurang sama-sama berdampak buruk bagi
kesehatan.
Sebagai awalan, Anda bisa mengukur kategori status gizi melalui kalkulator
BMI.Masalah gizi kurang di Indonesia sudah bisa terjadi sejak bayi lahir. Ciri
utamanya yakni bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi dikatakan
mengalami BBLR bila berat badannya ketika lahir kurang dari 2.500 gram (2,5
kilogram).

C.Jurnal Referensi

TERLAMPIR

BAB III
(PENUTUP)
B.   Kesimpulan
Gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor
risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Gizi buruk berdasarkan gejala
klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yakni Marasmus, Kwashiorkor,
dan Marasmiks-Kwashiorkor. Distribusi dan frekuensi masalah gizi meliputi
orang, tempat dan waktu, determinan dan lingkungan. Penyebab gizi buruk
juga sangat banyak. Tetapi yang paling banyak disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti kondisi ekonomi yang kurang serta kebersihan lingkungan.
Dalam pencegahannya, terdapat tiga tahapan.Serta Kasus Kasus Yang
Cukup ,Enprihatinkan
C.   Saran
Tentunya dalam makalah ini, masih terdapat berbagai kekurangan.
Oleh karena itu, kami sangat memohon kritik dan saran dari pembaca agar
pembuatan makalah di waktu selanjutnya bisa dibuat menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah yang dibuat ini, bisa berguna dan bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai