Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Status Gizi
Istilah gizi dapat diartikan sebagai proses dari organisme dalam menggunakan
bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pembuangan, yang dipergunakan untuk
pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi serta
menghasilkan energi (Supariasa, 2012). Gizi merupakan salah satu faktor penting
yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan
perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi
optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan
oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu
(Budiyanto, 2002).
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level yang
paling mikro). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi tiga yaitu status
gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi. Status gizi baik atau optimal terjadi bila
tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum (Almatsier, 2009).
B.  Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi yang kami gunakan
yaitu penilaian tidak langsung dengan metode survei konsumsi pangan.
  
a.    Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan
melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga.
Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif
dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data
kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga
dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
Penggunaan metode dengan pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan
zat gizi.Ada dua metode untuk mengukur konsumsi makanan tingkat individu, yaitu
metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu :
1)   Metode Recall 24 jam
24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode yang paling sederhana
dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta responden untuk mengingat seluruh
makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya. Hal penting yang perlu
diketahui bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat
kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi
makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat Ukuran Rumah
Tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang
biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa,  2012).
Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam
menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) pewawancara
menggunakan alat bantu seperti contoh URT atau dengan menggunakan model dari
makanan (food model). Setelah itu menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi
dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).Selanjutnya
membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang di Anjurkan (DKGA) atau
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
Sebelum melakukan perhitungan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) individu,
dilakukan perhitungan BB ideal dan AKG individu (energi).
Perhitungan tersebut sebagai berikut:
BB ideal (untuk anak 1-5 tahun) = (Umur dalam tahun x 2) + 8
AKG individu (energi)    x Energi Standar
TKE individu  x 100%
Kriteria :
Baik               : > 130% AKG
Sedang          : 100 -  <130% AKG
Kurang          : 70 - < 100% AKG
Defisit           : < 70% AKG
                                                                      Sumber : (SDT, 2014)
Perhitungan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) juga didahului dengan perhitungan
AKG individu (protein). Perhitunan tersebut sebagai berikut:
AKG individu (protein)    x   Protein Standar
TKP individu    x 100%
Kriteria:
Lebih                         : > 120% AKG
Baik                           : 100 - <120% AKG
Kurang                      : 80 - <100% AKG
Sangat Kurang          : < 80% AKG
Sumber : (SDT, 2014)

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


1.    Faktor Langsung
a.    Konsumsi Makanan 
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin.
b.    Infeksi
Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling
mempengaruhi. Adanya infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan
mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat
gizi kedalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan
mengakibatkan kehilangan zat gizi (Moehji, 2003).
2.    Faktor tidak langsung
a.    Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga  merupakan penghasilan dalam jumlah uang
yang  akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Kemiskinan
sebagai penyebab  gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi
yang  umum. Hal ini harus mendapat perhatian  serius karena keadaan
ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar terhadap konsumen
pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga di negara
berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo, 2005).
b.    Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi ibu merupakan  proses untuk merubah sikap dan
perilaku masyarakat untuk mewujudkan  kehidupan yang  sehat jasmani dan
rohani. Pengetahuan ibu  yang ada kaitannya dengan kesehatan dan gizi
erat hubungannya  dengan pendidikan  ibu. Semakin tinggi pendidikan akan
semakin tinggi pula pengetahuan  akan kesehatan  dan gizi keluarganya. Hal
ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh
anggota keluarga ( Soekirman, 2000).
c.    Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya
berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
Budiyanto, M.A.K. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.
Baliwati, Y. F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta:
Penerbit Swadaya.
Hartriyanti, Y. & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi. In : Syafiq, A. et all,
eds. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakara: Papas Sinar Sinanti.
SDT, 2014
Suhardjo, 2005 .Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Bogor : IPB.
Supariasa. 2012. Pendidikan Dan Konsultasi Gizi. Jakarta : EGC
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Ditjen Dikti. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai