Disusun Oleh :
Uswatun Khasanah Wd (N1A117170)
Nazrina Safitri (N1A117179)
Livia Yunita (N1A117176)
Yoise Sari (N1A1171180)
Puspa Wardani (N1A117172)
Della Anggraini (N1A1171195)
Devita Ruaida (N1A11717190)
Siska Meriza (N1A117200)
Sara listriani Fadila (N1A117225)
Kami menyadari, sebagai mahasiswa masih perlu banyak belajar dalam penulisan
proposal penelitian ini yang mana terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar proposal penelitian
ini menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.
penulis
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG
Pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk mengembangkan kemampuan personal
pada setiap individu masyarakat. Dalam hal ini yaitu mengembangkan kemampuan
masyarakat Suku Anak Dalam, dalam program pelatihan pengembangan diri memotong
kuku. Kegiatan ini membantu serta membimbing masyarakat suku anak supaya berdaya,
bisa melakukan dengan sendirinya dalam memelihara kebersihan diri sendiri, khususnya
memelihara kebersihan kuku.
Masyarakat Suku Anak Dalam atau sering disebut Orang Rimba merupakan
sekelompok manusia yang hidup bersama dalam lingkungan di daerah tertentu, dimana
keadaanya terpisah dan terpencil dari masyarakat yang lainya. Berdasarkan keputusan
Pesiden Republik Indonesia Masyarakat SAD atau masyarakat yang terpencil dan
terasing merupakan kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta
kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial ekonomi, kesehatan,
maupun politik (Depsos RI 2002:2).
Di dalam kehidupan Orang Rimba penyakit bisa disebabkan oleh banyak hal
diantaranya karena gangguan setan, seringnya melakukan perjalanan dan kontak dengan
orang terang (sebutan Orang Rimba untuk orang di luar komunitas mereka), dan juga
bisa disebabkan karena jatuhnya kutuk atas diri si sakit atas perbuatan melanggar adat
dan tabu yang dilakukannya. Setidaknya ada tiga penyakit yang dianggap perbuatan
setan, yaitu flu, malaria dan campak. Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh setan
adalah dengan mengusir setan tersebut. Orang Rimba juga tidak bisa terhindar
sepenuhnya dari serangan penyakit. Apalagi sejak lahir mereka tak mengenal imunisasi,
hingga pantas penyakit yang di derita satu orang akan mudah menyebar. Karena itu,
mereka juga memerlukan pengobatan. Orang yang sakit akan diobati oleh orang pintar
(dukun) dengan teknik tradisional termasuk ritual “besale” untuk mengobati orang yang
sakitnya sangat parah.
Masyarakat Suku Anak Dalam yang hidup terisolisisr dengan pola hidup yang masih
sangat sederhana dengan berbagai keterbatasan akan sangat berpengaruh pada pola hidup
bersih dan sehat masyarakat Suku Anak Dalam.
Lingkungan budaya akan sangat mempengaruhi tingkah laku manusia, menghasilkan
keragaman berperilaku, termasuk perilaku pola hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup
sehat masyarakat sangat ditentukan oleh sejauhmana pemahaman masyarakat tentang
perilaku hidup sehat dan manfaatnya. Pola hidup bersih dan sehat dalam masyarakat
merupakan hasil dari proses imitasi secara turun temurun. Gagasan imitasi pola hidup
bersih dan sehat sebagai pendekatan dari bawah, bottom up, hendak mengatakan bahwa
pada setiap masyarakat budaya ada nilai-nilai substansi yang menjadi kekuatan sehingga
masyarakat dapat bertahan hidup secara turun temurun. Nilai-nilai tersebut dalam
perspektif tafsir budaya dapat dikatakan sebagai kearifan lokal (local wisdom)
masyarakat budaya yang berfungsi untuk memelihara kelangsungan dan pertumbuhan
hidup mereka.( Gunarsa,2012)
Berdasarkan pengamatan permasalahan yang terjadi pada Suku Anak Dalam yaitu
mereka tidak pernah memotong kuku, sehingga kuku mereka kotor dan panjang sesuatu
yang membuat mereka sakit karena makan dengan tangan yang kotor. Kuman dan
bakteri masuk kedalam mulut dan perut yang menyebabkan mereka berpotensi terkena
diare.
Oleh Karena itu akan dilakukan kegiatan pelatihan pengembangan diri tentang
memotong kuku pada Suku Anak dalam, Namun dalam kegiatannya juga dilakukan
Pembelajaran memotong kuku serta memelihara kebersihan kuku yang baik dan benar
diajarkan secara pendampingan sesuai dengan langkah-langkah memotong kuku.
Menurut Silviani Sri Rahayu (2011:12) diantaranya: (1). Menyiapkan peralatan yang
dibutuhkan yaitu a).Gunting kuku berupa jepitan kuku. b). Sabun. c). Air bersih. d). Kain
lap/ tisu. (2). Mencuci tangan dengan air bersih yang sudah disiapkan dan mengeringkan
tangan dengan kain lap/tisu. (3). Memegang jepitan kuku dengan posisi ibu jari pada
bagian atas jepitan dan telunjuk beserta jari tengah dibagian bawah jepitan. (4).
Memasukkan jepitan pada bagian kuku yang panjang. (5). Menekan jepitan supaya kuku
yang panjang bias terpotong. (6).Merapikan hasil potongan supaya kuku kelihatan rapid
an bersih.
Berdasarkan permasalahan diatas maka dalam pemecahan masalah yang diambil
adalah dengan melakukan kegiatan pelatihan memotong kuku melalui metode
demonstrasi serta pendampingan untuk mengatasi permasalahan di atas. “Metode
demonstrasi merupakan metode mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan
mempertunjukkan secara langsung objek atau cara melakukan sesuatu sehingga dapat
mempelajarinya secara proses” (Sri Anitah dkk.,2007:5.44).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan keterampilan memotong kuku dan menjaga kebersihan
Kuku pada Suku Anak Dalam.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memberikan pelatihan pemberdayaan pada Suku Anak Dalam
tentang keterampilan memotong kuku.
b. Untuk menciptakan pola hidup bersih dan sehat pada Suku Anak Dalam,
khususnya dalam menciptakan keterampilan memelihara kebersihan diri
sendiri pada setiap individu.
c. Untuk memberikan pembelajaran memotong kuku serta memelihara
kebersihan kuku yang baik dan benar diajarkan secara pendampingan
sesuai dengan langkah-langkah memotong kuku.
C. MANFAAT
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
dan masyarakat yang telah mengikuti penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan kepada seluruh masyarakat.
2. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada dinas kesehatan terkait
pemerataan pendidikan kesehatan mengenai kebersihan kuku di tiap instansi
maupun ruang publik khususnya ditempat suku anak dalam
3. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan dan sebagai
pengalaman dalam mengaplikasikan pelatihan potong kuku dengan menggunkan
metode demonstrasi pada anak suku anak dalam desa pelakar jaya kabupaten
merangin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PELATIHAN
a. Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang merupakan sarana pembinaan
dan pengembangan karir serta salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada kajian ini penulis
memfokuskan pada makna pelatihan. Para ahli banyak berpendapat tentang arti dan
definisi pelatihan, namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh
berbeda. Goldstsein dan Gressner (1988) dalam Kamil (2010) mendefinisikan
pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai keterampilan, peraturan, konsep,
ataupun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Selanjutnya
menurut Dearden (1984) dalam Kamil (2010) yang menyatakan bahwa pelatihan pada
dasarnya meliputi proses belajar mengajar dan latihan bertujuan untuk mencapai
tingkatan kompetensi tertentu atau efisiensi kerja. Sebagai hasil pelatihan, peserta
diharapkan mampu merespon dengan tepat dan sesuai situasi tertentu.
Yang dimaksud dengan tatanan dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
yaitu :
Kuku adalah bagian tubuh yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku
tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk
saat mulai tumbuh dari ujung jari. Kulit ari pada pangkal kuku berfungsi
melindungi dari kotoran. Fungsi utama kuku adalah melindungi ujung jari yang
lembut dan penuh urat saraf, serta mempertinggi daya sentuh. Secara kimia, kuku
sama dengan rambut yang antara lain terbentuk dari keratinprotein yang kaya
akan sulfur.
Suku Anak Dalam hidup tersebar di daerah perbatasan propinsi Jambi dengan
Sumatera Selatan, dan sebagian lagi tersebar di perbatasan Jambi dengan Riau.
Masyarakat ini selalu berpindah-pindah di lingkungan hutan, sehingga dianggap sebagai
masyarakat yang masih “terasing” secara budaya dan perhubungan. Pada masa sekarang
sebagian kecil sudah ada yang menetap dan mulai bercocok tanam seperti masyarakat
tetangganya.Walaupun sudah ada yang menetap dan mulai belajar bertani, namun mata
pencarian utama penduduk masih sebagai peramu hasil hutan, pemburu dan penangkap
ikan tetap mereka jalankan. Sebagian dari yang sudah menetap ada yang bekerja sebagai
penebang kayu, atau penakik getah di perkebunan penduduk lain. Masyarakat tetangga
sebagian besar adalah para pendatang atau transmigran dari pulau Jawa walaupun
sebagian juga asli dari orang-orang melayu Jambi (Hidayah,1996).
Suku Anak Dalam atau disebut juga dengan Orang Rimba memiliki sejarah yang
penuh misteri, bahkan hingga kini tak ada yang bisa memastikan asal usul mereka.
Hanya beberapa teori, dan cerita dari mulut ke mulut para keturunan yang bisa
mengungkap sedikit sejarah mereka. Suku Anak Dalam yang berada di Bukit Duabelas
Jambi memiliki hukum adat sendiri ataupun tradisi yang melekat dalam diri mereka yang
merupakan acuan ataupun pedoman hidup mereka.
Prilaku Suku Anak Dalam yang cenderung primitif disebabkan oleh faktor lingkungan
tempat tinggal mereka di dalam hutan sehingga tidak mengenal peradaban di luar hutan.
Dalam perkembangannya, Suku Anak Dalam menjadi perhatian serius pemerintah
provinsi Jambi. Sebagian keluarga dari Suku Anak Dalam telah ditempatkan dalam
permukiman sendiri di sekitar pinggiran hutan Taman Nasional Bukit Duabelas. Suku
Anak Dalam tergolong bukan suku yang defensif yang suka berperang mempertahankan
tanah wilayahnya. Masyarakat Suku Anak Dalam lebih suka menjauh dan hidup
berpindah-pindah dari daerah satu dengan daerah yang lainnya.
Suku Anak Dalam ini sangat menarik untuk diteliti mengingat tradisi-tradisi mereka
yang tergolong menggunakan cara-cara kuno, serta kebudayaan-kebudayaan yang masih
jauh dari kata modern. Sehingga pola-pola ritualitas mereka masih terjamin keasliannya.
Begitupun dengan sistem kepercayaan Suku Anak Dalam, walaupun sebagian kecil telah
memeluk Islam dan Kristen. Banyak sekali tradisi-tradisi Suku Anak Dalam yang belum
terungkap sesuai dengan asal usul mereka yang masih misteri. Masyarakat Suku Anak
Dalam sangat menjaga adat istiadat yangtelah lama ada serta turun temurun.Ruang
lingkup yang ada pada sistem kepercayaan ini terletak pada konsep tradisi serta sistem
kepercayaannya sendiri. Pada dasarnya Suku Anak Dalam mempunyai pola interaksi
yang sangat baik terhadap masyarakat pendatang. Sistem kepercayaan Suku Anak Dalam
mempunyai ruang lingkup yang sangat terbatas. Dikarenakan hanya sebagai wujud
kepercayaan suatu kelompok saja, serta tradisi-tradisi yang di bangun masihlah sangat
terjaga.
E. Kerangka Konsep
Perubahan perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni faktor predisposisi,
faktor pemungkin dan faktor penguat ( Lawrance Green 1980, Notoatmodjo 2012).
Dan diadopsi dalam penelitian ini, menjadi :
F. Faktor Predisposisi
G. Pengetahuan
Sikap
Persepsi
Faktor Pendukung
Ketersedian Gunting Perilaku Memotong
Kuku Kuku
Faktor Pendorong
Media promosi
kesehatan (poster)
H.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian ini menggunakan metode demonstrasi, simulasi perilaku
hidup bersih dan sehat dalam berbagai kasus dalam penerapan PHBS di Suku Anak
Dalam. Beriku
1. Demonstrasi
Sasaran akan melihat demonstrasi dengan menggunakan alat dan bahan
untuk menjaga kebersihan kuku dengan benar serta menjaga kesehatan
agar anak –anak tidak terinfeksi penyakit terutama penyakit pencernaan.,
serta melihat prosedur langkah-langkah nya. Tujuannya adalah untuk
membuat kuku- kuku masyarakat anak dalam keadaan bersih dan rapi,
agar sasaran mampu memahami prosedur tersebut sehingga dapat
diterapkan.
2. Simulasi
Setelah mendapatkan kajian materi dan melihat demonstrasi, sasaran
akan dibagi dalam kelompok kecil untuk mempraktikkan metode tersebut
dalam satu kali pertemuan untuk membuat skenario kemudian berlatih
sosialiasasi untuk mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat. Tujuan
dari tahap ini adalah agar sasaran mampu menerapkan langkah- langkah
potong kuku yang benar. Agar kegiatan lebih terarah, maka akan
dilaksanakan monitoring dan evaluasi pada praktik tersebut.
B. LOKASI DAN WAKTU
Anik, Mryunani. 2013. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Trans Info Media.
Departemen Sosial Republik Indonesia. 2002. Masalah dan Penanganan Anak yang
Membutuhkan Perlindungan Khusus. Jakarta : Depsos RI
Gunarsa, S. D. Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta : Libri; 2012
Hidayah , Zulyani. 1996. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jakarta:LP3ES.
Kamil,M. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung : Alfabeta.
Kamil,M. 2012. Model Pendidikan dan Pelatihan: Konsep dan Aplikasi. Bandung : Alfabeta.
Mentari Artika, dkk. 2017. Hubungan Kebiasaan Mencuci tangan dan Memotong Kuku dengan
Kejadian Giardiasis Asimtomatik. Jurnal Kesehatan Andalas; 6(1) : 70 - 75
M. Ridwan dan Oka Lesmana.2018. Model Pemberdayaan Suku Anak Dalam Bidang Kesehatan
Di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Jurnal Kesmas Jambi; 2(2) : 97-103
Sa’diyah, Halimah. 2003. “Pengaruh Islam Dalam Perubahan Kebudayaan Suku Kubu di Desa
Bukit Beringin, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi,” Skripsi Fakultas
Adab IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
LAMPIRAN
i. Desain Poster
ii. Jurnal