Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Estimasi terakhir oleh
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013 didapatkan
bahwa terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di seluruh
dunia. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat
menjadi 592 juta orang. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 penderita DM yang terdiagnosis
mencapai 12,2 juta penderita daan sekitar 1 juta orang merasakan gejala
diabetes melitus namun belum dipastikan oleh pemeriksaan dokter. World
Health Organization (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki
peringkat ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat, dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah
penderita diabetes di Indonesia akan mencapai 21,3 juta penderita.
Peningkatan insidensi DM di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM yakni
penyumbatan mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati dan neuropati
maupun makrovaskuler seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK),
penyumbatan pembuluh darah tungkai bawah yang berujung pada
terjadinya ulkus diabetik hingga ganggren. Komplikasi ini berdampak
pada menurunnya kuaitas hidup penderita hinggga dapat menyebabkan
kematian.
Sebagai suatu penyakit multifaktorial, penanganan DM dan
komplikasinya masih menjadi masalah dalam dunia kedokteran. Selain
terapi farmakologis dan non farmakologis yang sudah sejak dulu
digunakan,

saat

ini

telah

berkembang

terapi

alternatif

dengan

menggunakan oksigen murni sebagai sumber pengobatan. Terapi ini


kemudian lebih dikenal dengan istilah Hyperbaric Oxigen Therapy
(HBOT).

Pengobatan oksigenasi hiperbarik sudah dikenal sejak abad ke-16


dan digunakan sebagai salah satu metode untuk menyembuhkan penyakit
dan pengobatan. Tepatnya di Inggris tahun 1662 oleh Henshaw, Ruang
Udara Bertekanan Tinggi/RUBT (Hyperbaric Chamber) digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit kulit dan rickets. Di Perancis tahun 1834
oleh dr Junot menyatakan adanya penyembuhan bermakna pada pasien
dengan penyakit cardiopulmoner yang diobati degan hiperbarik. Di
Indonesia pada tahun 1960, pengobatan hiperbarik mulai digunakan oleh
TNI AL yang selanjutnya dikembangkan di Tanjung Pinang, Jakarta,
Ambon, Lakesla Surabaya, yang digunakan untuk menangani kasus-kasus
cedera penyelamanan seperti keracunan gas pernapasan dan penyakit
dekompresi.
Disamping pengobatan utama untuk penyakit-penyakit akibat
penyelaman, saat ini hiperbarik juga telah digunakan di Indonesia sebagai
pengobatan tambahan dan pengobatan pilihan lain dalam terapi untuk
membantu penyembuhan berbagai penyakit klinis seperti penyembuhan
luka infeksi, luka bakar, membantu penyembuhan komplikasi diabetes
mellitus, serta kesehatan dan kebugaran pasien usia lanjut.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Diabetes Melitus ?
2. Apa penyebab Diabetes Melitus?
3. Apa yang di maksud luka gangren?
4. Bagaimana proses penyembuhan luka gangren?
5. Bagaimana bentuk-bentuk luka gangrene?
6. Apa yang dimaksud terapi oksigen hiperbarik itu ?
7. Bagaimana mekanisme pada terapi oksigen hiperbarik?
8. Apa indikasi dan kontra indikasi pada terapi oksigen Hiperbarik?
9. Apa saja persiapan untuk terapi oksigen hiperbark
10. Bagaimana peranan terapi hiperbarik terhadap Diabetes Melitus?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit diabetes mellitus
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang luka diabetes mellitus
(gangren)
3. Untuk mengetahui dan memahami terapi oksigen hiperbarik (HBO)
4. Untuk mengetahui dan memahami penerapan terapi hiperbarik
terhadap diabetes mellitus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita DM yaitu polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan.
Diabetes Melitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak,

penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi
anggota tubuh karena terjadi pembusukan.
Untuk menurunkan kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka
dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat
oral hiperglikemik dan insulin. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,
yaitu:
1) Rusaknya sel - sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat
kimia,dll)
2) Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
3) Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:
1) Resistensi insulin
2) Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi
insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta
penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik
yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara
autoimun seperti DM tipe 1. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2
hanya bersifat relative. Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase

pertama, artinya sekresi insulin gagal

mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada


perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel - sel B pankreas. Kerusakan
sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan
defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 310 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah
insulin yang disimpan dalam sel (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa
darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah
stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak
mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan

sekresi sel menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin
dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga
kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase
2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM
tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan
selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi
gangguan sel . Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa
darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140
mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah
puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi
lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek
penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis
mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan
mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
fungsi sel diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain
menurunnya massa sel , malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit
amilyn dalam sel dan efek toksik glukosa (glucose toxicity).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin
dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik
terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih
kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan
sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting
pada perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan,
terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang
tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung
lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan
dan resistensi insulin.
Gejala DM dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut antara lain
poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan
turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), serta mudah lelah.

Sedangkan gejala kronik yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk
tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan
mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun
bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran
atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir > 4000 gram.
Prinsip penatalaksanaan DM secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus
Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM terbagi menjadi tujuan jangka
pendek yakni untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah, dan tujuan jangka
panjang yaitu untuk mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi
mikroangiopati dan makroangiopati. Lima prinsip penatalaksanaan DM antara lain
diet, latihan, pendidikan kesehatan, dan pemberian obat DM yang terbagi dua
yaitu obat hiperglikemia oral (OHO) dan insulin.
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu:
1) Komplikasi Metabolik Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di
bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi
pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu,
Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak
tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan
dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemia dapat terjadi karena
pemberian insulin atau obat antidiabetik oral yang berlebihan
selama terapi DM, konsumsi makanan yang terlalu sedikit, maupun
aktifitas fisik yang berat.
b. Diabetes Ketoasidosis
c. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)
HHNK merupakan komplikasi metabolik akut lain dari
diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang
lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif,
hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan
6

kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia


menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi
berat. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.
2)

Komplikasi Metabolik Kronik Jangka Panjang


Komplikasi kronik jangka panjang yang melibatkan pembuluhpembuluh kecil disebut mikroangiopati sedangkan pembuluh-pembuluh
besar dan sedang disebut makroangiopati.
a. Mikroangiopati
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal
(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
b. Makroangiopati
Makroangiopati

mempunyai

gambaran

histopatologis

berupa aterosklerosis yang akan mengakibatkan penyumbatan


vaskular.

Jika

mengenai

arteri-arteri

perifer,

maka

dapat

mengakibatkan penyakit pembuluh darah perifer (misalnya kaki


diabet). Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta, maka
dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium. Dan jika yang
terkena adalah arteri serebral makadapat mengakibatkan stroke.
2.2 Penyebab Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap
sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain
agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas

yang

disertai

pembentukan

sel

sel

antibodi

antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi


insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
2.3 Luka Diabetes Melitus (Gangren)
Gangren adalah kondisi serius yang muncul ketika banyak jaringan tubuh
mengalami nekrosis atau mati. Kondisi ini terjadi setelah seseorang
mengalami luka, infeksi, atau masalah kesehatan kronis yang memengaruhi
sirkulasi darah. Penyebab utama gangren adalah berkurangnya suplai darah ke
jaringan yang terjangkit gangren, sehingga mengakibatkan kematian sel.
Diabetes dan merokok jangka panjang turut menambah risiko gangren.
Batasan Luka Gangren
Komplikasi DM yang paling berbahaya adalah komplikasi pada pembuluh
darah. Pembuluh darah besar maupun kecil ataupun kapiler penderita DM mudah
menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah (angiopati diabetic). Jika
sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar ditungkai (makroangopati
diabetik), tungkai akan lebih mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada
kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk. Bila sumbatan terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar, penderita DM akan merasa tungkainya sakit
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu, karena aliran darah ke tungkai
tersebut berkurang dan disebut claudication intermitten.
Beberapa faktor secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus/
gangrene diabetes. Dimulai dari faktor pengelolaan penderita DM terhadap
penyakitnya yang tidak baik, adanya neuropati perifer dan autonom, faktor
komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor
kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada
keadaan DM tidak terkendali, serta faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi
masalah gangren diabetik. Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat
triad yaitu neuropati perifer, insufisiensi vaskuler perifer, dan infeksi.
Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah meliputi
lama menderita penyakit diabetes yang melebihi 10 tahun, usia pasien yang lebih
dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan

sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau
kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah
yang buruk.
Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki
dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari
kaki atau di daerah kulit kering, atau pembentukan sebuah kalus. Jaringan yang
terkena mula-mula menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian
jaringan yang mati menghitam dan berbau busuk. Cedera tidak dirasakan oleh
pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal, cedera
kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan
(akibat selulitis) atau akibat gangren biasanya merupakan tanda pertama masalah
kaki yang menjadi perhatian penderita.
Klasifikasi Skala Wagner gangrene Diabetik:
Tingkat 0
Tingkat 1

Resiko tinggi untuk mengalami luka pada kaki


Tidak ada luka
Luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka yang terjadi akibat

Tingkat 2

kerusakan saraf
Kadang timbul kalus
Luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan jaringan di

Tingkat 3
Tingkat 4

sekitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan pembentukan abses.


Luka yang lebih dalam ke tulang, dan terbentuk abses
Gangren yang terlokalisasi, seperti pada jari kaki, bagian depan kaki atau

tumit
Tingkat 5
Gangren pada seluruh kaki
Sumber: Baranoski S dan Ayello EA (2003).Wound care essential: Principles.
New York. Lippincott William &Wilkins.

2.4 Proses Penyembuhan Luka


Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik
terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
a) Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai pada
fase ini adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari
benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan proses
penyembuhan.
Fase ini berlangsung sejak hari ke 1-5. Pembuluh darah yang terputus
pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah
yang terputus dan reaksi hemostasis yang terjadi karena trombosit yang
keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama-sama dengan
fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
pembentukan sel radang, disertai vasodilatasi sempat ytaang menyebabkan

10

edema. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa rubor,
kalor, dolor, dan tumor.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabakan
keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi
vaskuler yang terbuka dan juga mengeluarkan substansi vasokontriksi.
Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.
Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensorik, local reflex action, dan
adanya

substansi

vasodilator

juga

mengakibatkan

meningkatnya

permeabilitas vena sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah
dan masuk ke daerah luka, maka secara klinis terjadi edema jaringan dan
keadaan lokal lingkungan menjadi asidosis.
Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel leukosit (neutrofil) ke ruang
ekstra vaskuler. Fungsi dari neutrofil ini adalah melakukan fagositosis benda
asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian digantikan oleh
sel magrofag yang berperan lebih besar jika dibandingkan dengan neutrofil.
Fungsi magrofag disamping fagositosis adalah sebagai sintesa kolagen,
pembentukan jaringan granulasi bersama dengan fibroblast, memproduksi
growth factor yang berperan pada proses reepitelisasi, pembentukan
pembuluh darah kapiler baru dan angiogenesis. Dengan berhasil dicapainya
keadaan luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta
terbentuknya magrofag dan fibroblast, maka keadaan ini dapat dipakai
pedoman bahwa fase inflamasi dapat dilanjutkan ke fase proliferasi. Secara
klinis ditandai dengan eritema, hangat pada kulit lokal, edema dan rasa sakit
yang berlangsung sampai 3 atau 4 hari.
b) Fase proliferasi
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan

menyembuhkan

luka

yang

ditandai

dengan

adanya

pembelahan/proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada proses


perbaikan yaitu bertanggungjawab pada persiapan menghasilkan produk
struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblast
sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang.
Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari jaringaan sekitar luka
ke dalam daerah luka, kemudian beberapa substansi seperti kolagen,
11

hyaluronic, fibronectin dan proteoglikan yang berperan dalam membangun


rekonstruksi jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat
olleh fibroblast, memberikan penanda bahwa maakrofag, pembuluh daaraah
baaru dan juga fibroblast sebagai kesatuan unit dapat memasuki daerah luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru tertanam didalam jaringan baru
tersebut dise but ssebaagai jaringan granulasi. Sedangkan proses proliferaasi
fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasi.
Respon yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah
proliferasi. Migrasi, deposit jaringan matriks dan kontraksi luka. Tahap
proliferasi juga terjadi angiogenesis, yaitu suatu prosses pembentukan
pembuluh kapiler darah baru.vaskuler akibat penyakit diabetes, pemgobatan
radiasi dan atau preparat steroid mengakibatkan terjadi lambatnya proses
sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis.
Jaringan vaskuler yang melakukan invasi luka merupakan suatu respon
untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup didaerah luka karena
biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekannan
oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan aangiogenesuis merupakan proses yang
terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan
makrofag (growth factor).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan
Keratinocyte Growth Factor yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratiniasai akan dimulai dari pinggir dan akhirnya membentuk
barier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh
fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kulaitasnyaa
dengan mengatur keseimbangn jaringan granulasi dan dermis.
Untuk membantu jaringan baru itu menutup luka, fibroblast akan
merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas
kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka
dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase proliferasi
ini akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,
terlihat proses kontraksi akan dipercept oleh berbagai growth factor yang
dibentuk oleh makrofag dan platelet.

12

Setelah 2 minggu , luka hanya memilki 3-5 % kekuatan. Sampai akhir


bulan bisa sampai 35-59 % kekuatan maturasi luka tercapai. Kekuatan
jaringan luka tidaak akan lebih dari 70-80 % dicapai kembali seperti keadaan
normal. Baanyak vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses
metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka.
c) Fase maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
bermutu.
Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna
kemerahan dari jaringan sudah mulai berkurang karena pembuluh darah mulai
regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat
jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-10 setelah perlukaan.
Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan
pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga kan terjadi proses
pemecahan kolagen oleh enzim koligenase. Kolagen muda (gelatinous
collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen
yang lebih matang yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihanakan menyebabkan penebalan jaringan parut atau hypertropic scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan
parut dan luka akan selalu terbuka. Pada proses ini dikatakan sembuh jika
telah terjadi kontinuitas jaringan parut yang kuat atau tidak mengganggu
untuk melakukan aktifitas normal.
Proses Penyembuhan Luka Diabetes Melitus
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap orang, namun
outcome yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masingmasing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan
mencapai proses yang cepat bila dibandingkan penderita kurang gizi,
manula atau disertai penyakit sistemik.

13

Pasien diabetes sangat beresiko terhadap kejadian luka kaki yang lama
sembuh, dan merupakan jenis luka kronis. Perawatan luka diabetes
relatif cukup lama dan mahal, namun akan menjadi berkualitas
hidupnya jika dibandingkan bila kehilangan salah satu anggota tubuhnya.
Ada banyak alasan mengapa pasien diabetes beresiko tinggi terhadap
kejadian luka kaki, diantaranya akibat kaki yang sulit bergerak
terutama jika pasien dengan obesitas atau karena neuropati sensorik
sehingga tidak sadar kakinya terluka, atau karena iskemik pada pasien
perokok berat, sehingga proses penyembuhan luka menjadi terhambat
akibat kontruksi pembuluh darah.
Disamping itu juga adanya gangguan sistem imunitas pada penderita
diabetes menyebabkan luka mudah terifeksi dan jika terkontaminasi
bakteri akan menjadi ganggren sehingga makin sulit perawatannya dan
serta beresiko amputasi. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang
spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih. Proses penyembuhan luka
tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebabluka tersebut.
Proses penyembuhan luka gangren merupakan proses yang komplek
dengan melibatkan banyak sel. Proses penyembuhan meliputi fase
koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Penyembuhan luka
diawali adanya stimulus arachidonic acid pada komplemen luka,
dimana polymorphonuclear

granulosit

menuju

ke

tempat

luka

sebagai pertahanan. Pada saat yang sama jika terjadi rupture pembuluh
darah, kolagen subendotelial terekspos dengan platelet yang merupakan
awal

koagulasi.

Inilah

awal

proses

penyembuhan

luka

dengan

melibatkan platelet. Kemudian terbentuk flug fibrin dan sel radang lainnya
masuk kedalam luka. Flug fibrin yang terdiri dari fibrinogrn, fibronectin,
vitronectin dan trombospondin dalam suatu rangkaian kerja yang saling
berhubungan. Hal ini menyebabkan vasokontriksi dan terjadi koagulasi.
Norephineprine disekresikan oleh pembuluh darah dan serotin oleh patelet
dan sel mast bertangung jawab pada vasokontriksi ini. Pada tahapan ini
terjadi proses adhesi, agregasi dan degranulasi kemudian mengeluarkan
sitokain dan faktor pertumbuhan yang sebagian besar netrofil dan monosit
serta mitogen, keudian timbul fibroblast dan sel endothel pada fase ini.

14

2.5 Bentuk-Bentuk Penyembuhan Luka


a. Healing by primary intention (Penyatuan Primer)
Tepi luka bias menyatu kembali, permukaan bersih, biasanya terjadi
karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari bagian internal ke eksternal. Luka dibuat secara aseptic,
dengan pengrusakan jaringan minimum dan penutupan dengan baik ,
seperti dengan suture, sembuh dengan sedikit haringan melalui intensi
pertama. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan granulasi
yang tampak dan pembentukan jaringan parut minimal.
b. Healing by secondary intention (Granulasi)
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka
dan sekitarnya. Pada luka terjadi pembentukan pus (supurasi) atau tepi
luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang sempurna dan
membutuhkan waktu lebih lama.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai
dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual, luka dalam
baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali
nantinya, dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal
ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas.

15

Proses Penyembuhan Luka


2.6 HIPERBARIK OKSIGEN (HBO)
Hiperbarik berasal dari kata hyper berarti tinggi, bar berarti
tekanan. Dengan kata lain terapi hiperbarik adalah terapi dengan
menggunakan tekanan yang tinggi. Pada awalnya, terapi hierbarik hanya
digunakan untuk mengobati decompression sickness, yaitu suatu penyakit
yang disebabkan oleh penurunan tekanan lingkungan secara mendadak
sehingga menimbulkan sejumlah gelembung nitrogen dalam cairan tubuh
baik didalam sel maupun diuar sel, dan hal ini dapat menimbulkan
kerusakan disetiap organ didalam tubuh, dari derajat ringan sampai berat
bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk. Seiring
dengan berjalannya waktu, terapi hiperbarik berkembang fungsinya untuk
terapi macam-macam penyakit, beberapa diantaranya seerti stroke,
multipel sclerosis, cerebral edema, keracunan karbon monoksida dan
sianida, trauma kepala tertututp, gas gangren, peripheral neuropathy,
osteomielitis, sindroma kompartemen, diabetik neuropati, migran, infark
miokard dan lain-lain.

16

Hiperbarik oksigen adalah suatu cara terapi dimana penderita harus


berada dalam suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen
100% pada suasana tekanan ruangan yang lebih besar dari 1 ATA
(atmosfer absolute). Tidak terdapat definisi yang pasti akan tekanan dan
durasi yang digunakan untuk sesi terapi oksigen hiperbarik. Umumnya
tekanan minimal yang digunakan adalah sebesar 2,4 atm selama 90 menit.
Banyaknya sesi terapi bergantung pada kondisi pasien dengan rentang 1
sesi untuk keracunan ringan karbon monoksida hingga 60 sesi atau lebih
untuk lesi diabetik pada kaki.
2.7 Mekanisme
Mekanisme TOHB melalui dua mekanisme yang berbeda. Pertama,
bernafas dengan oksigen murni dalam ruang udara bertekanan tinggi
(hyperbaric chamber) yang tekanannya lebih tinggi dibandingkan tekanan
atmosfer, tekanan tersebut dapat menekan saturasi hemoglobin, yang
merupakan bagian dari sel darah merah yang berfungsi mentransport oksigen
yang secara kimiawi dilepaskan dari paru ke jaringan. Bernafas dengan
oksigen 100% pada atmosfer yang normal tidak efek pada saturasi
hemoglobin.
Kedua, di bawah tekanan atmosfer, lebih banyak oksigen gas terlarut
dalam plasma. Meskipun dalam kondisi normal transport oksigen terlarut
dalam plasma jauh lebih signifikan daripada transport oleh hemoglobin,
dengan TOHB kontribusi transportasi plasma untuk jaringan oksigenasi
sangat meningkat. Sebenarnya, menghirup oksigen murni pada tiga kali yang
normal atmosfer. Hasil tekanan dalam peningkatan 15 kali lipat dalam
konsentrasi oksigen terlarut dalam plasma. Itu adalah konsentrasi yang cukup
untuk memasok kebutuhan tubuh saat istirahat bahkan dalam total tidak
adanya hemoglobin.
Sistem kerja TOHB, pasien dimasukkan dalam ruangan dengan tekanan
lebih dari 1 atm, setelah mencapai kedalaman tertentu disalurkan oksigen
murni (100%) kedalam ruang tersebut. Ketika kita bernapas dalam keadaan
normal, udara yang kita hirup komposisinya terdiri dari hanya sekitar 20%
adalah oksigen dan 80%nya adalah nitrogen.
Pada TOHB, tekanan udara meningkat sampai dengan 2 kali keadaan
nomal dan pasien bernapas dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100%
17

dalam tekanan tinggi, menyebabkan tekanan yang akan melarutkan oksigen


kedalam darah serta jaringan dan cairan tubuh lainnya hingga mencapai
peningkatan konsentrasi 20 kali lebih tinggi dari normal.
Oksigenasi ini dapat memobilisasi penyembuhan alami jaringan, hal ini
merupakan anti inflamasi kuat yang merangsang perkembangan pembuluh
darah baru, dapat membunuh bakteri dan mengurangi pembengkakan.
2.8 Indikasi Dan KontraIndikasi
Indikasi
Hiperbarik dapat memiliki beberapa manfaat untuk mengobati penyakitpenyakit akibat penyelaman dan kegiatan kelautan:
Penyakit Dekompresi
Emboli udara
Luka bakar
Crush Injury
Keracunan gas karbon monoksida (CO)
Terdapat beberapa pengobatan tambahan, yaitu:
Gas gangrene
Komplikasi diabetes mellitus (gangrene diabeticum)
Eritema nodosum
Osteomyelitis
Buergers diseases
Morbus Hansen
Psoriasis vulgaris
Edema serebral
Scleroderma
Lupus eritematosus (SLE)
Rheumatoid artritis
Terdapat pula pengobatan pilihan, yaitu:
Pelayanan kesehatan dan kebugaran
Pelayanan kesehatan olahraga
Pasien lanjut usia (geriatri)
Dermatologi dan kecantikan
Kontraindikasi
Kontraindikasi terapi oksigen hiperbarik terdiri dari kontraindikasi
absolute dan relatif. Kontra indikasi absolute yaitu penyakit pneumothorax
yang belum ditangani. Kontraindikasi relatif meliputi keadaan umum lemah,
tekanan darah sistolik lebih dari 170 mmHg atau kurang dari 90 mmHg,
diastole lebih dari 110 mmHg atau kurang dari 60 mmHg, demam tinggi lebih
dari 38oC, ISPA, sinusitis, Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup),
18

penyakit asma, emfisema dan retensi CO2, infeksi virus, infeksi kuman aerob
seperti TBC, lepra, riwayat kejang, riwayat neuritis optik, riwayat operasi
thorax dan telinga, wanita hamil, penderita sedang kemoterapi seperti terapi
adriamycin, bleomycin.
2.9 Persiapan Terapi HBO
Persiapan terapi oksigen hiperbarik antara lain:
Pasien diminta untuk menghentikan kebiasaan merokoknya 2 minggu
sebelum proses terapi dimulai. Tobacco mempunyai efek vasokonstriksi

sehingga mengurangi penghantaran oksigen ke jaringan.


Beberapa medikasi dihentikan 8 jam sebelum memulai terapi oksigen

hiperbarik antara lain vitamin c, morfin dan alkohol.


Pasien diberikan pakaian yang terbuat dari 100% bahan katun dan tidak
memakai perhiasan, alat bantu dengar, lotion yang terbuat dari bahan dasar

petroleum, kosmetik, bahan yang mengandung plastik, dan alat elektronik.


Pasien tidak boleh menggunakan semua zat yang mengandung minyak
atau alkohol (yaitu, kosmetik, hairspray, cat kuku, deodoran, lotion,
cologne, parfum, salep) dilarang karena berpotensi memicu bahaya

kebakaran dalam ruang oksigen hiperbarik.


Pasien harus melepaskan semua perhiasan, cincin, jam tangan, kalung,
sisir rambut, dan lain-lain sebelum memasuki ruang untuk mencegah

goresan akrilik silinder di ruang hiperbarik.


Lensa kontak harus dilepas sebelum masuk ke ruangan karena

pembentukan potensi gelembung antara lensa dan kornea.


Pasien juga tidak boleh membawa koran, majalah, atau buku untuk
menghindari percikan api karena tekanan oksigen yang tinggi berisiko

menimbulkan kebakaran.
Sebelum pasien mendapatkan terapi oksigen hiperbarik, pasien dievaluasi
terlebih dahulu oleh seorang dokter yang menguasai bidang hiperbarik.
Evaluasi mencakup penyakit yang diderita oleh pasien, apakah ada

kontraindikasi terhadap terapi oksigen hiperbarik pada kondisi pasien.


Sesi perawatan hiperbarik tergantung pada kondisi penyakit pasien. Pasien
umumnya berada pada tekanan 2,4 atm selama 90 menit. Tiap 30 menit
terapi pasien diberikan waktu istirahat selama 5 menit. Hal ini dilakukan
untuk menghindari keracunan oksigen pada pasien.

19

Terapi oksigen hiperbarik memerlukan kerjasama multidisiplin sehingga

satu pasien dapat ditangani oleh berbagai bidang ilmu kedokteran.


Pasien dievaluasi setiap akhir sesi untuk perkembangan hasil terapi dan

melihat apakah terjadi komplikasi hiperbarik pada pasien.


Untuk mencegah barotruma GI, ajarkan pasien benapas secara normal
(jangan menelan udara) dan menghindari makan besar atau makanan yang
memproduksi gas atau minum sebelum perawatan.

2.10

PERANAN

TERAPI

HIPERBARIK

TERHADAP

DIABETES

MELITUS
1. Menurunkan kadar glukosa darah
Seperti yang diketahui, diabetes melitus timbul karena tubuh kekurangan
insulin atau reseptor insulin tubuh tidak berfungsi baik. Insulin adalah
hormon yang produksi sel beta di pankreas yang mengatur metabolisme
glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen
yang disimpan pada hati dan otot. Dalam jangka panjang, kadar glukosa darah
yang tinggi akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.
Selanjutnya akan terjadi aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) yang
membuat aliran darah tidak lancar sehingga tubuh kekurangan oksigen.
Menurut Mayor Laut (K) Titut Harnanik, terapi hiperbarik oksigen
(HBO) pada Penderita diabetes, terutama tipe II (gangguan pada reseptor
insulin) mampu mempercepat kesembuhan dan mengurangi dosis obat yang
diminum penderita diabetes. Dari hasil penelitiannya pada tahun 2008 pada
13 orang pasien diabetes diterapi memakai oksigen 100% dan tekanan 2,4
atmosfir (setara kedalaman 14 meter di bawah permukaan laut) selama lima
hari berturut-turut, diberi perlakuan ini selama 2 jam, terjadi penurunan gula
darah secara signifikan. Jika biasanya tak pernah kurang dari 200 miligram
per desiliter (mg/dl), kadar gula darah mereka bisa sampai 60 mg/dl.
Pada pasien diabetes tipe I yang mengalami kerusakan pada fungsi
pankreas sehingga tak bisa menghasilkan insulin, setelah menjalani terapi
oksigen hiperbarik beberapa waktu, pasien yang harus disuntik insulin itu
bisa lepas dari ketergantungan pada insulin dari luar, namun pasien wajib
diterapi 3-5 kali per bulan seumur hidup guna menjamin pasokan oksigen ke
pankreas.

20

Menurut Suyanto Sidik, terapi oksigen hiperbarik bersifat memperbaiki


jumlah oksigen di dalam tubuh. Diabetes membuat kondisi pembuluh darah
penderitanya buruk sehingga aliran darah tak lancar. Contohnya, ada pasien
diabetes dengan luka terbuka yang tak sembuh atau tak kunjung kering. Hal
itu terjadi karena pembuluh darah tak mendapat pasokan oksigen sehingga tak
berfungsi normal dalam memperbaiki kerusakan sel.
Sedangkan menurut dr. Susan Manungkalit, yang juga dokter di Pusat
Hiperbarik RS TNI AL dr Mintohardjo Jakarta mengatakan, HBO mampu
meningkatkan kandungan oksigen pada plasma darah. Pada kondisi oksigen
normal di udara bebas (20%) dengan tekanan normal (1 atmosfir), jumlah
oksigen pada hemoglobin 20,1% dan plasma darah 0,32 persen. Jika diberi
oksigen 100 persen dan tekanan normal 1 atmosfir, oksigen hemoglobin tetap
20,1% dan oksigen plasma darah jadi 2,14%. Ketika tekanan oksigen 100
persen dinaikkan jadi 3 atmosfir, jumlah oksigen dalam plasma darah jadi tiga
kali lipat (6,42%). Meningkatnya tekanan dan volume oksigen menimbulkan
oksigenasi pada jaringan yang mengalami kekurangan pasokan oksigen
(hipoksia). Dampak lain, terjadinya pembaruan pembuluh darah, mendorong
perkembangbiakan sel, dan meningkatkan kemampuan tempur sel darah
putih (leukosit). Pengobatan Diabetes mellitus (DM) adalah pengobatan
seumur hidup yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
agar tetap produktif dan tidak menjadi beban masyarakat. Terapi ini dapat
memberikan manfaat antara lain:
a) Meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi hormon kontra
b)

insulin.
Meningkatkan metabolisme aerob sehingga menurunkan kadar gula

c)

darah.
Menurunkan kadar HbAlc, hal ini menunjukkan perbaikan pengolahan

d)

gula darah penderita Diabetes mellitus (DM) untuk jangka panjang.


Memperlancar aliran darah terutama didaerah mikrosirkulasi sehingga

e)

mencegah komplikasi pada organ tubuh vital.


Meningkatkan kebugaran penderita Diabetes mellitus.

2. Meningkatkan regenerasi saraf perifer


Regenerasi saraf pada diabetes sangat esensial untuk perbaikan neuropati
sama halnya dengan penyembuhan saraf akibat cedera dari kompresi saraf.
21

Hipoksia endoneural akibat hiperglikemia diamati pada awal terjadinya


diabetes dan hasil dari iskemia memainkan peran penting dalam mengurangi
regenerasi neuron. Terapi hiperbarik oksigen mampu memproduksi jaringan
yang hiperoksia dengan meningkatan tekanan oksigen pada jaringan yang
iskemik dan tampak memiliki keuntungan dalam perbaikan neuropati
iskemik.
3. Mempercepat penyembuhan ulkus diabetik
Dalam keadaan iskemia, tubuh akan mengalami gangguan dalam proses
terjadinya penyembuhan luka. Diketahui pula bahwa hipoksia tidak sama
dengan iskemia, karena itu ada asumsi yang mengatakan bahwa pemberian
oksigen lebih banyak akan membantu proses penyembuhan luka dalam
keadaan tertentu. Sudah menjadi kenyataan bahwa HBO mempunyai efek
yang baik terhadap vaskularisasi dan perfusi perifer serta kelangsungan hidup
jaringan yang iskemik. Penggunaan oksigen hiperbarik dalam klinik
meningkat dengan cepat dimana perbaikan vaskularisasi, perbaikan jaringan
yang hipoksia dan pengurangan pembengkakan merupakan faktor utama
dalam mekanismenya.
Kerusakan pada jaringan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.
Sel, platelet dan kolagen tercampur dan mengadakan interaksi. Butir-butir sel
darah putih melekat pada sel endotel pembuluh darah mikro setempat.
Pembuluh darah yang tersumbat akan mengadakan dilatasi. Leukosit
bermigrasi diantara sel endotel ke tempat yang rusak dan dalam beberapa jam
maka akan difiltrasi dengan granulosit dan makrofag. Sel darah putih akan
digantikan oleh fibroblast yang juga melakukan metabolisme dengan cepat.
Pada saat kebutuhan metabolisme jaringan rusak mengalami peningkatan
tidak didukung oleh adanya sirkulasi lokal yang baik, maka akan terjadi
hipoksia di daerah yang rusak tersebut.
Dalam beberapa hari fibroblast mengalir ke daerah luka dan mulai
terbentuk jaringan kolagen. Disamping itu juga terjadi neorovaskularisasi
yang disebabkan oleh inflamasi dan kebutuhan perbaikan jaringan,
merangsang pembentukan pembuluh darah baru. Pembentukan jaringan
kolagen oleh fibroblast merupakan dasar dari proses penyembuhan luka,

22

karena kolagen adalah protein penghubung yang mengikat jaringan yang


terpisah menjadi satu.
Ada hal yang nampaknya paradoksal namun itu suatu kenyataan, yaitu
apabila sel dibiarkan anoksi maka suatu polypeptide precursor kolagen
menumpuk didalam sel tetapi tidak ada kolagen yang dilepaskan. Bila
oksigen diberikan dengan kecepatan tinggi, maka enxim yang membentuk
kolagen diaktifkan. HBO secara khusus bermanfaat dalam situasi dimana
terdapat komprsi pada oksigenasi jaringan di tingkat mikrosirkulasi. Oksigen
memperbaiki gradient oksigen untuk difusi dari pembuluh darah kapiler ke
dalam sel dimana terdapat tahanan partial seperti edema, jaringan nekrotik,
jaringan ikat, benda asing dan darah yang tidak mengalir.
4. Mekanisme HBO terhadap Ulkus Diabetik
HBO memiliki mekanisme dengan memoulasi nitrit okside (NO) pada sel
endotel. Pada sel endotel ini HBO juga meningkatkan vasculaar endotel
growth factor (VGEF). Melalui siklus krebs terjadi peningkatan nucleotide
cid dihidroxi (NADH) yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast
diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VGEF akan
memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam
penyembuhan luka.
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBO
yaitu untuk wwound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang
mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas
dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen
karen hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung
sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema
tersebut. Maka, kondisi daerah tersebut menjadi hipervaskular, hiperseleuler,
dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi
peningkatan IFN-, i-NOS dan VGEF. IFN- menyebabkan TH-1 meningkat
yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi peningkatan Ig-G. Dengan
meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat.
Sehingga pemberian HBO pada luka akan berfungsi menurunkan infeksi dan
edema.

23

Adapaun cara HBO pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberian


O2 100 %, tekanan 2-3 Atm. Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan
pengobatan decompression sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan,
penyembuhan luka, hipoksia sekitar luk. Kondisi ini akan memicu
meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen, peningkatan leukosit killing, serta
angiogenesis yang menyebabkan neovaskuarisasi jaringan luka. Kemudian
akan terjadi peningkatan NO hingga 4-5 kali dengan diiringi pemberian
oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Terapi ini [aling banyak dilakukan
pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar
sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi di daerah distal.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

24

Seperti yang diketahui, diabetes melitus timbul karena tubuh kekurangan


insulin atau reseptor insulin tubuh tidak berfungsi baik. Insulin adalah
hormon yang produksi sel beta di pankreas yang mengatur metabolisme
glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen
yang disimpan pada hati dan otot. Dalam jangka panjang, kadar glukosa darah
yang tinggi akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.
Selanjutnya akan terjadi aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) yang
membuat aliran darah tidak lancar sehingga tubuh kekurangan oksigen.
Menurut Mayor Laut (K) Titut Harnanik, terapi hiperbarik oksigen
(HBO) pada Penderita diabetes, terutama tipe II (gangguan pada reseptor
insulin) mampu mempercepat kesembuhan dan mengurangi dosis obat yang
diminum penderita diabetes. Dari hasil penelitiannya pada tahun 2008 pada
13 orang pasien diabetes diterapi memakai oksigen 100% dan tekanan 2,4
atmosfir (setara kedalaman 14 meter di bawah permukaan laut) selama lima
hari berturut-turut, diberi perlakuan ini selama 2 jam, terjadi penurunan gula
darah secara signifikan. Jika biasanya tak pernah kurang dari 200 miligram
per desiliter (mg/dl), kadar gula darah mereka bisa sampai 60 mg/dl.
Pada pasien diabetes tipe I yang mengalami kerusakan pada fungsi
pankreas sehingga tak bisa menghasilkan insulin, setelah menjalani terapi
oksigen hiperbarik beberapa waktu, pasien yang harus disuntik insulin itu
bisa lepas dari ketergantungan pada insulin dari luar, namun pasien wajib
diterapi 3-5 kali per bulan seumur hidup guna menjamin pasokan oksigen ke
pankreas.
Menurut Suyanto Sidik, terapi oksigen hiperbarik bersifat memperbaiki
jumlah oksigen di dalam tubuh. Diabetes membuat kondisi pembuluh darah
penderitanya buruk sehingga aliran darah tak lancar. Contohnya, ada pasien
diabetes dengan luka terbuka yang tak sembuh atau tak kunjung kering. Hal
itu terjadi karena pembuluh darah tak mendapat pasokan oksigen sehingga tak
berfungsi normal dalam memperbaiki kerusakan sel.
Sedangkan menurut dr. Susan Manungkalit, yang juga dokter di Pusat
Hiperbarik RS TNI AL dr Mintohardjo Jakarta mengatakan, HBO mampu
meningkatkan kandungan oksigen pada plasma darah. Pada kondisi oksigen
normal di udara bebas (20%) dengan tekanan normal (1 atmosfir), jumlah
oksigen pada hemoglobin 20,1% dan plasma darah 0,32 persen. Jika diberi
25

oksigen 100 persen dan tekanan normal 1 atmosfir, oksigen hemoglobin tetap
20,1% dan oksigen plasma darah jadi 2,14%. Ketika tekanan oksigen 100
persen dinaikkan jadi 3 atmosfir, jumlah oksigen dalam plasma darah jadi tiga
kali lipat (6,42%). Meningkatnya tekanan dan volume oksigen menimbulkan
oksigenasi pada jaringan yang mengalami kekurangan pasokan oksigen
(hipoksia). Dampak lain, terjadinya pembaruan pembuluh darah, mendorong
perkembangbiakan sel, dan meningkatkan kemampuan tempur sel darah
putih (leukosit). Pengobatan Diabetes mellitus (DM) adalah pengobatan
seumur hidup yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
agar tetap produktif dan tidak menjadi beban masyarakat. Terapi ini dapat
memberikan manfaat antara lain:
a. Meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi hormon kontra
b.

insulin.
Meningkatkan metabolisme aerob sehingga menurunkan kadar gula

c.

darah.
Menurunkan kadar HbAlc, hal ini menunjukkan perbaikan pengolahan

d.

gula darah penderita Diabetes mellitus (DM) untuk jangka panjang.


Memperlancar aliran darah terutama didaerah mikrosirkulasi sehingga

e.

mencegah komplikasi pada organ tubuh vital.


Meningkatkan kebugaran penderita Diabetes mellitus.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, mengemukakan saran sebagai berikut:
1. Diharapkan setiap orang memeriksakan gula darah agar dapat
mengantisipasi bila terjadi Diabetes Melitus terutama bagi yang
berusia lanjut.
2. Cara yang paling baik dalam menghindari Diabetes Melitus adalah
dengan mengubah ke arah gaya hidup sehat, pengaturan pola makan
yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. seperti aktif berolahraga,
Mengatur diet atau pola makan seperti rendah gula, meningkatkan
konsumsi buah dan sayuran, tidak mengkonsumsi alcohol.

26

DAFTAR PUSTAKA.
Huda Nuh T. 2010. Pengruh hiperbarik oksigen terhadap perfusi
perifer luka gangren pada penderita diabetes melitus di RS AL Dr.
Ramelan Surabaya. Balai penerbit FK UI. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Kesehatan Tentang
Standar Pelayanan Medik Hiperbarik. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.
Subekti. 2006. Neuropati Diabetik. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gangren (di akses 5 juni 2016)

27

https://www.scribd.com/doc/313969082/Referat-Peranan-TerapiHiperbarik-Oksigen-Pada-Pasien-Dengan-Diabetes-Mellitus-DrHisnindarsyah-Se-m-kes# (di akses 5 juli 2016)

28

Anda mungkin juga menyukai