Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PATOLOGIS

(disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan anak)

Dosen Pengampu : Asmarawanti S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh :

Aliffa Nurul Humaira 32722001D21011

Dewi Putri Septiani 32722001D21025

M Demiza L 32722001D21049

M Rizki 32722001D21061

Nazla Firni Hanifah 32722001D21069

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan innayah kepada
kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Konsep Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologi dari Sistem
Pencernaan dan Metaboli Endokrin: KKP. Stunting, Thypoid dan Dm Juvenile" dalam memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diampu oleh Ibu Asmarawati S.Kep..Ners.,M.Kep.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan teman-teman sekelompok. Oleh karena itu kami
sampaikan terima kasih atas waktu. tenaga dan pikirannya yang telah diberikan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
untuk kelompok kami khususnya, dan umumnya bagi pembaca.

Sukabumi, 30, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………
BAB I………………………………………………………………………………………………
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………..
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….
B. Rumusan masalah……………………………………………………………………
C.Tujuan………………………………………………………………………………...
BAB II…………………………………………………………………………………………….
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………….
2.1 Pengkajian……………………………………………………………………………
A.Anamneses pada anak Gangguan Pemenuhan kebutuhan nutrisi……………..
B.Pemeriksaan Fisik……………………………………………………………..
C.Persiapan Pasien Anak Untuk Pemeriksaan Diagnostic dan Labolatorium……
2.2 Masalah Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Kebutuhan Nutrisi…………..
A. KKP…………………………………………………………………………..
B.Stunting……………………………………………………………………….
C.Typoid………………………………………………………………………….
D. DM Juvenile…………………………………………………………………..
BAB III…………………………………………………………………………………………..
PENUTUP……………………………………………………………………………………….
A.KESIMPULAN……………………………………………………………………….
B.SARAN………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………….

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan sadar manusia yang
sangat penting. Dilihat dari segi kegunaannya, nutrisi merupakan sumber energy untuk
segala aktivitas dalam system tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam
tubuh sendiri seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan
lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang sehari
hari dimakan oleh manusia. Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi
merupakan kebutuhan fital bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrient (zat gizi)
yang buruk bagi tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun kan menjadi racun yang
menyebabkan penyakit dikemudian hari.

Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada sistemm yang berperan di dalamnya


yaitu system pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asessoris,
saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usu halus bagian distal. Sedangkan organ
asesoris terdiri dari hati, kantong empedu dan pancreas. Nutrisi sangat bermanfaat bagi
tubuh kita karena apabila tidak ada nutrisi maka gizi dalam tubuh kita. Sehingga bisa
menyebabkan penyakit atau terkena gizi buruk oleh karena itu kita harus memperbanyak
nutrisi. Begitu pentingnya nutrisi bagi tubuh sehingga setiap manusia tidak boleh
kekurangan nutrisi. Namun, pada kenyataannya masih banyak yang kekurangan nutrisi
sehingga berdampak pada organ-organ di dalam tubuh. Maka dari itu penulis akan
menjelakan beberapa gangguan karena kurangnya nutrisi serta bagaimana perawatannya.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja yang dilakukan pada saat pengkajian nutrisi?
2. Apa saja yang dilakukan pada saat pemeriksaan fisik?
3. Apa saja persiapan anak untuk pemeriksaan diagnosik dan laboratorium?
4. Apa defenisi, etiologi, manifestasi klinik, gejala, patofisiologi dan konsep asuhan
keperawatan pada penyakit KKP?
5. Apa defenisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan
penumpang, penatalaksanaan medis dan manajemen asuhan keperawatan
padapenyakit Stunting?

1
6. Apa defenisi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi dan konsep asuhan
keperawatandari penyakit thyroid?
7. Definisi, etiologi, patofisologi, konsep asuhan keperawatan dari penyakit DM
Juvenile?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat memahami pengertian dari nutrisi dan cara pengkajian nutrisi
2. Mahasiswa dapat memahami apa saja persiapa anak untuk pemeriksaan diagnostic
dan laboratorium.
3. Mahasiswa dapat memahami defenisi, etiologi, manifestasi klinik, gejala,
4. patofisiologi dan konsep asuhan keperawatan pada penyakit KKP
5. Mahasiswa dapat memahami defenisi, etiologi, klasifikasi,manifestasi klinik,
6. komplikasi, pemeriksaan penumpang, penatalaksanaan medis dan manajemen
7. asuhan keperawatan pada penyakit Stunting
8. Mahasiswa dapat memahami defenisi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi dan
konsep asuhan keperawatan dari penyakit thyroid.
9. Mahasiswa dapat memahami Definisi, etiologi, patofisologi, konsep asuhan
keperawatan dari penyakit DM Juvenile.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengkajian

A. Anamneses pada anak Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

Pengkajian nutrisi merupakan bagian penting dari penilaian kesehatan lengkap.


Tujuannya adalah untuk mengevaluasi status nutrisi anak-status keseimbangan antara
masukan nutrien pada penggunaan atau kebutuhan nutrien Pengkajian nutrisi yang
menyeluruh mancakup informasi tentang masukan diet, pengkajian klinis terhadap status
diet, pengkajian klinis terhadap status nutrisi, dan status biokimia. Pengkajian nutrisi
merupakan langkah awal yang penting dalam asuhan keperawatan dan pelayanan
kesehatan preventif. Pengkajian nutrisi membantu dalam mengidentifikasi kebiasaaan
makan, kesalahpahaman, dan gejala gejala yang dapat memberi petunjuk adanya masalah
nutrisi. Pada pengkajian nutrisi ada beberapa hal yang perlu di perhatikan adalah sebagai
berikut:

a. Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan dipetakan pada grafik pertumbuhan. Berat badan


normal tetap dalam persentil yang sama dari pengukuran ke pengukuran selanjutnya.
Peningkatan atau penurunan berat badan yang tiba-tiba harus diperhatikan.

b. Pengukuran tinggi badan

Pengukuran tinggi badan anak dapat digambarkan pada suatu kurva atau grafik
sehingga dapat terlihat pola perkembangannya,

c. Riwayat makanan

Meliputi informasi atau keterangan tentang pola makanan, tipe makanan yang
dihindari ataupun diabaikan, makan yang lebih disukai yang dapat digunakan untuk
membantu merencanakan jenis makan untuk sekarang, danrencana makanan untuk masa
selanjutnya.

d. Kemampuan makan

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam hal kemampuan makan, antara lain
kemampuan mengunyah, menelan, dan makan sendiri tanpa bantuan orang lain.

3
e. Pengetahuan tentang nutrisi

Aspek lain yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah penentuan
tingkat pengetahuan pasien mengenai kebutuhan nutrisi

f. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum, hb, glukosa. elektrolit, dan lain-
lain.

B. Pemeriksaan Fisik terhadap status Nutrisi

Penilaian status gizi secara klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidakukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata. rambut dan mukosa oral atau
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Gabr,
2001). Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan
untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik
yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. Penilaian status gizi
langsung metode klinis meliputi dua cara, yaitu:

A. Riwayat medis atau riwayat kesehatan

Merupakan catatan mengenai perkembangan penyakit dalam riwayat medis kita mencatat
semua kejadian yang berhubungan dengan gejala yang timbul pada penderita beserta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Catatan riwayat medis haruslah meliputi:

a. Identitas penderita secara lengkap.


b. Riwayat kesehatan saat ini
c. Riwayat kesehatan masa lalu yang berkaitan dengan penyakit saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga yang berkaitan.
e. Data lingkungan fisik dan sosial budaya yang berhubungan dengan gizi.
f. Data-data tambahan yang diperlukan misalnya adalah riwayat alergi terhadap
makanan, jenis diet dan pengobatan yang sedang atau pernah dijalani pasien, dll.

4
B. Pemeriksaan fisik

Yaitu melakukan pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki untuk melihat tanda-
tanda dan gejala adanya masalah gizi (Ariawan, 1998). Pemeriksaan fisik dapat
dilakukan melalui teknik:

a. Inspeksi atau periksa pandang

Inspeksi adalah proses pengamatan dengan menggunakan mata (periksa pandang)


inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status
fisik. Inspeksi dilakukan secara terperinci dan terfokus pada ukuran, bentuk, posisi,
kelainan anatomis organ, warna, tekstur, penampilan, pergerakan dan ke simetrisan.
Mulailah melakukan inspeksi saat bertemu dengan klien, amati dari hal-hal umum
kemudian ke hal-hal khusus.

b. Palpasi atau periksa raba

Perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Digunakan
untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran. pergerakan, bentuk, konsistensi dan
ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan organ tubuh merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.

c. Perkusi atau periksa ketuk

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan
menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan
konsistensi jaringan.

d. Auskultasi atau pemeriksaan menggunakan stetoskop

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-
hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.

C. Persiapan Pasion Anak Untuk Pemeriksaan Diagnostic dan Laboratorium

1. Laboratorium Suatu tindakan dan prosedur tindakan pemeriksaan khusus dengan


pengambilan bahan atau sepal dari penderita dapat berupa, air kecing, dahak (spartum),
darah.

5
Tujuan beberapa tujuan dari pemeriksaan laboratorium:

a. Mendeteksi penyakit.
b. Menentukan risiko.
c. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis
d. Konfirmasi pasti diagnosis.
e. Menemukan kemungkinan diagnostic yang dapat menyamarkan gejala klinis
2. Pra Instrumentasi

Yang termasuk dalam tahapan ppara instrumentasi meliputi:

a. Pemahaman Instruksi dan Pengisian Formulir Laboratorium Pada tahap ini perlu
diperhatikan bener, apa yang diperintahkan oleh dokter dan dipindahkan ke dalam
formulir
b. Persiapan Penderita

a) Puasa.

b) Obat.

c) Waktu pengabilan.

d) Posisi pengambilan.

c. Persiapan Alat yang Akan Dipakai

a) Persiapan alat.

b) Pengambilan darah.

c) Penampungan urine.

d) Penampungan khusus.

d. Cara Pengambilan Sample

Penanganan awal sample (termasuk pengawetan) dan transportasi

3. Diagnostic Penilaian tentang respon individu, keluarga dan komunikasi terhadap suatu
masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun potensial.

Tujuan pemeriksaan diagnostic:

a. Uji diagnostic untuk mendektesi penyakit.

6
b. Uji diagnostic untuk memperkuat kondisi sebenarnya.
c. Uji diagnostic untuk menyingkirkan dugaan adanya penyakit.

Jenis pemeriksaan diagnostic

a. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


b. Rontgen.
c. PAP SMEAR (Papanicolaou Smear)
d. Mammografi.
e. Endoskopi.
f. Kolonoskopi.
g. CT. Scaning
h. EEG.
i. EKG.
j. Masalah Keperawatan anak pada gangguan kebutuhan Nutrisi

A. KKP

KONSEP KKP

A. PENGERTIAN

Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah
suatu penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien
Energi Malnutrisi ( PEM ) Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor
dan marasmus. Diantara kedua bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus
Kwasiorkor “

a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori


b. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan
kalori yang kurang.
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.
B. ETIOLOGI
1. Marasmus
a) Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b) makanan.

7
c) Penyakit metabolik
d) Kelaian kongenital
e) Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya.
2. Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.
C. PATOFISIOLOGI
1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam
keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini
tidak terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya
digunakan cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada
defesiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya, seperti berbagai
asam amino.
2. Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih,
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam
diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino
dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang
kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan
beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan
akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.
D. GEJALA KLINIS
1. Marasmus
a) Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat
minum.

8
b) Pertumbuhan berkurang atau tehenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek
dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu
terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

2. Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah
terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan
lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit
yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi
eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.

1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa.


2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan
globulin serum dapat terbalik
3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino
non essiensial. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat. Kadar IgA
serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.

F. PENGOBATAN

9
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung
protein bernilai biologis tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan
tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.

Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai
berikut:

1. Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus
kwashiorkor.
2. 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3. Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4. Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5. Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6. KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7. Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

G. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.
2. Keluhan utama
a) Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan
tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
b) Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan
kelihatan kurus dll.
3. Riwayat kesehatan;
a) Riwayat penyakit sekarang
 Kapan keluhan mulai dirasakan
 Kejadian sudah berapa lama.
 Apakah ada penurunan BB
 Bagaimanan nafsu makan psien
 Bagaimana pola makannya
 Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis
obatnya.

b) Pola penyakit dahulu

10
 Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang
c) Riwayat penyakit keluarga
 Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein
d) Riwayat penyakit sosial
 Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
 Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
 Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
 Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e) Riwayat spiritual
 Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

F. PENGKAJIAN FISIK.

1. Inspeksi:
a) Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi
pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka
seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam,
tampak siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
a) Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
b) Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Data laboratorium;

 Peses, urine, darah lengkap


 Pemeriksaan albumin.
 Hitung leukosit, trombosit
 Hitung glukosa darah.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

11
A. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak
mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan
tidak bertambah.
 Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB
bertambah ½ kg per 3 hari.
 Intervensi :
a) Mengukur dan mencatat BB pasein
b) Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c) Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d) Memberikan makanan tinggi TKTP
e) Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f) Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
 Rasional
a) BB menggambarkan status gizi pasien
b) Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c) Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d) Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e) Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f) Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
 Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
 Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan
aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.
 Intervensi :
a) Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b) Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c) Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d) Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.
 Rasional :
a) Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien

12
b) Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan /
sesuai kemampuannya.
c) Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d) Sebagai support mental bagi pasien.
 Evaluasi :
a) Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.
3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
 Tujuan :
a) Mencegah komplikasi
 Intervensi :
a) Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b) Menjaga personal hygiene pasien
c) Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d) Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
 Rasional :
a) Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b) Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c) Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d) Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.
 Evaluasi :
a) Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

B. STUNTING

Konsep Stunting

A. Definisi Stunting

Senbanjo, et al (2011) mendefinisikan stunting adalah keadaan status gizi


seseorang berdasarkan z-skor tinggi badan (TB) terhadap umur (U) dimana terletak pada
<-2 SD. Indeks TB/U merupakan indeks antropometri yang menggambarkan keadaan
gizi pada masa lalu dan berhubungan dengan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. SK
Menkes RI (2012) menyatakan bahwa pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely

13
stunting (sangat pendek). Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan dapat
dilihat dalam waktu yang relatif lama. (Gibson, 2005).
B. Klasifikasi Stunting

Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang
dan tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standart dan hasilnya berada di bawah
normal. Secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya
(Kemenkes,RI 2016). Kependekan mengacu pada anak yang memiliki indeks TB/U
rendah. Pendek dapat mencerminkan baik variasi normal dalam pertumbuhan ataupun
defisit dalam pertumbuhan. Stunting adalah pertumbuhan linear yang gagal mencapai
potensi genetik sebagai hasil dari kesehatan atau kondisi gizi yang suboptimal (Anisa,
2012). Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan tinggi badan/panjang badan
menurut umur ditunjukkan dalam tabel.
C. Etiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak.


Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya
penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung adalah pemberian ASI dan MP-ASI,
kurangnya pengetahuan orang tua, faktor ekonomi, rendahnya pelayanan kesehatan dan
masih banyak faktor lainnya (Mitra, 2015).
1) Faktor penyebab langsung

1. Asupan Gizi.

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan


perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2,5 tahun merupakan masa kritis dimana pada tahun
ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara pesat. Konsumsi makanan yang tidak
cukup merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan stunting (Kinasih dkk,
2016).
2. Penyakit infeksi kronis

Adanya penyakit infeksi dalam waktu lama tidak hanya berpengaruh terhadap
berat badan akan tetapi juga berdampak pada pertumbuhan linier. Infeksi juga
mempunyaI kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena
menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang. Pemenuhan zat gizi
yang sudah sesuai dengan kebutuhan namun penyakit infeksi yang diderita tidak

14
tertangani tidak akan dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi anak balita.
(Dewi dan Adhi, 2016).

2) Faktor penyebab tidak langsung


1. Faktor ASI Eksklusif dan MP-ASI

ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan minuman


tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan. ASI sangat penting bagi bayi karena
memiliki komposisi yang dapat berubah sesuai kebutuhan bayi. Pada ASI terdapat
kolostrum yang banyak mengandung gizi dan zat pertahanan tubuh, foremik (susu awal)
yang mengandung protein laktosa dan kadar air tinggi dan lemak rendah sedangkan
hidramik (susu akhir) memiliki kandungan lemak yang tinggi yang banyak memberi
energi dan memberi rasa kenyang lebih lama (Ruslianti dkk, 2015).
Pemberian MP-ASI merupakan sebuah proses transisi dari asupan yang
semula hanya ASI menuju ke makanan semi padat. Tujuan pemberian MP-ASI adalah
sebagai pemenuhan nutrisi yang sudah tidak dapat terpenuhi sepenuhnya oleh ASI selain
itu sebagai latihan keterampilan makan, pengenalan rasa. MP-ASI sebaiknya diberikan
setelah bayi berusia 6 bulan secara bertahap dengan mempertimbangkan waktu dan jenis
makanan agar dapat memenuhi kebutuhan energinya (Ruslianti dkk, 2015).
2. Pengetahuan OrangTua

Orangtua yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan memberikaan


asuhan pada keluarga dengan baik pula. Pengetahuan orangtua tentang gizi akan
memberikan dampak yang baik bagi keluarganya karena, akan berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
kebutuhan gizi. (Nikmah, 2015).

3. Faktor Ekonomi

Pendapatan yang rendah, biasanya mengkonsumsi makanan yang lebih murah


dan menu yang kurang bervariasi, sebaliknya pendapatan yang tinggi umumnya
mengkonsumsi makanan yang lebih tinggi harganya, tetapi penghasilan yang tinggi tidak
menjamin tercapainya gizi yang baik. Pendapatan yang tinggi tidak selamanya
meningkatkan konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan
akan menambah kesempatan untuk memilih bahan makanan dan meningkatkan konsumsi
makanan yang disukai meskipun makanan tersebut tidak bergizi tinggi. (Ibrahim dan
Faramita, 2014).
15
4. Rendahnya Pelayanan Kesehatan

Perilaku masyarakat sehubungan dengan pelayanan kesehatan di mana


masyarakat yang menderita sakit tidak akan bertindak terhadap dirinya karena merasa
dirinya tidak sakit dan masih bisa melakukan aktivitas seharihari dan beranggapan bahwa
gejala penyakitnya akan hilang walaupun tidak di obati. Berbagai alasan dikemukakan
mengapa masyarakat tidak mau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti jarak
fasilitas kesehatan yang jauh, sikap petugas yang kurang simpati dan biaya pengobatan
yang mahal (Ma’rifat, 2010).
D. Manifestasi klinis

Gejala stunting menurut (kemenkes, 2017)


1) Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya

2) Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk

seusianya

3) Berat badan rendah untuk anak seusianya

4) Pertumbuhan tulang tertunda.

E. Patofisiologi

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi


ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24
bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up
growth) yang memadai (Mitra, 2015). Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi
fisiologi pertumbuhan atau non patologis, karena penyebab secara langsung adalah
masalah pada asupan makanan dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA dan
diare, sehingga memberi dampak terhadap proses pertumbuhan balita (Sudiman, 2018).
Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya riwayat penyakit infeksi berulang menjadi
faktor utama kejadian kurang gizi. Faktor sosial ekonomi, pemberian ASI dan MP-ASI
yang kurag tepat, pendidikan orang tua.
Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya riwayat penyakit infeksi berulang
menjadi yang kurag tepat, pendidikan orang tua, serta pelayanan kesehatan yang tidak
faktor utama kejadian kurang gizi. Faktor sosial ekonomi, pemberian ASI dan MP-ASI
memadai akan mempengaruhi pada kecukupan gizi. Kejadian kurang gizi yang terus
berlanjut dan karena kegagalan dalam perbaikan gizi akan menyebabkan pada kejadian

16
stunting atau kurang gizi kronis. Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan sehingga
tidak mampu memenuhi kecukupan gizi yang sesuai (Maryunani, 2016). Pada balita
dengan kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya lapisan lemak di bawah kulit
hal ini terjadi karena kurangnya asupan gizi sehingga tubuh memanfaatkan cadangan
lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin juga ikut menurun sehingga
balita akan mudah terserang infeksi dan mengalami perlambatan pertumbuhan dan
perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan kadar asam basa
pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare (Maryunani, 2016).
 Penatalaksanaan

Menurut Khoeroh dan Indriyanti, (2017) beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi stunting yaitu:
1) Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu setiap
bulan.
2) Pemberian makanan tambahan pada balita.

3) Pemberian vitamin A.

4) Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.

5) Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun
dengan ditambah asupan MP-ASI. Pemberian suplemen menggunakan makanan
penyediaan makanan dan minuman menggunakan bahan makanan yang sudah
umum dapat meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi banyak
pasien.

6) Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siap guna


yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi kekurangan gizi.

 Pemeriksaan penunjang

Menurut Nurarif dan Kusuma, (2016) mengatakan pemeriksaan penunjang untuk


stunting antara lain:
1) Melakukan pemeriksaan fisik.

2) Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar kepala.

17
3) Melakukan penghitungan IMT.

4) Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total, elektrolit


serum.

C.TYPOID

KONSEP TYPOID

A. DEFINISI

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan


salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,
salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran
klinis sama. (Widodo Djoko, 2009)

A. ETIOLOGI
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa.
Seseorang yang sering menderita penyakit demam typhoid menandakan
bahwa ia mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
ini.
B. MANIFESTASI KLINIS

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan


dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
( Widodo Djoko, 2009
C. PATOFISIOLOGIS

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi


melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.
Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat

18
melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang
biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri
di ilium distal.
Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus
torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau
tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri
meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan
bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit
infeksi sistemik.
D. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut ( Carpenito, 2007 ), yaitu tahap pertama proses
keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara sistematis dan cermat
untuk menentukan status kesehatan klien saat ini dan riwayatkesehatan masa
lalu, serta menentukan status fungsional serta mengevaluasi pola koping
klien saat ini dan masa lalu. Pengumpulan data diperoleh dengan cara
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan catatan dan laporan
diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat

19
E. POHON MASALAH

Bakteri Salmonella
thypi& Salmonella
paratypi

Makanan & Berkembang biak di


minuman usus

Dimusnahkan
Imunitas humoral
asamlambung
(Imunoglobulin A)kurang
baik

Mati

Menembus sel epitel

Gejala nyeri
dan
demam Berkembang biak di lamina
Perdarahan Perdarah propia
sal an Melepas
cerna sintokin
reaksi
inflamasi
sistemik Ditelan (makrofag) sel
fagosif

Erosi Pem. Hyperplasia Makrof


darah & nekrose ag Plaques payeri
plaques jaringan hiperak
payeri tif
Lap.
Perfor Kelenjar getah
Sero
asi bening
sa
masenterika
usus Lap. Otot
Sirkulasi darah
Nyeri Akut Metabolis meningkat
me

20
Bakteremia II Organ Bakterimia
Symtomatik retikulo
endoteli asymtomatik
alhati &
Anoreksia Berkembang biak di
Nyeri otot Intoleransi limpa
Splenomegali
mual
aktivitas
Hepatomegali Nyeri kepala luar sel
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
Hipertermi kebutuhan
tubuh Sumber: Widodo Djoko ( 2009

21
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Diagnosa keperawatan dan intervensi pada pasien demam typhoid menurut


( Doenges 2000 ), antara lain:
1. Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme suhu tubuh.
 Tujuan :

Suhu tubuh kemabali normal ( 36 - 37⁰ C ) setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 3x24 jam.

 Kriteria Hasil :
a. Suhu klien kembali normal ( 36 – 37 ⁰ C )
b. Badan tidak teraba panas
 Intervensi :
a. Kaji vital sign tiap 2-3 jam
b. Anjurkan banyak minum air putih 2 -3 jam
c. Anjurkan untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerapkeringat.
d. Kompres pada lipatan paha dan aksila
e. Laksanakan program terapi antibiotik, antipiretika, danpemeriksaan laboraturium

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia mual.
 Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam.
 Kriterian Hasil :
a. Intake nutrisi meningkat
b. Diit habis 1 porsi yang telah disediakan
c. Berat badan stabil
 Intervensi :
a. Timbang berat badan secara teratur
b. Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi
c. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi
22
d. Beri diit dalam porsi hangat, porsi kecil tapi sering, lunak
e. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
 Tujuan :
Aktifitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam.
 Kriteria hasil :
Kemampuan aktifitas bisa mandiri.
 Intervensi :
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Ajarkan mobilisasi aktifitas
c. Atur posisi nyaman.
d. Berikan pengetahuan tentang pentingnya beraktifitas
e. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan aktifitas pada klien.

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Dari pengkajian yang dilakukan oleh penulis terhadap pasien pada tanggal08
Mei 2012, diperoleh data sebagai berikut :
Secara umum data fokus yang ditemukan dalam kasus nyata tidak jauh
berbeda dengan data fokus dalam teori

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,


keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan yang merupakan tanggung jawab perawat
(Carpenito, 2007).
1. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus nyata
adalah sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya pengaturan suhu tubuh.
Hipertermi merupakan keadaaan ketika seseorang individu mengalami

23
atau beresiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih
tinggi dari 37,8⁰C per oral atau 38,8⁰C per rektal karena faktor eksternal.
(Carpenito, 2007).
Pada kasus ini ditemukan data pasien suhu tubuh 38,5⁰C Penulis
menegakkan diagnosa ini karena didukung oleh data subyektif yaitu
pasien mengatakan badannya panas, dan data obyektif berupa suhu tubuh
pasien 38,5⁰C.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan ketika
individu yang tidak puasa, mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat
badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolisme
nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2007). Penulis
menegakkan diagnosa ini karena di dukung oleh data subyektif yaitu pasien
mengatakan tidak nafsu makan dan mual, dan data obyektif pasien tampak lemas,
makan tidak habis hanya ½ porsi.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Intoleransi merupakan penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk
melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan.
Penulis menegakkan diagnosa ini karena didukung data subyektif yaitu pasien
mengatakan semua aktifitas dibantu keluarganya,dan data obyektif nampak semua
aktifitas dibantu keluarganya, tangankiirinya terpasang infus, pasien BAK dengan
pispot.
2. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori, tetapi tidak ditemukan dalam
kasus nyata adalah sebagai berikut :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik
sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan).
Integritas Kulitadalah suatu keadaan ketika seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2006).
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena pasien tidak mengalami gagguan
integritas kulit, dalam pengkajian tidak ditemukan kulit kering, maupun memar

24
pada kulit.
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena pasien dan keluarga sudah
mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien, bagaimana pasien harus
menjalani kebutuhan pengobatan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah suatu proses penyusunan berbagai rencana
tindakan keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah – masalah pasien ( Carpenito, 2007 ).
Pada bab ini penulis akan membahas tentang intervensi keperawatan yang telah
disusun dari masing – masing diagnosa.
Diagnosa pertama, kedua dan ketiga setelah dilakukan keperawatan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan teori. Dan
intervensi dari masing – masing diagnosa yang penulis cantumkan dalam kasus sudah sesuai
dengan yang tercantum dalam teori.(Doenges, 2000).

D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang telah
penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana tindakan perawatan
yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan sesuai dengan intervensi pada masing
– masing diagnosa.
1. Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya pengaturan suhu tubuh.

Tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan sesuai dengan rencana


keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu mengkaji tanda – tanda vital,
menganjurkan pakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, seharusnya untuk
mengatasi hipertermi ini penulis melakukan kompres hangat pada aksila dan lipatan
paha sesuai dengan teori tetapi penulis tidak melakukannya karena kurangnya
ketelitian penulis.

25
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis sesuai dengan rencana
keperawatan yang penulis tetapkan sebelumnya yaitu mengkaji pola makan pasien,
menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering, menyajikan makanan selagi hangat.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis sesuai dengan rencana
keperawatan yang penulis tetapkan sebelumnya yaitu mengatur pasien senyaman
mungkin, melibatkan keluarga dalam melakukan aktifitas.

E. EVALUASI
Evaluasi meruapakan tahap akhir dari proses keperawatan yang telah digunakan
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun, apakah
tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan meninjau respon pasien
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah pembahasan evaluasi berdasarkan
evaluasi hasil dari masing – masing diagnosa :
1. Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya pengaturan suhu tubuh.
Pada diagnosa pertama berdasarkan evaluasi tanggal 08 Mei 2012, setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh pasien sudah normal
( 36 - 37⁰C ) dengan kriteria hasil vital sign : tekanan darah 140/100 mmHg, suhu
tubuh 36,8⁰C. Setelah dibandingkan dengan kriteria hasil yang penulis cantumkan
pada intervensi menunjukkan bahwa suhu tubuh pada batas normal yaitu 36,8⁰C,
maka penulis menyimpulkan analisa masalah teratasi. Dan rencana yang penulis
susun selanjutnya adalah mempertahankan intervensi yang telah ada, seperti
mengkaji tanda – tanda vital pasien dan berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi obat sesuai dosis.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual.
Pada diagnosa ketiga berdasarkan evaluasi pada tanggal 09 Mei 2012, setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan
ini adalah pasien sudah mau makan habis ½ porsi yang disediakan di Rumah sakit.
Data yang didapatkan dibandingkan dengan kriteria hasil yang ditetapkan bahwa
26
masalah sudah tercapai yaitu makan sudah habis ½ porsi yang disediakan di rumah
sakit. Maka rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan teratasi dan rencana
yang perlu dilanjutkan adalah kolaborasi dengan ahli gizi.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Pada diagnosa ketiga berdasarkan evaluasi pada tanggal 10 Mei 2012, setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan
ini adalah pasien belum mampu beraktifitas sendiri. Data yang didapatkan
dibandingkan dengan kriteria hasil yang ditetapkan masih ada yang belum tercapai
yaitu kemampuan beraktifitas pasien belum mandiri, sehingga dapat dia analisa
bahwa masalah aktifitas belum tercapai. Maka rencana tindakan keperawatan yang
ditetapkan masih perlu ditindak lanjuti oleh penulis dengan mendelegasikannya
dengan perawat ruang sofa bahwa agar masalah yang ada pada pasien dapat teratasi
sepenuhnya, dan rencana yang perlu dilanjutkan adalah membantu aktifitas secara
bertahap, dekatkan barang – barang yang dibutuhkan, dan mengkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat sesuai dengan terapi.

D. DM JUVENILE
KONSEP DM JUVENIE
A. DEFINISI

Diabetes juvenile, atau disebut juga diabetes melitus tipe I, merupakan diabetes melitus
yang terjadi pada anak-anak akibat pankreas (organ dalam tubuh yang menghasilkan
insulin) tidak menghasilkan insulin sebagaimana mestinya.

B. KLASIFIKASI

International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO


merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1 terjadi
disebabkan oleh karena kerusakan sel p-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat
disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin
berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM
tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat. DM tipe 2
biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas,
27
hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium
(Rustama DS, dkk. 2010). Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).

1. DM Tipe-1 (destruksi sel-ẞ)

Immune mediated

Idiopatik

2. DM tipe-2

3. DM Tipe lain

a) Defek genetik fungsi pankreas sel

b) Defek genetik pada kerja insulin

c) Kelainan eksokrin pankreas

d) Gangguan endokrin

e) Terinduksi obat dan kimia

3.Diabetes mellitus kehamilan

C. ETIOLOGI

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe 1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe I adalah faktor genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe akan diwariskan melalui faktor genetik.

1. Faktor Genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe L. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.

2. Faktor-faktor Imunologi Adanya respons autotoimun yang merupakan respons


abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

28
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

3. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.

D. PATOFISIOLOGIS

Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang

menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk
terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas.
Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang
berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan
predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA
yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin
dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan
terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel
pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya
ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin
tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang
atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur
metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan
karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa),
terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa
dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone
(glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan protein,
trigliserida, asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya terjadi
lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa

29
menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel.
Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dl. ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik
diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat
urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan
peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation)
pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).Biasanya, diabetes tipe
ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang
dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan
katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi,
glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah (Tandra, 2007).

E.Manifestasi Klinis

Pada diabetes melitus tipe 1. yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes melitus
juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar
glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena
keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1

menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:

a) Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl).

b) Poliuria

Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.

c) Polidipsia

d) Poliphagia

e) Penurunan berat badan. Malaise atau kelemahan

f) Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)


30
g) Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine
terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.

h) Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa - sarbitol

fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan


sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan

katarak

i) Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton.

nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).

Perjalanan klinis DM tipe I terbagi atas:

1. Fase Inisial

Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase

ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.

2. Fase Penyembuhan

Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit

ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.

3. Fase Remisi (Honeymoon period) Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada
saat ini, kebutuhan insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin
tidak disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan
hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi
dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase
ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.

4. Fase Intensifikasi
31
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi kekurangan
insulin endogen

F.Komplikasi

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa


organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi
berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori
(Schteingart, 2006): Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi:

1. Hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering
membuat anak emosional. mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan
sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak.
Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu
tinggi, atau penderita terlambat makan. atau bisa juga karena latihan fisik yang
berlebihan

2. Koma Diabetik Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu
tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:

Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar) Minum
banyak, kencing banyak Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe
1 yang mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin.
Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin. Penatalaksanaan DM tipe
menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu:

1. Fase akut/ketoasidosis

Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki

keseimbangan asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin

2. Fase subakut/ transisi


32
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll. stabilisasi penyakit
dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM keluarga
mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa
darah, urin. pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan
jasmani.

3. Fase pemeliharaan

Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam
batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi Untuk itu WHO mengemukakan
beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1,
diantaranya:

I. Bebas dari gejala penyakit

2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya

3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu

diusahakan supaya anak-anak:diusahakan supaya anak-anak:

1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal

2. Mengalami perkembangan emosional yang normal

3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah

serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia

4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi

dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada

5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh


lingkungan

33
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus
dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya. Diabetes Mellitus jika tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama
semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:

a Pemberian insulin Diabetes tipe I mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak
dapat memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk:

1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Indikasi pengobatan dengan insulin adalah:

a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)

dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.

b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan dieT


(perencanaan makanan). DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosif

maksimal.Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama


bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa.
Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah
makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan

glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen
menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam
kadar yang normalStruktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencemaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/se),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/m), atau suntukan ke dalam pembuluh vena
34
(intravena iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin
pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut
yakni :

1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)

2.Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)

3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

4. Mixed Insulin

5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)

6.Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

b Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik

yaitu:

1) Karbohidrat sebanyak

2) Protein sebanyak

3) Lemak sebanyak

60-70%

10-15%

20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah

kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:

1) Berat badan kurang=< 90% dari BB Ideal


35
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

3) Berat badan lebih 110-120% dari BB Ideal

4) Gemuk => 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu
untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian

36
didapatkan dibandingkan dengan kriteria hasil yang ditetapkan
bahwa masalah sudah tercapai yaitu makan sudah habis ½ porsi
yang disediakan di rumah sakit. Maka rencana tindakan
keperawatan yang ditetapkan teratasi dan rencana yang perlu
dilanjutkan adalah kolaborasi dengan ahligizi.
F. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Pada diagnosa ketiga berdasarkan evaluasi pada tanggal 10
Mei 2012, setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24
jam, hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan ini adalah
pasien belum mampu beraktifitas sendiri. Data yang
didapatkan dibandingkan dengan kriteria hasil yang
ditetapkan masih ada yang belum tercapai yaitu
kemampuan beraktifitas pasien belum mandiri, sehingga
dapat dia analisa bahwa masalah aktifitas belum tercapai.
Maka rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan
masih perlu ditindak lanjuti oleh penulis dengan
mendelegasikannya dengan perawat ruang sofa bahwa agar
masalah yang ada pada pasien dapat teratasi sepenuhnya,
dan rencana yang perlu dilanjutkan adalah membantu
aktifitas secara bertahap, dekatkan barang – barang yang
dibutuhkan, dan mengkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat sesuai dengan terapi perbedaan utama
antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita
anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak
insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian
injeksi insulin. Penatalaksanaan DM tipe menurut Sperling
dibagi dalam 3 fase yaitu:

1. Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan,
memperbaikikeseimbangan asam basa, elektrolit dan
pemakaian insulin
37
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi,
dll. stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan
penyuluhan kepada penyandang DM keluarga mengenai
pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin. pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan
status metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya
komplikasi Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran
yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe
1, diantaranya:
I. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
4.Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam
penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-
anak:diusahakan supaya anak-anak:
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar
glukosa darah serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala
hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu
berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM,
keluarga, maupun oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang
DM untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia
dan intelegensinya. Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan
kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan
38
diuraikan sebagai berikut:
a Pemberian insulin Diabetes tipe I mutlak membutuhkan
insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon
insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi.
Tujuan terapi insulin ini terutama untuk:
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal
atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis
pada diabetes.
G. Indikasi pengobatan dengan insulin adalah:
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk
kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).DM yang tidak berhasil
dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa
terutama bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan
lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus menerus
pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak.
Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu
penimbunan
glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati
akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah
sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang
normal
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses
pencemaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet
atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui
suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/se), suntikan
ke dalam otot (intramuscular/m), atau suntukan ke dalam
pembuluh vena (intravena iv). Ada pula yang dipakai secara
terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem
39
tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama


kerja insulin tersebut yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)

2.Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)


3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
b Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang
sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu:
1) Karbohidrat sebanyak
2) Protein sebanyak
3) Lemak sebanyak
60-70%
10-15%
20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan
klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca
yaitu Barat Badan Ideal (TB-100)-10%, sehinggamdidapatkan:
1) Berat badan kurang=< 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk => 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali
kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan
wanita 25 kkal/kg BB, kemudian [11.43, 1/11/2022] +62 819-
5818-4317: ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30%
untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi,
40
kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai
dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15% diantaranya.
Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang di sesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh
olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30
menit,olahraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah
raga berat joging.
Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien
diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan
dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan
perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare& Suzanne,2002).
Asuhan Keperawatan
Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes
mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi: biodata,
keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari. fisik, pola kegiatan sehari-hari. Merupakan identitas klien meliputi:
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin,
umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
41
keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk
masuk RS
Data Subjektif yg mungkin timbul :
1. Klien mengeluh sering kesemutan. Klien mengeluh sering
kesemutan.

2. Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari.


3. Klien mengeluh sering merasa haus.
4. Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan
(polifagia)
5. Klien mengeluh merasa lemah.
6. Klien mengeluh pandangannya kabur Klien mengeluh
pandangannya kabur.
Data Objektif:
1. Klien tampak lemas.
2. Terjadi penurunan berat badan
3. Tonus otot menurun
4. Terjadi atropi otot
5. Kulit dan membrane mukosa tampak kering
6. Tampak adanya luka ganggren
c. Keadaan Umum
7. Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan,
tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal
klien. dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang
berbeda, kaji tekanan nadi, dan Tekanan darah: sebaiknya
diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis. Biasanya pada DM type1. klien
cenderung memiliki TD yang meningkat/tinggi/ hipertensi.
42
1. Pulse rate
2. Respiratory rate
3. Suhu Suhu

E. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :


1. Inspeksi kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak
adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan
cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, nopati, kekaburan
pandangan.
2. Palpasi kulit teraba kering, tonus otot menuru. Palpasi : kulit
teraba kering, tonus otot menurun.
3. Auskultasi adanya peningkatan tekanan darah. Auskultasi :
adanya peningkatan tekanan darah.
Pemeriksaan penunjang :
1. Glukosa darah meningkat 200-100mg/dL Glukosa darah
meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari
330 mOsm/1
5. Natrium mungkin normal, meingkat, atau menurun
6. Kalsium: normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler), selanjutnya akan menurun
7. Fosfor: lebih sering menurun
8. Hemoglobin glikosilat: kadarnyameningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKAdengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis,
ISK baru)
9. Gas Darah Arteri: Gas Darah Arteri biasanya menunjukkan
biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
43
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
10. Trombosit darah Ht mungkin meningkat (dehidrasi);
leukositosis: hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap
stress atau infeksi.
11. Ureum / kreatinin mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
12. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya. pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
13. Insulin darah: mungkin menurun/ atau bahkan sampai tidak
ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang, sekunder terhadap pembentukan antibody
(autoantibody).
14. Pemeriksaan fungsi tiroid peningkatan aktivitas hormone
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.
15. Urine gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
16. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita seperti penyakit klien
2. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum
obatnya, apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Hal-hal yangbiasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes


mellitus:
1. aktivitas/istirahat
44
Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun
2. sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
3. Integritas ego
stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare Perubahan pola
berkemih (poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan/Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / Batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Masalah keperawatan dari kajian 13 domain
a. Mk: resiko ketidakseimbangan kadar gula darah Domain 2 & kelas 4
b. Mk kelelahan Domain 4 & kelas 1
c. Ketidakseimbangan nutrisi Domain 2 & kelas 1
d. Resiko infeksi
Domain 11 & kelas 1
e. Resiko cidera
Domain 11 & kelas 2

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

45
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan penyakit diabetes
mellitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengansering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor
biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun
walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak
pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat tidak
adekuat (penurunan fungsi limfosit).
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
4. RENCANA KEPERAWATAN
a. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit
melitus. Intervensi :
1. Monitor kadar gula darah
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Berikan terapi insulin sesuai program kepada pasien dan keluarga
mengenai pencegahan dan pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan
hipoglikemia dan managemen hiperglikemia dan tanda hiperglikemia
5. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap dietnya
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi /tidak bergairah.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
3. Monitor TTV
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena factor biologi
(defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasienmenurun
walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak
46
pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl. Intervensi :
1. monitor berat badan tiap hari
2. ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan
3. berikan terapi insulin sesuai dengan program
4. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
5. libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit). Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
4. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
e. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori. Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
3. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
5. IMPLEMETASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan intervensi.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan
kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
6.EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan
kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2001)
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah:
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
47
pengobatan

48
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. d. (2011). Gizi Seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIABETES


MELITUS JUVENILE Diakses Oktober 14, 2021.

https://pdfcoffee.com/askep-pada-anak diabetes-melitus-juvenile-pdf-free.html. Depras,


Anggia. 2020, LP Thypoid pada Anak. 13 Januari. Diakses Oktober 16, 2021.

https://id.scribd.com/document/442769552/LP-Thypoid-pada-anak-docx. Handoko,
Yayan Priyo, 2019. Makalah Penilaian Status Gizi, 19 September. Diakses

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNL

PPNI. Tim Pokja SIKI DPP 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNL

49

Anda mungkin juga menyukai