Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

DI PUSKESMAS RAMPAL CELAKET KOTA MALANG

Disusun Oleh Kelompok 1

Ainaya Maftukhatun Nabila P17110174070


Allis Martayanti Kornasa P17110183075
Citra Diana Dwi Hapsari P17110183080
Desi Catur Kurnia P17110184101
Erlina Oktavianti P17110184116
Faza Anggraeni P17110184106
Karina Putri Pertiwi P17110184122
Mellisa Try Andariza P17110184106
Puji Rahayu Eka Ningrum P17110183070
Ressa Febriana P17110184106
Varadinda Tami Widijayanti P17110174090
Vivi Widya Kusuma P17110184127
Wanda Athifah Azza P17110184111

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI DIII GIZI
NOVEMBER 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia.
Antropometri dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran yang sering
digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuh lainnya seperti
lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah, lingkar pinggang, lingkar pinggul dll. (Sandjaja
dkk,2010)
Sedangkan Status gizi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat
yang menggambarkan keseimbangan antara keperluan dan pasokan gizi yang diperoleh. Pada
masa bayi dan balita, kekurangan gizi berkaitan dengan gangguan intelektual, sehingga hal ini
merupakan salah satu masalah yang sangat serius. Masa balita merupakan proses pertumbuhan
yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya.
Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik serta proses
pertumbuhannya tidak terhambat, karena anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan
golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada balita, kekurangan gizi akan
menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini
dapat berlanjut hingga dewasa.
Kekurangan energi protein (KEP) merupakan suatu akibat dari kurang terpenuhinya zat
gizi yang diperlukan dalam tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
konsumsi makanan yang kurang memberikan zat gizi yang cukup. Selain itu kurangnya gizi
balita sangat tergantung pada pemberian air susu ibu, masa penyapihan dan pemberian
makanan tambahan. KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada
balita di Indonesia maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap
pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain itu juga
dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian.
Dewasa ini telah digunakan beberapa metode untuk menilai status gizi pada balita.
Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalam ilmu gizi adalah untuk. mengetahui
status gizi yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan masyarakat. Penilaian Status Gizi
(PSG) adalah interpretasi dari data yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode
untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko dengan status gizi kurang/ gizi
buruk.
Dalam Praktikum kali ini, kami melakukan penilaian status gizi Dengan menggunakan
pengukuran antropometri terhadap beberapa responden berdasarkan kelompok umur yaitu bayi,
balita, anak sekolah, wanita usia subur dan lansia. Harapan kami setelah dilaksanakannya
praktikum ini, mahasiswa diploma gizi khusus nya kelas D3 2B dapat dan mampu melakukan
pengukuran antropometri secara nyata di lapangan.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari praktikum ini adalah mampu melakukan pengukuran ssecara
perseorangan pengkuran antropometri dan penyuluhan terhadap responden.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari percobaan ini :
a. Dapat melakukan pengukuran dacin secara perseorangan
b. Dapat melakukan pengukuran menggunakan baby scale dan panjang badan secara
perseorangan
c. Dapat melakukan menggunakan microtoice secara perseorangan
d. Dapat melakukan pengukuran menggunakan timbangan injak secara perseorangan
e. Dapat melakukan pengukuran menggunakan Metlin dan pita Lila secara
perseorangan
f. Dapat melakukan penyuluhan dengan baik terhadap responden
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering dilakukan adalah antropometri
gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan
metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Konsep pertumbuhan dan
perkembangan digunakan sebagai dasar antropometri gizi. Kedua istilah ini mempunyai
pengertian yang berbeda. Pertumbuhan lebih menekankan pada fisik, sedangkan perkembangan
lebih menekankan pada mental dan kejiwaan seseorang. Pada anak yang sehat biasanya kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan beriringan secara paralel.

2.1 Antropometri
2.1.1 Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros yang berarti tubuh dan ukuran. Jadi,
antropometri berarti ukuran tubuh. Sedamgkan menurut Jelliffe (1966) menyatakan, “nutritional
anthropometry is measurement of the variations of the physical dimensions and gross compotition
of the human body at different age levels and degree of nutrition”. Dari definisi tersebut dapat
ditarik pengertian bahwa antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh daan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.

2.1.2 Keunggulan Antropometri


a. Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan ada jumlah sampel yang besar.
b. Relative tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah
dilatih untuk melakukan antropometri. Contohnya adalah kader pada posyandu.
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat didaerah setempat.
d. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau.
f. Umumnya dapat mendeteksi status gizi seseorang karena sudah terdapat ambang batas yang
jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
h. Metode antropometri dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap
gizi.
2.1.3 Kelemahan Antropometri
a. Tidak sensitive, atau tidak dapat mendeteksi statuss gizi dalam waktu yang singkat. Selain
itu juga tidak dapat mendeteksi kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetic, dan penurunan penggunaan energy) dapat
menurunkan spesifisitas dan sensitivotas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akuransi, dan
validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena:
a) Pengukuran
b) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
c) Analisis dan asumsi yang keliru
e. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan:
a) Latihan petugas yang tidak cukup.
b) Kesalahan alat atau alat yang tidak ditera.
c) Kesuitan pengukuran.

2.1.4 Jenis Parameter Antropometri


Antropometri sebagai indicator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter.
Berikut akan diuraikan beberapa parameter yang digunakan.
A. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur
akan menyebabkan kesalahan interpretasi status gizi. Hasil pengukuran berat badan dan
tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti jika disertai dengan penentuan umur yang
tepat.
Batasan umur yang digunakan adalah umur penuh (complete year) dan untuk anak
umur 0-2 tahun digunakan umur bulan penuh (complete mounth). Contoh anak umur 7
tahun 11 bulan dihitung umur 7 tahun

B. Berat badan
Berat badan merupakan pnegukuran antropometri terpenting dan paling sering
digunakan. Berat badan digunakan untuk mendeteeksi apakah bayi tersebut BBLR atau
lahir normal. Dikatakan BBLR apabila berat badan bayi baru lahir kurang dari 2.500 gram
atau dibawah 2.5 kg. Pada massa bayi balita, berat bdan dapt digunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik dan status gizi, kecuali terddapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites,
edema, adanya tumor, dan lain-lain. Berat badan merupakan parameter antropometri pilihan
utama karena berbagai perhitungan antara lain:
a) Parameter paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena
perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
b) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan jika dilakukann secara periodic
memberikan gambaran yang baik mengenai pertumbuhan.
c) Merupakan ukuran antropometri yang sudah digunakan secara umum dan luas di
Indonesia.
d) Ketelitiannya tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan.
e) KMS yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan monitoring
kesehatan anak juga menggunakan berat badan sebagai dasar pengisiannya.
Penimbangan bayi biasanya digunakan alat yang bernama baby scale. Baby scale adalah
alat untuk menimbang berat badan bayi usia 0-12 bulan yang bertujuan mengetahui status
gizi. Timbangan ini memiliki kapasitas 20 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Skala yang
digunakan adalah kg dan lb. Untuk menggunakan baby scale, bayi di letakkan di bagian
atas dengan diberi alas kain tipis. Sebelum ditimbang, baby scale terlebih dahulu di nolkan
dengan menggeser jarum di bagian belakang alat. Selain itu, baby scale memiliki dua jarum
yaitu merah dan biru. Jarum bewarna merah digunakan untuk membaca hasil penimbangan
dengan skala kecil yaitu 0-10 kg. Sedangkan, jarum bewarna biru untuk hasil penimbangan
dengan skala besar yaitu 10-20 kg. Pada saat penimbangan, diupayakan ibu melihat
bayinya. Jika kaki sudah melebihi panjang atau tempat baby scale maka bayi harus
dipindahkan ketimbangan dacin dan timbangan injak.
Cara menimbang balita yang dianjurkan adalah dacin. Dacin yang digunakan
sebaiknya memiliki kapasitas ukur 20 kg dan maksimal 25 kg. Alat lain yang digunakan
adalah kantong timbang, tali yang kuat untuk menyangga dacin atau kaki tiga, atau dahan
podon yang kuat dan lain-lain. Cara menimbang/mengukur berat badan dengan
menggunakan dacin adalah:
a. Gantungkan dacin pada dahan pohon/palang rumah/penyangga kaki tiga.
b. Periksa apakah dacin sudah terpasang kuat-kuat.
c. Sebelum dipakai letakkan bandul gesr pada angka nol. Batang dacin dikaitkan
dengan tali pengaman.
d. Pasanglah celana timbang/kotak timbang/sarung timbang.
e. Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang/kotak timbang/sarung
timbang dengan cara memasukkan passir kedalam kantong plastic dan diletakkan
pada ujung dacin hingga seimbang.
f. Anak ditimbang dan seimbangkan dacin.
g. Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser.
h. Catat hasil penimbangan tersebut pada kertas yang telah ditentukan.
i. Geser bandul keangka nol, letakkan batang dacin dalam tali pengaman, lalu balita
dapat diturunkan.

C. Tinggi Badan
a) Pengukuran dengan mikrotoa
Microtoa adalah alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan. Panjang standar
mikrotoa adalah 200 cm. Pengukuran dengan mikrotoa ini dilakukan dari telapak kaki
sampai ujung puncak kepala yang menempel di dinding bata. Hal-hal yang harus
diperhatikan ketika mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa adalah mikrotoa
harus dipasang lurus dan dipaku dengan kuat pada tembok agar tidak melenceng pada
saat pengukuran. Dan pada saat pengukuran, posisi anak harus sejajar dengan mikrotoa.
Sedangkan untuk pengukur, ketika melihat mikrotoa harus sejajar dengan angka yang
terdapat dalam mikrotoa.
Cara mengukurnya adalah:
1) Tempelkan mikrotoa dengan paku pada dinding yang lurus dan datar setinggi
2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar dan rata.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Responden harus berdiri tegak seperti sikap sempurna dalam baris berbaris,
kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding dengan muka mebghadap lurus ke depan.
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat dengan kepala bagian atas, siku-siku harus
menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang tampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.
Angka tersebut menunjukkan tinggi badan orang yang diukur.

b) Pengukuran dengan pengukur panjang bayi


Untuk bayi dan anak yang belum bisa berdiri, digunakan alat pengukuran panjang
bayi. Cara mengukurnya yaitu:
1) Alat pengukur diletakkan di meja atau tempat yang datar.
2) Bayi ditidurkan lurus ddi dalam alat pengukur, kepala diletakkan hati-hati
sampai menyinggung bagian atas alat pengukur.
3) Bagian alat pengukur sebelah bawah kaki digeser sehingga tepat menyinggung
telapak kaki bayi, dan skala pada sisi alat pengukur dapat dibaca.

c) Pengukuran tinggi badan anak baru masuk sekolah


Ketelitian pengukuran tinggi badan sangat penting. Kesalahan pengukuran dapat
memberikan kesimpulan dan interpretasi yang salah. Untuk menghindari kesalahan
pengukuran, petunjuk berikut ini harus dilakukan dengan seksama. Alat ukur tinggi
badan menggunakan pita meteran dan segitiga siku-siku yang tersedia.
Cara mengukurr tinggi badan anak:
Posisi anak:
1) Sewaktu diukur anak tidak boleh menggunakan alas kaki dan penutup kepala.
2) Anak berdiri membelakangi dinding dengan pita meteran berada ditengah
bagian kepala.
3) Posisi anak tegak bebas dan menghadap lurus kedepan.
4) Tangan dibiarkan menggantung bebas menempel ke badan.
5) Tumit rapat tetapi ibu jari tidak rapat.
6) Kepala, tulang belikat, pinggul, dan tumit menempel di dinding.

D. Lingkar Lengan Atas/LiLA


Pengukuran LiLA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko kekurangan energy
protein wanita usia subur (WUS). Pengukuran LiLA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Beberapa tujuan pengukuran LiLA
adalah mencakup masalah wanita usia subur baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat
umum, dan peran petugas lintas sektoral. Tujuan tersebut antara lain:
a) Mengetahui resiko kekurangan energy kronis (KEK) pada wanita usia subur baik
ibu hamil maupun calon ibu untuk menapis wanita yang mempunyai resiko
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
b) Meningkatkan perhatian dan kesadaran amsyarakat untuk mencegah dan
menanggulangi KEK.
c) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita kek.
e) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yng menderita
KEK.
Ambang batass LiLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila
ukuran LiLA kurang dari 23.5 cm atau berada pada bagian merah pita LiLA, artinya wanita
tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan bayi berat badan lahir
rendah (BBLR). Bayi berat lahir rendah memiliki resiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Pengukuran LiLA dilakukan melauli
urut-urutan yang telah ditetapkan yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku.
2) Letakkan pita antara bahu dan siku.
3) Tentukan titik tengah lengan.
4) Lingkarkan pita LiLA pada titik tengah lengan.
5) Pita jangan terlalu ketat.
6) Pita jangan terlalu longgar.
7) Cara pembacaan skala yang benar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran LiLA adalah penggunaan tangan
kiri (jika orang kidal maka yang diukur adalah tangan kanan).

E. Lingkar Kepala
Pengukuran lingkar kepala dilakukan guna memeriksa keadaan patologi dari
besarnya kepala atau peningkatan besarnya ukuran kepala atau peningkatan ukuran kepala.
Contoh keadaan kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefagus). Lingkar
kepala berhubungan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat
selama tahub pertama. Akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarjan keadaan
kesehatan dan gizi. Alat yang sering digunakan untuk mengukur lingkar kepala dibuat dari
serat kaca (fiberglass) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel dan tidak mudah patah.
Hasil ukur sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal. Caranya dengan melingkarkan pita pada
kepala.

2.1.5 Indeks Antropometri


Parameter antropometri merupakan dassar penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa
parameter antropometri disebut indeks antropometri. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak, telah ditentukan ambang batas dari berbagai indeks untuk menentukan status
gizi. Katagori ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Perbedaan menggunakan indeks tersebut akan memberikan gambaran prvalensi status gizi yang
berbeda.

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)


Berat bdan adalah salah satu parameter yang memberikan gambran massa tubuh.
Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak misalnya
terserang penyakit infeksi, penurunan napsu makan, ayau jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang ssangat labil.
Dalam keadaan normal, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, indeks berat badan menurut umur digunakan
sebagai salah satu cara untuk mengetahui status gizi seseorang saat ini. Indeks berat badan
menurut umur (BB/U) memiliki beberapa kelebihan antara lain:
a. Lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
b. Baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis.
c. Dapat berfluktuasi.
d. Sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan kecil.
e. Dapat mendeteksi kegemukan.
Selain kelebihan, indeks BB/U juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:
a. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru jika terdapat edema atau
acites.
b. Di daerah perdesaan masih yang masih terpencil dan traddisional, umur sering
sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang masih belum baik.
c. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak di bawah usia 5 tahun.
d. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau
gerakan anak saat penimbangan.
e. Secara opsional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya
setempat.

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)


Pada keaadan normal, tinggi badan tubuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi
dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam
waktu yang relative lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, indeks antropometri ini
menggambarkan status gizi masa lampau. Keuntungan indeks TB/U yaitu baik digunakan
untuk mengukur status gizi masa lampau dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah,
dan mudah dibawa. Sedangkan untuk kelemahan indeks TB/U adalah:
a. Tinggi badan tidak cepat naik, bahakan tidak mungkin turun.
b. Pengukuran relative sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya.
c. Ketepatan umur sulit didapatkan.
3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubugan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Indeks ini digunakan untuk mengukur satus gizi masa kini. Adapun
keuntungan menggunakan indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur dan dapat
membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus). Sedangkan kelemahan
menggunkan indeks ini adalah:
a. Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, atau tidak karena
tidak mempertimbangkan umur.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mengukur panjang/tinggi bdan balita.
c. Membutuhkan dua macam alat ukur.
d. Pengukurannya relative lebih lama.
e. Membutuhkan beberapa orang untuk melakukannya.
f. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukurannya.

4. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LiLA/U)


Indeks lingkar lengan atas menurut umur digunakan untuk mengethui status gizi
masa kini. Perkembangan lingkar lengan atass hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan
(5.4 cm), sedangkan perkembangan pada usia 2 smapai 5 tahun relative kecil yakni sekitar
1.5 cm pertahun dan kurang sensitive untuk usia selanjutnya (Jelliffe, 1966).
Lingkar lengan atas sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak. Pada usia 2 sampai
5 tahun perubahannya tidak nampak secara nyata karena itu lingkar lengan atas digunakan
untuk tujuan skrining individu, tetapi dapat juga digunakan untuk menentukan status gizi
seseorang.
Penggunaan lingkar lengan atass sebagai indicator status gizi, selain digunakan
secara tunggal, juga dalam bentuk kombinassi dengan parameter lain yaitu LiLA/U dan
LiLA/TB juga sering disebut quack stick.
Ada beberapa keuntungan LiLA/U, yaitu:
a. Indicator yang baik untuk menentukan KEP berat.
b. Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri.
c. Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat kadar gizi sehingga dapt
digunakan untuk orang yang tidak dapat membaca dan menulis.
Adapun kelemahan dari LiLA/U, adalah:
a. Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat.
b. Sulit menentukan ambang batas.
c. Sulit digunakan untuk mengetahui pertumbuhan anak.

5. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas)
merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu,
juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh sebab itu pemantauan keadaan tersebut
perlu dilakukan secra berkesinambungan. Salah satunya dengan mempertahankan berat
badan ideal/normal.
Penggunaan IMT hanya dapat berlaku pada orang dewasa berumur diatas 18 tahun.
IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Disamping itu, IMT tidak dapat digunakan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti
adanya edema, asites, dan hepatomegaly.
Rumus dari indeks massa tubuh/IMT sebagai berikut:

Ambang batas IMT di Indonesia akan disajikan pada Tabel 2.


Tabel 2. Katagori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

2.2 PENYULUHAN
2.2.1 PENGERTIAN PENYULUHAN
Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku dikalangan masyarakat agar mereka
tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi,
pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraannya (Subejo, 2010).
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat
(Public Health Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan
adanya pesan tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap
perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat
terhadap perubahan perilaku sasaran.

2.2.2 MEDIA PENYULUHAN


Media penyuluhan kesehatan adalah media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan kesehatan karena alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan
kesehatan bagi masyarakat yang dituju.
Menurut Notoatmodjo (2005), media penyuluhan didasarkan cara produksinya
dikelompokkan menjadi :

A. Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media cetak
terdiri dari :
1) Booklet atau brosur adalah suatu media untuk menyampaikan pesan kesehatan dan
bentuk buku, baik tulisan ataupun gambar. merupakan barang cetakan yang berisikan
gambar dan tulisan (lebih dominan) yang berupa buku kecil setebal 10-25 halaman,
dan paling banyak 50 halaman. Booklet ini dimaksudkan untuk memepengaruhi
pengetahuan dan keterampilan sasaran tetapi pada tahapan menilai, mencoba dan
menerapkan.

2) Leaflet atau folder adalah suatu bentuk penyampaian informasi melalui lembar yang
dilipat. Isi informasi dapat berupa kalimat maupun gambar. sama hal nya dengan
pamflet keduanya merupakan barang cetakan yang juga dibagi-bagikan kepada sasaran
penyuluhan. Bedanya adalah umumnya dibagikan langsung oleh penyuluh, leaflet
selembar kertas yang dilipat menjadi dua (4 halaman) sedangkan folder dilipat menjadi
3 (6 halaman ) atau lebih, leaflet dan folder lebih banyak berisikan tulisan daripada
gambarnya dan keduanya ditujukan kepada sasaran untuk emepengaruhi pengrtahuan
dan keterampilannya pada tahapan minat, menilai dan mencoba.
3) Selebaran adalah suatu bentuk informasi yang berupa kalimat maupun
kombinasi. Selebaran yaitu barang cetakan yang berupa selebar kertas bergambar atau
bertulisan yang dibagi-bagikan oleh penyuluh secara langsung kepada sasarannya,
disebarkan ke jalan raya atau disebarkan dari udara melalui pesawat terbang atau
helikopter. Alat peraga seperti ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran dan
minat sasarannya meskipun demikian, jika berisi informasi yang lebih lengkap dapat
dimanfaatkan oleh sasaran pada tahapan menilai dan mencoba.

4) Flip chart adalah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik berisi gambar dan dibaliknya berisi pesan yang berkaitan dengan gambar
tersebut. adalah sekumpulan poster selebar kertas karton yang digabungkan menjadi
satu. Masing-masing berisikan pesan terpisah yang jika digabungkan akan merupakan
satu kesataun yang tidak terpisahkan yang ingin disampaikan secara utuh. Flipcard
dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap, penegtahuan atau keterampilan. Akan tetapi,
karena biasa digunakan dalam pertemuan kelompok, alat peraga ini lebih efektif dan
efisien untuk disediakan bagi sasaran pada tahapan minat, menilai, mencoba.

5) Rubrik atau tulisan pada surat kabar mengenai bahasan suatu masalah kesehatan.

6) Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan kesehatan yang biasanya ditempel di
tempat umum. merupakan barang cetakan yang ukurannya relatif besar untuk ditempel
atau direntangkan di pinggir jalan. Berbeda dengan placard yang banyak berisiskan
tulisan, poster justru lebih banyak berisi gambar. Keduanya dimaksudkan untuk
mempengaruhi perasaan/sikap dan pengalaman pada tahapan sadar dan minat.

7) Foto yang mengungkap informasi kesehatan yang berfungsi untuk member informasi
dan menghibur. merupakan alat peraga yang dimaksudkan untuk mengenalkan inovasi
atau menunjukkan bukti-bukti keberhasilan/keunggulan satu inovasi yang ditawarkan.
Photo ini dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan pengetahuan sasaran pada
tahapan sadar, minat, menilai.
B. Media Elektronik yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar
dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika.adapun macam media
elektronik :
1) Televisi
2) Radio
3) Video
4) Slide
5) Film

C. Luar ruangan yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruangan secara umum
melalui media cetak dan elektronika secara statis, misalnya :
1) Pameran
2) Banner
3) TV Layar Lebar
4) Panduk
5) Papan Reklame

2.2.3 METODE PENYULUHAN


Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah
(Notoatmodjo, 2002 ) :
a) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau
pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang
kesehatan.
b) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik
pembicaraan diantara 5 – 20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang
telah ditunjuk.
c) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota mengusulkan
semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing – masing peserta,
dan evaluasi atas pendapat – pendapat tadi dilakukan kemudian.
d) Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta
tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.
e) Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa
diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai sebagai bahan
pemikiran oleh kelompok.
f) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu
hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara
melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini
digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

g) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik
yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
h) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu
masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran antropometri dilakukan di beberapa posyandu dalam wilayah kerja Puskesmas


Rampal Celaket. Pengukuran Antropometri dilakukan pada bayi, balita, wanita usia subur, lansia,
dan anak sekolah. Untuk pengukuran bayi, balita, wanita usia subur dan lansia dilakukan di
posyandu sedangkan untuk pengukuran antropometri anak sekolah dilakukan dengan mendatangi
sekolah responden. Terdapat 34 bayi yang menjadi responden yang ditimbang meggunakan baby
scale , sementara pengukuran panjang badan dengan menggunakan infantometer. Dari pengukuran
antropometri, dapat diketahui status gizi bayi berdasarkan berat badan menurut umur, panjang
badan menurut umur dan berat badan menurut panjang badan. Status gizi responden bayi
berdasarkan berat badan menurut umur disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Responden Bayi berdasarkan Berat Badan menurut Umur

Jumlah
No Status Gizi
n %

1. Gizi Buruk 0 0

2. Gizi Kurang 2 6,06

3. Gizi Baik 30 90,91

4. Gizi Lebih 1 3,03

Total 33 100

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa berat badan bayi menurut umur rata-rata memiliki status
gizi baik(90,91%) dari total 34 responden, dua diantaranya memiliki status gizi kurang( 6,06%),
dan sisanya memiliki status gizi lebih(3,03%) sebanyak 1 orang. Hal ini menunjukkan bahwa bayi
pada beberapa Posyandu dalam wilayah kerja Puskesmas Rampal Celaket mayoritas memiliki
status gizi baik berdasarkan berat badan menurut umur. Sedangkan status gizi responden bayi
berdasarkan panjang badan menurut umur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden Bayi berdasarkan Panjang Badan menurut Umur

Jumlah
No Status Gizi
n %

1. Sangat Pendek 1 3,03

2. Pendek 0 0

3. Normal 31 93,94

4. Tinggi 1 3,03

Total 33 100

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa tinggi badan menurut umur rata-rata responden bayi
normal (93,94%) dari total 34 responden, satu diantaranya sangat pendek( 3,03%), dan sisanya
tinggi(3,03%) sebanyak 1 orang. Hal ini menunjukkan bahwa bayi pada beberapa Posyandu dalam
wilayah kerja Puskesmas Rampal Celaket mayoritas memiliki tinggi badan normal. Untuk status
gizi responden bayi berdasarkan berat badan menurut panjang badan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Responden Bayi berdasarkan Berat Badan menurut Panjang Badan

Jumlah
No Status Gizi
n %

1. Sangat Kurus 0 0

2. Kurus 1 3,03

3. Normal 32 96,97

4. Gemuk 0 0

Total 33 100

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa berat badan menurut tinggi badan rata-rata responden bayi
normal(96,97%) sebanyak 32 bayi dari total 33responden, dan satu diantaranya kurus( 3,03%). Hal
ini menunjukkan bahwa bayi pada beberapa Posyandu dalam wilayah kerja Puskesmas Rampal
Celaket mayoritas dengan berat badan menurut tinggi badan cenderung memiliki status gizi
normal.

Sedangkan untuk status gizi balita, Status gizi balita dapat diukur berdasarkan indeks BB/U,
PB/U atau TB/U, dan BB/PB atau BB/TB. Berikut adalah persentase status gizi balita di wilyah

BB/U n % PB/U n % BB/PB n %


Buruk 4 3,64 Sangat Pendek 5 4,35 Sangat Kurus 1 0,93
Kurang 1 0,91 Pendek 16 13,91 Kurus 0 0,00
Baik 100 90,91 Normal 91 79,13 Normal 99 92,52
Lebih 5 4,55 Tinggi 3 2,61 Gemuk 7 6,54
Puskesmas Rampal Celaket Kota Malang.

Tabel 4. Persentase Katerogi Status Gizi Balita berdasarkan Indeks BB/U, PB/U atau TB/U,
dan BB/PB atau BB/TB Di Puskesmas Rampal Celaket

Pengambilan data pengukuran antopometri dilakukan dengan mengukur berat badan


menggunakan alat Dacin dan Tinggi badan mengunakan alat Microtoice dan Papan Pengukur
Panjang Badan. Responden yang diukur sebanyak 116 balita. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-
rata status gizi balita di Puskesmas Rampal Celaket berdasarkan indeks BB/U yaitu memiliki
kategori status gizi baik, berdasarkan indeks PB/U atau TB/U dalam kategori status gizi normal,
dan berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB menyatakan bahwa berkategori status gizi normal.
Status gizi balita baik dan normal disebabkan karena pola asuh yang tepat dalam keluarga dalam
menjaga asupan makanan untuk balita. Namun tempat tinggal juga mempengaruhi status gizi pada
balita. Perkotaan merupakan tempat yang mudah dalam mengakses semua kebutuhan yang di
perlukan untuk balita. Rata-rata orang yang bertempat tinggal diperkotaan merupakan orang yang
mampu dalam perekonomian. Namun masih saja ditemukan balita yang dalam kategori sangat
kurus dan buruk di wilayah perkotaan, hal tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya pola asuh
dan ekonomi yang rendah dalam artian masih ditemukan warga/masyarakat yang kurang mampu
di wilayah perkotaan.
Selain melakukan antropometri pada bayi dan balita, pengukuran juga dilakukan pada
wanita usia subur. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui lingkar lengan atas dengan
menggunakan pita LILA. Pengukuran dilakukan pada 47 responden dengan rentang usia mulai dari
14 – 45 tahun. Hasil pengukuran dan status gizi wanita usia subur disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Rata-rata Ukuran LILA pada Wanita Usia Subur Tidak Beresiko KEK
dan Wanita Usia Subur Beresiko KEK

Variabel Status Gizi Total


Kelompok Beresiko KEK Tidak Beresiko
Umur (Tahun) KEK
n % n % n %
15-24 1 50 7 15,5 8 17,02
25-34 1 50 26 57,7 27 57,4
35-45 0 0 12 26,6 12 25,5
Total 2 100 45 100 47 100

Berdasarkan tabel 5, jumlah Wanita Usia Subur yang tidak beresiko KEK lebih banyak
daripada Wanita Usia Subur Beresiko KEK dengan jumlah masing-masing yang tidak beresiko
KEK yaitu 7 orang untuk kelompok umur 15-24 tahun, 26 orang untuk kelompok 25-34 tahun,
dan 12 orang untuk kelompok umur 35-45 tahun. Sedangkan untuk Wanita Usia Subur Beresiko
KEK hanya berjumlah 2 dari keseluruhan 47 responden, masing-masing 1 orang untuk kelompok
umur 15-24 dan 25-34 tahun. Kategori responden WUS yang tidak beresiko KEK paling banyak
terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun dengan presentase sebesar 57,7%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kebanyakan responden sudah memiliki status gizi yang baik karena dari hasil
pengukuran diperoleh data ukuran LILA ≥23,5 dan Wanita Usia Subur lebih cenderung tidak
Beresiko KEK. LILA memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak
dibawah bawah kulit. Kejadian KEK dapat disebabkan karena kurangnya intake energy atau zat
gizi makro.

Menurut Supariasa, dkk (2014) apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, maka seorang wanita dikatakan beresiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan
bayi berat lahir rendah (BBLR). Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Maka dari itu
apabila LILA seorang wanita sebelum hamil kurang dari 23,5 maka sebaiknya kehamilan ditunfda
terlebih dahulu agar tidak melahirkan bayi BBLR (Kristiyanasari, 2010).
Pada tabel 4, WUS yang beresiko KEK hanya berjumlah 2 orang dan kebanyakan tidak
beresiko KEK, maka dapat disimpulkan bahwa status gizi WUS cenderung baik. Hal tersebut
dikarenakan pengetahuan tentang gizi dan pola makan yang baik. Menurut Djamilah (dalam
Pramata 2019), faktor pendidikan dapat mempengaruhi pola makan ibu hamil. Ibu hamil dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan memiliki pengetahuan atau informasi tentang gizi
yang lebih baik sehingga dapat memenuhi asupan gizinya. Pemilihan makanan dan kebiasaan diet
dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap makanan dan praktek/perilaku pengetahuan tentang
gizi melandasi pemilihan makanan. Maka dari itu Ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi yang
baik akan cenderung tidak beresiko KEK.

Pengukuran antropometri juga dilakukan pada lansia. Pengukuran berat badan dilakukan
menggunakan timbangan injak. Di beberapa posyandu pengukuran dilakukan menggunakan
timbangan detecto. Sedangkan untuk tinggi badan , pengukuran dilakukan dengan menggunakan
mikrotois/mikrotoa. Dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan responden, dapat
diketahui indeks massa tubuh untuk menentukan status gizi responden. Distribusi status gizi
responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Status Gizi Lansia berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Status Gizi Jumlah


N %
Kurus 2 2,29
Normal 31 35,63
Gemuk 45 51,72
Total responden 87

Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih banyak lansia yang memiliki status gizi gemuk (51,72%)
dibandingkan dengan lansia status gizi normal (35,63%) dan kurus(2,29%). Hal ini disebabkan
oleh penurunan aktifitas yang tidak diikuti perubahan pola makan juga metabolism tubuh lansia
yang semakin menurun.

Selain melakukan pengukuran pada bayi, balita, wanita usia subur, dan lansia. Pengukuran
juga dilakukan pada Anak sekolah. Pengukuran dilakukan pada 25 responden dengan rentang usia
8-10 tahun. Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan injak. Sedangkan untuk
pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan mikrotoa. Pemantauan status gizi pada
anak sekolah penting dimulai pada saat anak baru masuk sekolah. Hal ini dapat menjadi deteksi
awal gangguan gizi pada anak usia sekolah. Faktor wilayah juga dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya perubahan pola konsumsi makanan. Masalah kesehatan banyak diderita oleh anak usia
sekolah, termasuk masalah status gizi. Distribusi status gizi responden berdasarkan indeks massa
tubuh menurut umur disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Status Gizi Anak Sekolah di SDN Rampal Celaket berdasarkan Indeks
Massa Tubuh menurut Umur

Kategori Status Jumlah X


Gizi
n %

Sangat Kurus 1 4 -3,05

Kurus 0 0 0

Normal 17 68 -0,73

Gemuk 3 12 1,32

Obesitas 4 16 4,16

Total 25 100

Tabel 7 Menunjukkan bahwa status gizi anak sekolah cenderung dalam kategori normal
yang didukung oleh BB/TB dan diolah menjadi IMT/U untuk memperoleh z-score sehingga dapat
dinyatakan status gizi anak tersebut, dalam tabel tersebut kelompok kategori normal didapatkan
68% dari total keseluruhan, sedangkan pada kelompok kurus didapatkan 0% dari total keseluruhan.
Hal ini menunjukkan bahwa Berat Badan dan Tinggi Badan mempengaruhi status gizi seseorang,
Salah satu cara untuk memperbaiki status gizi anak yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang
beragam serta membiasakan konsumsi jajanan yang sehat.

Menurut data WHO (2014) , sebanyak 51 juta anak di seluruh dunia berada pada status gizi
kurus, sebanyak 161 juta mengalami pendek dan 42 juta mengalami kasus kegemukan dan
Obesitas. Menurut (Victora, 2008) Kurang gizi pada masa balita maupun anak sekolah akan
berdampak pada kondisi kesehatan saat dewasa. Anak-anak yang kurang gizi tersebut akan
menunjukkan fenomena peningkatan kadar gula, tekanan darah, dan kolesterol saat dewasa. Hal
ini disebabkan adanya gangguan metabolisme yang kronis dan berlanjut pada saat dia dewasa.
Selain melakukan pengukuran antropometri, kami juga melakukan penyuluhan di beberapa
posyandu. Posyandu pertama dilakukan pada tanggal 19 oktober 2019 Posyandu Mekarsari
Samaan. Penyuluhan dengan materi Junk Food dengan sasaran ibu balita disampaikan oleh Ressa
Febriana dan Vivi Widya Kusuma. Penyuluhan dilakukan dengan metode Ceramah dan Tanya
Jawab pada akhir penyuluhan. Lokasi penyuluhan cukup memadai, memudahkan kedua pihak baik
pemateri dan sasaran dalam berjalannya penyuluhan. Kegiatan dihadiri oleh 5 orang saja yaitu Ibu-
ibu balita. Materi yang disampaikan oleh pemateri diperhatikan baik, ibu balita memperhatikan
dari awal penyuluhan hingga selesai dan sangat responsif menanggapi pemateri. Pada akhir
penyuluhan tidak ada yang mengajukan pertanyaan sehingga dianggap bahwa sudah memahami
materi penyuluhan yang disampaikan. Sedangkan untuk saran posyandu, pada posyandu lansia
tidak ada microtoice untuk pengukuran tinggi badan, terdapat satu kesalahan yang dilakukan oleh
kader mengenai penghitungan lingkar perut lansia, kader kurang bisa membaca hasil pada
timbangan injak sedangkan pada posyandu bayi dan balita kebanyakan alat sudah baik, contohnya
dacin sudah diseimbangkan sebelum pelaksanaan posyandu dengan diberikan pemberat yang tidak
menggantung dan diberi tali pengaman juga, alat pengukuran lain juga dalam kondisi baik.
Kerjasama antara kader dengan mahasiswa terlaksana dengan baik, saling membantu dan
membenarkan.
Posyandu yang kedua dilakukan pada 21 oktober 2019 di Posyandu Apel Rw 02 Samaan.
Materi penyuluhan adalah MP-ASI dengan sasaran ibu bayi dilakukan oleh Puji Rahayu Eka
Ningrum dan Faza Anggraeni. Penyuluhan dilakukan dengan metode Ceramah dan Tanya Jawab
pada akhir penyuluhan. Lokasi penyuluhan kurang memadai, dikarenakan tempat yang begitu
sempit, jadi agak susah dan bingung karena terlalu banyak orang aka tetrapi sasaran sangat
memperhatikan penyuluhan. Kegiatan diikuti oleh 7 orang Ibu Balita. Sasaran memperhatikan
dengan baik, ikut merespon pemateri, dan aktif mengikuti arahan-arahan pemateri. Pada akhir
penyuluhan, banyak beberapa ibu-ibu memberikan pertanyaan untuk menanyakan lebih jelas dan
detail tentang MP-ASI dan aturan-aturannya. Dan dapat disimpulkan sasaran telah memahami isi
materi yang disampaikan. Pada posyandu lansia tidak terdapat microtoice untuk menghitung tinggi
badan, jadi hanya ada lingkar perut dan Berat badan saja. Sedangkan pada bayi dan balita dacin
tidak diseimbangkan pada saat diberikan celana timbang. Kader sangat menerima mahasiswa dan
saling mempercayai dan membantu.
Posyandu yang ketiga dilakukan pada tanggal 1 november di Posyandu Dahlia Rw 07
Klojen. Penyuluhan dengan materi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ditujukan untuk ibu balita dan
lansia disampaikan oleh Desi Catur Kurnia dan Wanda Athifah Azza. Penyuluhan dilakukan
dengan metode Ceramah dan Tanya Jawab pada akhir penyuluhan. Lokasi penyuluhan sangat
memadai, memudahkan bagi pemateri dalam penyampaian materi dan sasaran dalam
memperhatikan penyuluhan. Kegiatan diikuti oleh 5 orang gabungan dari ibu balita dan lansia.
Sasaran memperhatikan dengan baik, ikut merespon pemateri, dan aktif mengikuti arahan-arahan
pemateri. Pada akhir penyuluhan, tidak ada yang mengajukan pertanyaan maka disimpulkan
sasaran telah memahami isi materi yang disampaikan. Sedangkan untuk evaluasi pada posyandu
lansia tidak terdapat microtoice untuk menghitung tinggi badan, dacin belum diseimbangkan
sebelum kegiatan padahal sudah ada beban penyimbangnya, papan pengukur tinggi badan
disiapkan lebih baik dengan ditambah lembar kertas setinggi 10cm. Kader sangat menerima
mahasiswa dan saling mempercayai dan membantu.

Posyandu keempat dilakukan pada tanggal 4 november 2019 di Posyandu Poncowolo Rw


01 Klojen. Penyuluhan dengan materi Bahan Tambahan Pangan ditujukan untuk ibu balita
disampaikan oleh Ainaya Maftukhatun Nabila, Erlina Oktavianti, dan Karina Putri Pertiwi.
Penyuluhan dilakukan dengan metode Ceramah dan Tanya Jawab pada akhir penyuluhan. Lokasi
sangat memadai, luas dengan banyak kursi sehingga kegiatan berjalan lancar tidak mengganggu
kegiatan lain. Penyuluhan diikuti oleh 5 orang Ibu Balita yang memperhatikan dengan seksama.
Pemateri dengan mudah menyampaikan materi dengan pemberian contoh-contoh karena kondisi
yang sangat kondusif. Sasaran ikut menjawab pertanyaan-pertanyaan singkat yang disampaikan
pemateri. Pada akhir penyuluhan, tidak ada pertanyaan dari ibu ibu jadi disimpulkan ibu-ibu
memahami materi yang diberikan. Sarana dan alat-alat pada posyandu sudah baik, lengkap dan
sudah disiapkan sebelum kegiatan posyandu dilaksanakan. Kerjasama kader dengan mahasiswa
juga baik, saling membantu dan saling membenarkan.

Posyandu kelima dilakukan pada tanggal 11 november 2019 di Posyandu Kemuning Rw 02.
Penyuluhan dengan materi Kebiasaan Olahraga dengan sasaran lansia disampaikan oleh Allis
Martayanti dan Varadinda Tami. Penyuluhan dilakukan dengan metode Ceramah dan Tanya Jawab
pada akhir penyuluhan. Lokasi sangat memadai, luas dengan banyak kursi sehingga kegiatan
berjalan lancar tidak mengganggu kegiatan lain. Penyuluhan diikuti oleh 10 orang lansia yang
memperhatikan dengan seksama. Pemateri dengan mudah menyampaikan materi dengan
pemberian contoh-contoh karena kondisi yang sangat kondusif. Sasaran ikut menjawab
pertanyaan-pertanyaan singkat yang disampaikan pemateri. Pada akhir penyuluhan, ada satu orang
yang mengajukan pertanyaan. Sarana dan alat-alat pada posyandu sudah baik, lengkap dan sudah
disiapkan sebelum kegiatan posyandu dilaksanakan. Kerjasama kader dengan mahasiswa juga
baik, saling membantu dan saling membenarkan.
Posyandu yang terakhir dilakukan pada tanggal 12 november 2019 di Posyandu Belimbing
Rw 05 Samaan. Penyuluhan dengan materi Jajanan Sehat Untuk Anak Usia Sekolah ditujukan
untuk ibu balita disampaikan oleh Mellisa Try A, Citra Diana. Penyuluhan dilakukan dengan
metode Ceramah dan Tanya Jawab pada akhir penyuluhan. Lokasi sangat memadai, luas dengan
banyak kursi sehingga kegiatan berjalan lancar tidak mengganggu kegiatan lain. Penyuluhan
diikuti oleh 6 orang Ibu Balita yang memperhatikan dengan seksama. Pemateri dengan mudah
menyampaikan materi karena kondisi yang sangat kondusif. Pada akhir penyuluhan tidak ada yang
mengajukan pertanyaan sehingga dianggap bahwa sudah memahami materi penyuluhan yang
disampaikan. Sarana dan alat-alat pada posyandu sudah baik, lengkap dan sudah disiapkan sebelum
kegiatan posyandu dilaksanakan. Akan tetapi pada microtoice tidak ditempel dengan benar jadi
sempat menjatuhi kepala balita yang sedang melakukan pengukuran. Selebihnya alat-alat yang
tersedia sudah baik dan sesuai. Kerjasama kader dengan mahasiswa juga baik, saling membantu
dan saling membenarkan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengukuran antropometri didapatkan status gizi bayi laki-laki dan
perempuan rata-rata berada pada status gizi baik/normal, balita laki-laki dan perempuan
rata-rata berada pada status gizi baik/normal, anak usia sekolah laki-laki dan perempuan
rata-rata berada pada status gizi baik/normal, LILA WUS rata-rata di atas 23,5 sehingga
tidak beresiko KEK, dan lansia laki laki rata-rata berada pada status gizi baik/normal
sedangkan lansia perempuan pada status gizi baik/normal dan ada juga yang berada pada
status gizi gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat dan ringan) sehingga beresiko
terkena penyakit degeneratif.

4.2 Saran
4.3 Untuk kader
Dalam melakukan pengukuran antropometri, sebaiknya mendata sesuai dengan hasil
pengukuran yang ada.
4.4 Untuk posyandu
Lebih dilengkapi alat pengukuran antropomertri seperti mikrotoa, karena hampir setiap
posyandu belum terdapat fasilitas tersebut.
4.5 Untuk Puskesmas
Mempertahankan pelayanan yang sudah berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta
Jelliffe D, B. 1966. Assesment of The Nutritional Status of The Community. WHO. Geneva
Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan R1 Nomor: 1995/Menkes/XII/ 2010 tentang
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta
Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta : Nuha Medika
Pratama, Y., & Sandalayuk, M. 2019. Kurang Energi Kronis pada Wanita Usia Subur di Wilayah
Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Gorontalo Journal of Publich Health Vol. 2
April 2019
Puslitbang Gizi. 1980. Pedoman Ringkas Cara Pengukuran Antropometri dan Penentuan Gizi.
Bogor
Supariasa, dkk. 2016. Penilaian Status Gizi. Jakarta. EGC
Sundari L. 2016. MAKALAH PENYULUHAN KESEHATAN.
(http://keperawatanlenisundari.blogspot.com/ 2016/05/makalah-penyuluhan-
kesehatan.html.) Di akses 11 November 2019

Anda mungkin juga menyukai