Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

GIZI KURANG PADA BALITA

Oleh :
dr. Dinda

PUSKESMAS TASIKMADU
KABUPATEN KARANGANYAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
GIZI KURANG PADA BALITA

Disusun oleh :
dr. Dinda

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Dokter Pendamping Kepala Puskesmas Tasikmadu

dr. Okce Krisnawati dr. Ibnu Ridhwan


NIP. 19791005 200604 2 012 NIP. 1970125 200312 1 003

ii
DAFTAR ISI

Contents
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 6
2.1. Status Gizi ................................................................................................... 6
2.2. Kecukupan Gizi Balita .............................................................................. 11
2.3 Faktor Penyebab Masalah Gizi ................................................................. 14
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................. 18
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26
Lampiran ..................................................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu arah kebijakan perbaikan gizi sesuai Perpres No. 2 tahun 2015 tentang
RPJMN adalah peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan. Oleh karena
itu, dalam rangka mendapatkan informasi tentang permasalahan gizi di Indonesia baik melalui
data rutin maupun data survey maka diperlukan Pemantauan Status Gizi setiap tahun untuk
mengukur kinerja program gizi di tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat
kabupaten/kota.5
Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, yang sering diistilahkan sebagai periode
emas. Tahapan periode emas dimulai sejak di dalam kandungan ketika kehamilan memasuki
trimester ke-3 hingga usia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, perkembangan otak anak mencapai 50%
melonjak hingga 80% saat berumur 2 tahun. Pada umur 5 tahun perkembangan otak mencapai
90% dan ketika umur 10 tahun mencapai 100%. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada
masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal.
Tumbuh kembang optimal dapat dicapai dengan melakukan beberapa hal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan 4 hal
penting yang harus dilakukan yaitu; memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu
30 menit setelah bayi lahir, memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI
secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, memberikan makanan pendamping
air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan meneruskan pemberian
ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.5
Upaya pebaikan gizi masyarakat bertujuan ntk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar
gizi peningkatan akses dan mtu pelayanan gizi serta kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu
dan teknologi. Gizi yang baik merupakan landasan kesehatan, gizi mempengaruhi kekebalan
tubuh, kerentanan terhadap penyakit, serta pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental

4
gizi yang baik akan menurunkan kesakitan, kecacatan dan kematian sehingga meningkakan
kalitas sumber daya manusia.5
Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) bidang kesehatan 2010-
2014 telah ditetapkan salah satu sasaran pembangnan yang an dicapai adalah enurunkan
prevalensi gizi kurang menjadi setinggi tingginya 15% dan menurunkan prevalensi balita
pendek menjadi setinggi tinginya 2%. Untuk mencapai sasran rpjmn tersebut, dala rencana
aksi pembinaan gizi masyarakat telah ditetapkan 8 indikator kinerja , yaitu (1) balita
ditimbang berat badannya; (2) balita izi buruk mendapat perawatan; (3) balita 6-59 bulan
mendpat kapsul vitamin A ; (4) bayi usia 0-6 bulan mendapatkan asi eksklusif ;(5) ibu hamil
mendapatkan 90 tablet fe; (6) rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; (7)
kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi dan (8) penydiaan stok cadangan (buffer sock)
makanan pendaping air susu ibu (MP-ASI) unuk daerah bencana. Presentase anak dengan
alntrisi merupakan salah satu indikator MDGs dalam mencapai target dalam goal pertama.
Sedangkan presentase balita ditimbang berat badanya merupakan indikator renstra
kementerian kesehatan 2010-2014.5

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu
atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.10 Status gizi adalah keadaan
tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam
tubuh dan utilisasinya.9 Status gizi dapat ditentukan dengan cara penilaian langsung atau tidak
langsung, meliputi pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia dan
survey asupan makanan.1
Sedangkan menurut Almatsier status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat gizi
dan digunakan secara efesien maka akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin.2
Menurut Notoatmodjo kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit
kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling
baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi balita.7
2.1.1. Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa, pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara
langsung dan tidak langsung.10
1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu :
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.10
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi

6
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
a. Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
b. Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian bedasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu.
c. Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya

2.1.2. Penilaian Status Gizi Bedasarkan Antropometri


Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri
gizi.Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh
antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Keunggulan antropometri antara lain alat yang digunakan mudah didapatkan dan digunakan,
pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah,
hasilnya mudah disimpulkan, dan secara ilmiah diakui keberadaannya.10
a. Parameter Antropometri
Arisman menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia,
antara lain:1
1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur
akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan
berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang
tepat.
2. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan dapat

7
digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.Berat badan merupakan
pilihan utama karena parameter yang paling baik, mudah dipakai, mudah dimengerti,
memberikan gambaran status gizi sekarang. Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan
kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah
dacin.
3. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.Disamping itu tinggi badan
merupakan ukuran kedua terpenting. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah
dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa.
b. Indeks Antropometri
Adapun indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur
(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB).10
1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena
terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat labil.10
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang

8
mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau
lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka
indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran
status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.1
Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau
kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat mendeteksi
kegemukan. Kelemahan indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi
status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data umur
yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan
pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat
penimbangan.10
2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu
yang relatif lama.10
Kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau
dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa. Kekurangan
indeks TB/U adalah tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun,
pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya .10
3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks
yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak

9
memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan
kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan gambaran,
apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan
menurut umurnya. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita. Dengan metode ini
membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan
dua orang untuk melakukannya. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil
pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.
Kategori Status Gizi Balita 8 Indikator Status Gizi Z-Score BB/U Gizi
Buruk < -3,0 SD Gizi Kurang -3,0 SD s/d < -2,0 SD Gizi Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi Lebih > 2,0 SD TB/U Sangat Pendek < -3,0 SD Pendek -3,0 SD s/d < -2,0
SD Normal ≥ -2,0 SD BB/TB Sangat Kurus < -3,0 SD Kurus -3,0 SD s/d < -2,0
SD Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD Gemuk > 2,0 SD.6
2.1.3. Klasifikasi Status Gizi
Menurut Soekirman (2000), adapun klasifikasi status gizi dibedakan menjadi:
1. Status Gizi Baik
Status gizi baik adalah suatu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai
penggunaan untuk aktivitas tubuh. Refleksi yang diberikan adalah keselarasan
antara pertumbuhan berat badan dan umurnya.
2. Status Gizi lebih
Status gizi lebih adalah suatu keadaan karena kelebihan konsumsi pangan.
Keadaaan ini berkaitan dengan kelebihan energi yang dikonsumsi dalam hidangan
yang dikonsumsi relative terhadap kebutuhan penggunaannya atau energy
expenditure.
3. Status gizi kurang dan Status gizi buruk
Status gizi kurang dan status gizi buruk terjadi karena tubuh kekurangan
satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan. Beberapa hal yang menyebabkan
tubuh kekurangan zat gizi adalah karena makanan yang dikonsumsi kurang atau
mutunya rendah atau bahkan keduanya. Selain itu zat gizi yang dikonsumsi gagal
untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh.

10
2.2. Kecukupan Gizi Bayi
Kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi
menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisilogis tertentu seperti
kehamilan dan menyusui. Menurut Sunita Almatsier (2011), zat gizi adalah ikatan
kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan
energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses
kehidupan. Zat-zat makanan yang diperlukan tubuh dapat dikelompokkan menjadi
5 yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Menurut Arisman, adapun zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang
dapat mendukung pertumbuhan bayi yang sehat diantaranya:1
1.Energi
Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kg berat badan (sekitar 95-145
Kkal/kg) untuk kebutuhan bayi pada bulan pertama kehidupannya. Dari jumlah
energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk energi basal (energi yang
dibutuhkan untuk bekerjanya organ-organ di dalam tubuh, peredaran darah dan
sebagainya). 25% untuk aktivitasnya, 25% lainnya untuk pertumbuhan badan
yang berkisar antara 5 sampai 7 gr per hari. Untuk umur 6 bulan energi yang
dibutuhkan turun menjadi 95 Kkal/kg berat badan.
2. Protein
Terdiri dari unsur C, H, O dan N, dan kadang – kadang S dan P, diperoleh
melalui tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan melalui hewan (protein hewani)
berfungsi membangun sel – sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur
seperti enzim dan hormon serta membentuk zat anti energi. Kebutuhan akan
protein selama periode pertumbuhan tulang rangka dan otot yang cepat pada masa
bayi relatif tinggi. konsumsi sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg
berat badan per hari menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%, jumlah ini cukup
untuk pertumbuhan bayi yang normal.
3. Lemak
ASI memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4 gr/100 cc). lemak
minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan bukan saja untuk

11
mencukupi kebutuhan energi tetapi juga memudahkan penyerapan asam lemak
esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain dan juga
untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi yang lain tidak terpakai sebagai sumber
energi.
4. Vitamin Larut Lemak

Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 75 RE per hari. Konsumsi


vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya klasifikasi tulang dan
gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan 400 IU/hari. Kebutuhan vitamin
E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (Tocopherol Equivelent) per hari. Untuk vitamin
K, defisiensi vitamin K dapat terjadi pada beberapa hari pertama kehidupan.
5. Vitamin Larut Air
Vitamin yang larut dalam air,meliputi vitamin B dan C, kebutuhan bayi
akan vitamin ini dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus
memperoleh 0,5 mg ribovlavin per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk
memelihara kejenuhan jaringan. Sedangkan untuk vitamin C, bayi memperoleh
dari ASI
6. Mineral
ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai
sekitar 210 mg kalsium per hari. Mineral mempunyai fungsi sebagai pembentuk
berbagai jaringantubuh, tulang, hormon, dan enzim, sebagai zat pengatur berbagai
proses metabolisme, keseimbangan cairan tubuh, proses pembekuandarah. Zat
besi atau Fe berfungsi sebagai komponen sitokrom yang penting dalam pernafasan
dan sebagai komponen dalam hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen
dalam sel darah merah.
Di bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada
bayi dan balita (per orang per hari). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.75 Tahun 2013.

12
Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Rata-Rata Per Hari

Golongan Berat Tinggi Energi Protein Karbo Serat Air Lemak


Umur Badan Badan (Kkal) (g) hidrat (g) (ml) (g)
(Kg) (cm) (g)
0 – 6 bulan 6 61 550 12 58 0 - 34
7 –11 bulan 9 71 725 18 82 10 800 36
1 – 3 tahun 13 91 1125 26 155 16 1200 44
4 – 6 tahun 19 112 1600 35 220 22 1500 62

2.2.1. Penilaian Konsumsi Makanan


Adapun tujuan survey makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap konsumsi makanan tersebut. Adapun metode pengukuran konsumsi
makanan untuk individu adalah:10
1. Metode Food Recall 24 jam
Metode ini dilakukan dengan menanyakan jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dimulai sejak ia
bangun pagi kemarin sampai ia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga
dimulai dari waktu saat diawawancarai mundur kebelakang 24 jam penuh.
2. Metode Estimasi Food Record
Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi.
Responden diminta mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali
sebelum makan. Menimbang dalam ukuran berat pada periode tertentu, termasuk
cara persiapan dan pengelolaan makanan. Metode ini dapat memberikan informasi
konsumsi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah energi dan zat gizi yang
dikonsumsi oleh individu.

13
3. Metode Penimbangan makanan (Food Weighing)
Responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan
responden yang dikonsumsi selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang
tersedia. Apabila terdapat sisa makanan maka itu juga perlu ditimbang untuk
mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi.
4. Metode Dietary History
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bisa 1 minggu, 1 bulan
atau 1 tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen yaitu wawancara, frekuensi
jumlah bahan makanan dan pencatatan konsumsi.
5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frekuency)
Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah
bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi hari, minggu,
bulan atau tahun. Sehingga diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara
kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan
dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu.
Konsumsi makanan merupakan faktor utama yang berperan terhadap
status gizi seseorang. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah banyaknya zat-zat
minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang
adekuat.AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk
masing-masing kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi
khusus (hamil dan menyusui) dan aktivitas fisik .2

2.3 Faktor Penyebab Masalah Gizi


Ada dua faktor penyebab terjadinya gizi buruk, yaitu:11
1. Penyebab langsung
a. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. Makanan alamiah terbaik
bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat makanan
pendamping ASI(MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan
berakibat terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A,

14
asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan
baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan
seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
Faktor sosial: yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang
diberi makan ”sekedarnya” atau asal kenyang padahal miskin gizi.
b. Sering sakit menjadi penyebab terpenting kekurangan gizi, apalagi di negara-
negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman
endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti TBC masih sangat
tinggi.
Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi
infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi
dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apapun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan
kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada
giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.3
2. Penyebab tidak langsung
a. Ketersediaan pangan rumah tangga
Tidak tersedianya makanan secara adekuat terkait langsung dengan
kondisi sosial ekonomi. Kadang-kadang bencana alam, perang maupun kebijakan
politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.
Kemiskinan sangat identik dengan tersedianya makan yang adekuat. Data
Indonesia dan negara lain menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara
kurang gizi dengan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.
Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil
pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.

15
Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di
negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan
kebutuhan paling mendasar yaitu pangan pun sering tidak bisa terpenuhi. Laju
pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan
bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Inipun menjadi penyebab
munculnya penyakit kurang gizi.6
b. Pola pengasuhan anak
Berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya
sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal
pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin,
ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada
kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizinya buruk ternyata diasuh oleh nenek
atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan
yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI,
kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan/ adat istiadat masyarakat tertentu
yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya
kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan
padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan
anak-anak daging, telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak
untuk mendapatkan asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.
Gizi buruk sendiri bisa di klasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu
marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, berikut penjelasan lebih
lanjut:
1. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan, (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar.

16
2. Kwashiorkor, penampilannya seperti anak gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus
dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Gejala yang
tampak adalah:
a. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam.
c. Wajah membulat dan sembab.
d. Pandangan mata anak sayu.
e. Pembesaran hati sehingga mudah teraba dan terasa kenyal, permukaan licin dan
pinggir tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.
3. Marasmus-kwashiorkor, gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa
gejala klinis kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energy untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi.

17
BAB III
LAPORAN KASUS
Data riwayat keluarga :
I. Identitas pasien :
Nama :
Tempat/Tgl. Lahir :
Umur : 36 Bulan
Jenis kelamin : Laki laki
Berat Badan : 11 Kg
Tinggi Badan : 95 cm
Berat Badan/Umur : Gizi Kurang
Pendidikan : Belum Sekolah
Alamat :

II. Riwayat biologis keluarga :


a. Keadaan kesehatan sekarang : Baik
b. Kebersihan perorangan : Buruk
c. Penyakit yang sering diderita : Common Cold
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : Kurang
h. Pola istirahat : Sedang
i. Jumlah anggota keluarga : 3 orang

III. Psikologis keluarga


a. Kebiasaan buruk : Ada (Merokok)
b. Pengambilan keputusan : Bapak
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas Tasikmadu
e. Pola rekreasi : Kurang

18
IV. Keadaan rumah/ lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Keramik dan Semen
c. Luas rumah :-
d. Penerangan : Baik
e. Kebersihan : Baik
f. Ventilasi : Sedang
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Ledeng
j. Sumber pencemaran air : Ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi lingkungan : baik

V. Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Cukup

VI. Keadaan sosial keluarga


a. Tingkat pendidikan : Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Sedang
e. Keadaan ekonomi : Kurang

VII. Kultural keluarga


a. Adat yang berpengaruh : Jawa
b. Lain-lain : Tidak ada

19
VIII. Keluhan utama :
Batuk dan pilek
IX. Keluhan tambahan :
-
X. Riwayat penyakit sekarang :
Gizi Kurang
XI. Riwayat penyakit dahulu
Common Cold, Muntaber
XII. Pemeriksaan fisik
Suhu : 36.6°C , Frekuensi Nadi : 50x/menit, Frekuensi Nafas : 30x/menit
XIII. Diagnosis penyakit
Gizi Kurang
XIV. Diagnosis keluarga
-
XV. Anjuran penatalaksanaan penyakit
a. Promotif : Meningkatkan pemahaman ibu tentang pemenuhan
kebutuhan nutrisi gizi seimbang pada balita. Meningkatkan perilaku ibu untuk
berperilaku memperhatikan kecukupan gizi balita.
b. Preventif : Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai penanganan
rawat jalan balita dengan keadaan kekurangan gizi, menjelaskan pentingnya
diagnosis dini pada balita agar balita dapat diberi penanganan yang tepat
secepat mungkin sehingga kedisplinan sang ibu dalam membawa balita untuk
kontrol ke posyandu/puskesmas dangat penting.
c. Kuratif :
 Terapi medika mentosa : -
 Terapi non medika mentosa : Menjelaskan kepada ibu pentingnya
Pemberian Makanan Tambahan (PMT). PMT pemulihan hanya sebagai
tambahan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-hari,
bukan sebagai pengganti makanan utama.

20
d. Rehabilitatif : Menjelaskan kepada ibu mengenai PMT pemulihan, yaitu
kegiatan yang diadakan oleh pukesmas, PMT pemulihan dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran sekaligus sebagai proses
pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran.
XVI. Prognosis
Penyakit : Dubia ad bonam
Keluarga : Dubia ad bonam
Masyarakat : Dubia ad bonam
XVII. Dokumentasi kegiatan

Gambar 3.1 Dokumenasi Kegiatan

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil pemeriksaan melalui aloanamnesis saat kunjungan rumah pada

hari kamis 17 Mei 2019, didapatkan bahwa pasien adalah penderita Gizi kurang.

sesuai indikator perhitungan Z score BB/U pada antropometri anak umur 36 bulan

dengan BB 11 kg Z score -2SD. Seharusnya dengan umur 36 bulan BB yang

harus di capai adalah minimal 14 kg.

Ibu dari pasien kurang memperhatikan kesehatan makanan yang dikonsumsi dari

balita dan pengetahuan ibu mengenai makanan-makanan yang bergizi pun minim.

Meskipun demikian, imunisasi balita sasaran tersebut lengkap hingga umurnya

sekarang. Melalui anamnesis diketahui bahwa balita tersebut termasuk dalam

kelompok rentan gizi karena termasuk dalam berat badan lahir rendah yang dapat

juga diakibatkan oleh minimnya Antenatal Care pada ibu semasa hamil, salah

satunya adalah kurangnya gizi saat hamil. Pemeriksaan fisik yang seharusnya

dilakukan adalah tanda-tanda vital dan pengukuran antropometri balita seperti

lingkar kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya, namun karena terbatasnya

ketersediaan peralatan, pemeriksaan tidak dapat dilakukan, jadi diagnosis gizi

kurang didapatkan dengan menggunakan indikator Berat Badan/Umur. Namun,

saya menyarankan pada ibu untuk membawa balita secara rutin ke posyandu

sebulan sekali untuk dilakukan pengukuran lingkar lengan dan sebagainya dalam

usaha perbaikan gizi agar keadaan balita terkontrol secara lebih baik. Dengan

harapan kedisplinan ibu dalam membawa balita ke posyandu dapat menunjukkan

perbaikan yang signifikan dalam usaha perbaikan gizi balita.

22
Promosi kesehatan yang saya berikan adalah mencoba meningkatkan

pemahaman ibu tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi gizi seimbang pada balita.

Makanan balita harus terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein, dengan proporsi

karbohidrat paling banyak. Konsumsi susu sapi juga disarankan sebagai

pemenuhan kebutuhan kalsium dan fosfor yang baik karena balita juga sudah

tidak mengkonsumi ASI. Lalu melalui anamnesis juga diketahui bahwa balita

sering mengkonsumsi makanan ringan seperti “chiki” , oleh karena itu saya

menyarankan kepada ibu untuk mengganti makanan cemilan balita tersebut

dengan buah-buahan untuk mendidik kebiasaan makanan makanan yang baik bagi

kesehatan. Selain itu saya juga meningkatkan pengetahuan ibu mengenai

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan. PMT pemulihan diberikan

dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal dan tidak diberikan dalam

bentuk uang. PMT pemulihan hanya sebagai tambahan terhadap makanan yang

dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-hari, bukan sebagai pengganti makanan

utama. PMT pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita

sasaran sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu

dari balita sasaran. Bila terdapat perburukan selama pengamatan dan perawatan

status gizi, maka perlu dilakukan rujukan.

Porsi isi piringku sesuai anjuran kemenkes adaah makanan pokok sumber

karbohidrat dengan porsi 2/3 dari ½ piring. Lauk pauk (sumber protein) dengan

porsi 1/3 dari ½ piring/. Sayur sayuran (smber vitamin dan mineral) dengan porsi

1/3 ari ½ piring sesuai gambar 4.1

23
Tabel 4.1 Isi piringku sekali makan (contoh : makan siang 700 kalori)

Nasi dan Lauk pauk Sayuran Buah

penukarnya

a. 150gr nasi = 3 a. Lauk Hewani , a. 150 gr = 1 a. 150 gr pepaya= 2

centong nasi 1. 75 gr ikan mangkok sedang potong sedang

b. 3 buah sedang kembung b. 2 buah jeruk

kentang (300gr) 2. 2 potong sedang sedang (110 gr)

c. 1 ½ gelas mie ayam tanpa kuit (80 c. 1 buah kecil

kering (75 gr) gr) pisang ambon (50

3. 1 butir telur ayam gr)

ukura besar (55gr)

4. 2 potong daging

sapi sedang (70 gr)

b. Lauk Nabati,

1. 100 gr tahu= 2

potong sedang

tempe (50 gr)

24
(gambar 4.1)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Arisman, gizi daur kehidupan. Jakarta: EGC; 2010


2. Almatsier, sunita prinsip pasar Ilmu gizi. Jakarta: PT gramedia pustaka utama,
2011
3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson.15th ed (1).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.h.1688-712.
4. Departemen Kesehatan RI.Penggunaan KMS balita dalam pemantauan
ertumbuhan balita.Departemen Kesehatan RI, Jakarta.2009
5. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.Paduan
penyelenggaraan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang
(bantuan operasional). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.h.1-8.
6. Direktorat gizi masyarakat. Hasil pemantauan status gizi 2017. Jakarta; 2018
7. Isi piringku. 2018. Diunduh dari: http://www.kesmas. kemkes. go. Id, 29 Mei
2019
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Anemia defisiensi zat besi dan anemia pada
penyakit kronik. Dalam : Buku ajar patologi Robbins. Jakarta : EGC; 2007.h.459-
461
9. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Edisi ke-2. Jakarta: Rineka
Cipta,2009. h.223;30.246-59;282-4.
10. Pengertian dan alat ukur pemantauan status gizi.2013. Diunduh dari:
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/pemantauan-status-gizi.html,
30 Juni 2013.
10. Sediaoetama, 2010, ilmu gizi ntuk mahasiswa dan pofesi. Jakata : Dian
Rakyat; 2010
11. Supariasa dkk, Penilaian status gizi. Jakarta: EGC,2012.
12.Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC,
2005.h.120-150.

26
Lampiran
Lampiran 1

Contoh Frekuensi Pemberian Makanan per hari

Tabel 1: Anak gizi buruk tanpa tanda klinis.

Makanan Utama Makanan


Minggu Ke Formula 100
+ Buah Selingan

I 5 kali 1 kali 1 kali

II 4 kali 2 kali 1 kali

III 4 kali 2 kali 1 kali

IV 3 kali 3 kali 2 kali

V 3 kali 3 kali 2 kali

Sumber : Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, 2005.

Lampiran 2

Tabel 2 : Kebutuhan energi dan protein sehari-hari anak umur 1-12 tahun.

Energi Protein
Umur Berat
(tahun) badan
(Kg)
Kkal/kg/hari Kkal/org/hari Gr/kg/hr Gr/org/hr

2,5 22
1 8,9 105 900

2 11,2 100 1100 28

3 13,1 100 1300 33

3,0 44
4 14,8 98 1500

5 16,5 91 1500 50

6 19,4 86 1700 59

7 21,7 82 1800 2,8 61

27
8 24,1 78 1900 67

9 26,5 75 2000 74

Laki-laki

2,0
10 29,3 74 2200 59

11 31,7 71 2300 63

12 34,5 67 2300 69

Perempuan

2,0
10 28,7 68 2000 57

11 32,2 62 2000 64

12 35,5 57 2000 70

Sumber : Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, 2005.

Lampiran 3

Gambar 1. Alur Pelayanan Anak Gizi buruk di Puskesmas.


Sumber : Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, 2011.

28
Lampiran 4

Gambar 2. Kartu Menuju Sehat.

29

Anda mungkin juga menyukai