PENDAHULUAN
Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan
(janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut.Sebagai penyebab langsung gangguan gizi,
khususnya gangguan gizi padabayi dan anak usia di bawah lima tahun (balita) adalah
tidak sesuainya jumlah zat giziyang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan
tubuh mereka (Depkes RI, 2018).
Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada
masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembanganyang sangat pesat. Gangguan gizi yang
terjadi pada periode ini bersifat permanen,tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan
gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. (Depkes RI, 2018).
1
masyarakat di Indonesia mengalami penyakit gizi kurang padaberbagai golongan
masyarakat terutama golongan anak yang berada pada masa pekaakan kecukupan zat
gizi bagi tumbuh kembangnya(Santoso dan Ranti, 2009).
Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi
seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian
makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin A dan
tablet tambah darah TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya
masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi baik sehingga penurunan masalah
gizi berjalan lambat (Depkes RI, 2018). Penimbangan rutin merupakan salah satu upaya
penilaian status gizi secara langsung. Berat badan seorang balita dapat mencerminkan
jumlah protein, lemak, air dan massa mineral tulang.
2
Dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti Gambaran Status Gizi
Balita Di Posyandu An Nur IV Desa Tempino. Penelitian ditujukan kepada balita-balita
di salah satu wilayah kerja Puskesmas Tempino, Kecamatan Mestong.
3
1.4.2 Bagi tenaga kesehatan
1. Meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status
gizi balita.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang cara sederhana untuk menilai status gizi
balita.
3. Sebagai masukan bagi Puskesmas dan instansi yang terkait.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi adalah hasil akhir keadaan tubuh dari keseimbangan antara zat gizi
yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh (Sediaoetama 2010). Status gizi adalah
kondisi kesehatan yang tampak pada tubuh berkat adanya asupan zat gizi melalui
makanan dan minuman yang sesuai dengan kebutuhan (Sutomo and Anggraini 2010).
Pemenuhan zat gizi yang sesuai akan berdampak pada kecukupan gizi seseorang,
namun pada kondisi tertentu yang berhubungan dengan pemenuhan zat gizi tersebut.
Pola konsumsi yang salah dan tidak seimbang zat gizi yang diberikan akan
menimbulkan status gizi buruk dan gizi lebih (Sutomo and Anggraini 2010).
2.1.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 2 yaitu penilaian status gizi secara
langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi sevara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Dalam penilaian ini yang kita
gunakan adalah penelitian antropometri.
1. Antropometri
Ditinjau dari sudut panjang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Fadliana, 2010). Jenis-jenis
pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat pertumbuhan
adalah sebagai berikut :
a. Berat Badan (BB)
Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa
mineral tulang. Untuk menilai status gizi, biasanya BB dihubungkan dengan
pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan (Fadliana, 2010).
Penimbangan untuk menilai berat badan umumnya dilakukan secara berkala
di Posyandu setempat dengan menggunakan dacin.
5
b. Tinggi badan (TB)
Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total tinggi (atau
panjang) yang diukur secara rutin. TB yang dihubungkan dengan umur dapat
digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu (Fadliana, 2010).
6
badan yaitu berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan
normal.
Berdasarkan sifat ini, maka indeks Berat Badan dengan Umur
(BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh
karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini (Husin, 2008).
b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi
badan tumbuh bersama dengan pertambahan umur. Pertumbuhan
tinggi tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
defisiensi gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap
tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Indeks
TB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa lampau. (Husin,
2008).
c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubunggna yang linier dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhanberat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi
saat ini (Fadliana, 2010).
d. Lingkar Lengan Atas terhadap Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan bawah kulit. LLA berkorelasi erat dengan
indeks BB/U maupun indeks BB/TB. LLA sebagaimana berat
badan merupakan indikator yang sangat stabil, dapat naik turun
dengan cepat. Oleh karena itu indeks LLA merupakan indikator
status gizi saat ini. Perkembangna LLA yang besar hanya terlihat
pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm), sedangkan pada umur 2
tahun sampai 5 tahun sangat kecil (11/2 cm per tahun) (Husin,
2008).
7
Pengukuran antropometri yang digunakan menurut PMK No.02 Tahun 2020
Tentang Standard Antropometri Anak adalah sebagai berikut
1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) anak usia 0 (nol) sampai dengan 60
(enam puluh) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk
menentukan kategori:
a. berat badan sangat kurang (severely underweight);
b. berat badan kurang (underweight);
c. berat badan normal; dan
d. risiko berat badan lebih.
2. Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U)
anak usia 0 (nol) sampai dengan 60 (enam puluh) bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b digunakan untuk menentukan kategori:
a. sangat pendek (severely stunted);
b. pendek (stunted);
c. normal; dan
d. tinggi.
3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau
BB/TB) anak usia 0 (nol) sampai dengan 60 (enam puluh) bulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk menentukan kategori:
a. gizi buruk (severely wasted);
b. gizi kurang (wasted);
c. gizi baik (normal);
d. berisiko gizi lebih (possible risk of overweight);
e. gizi lebih (overweight); dan
f. obesitas (obese).
8
biasanya pada masa kanak-kanak awal gagal tumbuh merupakan tanda awal
kekurangan gizi, harus dicari penyebabnya dan ditatalaksana segera dan bukan suatu
diagnosis.
Risiko gagal tumbuh dapat dideteksi melalui penilaian tren pertumbuhan
menggunakan garis pertumbuhan serta pertambahan berat badan dari waktu ke waktu
(weight velocity) dan tabel kenaikan berat badan (weight increment).
Interval
2083 0-3 bulan 1784
1733 1-4 bulan 1542
1284 2-5 bulan 1197
940 3-6 bulan 913
707 4-7 bulan 694
550 5-8 bulan 528
436 6-9 bulan 400
346 7-10 bulan 301
271 8-11 bulan 230
210 9-12 bulan 181
159 10-13 bulan 147
119 11-14 bulan 122
88 12-15 bulan 102
65 13-16 bulan 88
49 14-17 bulan 78
38 15-18 bulan 70
32 16-19 bulan 62
28 17-20 bulan 53
26 18-21 bulan 43
9
24 19-22 bulan 32
19 20-23 bulan 20
10 21-24 bulan 8
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid
(Fadliana 2010).
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat.
Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi (Fadliana 2010).
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Fadliana 2010).
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam
situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (Fadliana 2010).
10
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Menurut Fadliana (2010), masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak
langsung. Faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah
penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan
anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor seperti
tingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan
di tingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan kesehatan
Berikut dijelaskan beberapa faktor pyang mempengaruhi status gizi
balita, yaitu :
a. Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan
untuk konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Menurut Husin
(2008), mengatakan di Indonesia dan Negara lain menunjukkan bahwa
terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan penyebab pokok akar masalah gizi buruk, proporsi
anak gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan.
Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak yang
kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin kecil
persentase gizi buruk.
b. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan yaitu :
a. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
b. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh
yang optimal.
c. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan
11
gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah
makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Fadliana, 2010).
c. Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan anak yang pertama dan
merupakan dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Di samping keluarga
sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan
tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan
hidupnya, todak terkecuali kebutuhan gizi dan kesehatan (Husin, 2008).
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk
menghadapi berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya,
memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-
anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan
mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan
mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan
kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya (Mastaari, 2009).
d. Akses Pelayanan Kesehatan
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan
status gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu
menyusui, bayi dan anak-anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka
kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani masyarakat,
membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program
pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan
dekat dengan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan
pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi (Mastari, 2009).
2.2.1. Definisi
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal,
mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya (Depkes RI, 2007).
Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang
dicirikan minimal dengan :
12
1. Menimbang berat badan secara teratur.Hal ini perlu dilakukan karena
perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau
gangguan kesehatan pada suatu keluarga.
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6
bulan (ASI eksklusif). ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna,
bersih dan sehat. ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh
kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan (ASI eksklusif). ASI sangat
praktis karena dapat diberikan setiap saat. Selain itu, ASI dapat
meningkatkan kekebalan tubuh bayi serta mempererat hubungan kasih
sayang antara ibu dan bayi (Depkes RI, 2004).
3. Makan beraneka ragam.
Tubuh manusia memerlukan semua zat gizi (energi, lemak, protein, vitamin
dan mineral) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun
yang lengkap kandungan gizinya. Dengan mengkonsumsi makanan yang
beraneka ragam akan menjamin pemenuhan kebutuhan gizi keluarga
(Depkes RI, 2004).
4. Menggunakan garam beryodium.
Zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Jumlah kebutuhan yodium setiap
hari untuk mencegah terjadinya defisiensi tergantung dari umur dan kondisi
fisiologi, tetapi tidak dipengaruhi jenis kelamin. Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY) menimbulkan penurunan kecerdasan,
gangguan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar gondok (Depkes RI, 2004).
5. Minum suplemen gizi (TTD [Tablet Tambah Darah], kapsul Vitamin A dosis
tinggi) sesuai anjuran. Kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi, balita, ibu
hamil dan menyusui meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari
makanan sehari-hari, terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan
yodium untuk penduduk di daerah endemis gondok. Suplementasi zat gizi
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut (Depkes RI, 2004)
Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi.
Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki
gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama
ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian
13
keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun
mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk penyiapannya
(Depkes RI, 2007)
2.2.2. Tujuan
Sesuai dengan Program Pembangunan Nasional tentang Program Perbaikan Gizi
Masyarakat, tujuan umum program ini adalah meningkatkan intelektualitas dan
produktifitas sumber daya manusia, sedangkan tujuan khusus adalah :
a. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi,
b. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik untuk
menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih, dan
c. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu untuk
memantapkan ketahan pangan tingkat rumah tangga.
2.2.3. Sasaran
Sasaran dari KADARZI adalah:
1. Seluruh anggota keluarga.
2. Masyarakat yang terdiri dari : penentu kebijakan, pemerintah daerah, tokoh
masyarakat, organisasi masyarakat, swasta/dunia usaha.
3. Petugas teknis dari lintas sektor terkait di berbagai tingkat administrasi.
Keluarga menjadi sasaran KADARZI dikarenakan oleh(Depkes RI, 2004).
1. Pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan
dilaksanakan terutama di tingkat keluarga.
2. Sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga.
3. Masalah gizi yang terjadi di tingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku
keluarga, tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan
ketidaktersediaan pangan.
4. Kebersamaan antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk
memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.
14
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
b. Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan melalui metode pengukuran langsung dengan mengukur
berat badan (BB) dan Tinggi Badan (TB).
c. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan berupa timbangan, pita pengukur.
d. Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran berupa data numerik yaitu BB (dalam kg) dan TB (Tinggi
Badan) yang akan dijadikan sebagai data pengukuran antropometri dengan
merujuk pada indeks status gizi sesuai PMK No. 2 Tahun 2020.
e. Skala Pengukuran
Skala pengukuran status gizi balita adalah skala ordinal.
15
BAB 4
METODE PENELITIAN
16
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 11 55,0 55,0 55,0
Perempuan 9 45,0 45,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-24 Bulan 11 55,0 55,0 55,0
25-48 Bulan 9 45,0 45,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
Dari tabel diatas didapatkan dari total 20 sampel, 6 orang anak Perempuan 55%)
dan 11 orang anak Laki-Laki (45%) dengan rentang usia terbanyak 0-24 bulan (55%).
17
BB/U
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berat Badan Lebih
1 5,00 5,00 80,00
(overweight)
Berat Badan Kurang
3 15,00 15,00 85,00
(Underweight)
Berat Badan Normal 16 80,00 80,00 100,0
Total 20 100,0 100,0
Dari total 20 sampel, dengan interpretasi BB/U terbanyak dengan anak berat
badan normal sekitar 80% diikuti dengan anak Berat Badan kurang ( underweight)
(15%) dan Berat Badan lebih (overweight) sekitar 5%.
BB/PB
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Baik (Normal) 18 90,0 90,0 90,0
Gizi lebih
1 5,0 5,0 95,0
(Overweight)
Gizi Kurang
1 5,0 5,0 100,0
(wasted)
Total 20 100,0 100,0
Dari total 20 sampel, dengan interpretasi BB/PB terbanyak dengan anak gizi baik
(normal) sekitar 90% diikuti Gizi kurang (wasted) sekitar 5% dan gizi lebih 5%.
5.2 Pembahasan
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makann dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara lain gizi buruk, gizi kurang, gizi baik,
dan gizi lebih. Status gizi dalam penelitian ini dinilai dengan menggunakan indeks
antropometri berat badan menurut umur (BB/U), indeks ini lebih meggambarkan status
gizi seseorang pada saat ini. Sedangkan BB/PB adalah suatu indeks yang menilai status
gizi seseorang dalam waktu lama ataupun keadaan gizi kronis.
18
Dari hasil analisa data primer dan sekunder, didapatkan status gizi saat ini
berdasarkan BB/U terbanyak adalah anak berat badan normal sekitar 80% dan hasill
dari interpretasi gizi kronis berdasarkan BB/PB yang paling sering dijumpai adalah Gizi
baik (normal) sekitar 90%. Hal ini menandakan bahwa rata-rata balita di Desa Tempino
memiliki gizi yang baik.
Status gizi yang selalu dijadikan parameter penilaian kecukupan gizi dan
kesehatan balita pada umumnya tidak diketahui masyarakat setempat. Adanya anggapan
bahwa ketiadaan penyakit merupakan suatu kondisi yang “sehat” merupakan
penghalang utama dalam upaya meningkatkan status nutrisi. Pada umumnya,
masyarakat Desa Tempino hanya akan memeriksakan anak balita yang telah jatuh sakit
sehingga penimbangan hanya dilakukan bila orang tua dari anak balita yang sakit
tersebut memeriksakan anaknya yang sakit ataupun jika ada dilaksanakan acara
posyandu, namun tidak semua berhadir.
19
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari total sampel 20 orang anak dengan interpretasi status gizi saat ini (BB/U)
terbanyak didapatkan anak dengan Berat Badan Normal 80% dan paling kecil adalah
Berat Badan Lebih (Overweight) sekitar 5%.
Interpretasi gizi kronis (BB/PB) didapatkan Gizi baik (normal) 90% dan diikuti
dengan Gizi kurang (wasted) sekitar 5% dan gizi lebih 5%
6.2 Saran
1 Saran untuk terus pemeriksan gizi pada balita setiap bulannya secara rutin, agar
persetase status gizi yang sudah baik semakin membaik
2 Mengevaluasi balita yang tidak datang ke posyandu dengan mendatangi
kerumah warga agar dapat dilakukan tidak lanjut apabila terdapat kelainan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Husin, Cut Ruhana, 2008.Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita
Umur 24-59 Bulan di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nangroe
Aceh Darussalam Tahun 2008.Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara. Available from :http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6808 [Accessed 5
Maret 2014].
Sediaoetama, AD (2010) Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, jilid 1. Jakarta:
Dian Rakyat.
Sutomo B. & Anggraeni DY. (2010) Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita.
Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.Bab 1.pp.59
21