Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia masih tergolong tinggi, tidak hanya pada
masalah gizi kurang tetapi juga gizi lebih atau obesitas. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menemukan bahwa prevalensi balita yang
tergolong kurang gizi mencapai 18,5%, pendek 37% dan obesitas pada anak
remaja mencapai 18%. Jika dibanding dengan Riskesdas 2010, prevalensi
obesitas di Indonesia meningkat dengan tajam. Di Provinsi Sumatera Utara,
tahun 2013 prevalensi obesitas mencapai 31,5 %, sedangkan tahun 2007 hanya
19,7 % dan pada tahun 2010 tahun 21,1 %.
Masalah gizi yang sedang trend adalah stunting atau pendek. Secara
nasional prevalensi pendek sejak tahun tahun 2007, 2010 hingga 2013 adalah
stagnan, masing-masing 36,8%, 35,6% dan 37,2 persen. Angka ini tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan
Singapura. Di Provinsi Sumatera utara, prevalensi tertinggi stunting adalah di
terdapat di Kabupaten Nias Selatan (67,11%). Dan prevalensi terendah di
kabupaten Tapanuli Selatan yaitu 28,8%. Sedangkan di kabupaten Serdang
Bedagai mencapai 39,6%.
Menurut Riskesdas 2013 masalah kesehatan dan kecenderungan dari
bayi lahir hingga dewasa, menyajikan prevalensi Kurus : istilah untuk
gabungan sangat kurus dan kurus (wasting) menurut provinsi dan nasional.
Prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2007 adalah 7,4 persen (tahun
2007), sedangkan 2010 terjadi penurunan Prevalensi sangat kurus sebesar
6,8 persen, dan pada tahun 2013 juga terjadi penurunan sebesar 5,3 persen,
dan tertinggi wasting di indonesia di kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 31,57
persen, sedangkan yang terendah kabupaten karo 7,80 persen, Sumatera utara
sebesar 21,53 persen dan kabupaten serdang bedagai mempunyai prevalensi
yang cukup tinggi dalam status Gizi wasting yaitu sekitar 25,97 persen (IPKM
2010).
Pada tahun 2010 menurut Kabupaten Serdang Bedagai, rata-rata
pemberian ASI sebanyak 14,02 bulan. Angka ini naik bila dibandingkan pada
tahun sebelumnya yang rata-rata hanya 13,93 bulan. Walaupun kenaikan rata-
rata pemberian dari tahun 2010 ke tahun 2011 hanya naik tipis namun hal ini
merupakan hal yang positif, mengingat pemberian ASI sangat penting bagi
perkembangan dan kesehatan balita yang mana nantinya balita inilah yang akan
menjadi penerus bangsa ini.
Hasil Riskesdas dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang
memprihatinkan dimana underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%,
stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus)
menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas 2010 dan 2013 menunjukkan
bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram
menurun dari 11,1% menjadi 10,2%. Stunting terjadi karena kekurangan gizi
kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia,
prevalensi pemanfaatan Imunisasi lengkap cenderung meningkat dari tahun
2007 (41,6%), 2010 (53,8%), dan 2013 (59,2%). Pada provinsi Sumatera Utara
menurut cakupan tiap jenis imunisasi persentasenya adalah HB 63,0 % , BCG
78,1 % , DPT 63,1 % , polio 67,5 % ,Campak 70,1 %.
Pencapaian program imunisasi di Kabupaten Serdang Bedagai pada
Tahun 2011 masih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai yaitu imunisasi BCG sebesar
53,8%. Imunisasi DPT1+HB1 sebesar 63 %, imunisasi DPT3+HB3 sebesar 57%,
Imunisasi Polio 3 sebesar 62,3% dan imunisasi Campak sebesar 55,3%.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Serdang Bedagai tahun 2011 diketahui bahwa dari 10 jenis penyakit
terbesar, diare merupakan penyakit kedua terbesar sesudah ISPA. Penderita
diare yang tercatat dari Januari sampai Desember 2011 adalah 10.848
orang. Penderita diare dari yang berusia 1 bulan – 1 tahun sebanyak 924
orang, usia 1 – 4 tahun sebanyak 1.790 orang, usia 5 – 9 tahun sebanyak
1.393 orang, usia 10 – 14 tahun sebanyak 933 orang, usia 15 – 19 tahun
sebanyak 1.267 orang, usia 20 –44 tahun sebanyak 1.591 orang, usia 45 – 54
tahun sebanyak 992 orang, usia 55 – 59 tahun sebanyak 789 orang, usia 60
– 69 tahun sebanyak 649 orang dan diatas usia 70 tahun sebanyak 520 orang
(Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2011).
Melihat data di atas, untuk itulah perlu dilakukan penelitian bagaimana
status gizi di Kabupaten Serdang Bedagai terkhususnya di Kecamatann Serba
Jadi Desa Kelapa Bajohom.
1.2 Perumusan Masalah
Seberapa besar masalah gizi masyarakat di lokasi PBL-PPG dan apa
faktor-faktor penyebabnya.

1.3.Tujuan PBL-PPG
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran status gizi masyarakat dan faktor penyebab
terjadinya masalah gizi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifkasi karakteristik anggota keluarga meliputi ; BB lahir, umur,
pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, kematian
b. Menilai status sosial ekonomi dan perilaku kesehatan keluarga seperti
olahraga, merokok, minuman keras
c. Menilai status kesehatan termasuk penyakit infeksi dan status immunisasi
d. Menilai status lingkungan tempat tinggal seperti keadaan rumah dan
sanitasi lingkungan
e. Menilai pengetahuan, sikap dan tindak gizi ibu tentang pemantauan
pertumbuhan, makan bayi, makanan ibu hamil, ASI eksklusif dan MP-ASI
f. Menilai pola asuh anak termasuk kebersihan dan perawatan bayi
g. Menilai status gizi dan asupan gizi anggota keluarga
h. Menilai keterlibatan ibu dalam program gizi dan kesehatan seperti di
posyandu dan program kesejahteraan keluarga (PKK)
i. Mengidentifikasi sumber pangan keluarga termasuk pemanfaatan
pekarangan
j. Mengidentifikasi sumber informasi tentang cara pencegahan kurang gizi
dan penyakit pada anggota keluarga
k. Menilai peran petugas gizi puskesmas dan kader posyandu dalam
melaksanakan program gizi.

1.4. Manfaat PBL-PPG


1.4.1 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan informasi bagi puskesmas yang dapat dignakan untuk
merencanakan program gizi dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
1.4.2 Bagi masyarakat
Di harapakan hasil observasi dapat membantu masyarakat untuk
mendapatkan status gizi yang baik.
1.4.3 Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan informasi untuk program
perbaikan gizi.
1.4.4 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu
Sebagai bahan perbandingan penelitian selanjutnya.
1.4.5 Manfaat bagi institusi pelayanan kesehatan
Sebagai refrensi tambahan untuk mengetahui masalah asuapan gizi di
daerahSerdang Bedagai dan dapat menanggulangi masalah asupan gizi di
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di
dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang,
gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi
yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Status gizi
kurang (undernutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi
yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan.Status gizi lebih
(overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang
masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan
(Apriadji,1986)
2.2 . Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan
berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang
memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti,
2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu:
2.2.1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan cara penilaian status gizi yang berhubungan
dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang.
Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi
dan protein.Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan carapenilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun
kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel
yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat
dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan yang digunakan untuk
mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana
dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui
kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap
deplesi(Baliwati, 2004).
d. Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan
yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja
(Supariasa, 2001).
2.2.2 Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu
maupun keluarga. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan
cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan
kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan metode penilaian status gizi melalui data-data
mengenai statistik kesehatan berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian
menurutumur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik
pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan
kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Faktor Ekologi
Penilaian status gizi merupakan masalah gizi dapat terjadi karena
interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan
lingkungan budaya(Supariasa, 2001).
d. Indeks Antropometri
Indeks antropometri merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap
satu atau lebih pengukuran yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi.
Contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau disebut
dengan Body Mass Index. IMT merupakan alat sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang
berumur diatas 18 tahun. Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran
Indeks Massa Tubuh, terdiri dari:
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling
sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat
gizi(Gibson, 2005).
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan
pertumbuhan skeletal (tulang) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
e. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson,
2005).
2.3 Masalah Gizi Kurang
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status
gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin.
Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi
Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB)
(Apriadji, 1986).
2.4 Masalah Gizi Lebih
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami
kelebihan berat badan, terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang
disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Masalah gizi lebih identik
dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang berbahaya
dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit
jantung koroner,hipertensi, gangguan ginjal dan masih banyak lagi
(Soerjodibroto, 1993).
Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweightdan obesitas. Batas IMT
untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan
obesitas adalah ≥27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari
masa bayi, anak-anak, sampai pada usia dewasa..
2.5 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan
data konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa metode pengukuran
konsumsi makanan, yaitu sebagai berikut :
2.5.1 Recall24 jam (24 Hour Recall)
Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta
minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu.. Wawancara
menggunakan formulir recallharus dilakukan oleh petugas yang telah terlatih.
Data yang didapatkan dari hasil recall lebih bersifat kualitatif. Untuk
mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran
Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak
berturut-turut(Supariasa, 2001).
2.5.2 Food Record
Food record merupakan catatan responden mengenai jenis dan jumlah
makanan dan minuman dalam satu periodewaktu, biasanya 1 sampai 7 hari dan
dapat dikuantifikasikan denganestimasi menggunakan ukuran rumah tangga
(estimated food record) atau menimbang (weighed food record) (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007).
2.5.3 Food Frequency Questionnaire(FFQ)
FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan
menggunakan kuesioner untuk memperoleh data mengenai frekuensi seseorang
dalam mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi dapat
dilakukan selama periode tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan maupun
tahunan (Supariasa, 2001).
2.5.4Penimbangan makanan (Food Weighing)
Metode penimbangan makanan dilakukan dengan cara menimbang
makanan disertai dengan mencatat seluruh makanan dan minuman yang
dikonsumsi responden selama satu hari(Gibson, 2005).
2.5.5 Metode Riwayat Makan
Metode riwayat makan dilakukan untuk menghitung asupan makanan
yang selalu dimakan dan pola makan seseorang dalam waktu yang relatif lama,
misalnya satu minggu, satu bulan, maupun satu tahun. Metode ini terdiri dari 3
komponen, yaitu wawancara recall24 jam, memeriksa kebenaran recall24 jam
dengan menggunakan kuesioner berdasarkan frekuensi konsumsi sejumlah
makanan, dan konsumsi makanan selama tiga hari, termasuk porsi makanan
(Gibson, 2005).
2.6.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
2.6.1 Umur
Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan
tingkat aktivitas. Semakin bertambahnya umur akan semakin meningkat pula
kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. (Apriadji, 1986).

2.6.2. Frekuensi Makan


Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak
makanan yang dikonsumsi seseorang. Melewatkan waktu makan dapat
menyebabkan penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi lain (Brown et al,
2005).
2.6.3 Asupan Energi
Energi merupakan asupan utama yang sangat diperlukan tubuh.Energi
diukurdalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4
kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/ gram (Baliwati, 2004).
2.6.4. Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh.
Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein berasal dari bahan
makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.
Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan kacang-
kacangan. Anjuran asupan protein berkisar antara 10 – 15% dari total energi
(WKNPG, 2004).
2.6.5. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagikehidupan manusia
yang dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah. Sumber
karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-
kacangan dan gula.Karbohidrat menghasilkan 4 kkal / gram. Angka kecukupan
karbohidrat menurut WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi
total berasal dari karbohidrat kompleks.
2.6.7. Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki kaitan yang eratdengan pengetahuan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula
pengetahuan orang tersebut mengenai gizidan kesehatan.Tingkat pendidikan
sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan (WKNPG, 2004).
2.6.8. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi,
Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam
memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh
tubuh (Apriadji, 1986).
2.6.9. Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat
pengetahuannya akan gizi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya
sebatas tamat SD, tentu memiliki pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan
orang dengan tingkat pendidikan tamat SMA atau Sarjana.Pengetahuan gizi
sangat penting, dengan adanya pengetahuan tentang zat gizi maka seseorang
dengan mudah mengetahuistatus gizi mereka (Apriadji, 1986).
2.7 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan suatu ukuran
keckupan rata-rata zat gizi setiap hari untuk semua orang yang disesuiakan
dengan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinyadefisiensi zat
gizi (Depkes, 2005).
2.8 Pengertian Posyandu
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan mayarakat. Agar kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga
masyarakat setempat maka kader dan pemuka masyarakat berperan untuk
menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa Posyandu
adalah milik warga (Azwar, 2002).
2.8.1 Tujuan Penyelenggara Posyandu
Secara umum tujuan penyelenggara posyandu adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2006) :
1. Mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita dan
angka kelahiran
2. Mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan ibu nifas
3. Mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS)
4. Meningkatkan kemampuan masyarakatuntuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan-kegiatan lainyang menunjang sesuai kebutuhan
2.8.2 Manfaat Posyandu
Adapun manfaat dari Posyandu adalah sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan
AKB.
2. Bagi Kader
Pengurus posyandu dan tokoh masyarakatmendapatkan informasi
terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan
AKB.
3. Bagi Puskesmas
Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.
4. Bagi Sektor Lain
a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB
sesuai kondisi setempat
b. Meningkatkan efesiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan terpoksi masing-masing sektor (Wikipedia, 2007).
2.9 Pengertian Imunisasi
Menurut Markum, AH, (2000), imunisasi yaitu suatu upaya untuk
mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan
kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam
tubuh. Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten.
2.9.1. Jenis-Jenis Imunisasi
Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis imunisasi yaitu :
a. Imunisasi pasif (pasive immunization)
Imunisasi pasif ini adalah “Inmuno globulin” jenis imunisasi ini dapat
mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak)
b. Imunisasi aktif (active immunization)
Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
 BCG, untuk mencegah panyakit TBC
 DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, partusis dan tetanus.
 Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis dan campak untuk mencegah
penyakit campak (measles).
2.9.2 Optimalisasi Kegiatan Posyandu
Mengoptimalkan kegiatan Posyandu dengan cara memenuhi sarana dan
prasarananya, sehingga Posyandu dapat berlangsung secara optimal. Sarana
dasar seperti timbangan bayi, timbangan dewasa, kartu KMS, pita LILA, alat
peragaan memasak, bahan KIE, obat-obatan berupa Vit.A, tablet dan sirup Fe,
kapsul iodium, obat cacing, oralit, ATK dan format SIP untuk menunjang kegiatan
pelayanan minimal dan paket tambahan sesuai jumlah kelompok sasaran yang
ditetapkan, merupakan syarat dasar untuk berfungsinya Posyandu secara baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Menurut Dalimunthe (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah suatu
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.
Fungsi ekonomi yaitu :
1) kebutuhan makan dan minum,
2) kebutuhan pakaian untuk menutup tubuh,
3) kebutuhan tempat tinggal.
Sehubungan dengan fungsi tersebut maka orang tua diwajibkan untuk
berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan
minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.Masalah gizi berawal dari
ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik karena masalah
ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan akan
pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. (Suzeta, 2007).
4. Pengertian Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan adalah kesehatan yang sangat penting bagi
kelancaran kehidupan dibumi, karena lingkungan adalah tempat dimana pribadi
itu tinggal.Lingkungan yang sehat dapat dikatakan sehat bila sudah memenuhi
syarat-syarat lingkungan yang sehat.
4.1 Syarat-syarat Lingkungan Yang Sehat
1. Keadaan Air
Air yang sehat adalah air yang tidak berbau, tidak tercemar dan dapat
dilihat kejernihan air tersebut.
2. Keadaan Udara
Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat yang
diperlukan, contohnya oksigen dan di dalamnya tidka tercear oleh zat-zat
yang merusak tubuh, contohnya zat CO2 (zat carbondioksida).
3. Keadaan tanah
Tanah yang sehat adalah tamah yamh baik untuk penanaman suatu
tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat-zat logam berat.
4.2 Cara-cara Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
1. Tidak mencemari air dengan membuang sampah disungai
2. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
3. Mengolah tanah sebagaimana mestinya
4. Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong
4.3 Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
1. Mengurangi Pemanasan Global dengan menanam tumbuhan sebanyak-
banyaknya pada lahan kosong, maka kita juga ikut serta mengurangi
pemanasan global.
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan dengan menjaga kebersihannya, karena
lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dari segala penyakit
dan sampah.
3. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakanhal
yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan
kesehatan dan faktor keturunan.
5. Kesehatan Pribadi
Kesehatan pribadi adalah badan diri seseorang yang bersih dari
segala penyakit yaitu berasal dari dalam tubuh manusia maupun luar tubuh
manusia tersebut.
 Memelihara Kesehatan Jasmani
Dengan cara pemeliharaan kesehatan pribadi khususnya dengan
cara memelihara kesehatan jamani dapat dilakukan dengan syarat-syarat
sebagai berikut
a. Berolah raga
Olahraga yang cukup akan memperlancar aliran dalam tubuh, karena
berolah raga bisa dilakukan dimana saja dan kapanpun dengan cara sering
bergerak saja kita sudah bisa dikatakan berolah raga karena prinsip dasar
olah raga adalah mengolah tubuh dengan kata lain bergerak.
b. Berikut yang perlu diperhatikan dalam merawat kesehatan pribadi :
1. Mandi
2. Merawat kesehatan rambut
3. Merawat kesehatan gigi dan mulut
4. Tangan dan kaki
5. Pakaian yang bersih

6. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang mudah didapat, selalu
tersedia, siap diminum tanpa adanya persiapan yang khusus
dengantemperatur yang sesuai denganbayi. Air Susu Ibu (ASI) memiliki
kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta
mengandung zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi
serta mengandung zat anti infeksi.
Banyak keunggulan Air Susu ibu dibanding dengan sususapi, antara lain:
1. Air Susu Ibu mengandung zat makanan yang dibutuhkan bayi dalam jumlah
yang cukup dengan susunan zat gizi yang sesuai untuk bayi.
2. Air Susu Ibu sedikitsekali berhubungan dengan udara luar,sehingga Air Susu
Ibu bersih dankecil kemungkinan tercemar oleh kuman (bibit penyakit).
3. Air Susu Ibu selalu segardan temperatur Air Susu Ibu sesuai dengan
temperature tubuh bayi. .
4. Air Susu Ibu tidak menimbulkan alergi.
Kolostrum (susu awal) adalah Air SusuIbu yang keluar pada hari-hari
pertama setelah kelahiran bayi,berwarnakekuning-kuningan dan lebih kental,
karena banyak mengandung vitamin A.
6.1 Manfaat ASI Eksklusif
a. ASI sebagai nutrisi yang terbaik
b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi
c. ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan

7. Makanan Pendamping- ASI


MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI
ke makanan keluarga.Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan
secara bertahap baik bentuk maupun jumlah.Untuk proses ini juga dibutuhkan
ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks
menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan
memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang
(Depkes,2000).

B. KERANGKA KONSEP

Tidak

Gambar 1. Bagan Penyebab Masalah Gizi UNICEF (1988)


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada Kabupaten Serdang Bedagai.Adapun
penjajakan lokasi serta perizinan penelitian telah dilakukan pada bulan
Oktober 2015.Sedangkan pengambilan data secara keseluruhan
dilakukan pada 1-9 November 2015.
B. Populasi Dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai anak
balita. Dari data statistik BPS diketahui jumlah balita 18.478 jiwa ( jumlah
keluarga yang mempunyai balita di perkirakan berjumlah 18.478 )
2. Sampel
Luas Wilayah : 1.900,22 km2
Jumlah penduduk : 599.941 jiwa.
Laki-laki : 301.386 jiwa
Perempuan : 298.555 jiwa
Diperoleh data menurut Angka Anak yang Masih Hidup ( AMH ) sebesar :
18.478,183 jiwa. Sampel adalah sebagian dari populasi yang jumlahnya dimana
besar sampel di tentukan rumus penentuan sampel yaitu.
Rumus =…..
P < 0,05
Berdasarkan rumus
n = (Z1-α/2)2 . P(1-P)
(d)2
Keterangan
n = Sampel
Z1-α/2 = 95% = 1.96
P = 39.61%
d = 3%
Diketahui anak balita = 18.478 jiwa
Jawab :
n = (Z1-α/2)2 . P(1-P)
(d)2
= (1,96)2 . 0,396 (1-0.396)
(0,03)2
= 3,84 . 0,3961(0,60)
0,0009
= 1014
Jadi sampel yang ingin diteliti sebesar 1014 jiwa.
Total mahasiswa 150 orang. Maka jumlah balita permahasiswa 1014/149 = 6,76
keluarga. Namun, berdasarkan kesepakatan mahasiswa harus mampu
mendapatkan 8 Kepala Keluarga permahasiswa.

C. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan rancangan cross
sectional, dimana variabel bebas dan variabel yang terikat dikumpulkan pada
waktu yang bersamaan.Cara penentuan sampel sistematik random sampling /
purposive/ proporsional
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan untuk
layak diteliti, antara lain :
 Keluarga yang tinggal di wilayah Kab.Serdang Bedagai, Kec.Serba Jadi,
Desa Kelapa Bajohom
 Usia 15-45 tahun untuk WUS
 Bersedia menjadi sampel dan mau diteliti.
 Tidak dalam keadaan sakit.
 Dapat diajak berkomunikasi dengan baik
 Untuk balita, 0 – 59 bulan
 Anak sekolah 5- 18 tahun

D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data


1. Jenis data
Data primer meliputi :
 Identitas keluarga dikumpulkan dengan cara wawancara, mencatat data dari
keluarga
 Indeks Massa Tubuh (IMT) wanita dewasa
dikumpulkan dengan cara menimbang berat badan dengan timbangan injak
digital, dan mengukur tinggi badan dengan mikrotice dan mencatat formulir
1.
 Lingkar lengan atas (Lila) wanita usia subur (WUS)
dan ibu hamil. Diukur menggunakan pita lila. Hasilnya di catat di form 1
 Tinggi badan , berat badan anak balita , anak sekolah, diukur dengan
menggunakan mikrotice dan mencatat formulir 1.
 Data Haemoglobin ( Hb). Diukur dengan menggunakan alat ukur digital.
Data diperoleh dengan wawancara dengan alat bantu kuesioner.
Data sekunder meliputi :
Data gambaran umum Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera
Utara.
2. Cara pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan oleh peneliti, baik itu data primer
maupun data sekunder maka dilakukan prosedur penelitian yang akan
mempermudah pengambilan data, meliputi :
I. Persiapan penelitian
a. Membuat kuisioner yang berkaitan dengan penelitian.
b. Mencari lokasi dengan populasi yang sesuai dengan penelitian.
c. Melakukan uji coba kuisioner
d. Melakukan pertemuan untuk meminta izin kepada Kepala Desa Serdang
Begadai
e. Memusyawarahkan jadwal penelitian
II. Pelaksanaan penelitian
a. Mendata sampel dengan cara
 Buat daftar Kartu Keluarga yang mempunyai balita disusun menurut dusun.
 Menghitung besar sampel per dusun.

∑ 𝐾𝐾 𝑝𝑒𝑟 𝑑𝑢𝑠𝑢𝑛
× ∑ 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
∑ 𝐾𝐾 𝑝𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑠𝑎

b. Pilih sampel dengan Systematic Random Sampling

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝐾 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
c. Memberikan kuisioner
E. Pengolahan Dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Seluruh data dioalah secara manual melalui tahapan-tahapan proses yang
dimulai secara Editing,Coding, Entry data,dan Tabulasi kemudian dianalisis
dengan alat bantu komputer ( Budiarto, 2012 )
a. Pemeriksaan data ( Editing )
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian
formulir/kuioner,apakah jawaban kuisioner telah:
 Lengkap, semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.
 Jelas, jawaban pertanyaan cukup jelas terbaca.
 Relevan, jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan.
 Konsisten,apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawabannya konsisten, misalnya pertanyaan antara usia dengan pertanyaan
jumlah anak. Bila pertanyaan usia terisi 15 tahun dan dipertanyaan jumlah
anak 9, ini berarti tidak konsisten.
b. Entry data
Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang diperoleh menggunakan
fasilitas komputer dengan program SPSS versi 17. Adapun data yang
dimasukkan meliputi :nama, tanggal lahir,berat badan, tinggi badan, status
ekonomi, pendidikan orang tua, Lila. Dimasukkan kedalam komputer untuk
proses analisis.
c. Memberikan kode ( coding )
Coding merupakan kegiatan merubah data bentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan. Misalnya untuk variabel pendidikan diberikan kode 1=
SD, 2 = SMP, 3 = SMA dan 4 = PT. Kegunaan cooding untuk mempermudah
pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry.
d. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry
apakah ada kesalahan atau tidak.Kesalahan tersebut mungkin terjadi saat kita
mengentry data ke komputer, misalnya untuk variabel pendidikan ada data yang
bernilai 5, mestinya berdasarkan coding yang ada pendidikan kodenya hanya 1-
4.
e. Penyusunan data ( Tabulasi )
Tabulasi yaitu menyusun data dari hasil penelitan yang sudah dimasukkan
dalam komputer yang telah dikategorikan untuk disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi atau tabel batang maupun diagram batang sehingga data lebih mudah
dianalisis dan dibaca.
1. Pemberian asi ekslusif dan MP-asi
o Eksklusif
o Non Eksklusif
2. Penyakit
a. 0–3 : sakit
b. 4 – 8 : Tidak sakit
3. Pengetahuan gizi pada ibu
 Scor Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bayi,Balita, Anak
Sekolah,Remaja,Ibu Menyusui,Ibu Hamil Dan Penyakit Degeneratif
a. 22 – 49 = rendah
b. 50 – 77 = sedang
c. 78 – 105 = tinggi
 Scor Tindakan Ibu Tentang Makanan Bayi,Balita, Anak Sekolah,Remaja,Ibu
Menyusui,Ibu Hamil Dan Penyakit Degeneratif
a. 27 – 40 = rendah
b. 41 – 54 = sedang
c. 55 – 68 = tinggi
 Scor Pola Asuh Anak Termasuk Kebersihan dan Perawatan Bayi
a. 0 – 20 = rendah
b. 21 – 40 = sedang
c. 41 – 60 = tinggi
BAB IV
HASIL DAN KESIMPULAN

A. Status Gizi Balita


1. Berat Badan menurut Umur

Indikator BB/U
a.Berat Badan Lebih
b.Normal 73 83,91%
c.Berat Badan Kurang 11 12,64%
d. Berat Badan Sangat Kurang 3 3,45%
Total 87 100,00%

Gambar 1. Berat Badan menurut Umur Balita


Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara UMUM. Indikator ini
tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut
karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata
lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena anaknya pendek (kronis)
atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut).
Dari table diatas dapat dilihat hasil berat badan lebih dari 87 balita adalah
0,0%, kategori normal 83,90%, berat badan kurang 12,60%, berat badan sangat
kurang 3,40%, dan berat badan sangat kurang adalah 3,40%. Berdasarkan hasil
persentase tersebut yang paling mencolok adalah berat badan normal dengan
persentase tertinggi, hal ini menunjukkan bahwa status gizi balita diwilayah ini sudah
baik dan kebutuhan zat gizi anak terpenuhi. Namun, masih ada 3,40% dari 87 balita
tersebut yang memiliki berat badan sangat kurang, dan 12,40% berat badan kurang,
hal ini menunjukkan bahwa masih ada balita yang kebutuhan gizinya belum
teerpenuhi ataupun tidak terpenuhi.

2. Tinggi Badan menurut Umur

Indikator TB/U
a.Normal 64 73,56%
b.Pendek 20 22,99%
c.Sangat Pendek 3 3,45%
Total 87 100,00%

Gambar 2. Tinggi Badan menurut Umur Balita


Berdasarkan indicator TB/U, terdapat 73,60% dari 87 balita yang memiliki berat
badan normal, 23,00% dengan kategori pendek dan 3,40% dengan kategori sangat
pendek. Dari hasil persentase tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada balita yang
memilki berat badan tinggi di desa tersebut. Namun, ada 3 balita yang memiliki tinggi
badan yang sangat pendek, hal ini menunjukkan bahwa anak tersebut akan memiliki
tinggi badan yang stunting jika asupan zat gizi tertentu tidak dipenuhi.

3. Berat Badan menurut Tinggi Badan

Indikator BB/TB
a.Gemuk 5 5,75%
b.Normal 60 68,97%
c.Kurus 19 21,84%
d.Sangat Kurus 3 3,45%
Total 87 100,00%

Gambar 3. Berat Badan menurut Tinggi Badan


Berdasarkan indicator berat badan menurut tinggi badan 69,60% balita
memiliki tinggi badan yang normal, gemuk 5,70%, kurus 21,80% dan sangat kurus
3,40%. Berdasarkan hasil persentase diatas masih ada juga 3,40% balita yang
sangat kurus dan 21,80% yang kategori kurus. Hal ini menunjukkan bahwa masih
ada balita yang kebutuhan gizinya belum terpenuhi ataupun tidak terpenuhi.
Kurangnya asupan zat gizi tersebut juga mungkin dipengaruhi karena jauhnya lokasi
sumber pangan dari desa tersebut.
B. Pemberian ASI dan MP-ASI
1. Pemberian ASI pada Anak usia 0-6 bulan

Pemberian ASI pada anak usia 0-6 bulan


a. Eksklusif 20 22,99%
b.Non-Eksklusif 67 77,01%
Total 87 100,00%

Gambar 4. Pemberian ASI usia 0-6 bulan


2. Jenis MP-ASI yang pertama kali diberikan

Jenis MP-ASI yang pertama kali diberikan


a. Air gula/madu 2 2,30%
b. Bubur Saring 4 4,60%
c. Bubur biasa 53 60,92%
d.Makanan pabrikan (Sun, Promina) 10 11,49%
e. Pisang

Gambar 5. Jenis MP-ASI

Berdasarkan hasil laporan dan wawancara yang telah dilakukan di Desa


Kelapa Bajohom banyak ditemukan anak yang diberikan MP-ASI antara lain
adalah Air gula/madu,bubur saring,bubur biasa,makanan pabrikan
(Sun,Promina).MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi di
berikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI di berikan
mulai usia 4 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat usia bayi/anak,
kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena tumbuh kembang,
sedangkan ASI yang di hasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI
merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.MP-ASI
merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini harus menjadi pelengkap
dan dapat memenuhi kebutuhan bayi.
Hal ini menunjukan bahwa MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan
zat gizi yang terkandung dalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas bahwa
peranan makanan tambahan bukan sebagai pendamping ASI tetapi untuk
melengkapi atau mendampingi ASI.Hasil yang dapat kami laporkan adalah MP-
ASI yang paling banyak diberikan adalah Bubur biasa dengan frekuensi
sebanyak 60,91% diikuti Makanan Pabrikan(Sun,Promina) dengan frekuensi
sebanyak 11,49% kemudian Bubur Saring dengan frekuensi sebanyak 4,59%
dan yang terakhir dan paling sedikit adalah Air Gula/Madu dengan frekuensi
sebanyak 2,29%.Bubur biasa yang diberikan adalah nasi lembik dengan
tambahan beberapa sayuran dan ditambahkan dengan ikan ataupun daging
ayam.
3. Usia Pertama kali diberikan MP-ASI

Usia pertama kali diberikan MP-ASI


a. 0-2 bulan 25 28,73%
b. 3-5 bulan
c. >6 bulan 44 50,57%

Gambar 6. Usia Pertama pemberian MP-ASI

C. Jenis Penyakit

Jenis Penyakit Infeksi yang pernah diderita BALITA


a.Diare 9 10,34%
b.Batuk/pilek/radang tenggorokan 26 29,89%
c.Demam Tinggi
d.Malaria
e.Cacingan
f. Gejala Typus
g.Demam Berdarah
Total 87 40,23%

Gambar 4. Jenis Penyakit yang pernah diderita Balita

Berdasarkan hasil laporan dan wawancara yang telah dilakukan


dilapangan,terdapat beberapa balita yang mengalami Diare selama 1 bulan
terakhir serta Batuk/Pilek/Radang tenggorokan dengan frekuensi balita yang
menderita diare selama 1 bulan terkhir sebanyak 9,20% dan frekuensi balita
yang menderita batuk/pilek/radang tenggorokan sebanyak 26,80%. Infeksi
saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali
dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri
telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA dihitung dalam
kurun waktu 1 bulan terakhir.
Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan
atau lendir. Oralit dan zinc sangat dibutuhkan pada pengelolaan diare balita.
Oralit dibutuhkan sebagai rehidrasi yang penting saat anak banyak kehilangan
cairan akibat diare dan kecukupan zinc di dalam tubuh balita akan membantu
proses penyembuhan diare. Pengobatan dengan pemberian oralit dan zinc
terbukti efektif dalam menurunkan tingginya angka kematian akibat diare sampai
40 persen. Banyak kemungkinan yang berkaitan dengan penyakit yang diderita
balita di Desa kelapa Bojohom seperti hygiene dan sanitasi lingkungan.Faktor
lingkungan yang berhubungan dengan hygiene dan sanitasi sangat berpengaruh
dalam penentuan kesehatan anak.Kebiasaan yang diterapkan ibu kepada
anaknya berdampak buruk kepada anak menyebabkan anak menjadi gampang
sakit dan tidak sehat.

Kategori Frequency %

Tidak Sakit 79 70.5

Sakit 33 29.5

Total 112 100.0

Gambar 5. Kategori Penyakit Anak


Dari 112 keluarga yang telah diwawancari ditemukan anak (Balita dan
Anak Sekolah) yang sakit berjumlah 29,5% dan anak yang tidak sakit berjumlah
70,5%. Anak dikatakan sakit ketika dalam 1 bulan terakhir pernah diagnosis oleh
tenaga kesehatan atau dokter mengalami diare, suhu badan anak sangat tinggi,
batuk-batuk, panas disertai batuk berdahak/pilek, panas disertai menggigil atau
panas naik turun berkeringat dan mual, kesulitan bernafas dengan atau tanpa nyeri
dada dan menderita penyakit typus. Sedangkan anak dikatakan tidak sakit ketika
dalam 1 bulan terakhir tidak pernah diagnosis oleh tenaga kesehatan atau dokter
mengalami diare, suhu badan anak sangat tinggi, batuk-batuk, panas disertai batuk
berdahak/pilek, panas disertai menggigil atau panas naik turun berkeringat dan
mual, kesulitan bernafas dengan atau tanpa nyeri dada dan menderita penyakit
typus.

D. Asupan
E. Sosial Ekonomi

Rata-rata pengeluaran biaya per bulan Jumlah


a. Makanan (termasuk jajan di luar rumah) Rp.1.125.500 63,93%
b. Pendidikan (uang sekolah, les, kursus) Rp.25.000 1,42%
c. Sosial (pesta, arisan, kemalangan, sumbangan) Rp.250.000 14,20%
d. Rokok Rp.325.000 18,46%
e. Pulsa Rp.35.000 1,99%
Total Rp.1.760.500 100,00%

Gambar 7. Rata-rata Pengeluaran Biaya Per Bulan

F. Pola Asuh
Pola Asuh Anak Balita

Frequency %

rendah 4 4.6

sedang 83 95.4

Total 87 100.0

Gambar 8. Pola Asuh Anak Balita


G. Pengetahuan
Pengetahuan Gizi Ibu

Frequency(n) %

Rendah 87 100.0

Gambar 8. Pengetahuan Gizi Ibu

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa pengetahuan gizi ibu adalah


100% kurang. Angka ini menunjukan bahwa seluruh ibu yang diwawancarai
memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi. Seluruh ibu yang diwawancara
tidak memahami pengetahuan tentang gizi, cara mengisi KMS, fungsi dan arti
pita-pita warna pada KMS, arti bila berat badan anak tidak naik 2 bulan berturut-
turut dan makanan yang baik diberikan tepat sesuai usia balita. Pada saat
wawancara, banyak ibu mengaku yang tidak pernah mengisi KMS karena sudah
diisi oleh bidan di Posyandu.

H. Tindakan dan Perilaku Ibu

Perilaku/Tindakan Gizi Ibu

Frequency(n) %

rendah 87 100.0

Gambar 9. Perilaku/Tindakan Gizi Ibu


I. Konsumsi Tablet Tambah Darah selama Kehamilan
Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) selama
kehamilan
a. Tidak Mengkonsumsi 53 60,92%
b. 0-30 butir 28 32,18%
c.31-60 butir 3 3,45%
d. > 60 butir 3 3,45%
Total 87 100,00%

Gambar Konsumsi Tablet Tambah Darah selama Kehamilan

J. Lingkungan Dan Sanitasi Rumah

Lingkungan dan sanitasi Rumah


a.Jamban Leher Angsa 86 98,85%
b.Pembuangan sampah terbuka 74 85,05%
c.Pembuangan limbah belakang rumah 78 89,65%

Gambar Lingkungan dan Sanitasi Rumah

Anda mungkin juga menyukai