Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTEK BELAJAR DI

PUSKESMAS PIDIE DENGAN PERMASALAHAN


GIZI KURANG PADA BALITA S

Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi


DIII Kebidanan Pada STIKes Medika Nurul Islam

Disusun Oleh:

KHAREISA ZELHIJANA
NIM: 20020005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEDIKA NURUL ISLAM
2023

i
LEMBARAN PENGESAHAN

LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTEK BELAJAR DI


PUSKESMAS PIDIE DENGAN PERMASALAHAN
GIZI KURANG PADA BALITA S

Disiapkan dan Disusun Oleh:


KHAREISA ZELHIJANA
NIM: 20020005

Telah Disetujui Oleh Ci Puskesmas


Pada Tanggal 12 Juni 2023

Risfayanti, S.Tr.keb
NIP: 197601152006042002

Mengetahui,
Ketua Jurusan D-III Kebidanan

Nur Asyiah Putri Helnasari ,.M.Keb.,AIFO


NIDN:13164860

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan “Laporan Pelaksanaan Praktek Belajar Di Puskesmas Pidie
Dengan Permasalahan Gizi Kurang Pada Bl.S”

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih jauh dari


kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki,
akan tetapi berkat bimbingan, arahan dan dukungan serta bantuan dari berbagai
pihak maka laporan ini dapat diselesaikan

Sigli, Juni 2023

Khareisa Zelhijana

iii
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………….. i
LEMBARAN PENGESAHAN……………………………………………….ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iv
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………… .. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… .2
C. Tujuan…………………………………………………………………...2
D. Manfaat………………………………………………………………….3
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………..4
A. Pengertian Status Gizi ……………………………………………………….4
B. Klasifikasi Status Gizi…………………………………………………...4
C. Metode Penelitian Status Gizi…………………………………………...5
D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi………………………7
BAB III : TINJAUAN KASUS……………………………………………… 11
BAB IV : PENUTUP…………………………………………………………. 16
A. Kesimpulan ……………………………………………………………..16
B. Saran…………………………………………………………………….16
DAFTAR PUSTAKA

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi Kurang merupakan suatu kondisi berat badan menurut umur
(BB/U) yang tidak sesuai dengan usia yang seharusnya. Kondisi balita gizi
kurang akan rentan terjadi pada balita usia 2-5 tahun karena balita sudah
menerapkan pola makan seperti makanan keluarga dengan tingkat aktivitas
fisik yang tinggi (Diniyyah & Nindya, 2017).
Menurut World Health Organization (WHO), ada tiga indikator status
gizi pada anak yang dijadikan parameter, yaitu berat badan terhadap umur,
tinggi badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi badan. Berat
badan merupakan indikator umum status gizi karena berat badan berkorelasi
secara positif terhadap umur dan tinggi badan (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data Riskesdas 2013 gizi kurang di Indonesia memiliki


prevalensi sebesar 13,9% sedangkan pada data Riskesdas 2018 memiliki
prevalensi sebesar 13,8% dengan arti hanya 0,1% prevalensi penurunan gizi
kurang dalam 5 tahun terakhir. Sehingga masalah ini menjadi masalah yang
harus diperhatikan oleh pihak tenaga kesehatan maupun pemerintah setempat
(Kemenkes, 2018). Prevalensi permasalahan gizi di Indonesia berdasarkan
hasil Riskesdas 2018 terdapat 17,7% kasus balita kekurangan gizi dan jumlah
tersebut terdiri dari 3,9% gizi buruk dan 13,8% gizi kurang (Kemenkes,
2018).

Banyak faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada anak diantaranya


yaitu konsumsi makanan yang tidak seimbang dengan kebutuhan kalori akan
berpengaruh pada pertumbuhan seorang anak. Sikap dan perilaku makan yang
kurang baik akan mengakibatkan kurangnya status gizi pada balita tersebut
(Setyawati dan Setyowati, 2015).

Status sosial ekonomi seperti pekerjaan, pendidikan dan pendapatan


suatu keluarga berpengaruh pada status gizi anak sebuah keluarga.

1
Pendapatan sebuah keluarga sangat mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk mengakses dan mengkonsumsi makanan tertentu yang akan
berpengaruh pada status gizi anak tersebut. Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hosang, Umboh dan Lestari, yang
menyatakan terdapat hubungan Pemberian Makanan Tambahan terhadap
perubahan status gizi anak gizi kurang di Kota Manado tahun 2017.

Gizi kurang secara cepat harus segera ditangani, apabila tidak segera
ditangani akan menjadi masalah baru yaitu menambah prevalensi gizi kurang
di suatu wilayah. Skrining gizi dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi responden yang berisiko, tidak berisiko malnutrisi atau
kondisi khusus. Bila hasil skrining gizi menunjukkan responden berisiko
malnutrisi, maka dilakukan pengkajian/assesment gizi dan dilanjutkan dengan
langkah-langkah proses asuhan gizi terstandar oleh ahli gizi/dietisien
(Kemenkes, 2013).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
permasalahan dalam laporan ini yaitu “Bagaimana Permasalahan Gizi
kurang Pada Bl.S di Puskesmas Pidie?”.

C. Tujuan
Untuk mengetahui Permasalahan Gizi kurang Pada Bl.S di Puskesmas
Pidie.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah wawasan terkait Permasalahan Gizi kurang Pada


Bl.S di Puskesmas Pidie.

2. Bagi Institusi Pendidikan

2
Dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan masukan untuk
memperluas wawasan Mahasiswa/i STIKes Medika Nurul Islam.

3. Bagi Tenaga Kesehatan


Sebagai masukan untuk melakukan perencanaan program pencegahan
dan penanggulangan Permasalahan Gizi kurang Pada Bl.S di Puskesmas
Pidie.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Status Gizi Balita


Anak bawah lima tahun atau sering disebut sebagai anak balita adalah
anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih populer dengan
pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris H, 2006) atau biasa
digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan. Para ahli
menggolongkan usia balita sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup
rentan terhadap berbagai serangan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu (Kemenkes RI, 2015).

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam


bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluara zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi
normal organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2017).

B. Klasifikasi Status Gizi


Menurut Ariani (2017), dalam menentukan klasifikasi status gizi harus
sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO – NCHS (World Health
Organization – National Centre for Health Statistic).

Berdasarkan buku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas


2. Gizi baik untuk well nourished
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM
(Protein Calori Malnutrition).
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik
kwashiorkor dan kwashiorkor.
4
Menurut Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderan Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak (2010), menyatakan bahwa klasifikasi status gizi
balita menurut BB/U dibagi menjadi 4, yaitu:
1.Gizi buruk: <-3 SD
2.Gizi kurang: -3 SD sampai <-2 SD
3.Gizi baik: -2 SD sampai 2 SD
4.Gizi lebih: >2 SD

C. Metode Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu
penilaian status gizi secara langsung maupun tidak langsung (Supariasa,
2017).

1. Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian
yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia ditijau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan
dengan berbgai macam pengukuran dimensi tubuh dan dimensi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan


mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari
tubuh manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal
lemak di bawah kulit.

Indeks Antropometri antara lain Berat Badan Menurut Umur


(BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Berat Badan Menurut
Tinggi Badan (BB/TB) dan Lingkar Lengan Atas Menurut Umur
(LILA/U).

5
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,
penurunan nafsu makan, atau jumlah yang dikonsumsi. Berat badan
adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan
normal, yaitu ketika keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur.

Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang menggambarkan


keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.


Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini
(sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks yang independen terhadap
umur. Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas
berkorelasi dengan indeks BB/U dan BB/TB.

Lingkar lengan atas merupakan parameter antropometri yang


sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga yang bukan
profesional. Kader posyandu dapat melakukan pengukuran ini.

b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi terkait ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat
dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit,
mata, rambut dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

6
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat
gizi. Selai itu, metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu tanda (sign)
dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

c. Penilaian Status
Gizi Secara Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti
hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penemuan kimia faal
dapat lebih banyak menolong untuk menentukan diagnosis atau
kekurangan/kelebihan gizi yang spesifik.

d. Penilaian Status Gizi Secara Biofisik


Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur jaringan.

2. Secara Tidak Langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjai 3 (tiga)
yaitu: survey konsumsi makanan, statistic vital dan faktor ekologi.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

1. Penyebab Langsung
a. Asupan Makanan
Pengukuran asupan makanan/konsumsi makanan sangat penting untuk
mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini

7
dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet
yang dapat menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2013).

b. Pola Makan
Pola makan yang baik, frekuensi ysng sesuai dengan kebutuhan, jadwal
makan yang teratur dan hidangan yang bervariasi dapat terpenuhinya
kecukupan sumber tenaga, asupan zat pembangun, zat pengatur bagi
kebutuhan gizi anak balita sehingga proses tumbuh kembang anak balita
tetap sehat (Novitasari dkk, 2016).

c. Pemberian ASI Eksklusif


ASI ekslusif yang dimaksud adalah pemberian hanya ASI saja tanpa
makanan dan cairan lain sampai berusia 6 bulan kecuali obat dan vitamin.
Menurut Giri, dkk (2013) dalam Novitasari, dkk (2016) menyebutkan
bahwa balita yang diberikan ASI ekslusif cenderung berstatus gizi bak atau
tidak BGM sedangkan yang tidak diberikan ASI ekslusif cenderung
berstatus gizi kurang.

d. Penyakit Infeksi
Adanya hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi merupakan
suatu hal yang saling berhubungan satu sama lain karena anak balita yang
mengalami penyakit infeksi akan membuat nafsu makan anak berkurang
sehingga asupan makanan untuk kebutuhan tidak terpenuhi yang kemudian
menyebabkan daya tahan tubuh anak balita melemah yang akhirnya mudah
diserang penyakit infeksi (Novitasari dkk, 2016).

Scrimshaw et all, (1959) dalam Supariasa (2013) menyatakan bahwa


ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)
dengan malnutrisi mereka menekankan interaksi yang sinergis antara
malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi
status gizi dan mempercepat malnutrisi.

2. Penyebab Tidak Langsung


a. Pelayanan Kesehatan
1. Puskesmas

8
Puskesmas sebagai lembaga mempunyai bermacanmacam aktivitas.
Salah satunya adalah posyandu, dimana pada posyandu terdapat
skrining pertama dalam pemantauan status gizi balita, adanya
penyuluhan tetag gizi, PMT, Vit A dan sebagainya (Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, 2016).

Hal tersebut menyebabkan ibu yang tidak aktif berkunjung


keposyandu mengakibatkan ibu kurang mendapatkan informasi
mengenai status balita, tidak mendapat dukungan dan dorongan dari
petugas kesehatan apabila ibu menyusui permasalahan kesehatan pada
balitanya, serta pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
yang tidak dapat terpantau secara optimal, karena pemantauan
pertumbuhan balita dapat dipantau melalui KMS (Sugiyarti, dkk. 2014).

Ibu yang rutin ke posyandu dapat dipantau status gizi anak balitaya
oleh petugas kesehatan dan begitu juga sebaliknya ibu yang tidak rutin
ke posyandu maka status gizi anak balitanya akan sulit terpantau
(Novitasari, dkk. 2016)

2. Rumah Sakit Atau Fasilitas Kesehatan Lainnya


Data-data dari rumah sakit dapat memberikan gambaran tentang
keadaan gizi di dalam masyarakat. Apabila masalah pencatatan dan
pelaporan rumah sakit kurang baik, data ini tidak dapat memberikan
gambaran yang sebenarnya (Supariasa, 2013).

a) Sosial Budaya
1) Tingkat Pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki
pendapatan yang relative tinggi pula. Semakin tinggi pendidikan maka
cenderung memiliki pendapatan yang lebih besar, sehingga akan
berpengaruh pada kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi
(Shilfia dan Wahyuningsih, 2017).

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah


menerima informasi. Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang

9
cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun
media massa. Pengetahuan erat hubunganya dengan pendidikan,
seseorang dengan pendidikan yang tinggi maka semakin luas pula
pengetahuan yang dimiliki (Ariani, 2017).

2) Pendapatan
Pendapatan menunjukkan kemampuan keluarga untuk membeli
pangan yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pangan dan
gizi. Keluarga dengan pendapatan tinggi memiliki kesempatan untuk
membeli makanan yang bergizi bagi anggota keluarganya, sehingga
dapat mencukupi kebutuhan gizi setiap anggota keluarganya (Adriana,
M., 2013).

Kemampuan keluarga untuk membeli bahan pangan tergantung


pada besar kecilnya pendapatan dan pengeluaran harga baha makanan
itu sendiri. Pengaruh peningkatan dari penghasilan akan berdampak
pada perbaika status gizi. Apabila pendapatan meningkat maka jumlah
makanan dan jenis makanan akan cenderung membaik. Semakin
tinggi penghasilan semakin tinggi pula presentase yang digunakan
membeli makanan yang bergizi (Sugiyarti, dkk. 2014).

3) Tingkat Pengetahuan
Gizi buruk dapat dihindari apabila dalam keluarga terutama ibu
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mengenai gizi, orang tua
yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi dan kesehatan,
cenderung tidak memperhatikan kandungan zat gizi dalam makanan
keluarganya terutama untuk anak balita, serta kebersihan makanan
yang di makan, sehingga akan mempengaruhi status gizinya (Ariani,
2017).

4) Tradisi/Kebiasaan
Dalam hal sikap terhadap makanan masih banyak terdapat
pantangan, tahayul dan tabu dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan konsumsi makanan yang bergizi pada masyarakat
menjadi rendah (Supariasa, 2013).
10
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA


BALITA

Tanggal: 16 Mei 2023 Jam: 10.20 WIB Tempat Pemeriksaan : Puskesmas

Pidie

BIODATA
1. Anak

Nama anak : Bl.S

Umur : 14 Bulan

Jenis kelamin : Perempuan


2. Orang Tua
Nama Ibu : Ny.L Nama ayah : Tn. M

Umur : 28 Tahun Umur : 32 Tahun

Suku/bangsa : Aceh Suku/bangsa : Aceh

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Tp. 40 Alamat : Tp. 40

DATA SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama : Ibu dating membawa anaknya dan mengatakan bahwa anaknya
demam dan tidak mau makan.

11
2. Riwayat Kesehaan

a. Riwayat Penyakit anak : Tidak ada

b. Riwayat Penyakit Orang Tua / Keluarga : Tidak ada

c. Imunisasi

Diberikan Diberikan pada


No. Imunisasi Ket.
Iya Tidak tanggal
1 BCG  April 2022 -
2 DPT 1
3 DPT 2
4 DPT 3
5 Polio 1  April 2022
6 Polio 2
7 Polio 3
8 Polio 4
9 Hepatitis B 1
10 Hepatitis B 2
11 Hepatitis B 3
12 Campak  Desember 2022

3. Pola Kebutuhan Kebutuhan Dasar

a. Nutrisi

Jenis makanan : MPASI

Frekuensi : 2x sehari

Jenis minuman : ASI + Air putih + Susu

Keluhan : Susah makan

b. Eliminasi

BAB BAK
Warna : Kuning Warna : Kuning benih

Bau : Khas Bau : Pesing

Konsistensi : Padat Konsistensi : Cair

Frekuensi : 1x sehari Frekuensi : 4 - 5x sehari

12
c. Istirahat dan Tidur

Tidur Siang : 2 – 3 jam

Tidur Malam : 9 - 10 jam

d. Kebersihan Diri

Mandi : 3x sehari

Gosok Gigi : 1x sehari

Mengganti pakaian dalam : setiap BAB dan BAK

4. Keadaan Psikososial

Yang mengasuh : Nenek

Kedudukan anak dalam keluarga : Anak Kandung

Perhatian orang tua terhadap anak : Sangat baik

DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan Umum : Composmentis

b. Kesadaran : Sedikit lemas

c. TTV

S : 36 °C
N : 90x/menit
RR : 33x/menit
d. BB : 7 kg

e. BB/TB : 8,5 kg

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala dan Rambut : Bersih


b. Mata : Konjungtiva Merah Muda, sclera bening
c. elinga : Bersih
13
d. Hidung : Sedikit beringus
e. Mulut dan Gigi : Bersih, gigi belum habis tumbuh
f. Dada : Normal
g. Abdomen : Simetris
h. Ekstermitas : Normal
i. Turgor / Kulit : Normal
j. Anus : (+)

ASSASSMENT

1. Diagnosis : Balita S usia 14 bulan dengan gizi kurang ≤ -2 berdasarkan pengukuran


BB/TB

2. Masalah : Gizi Kurang

3. Kebutuhan : Nutrisi

4. Diagnosis Petensial : Gizi Kurang

PLANNING

1) Memberi tahu ibu bahwa ibu harus menjaga pola makan anak karena anak
mengalami gizi kurang.

2) Memberitahu ibu untuk memberikan makanan bergizi lengkap dan seimbang


sesuai dengan kebutuhan anak

3) Memberitahu ibu untuk mengolah makanan anak sesuai dengan kebutuhan


anak agar anak mau makan.

4) Memberitahu ibu untuk rutin ke Posyandu memberitahu ibu untuk rutin


memberikan anak roti yang sudah difasilitasi oleh Puskesmas.

5) Konsultasikan ke dokter anak Jika belum ada perkembangan

14
EVALUASI

1) Ibu sudah memahami dan mengerti tentang permasalahan Giz pada anaknya

2) Ibu sudah mau menerapkan pola hidup sehat pada anaknya

3) Ibu sudah mulai melakukan pengolahan makanan untuk anaknya agar anak
mau makan

4) Ibu sudah mulai memberikan anak makanan yang brgizi dan seimabang

5) Ibu sudah menjalankan untuk si anak agar dibawa ke Posyandu dengan rutin

15
BAB IV

PENUTUP

B. Kesimpulan
Gizi Kurang merupakan suatu kondisi berat badan menurut umur (BB/U)
yang tidak sesuai dengan usia yang seharusnya. Kondisi balita gizi kurang
akan rentan terjadi pada balita usia 2-5 tahun karena balita sudah menerapkan
pola makan seperti makanan keluarga dengan tingkat aktivitas fisik yang
tinggi (Diniyyah & Nindya, 2017).
Banyak faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada anak diantaranya
yaitu konsumsi makanan yang tidak seimbang dengan kebutuhan kalori akan
berpengaruh pada pertumbuhan seorang anak. Sikap dan perilaku makan yang
kurang baik akan mengakibatkan kurangnya status gizi pada balita tersebut
(Setyawati dan Setyowati, 2015).

Gizi kurang secara cepat harus segera ditangani, apabila tidak segera
ditangani akan menjadi masalah baru yaitu menambah prevalensi gizi kurang
di suatu wilayah. Skrining gizi dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi responden yang berisiko, tidak berisiko malnutrisi atau
kondisi khusus. Bila hasil skrining gizi menunjukkan responden berisiko
malnutrisi, maka dilakukan pengkajian/assesment gizi dan dilanjutkan dengan
langkah-langkah proses asuhan gizi terstandar oleh ahli gizi/dietisien
(Kemenkes, 2013).

A. Saran
Bayi yang mengalami permasalahan Gizi kurang harus menerapkan hidup pola
sehat, ibu juga harus memantau perkembangan dan pertumbuhan bayi secara terus
menerus, ibu juga harus pandai dalam mengolah makanan bayi agar bayi tetap
terus makan dan memberikan cemilan seperti roti-roti, bayi juga harus terpenuhi
nutrisinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. D. 2013. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Selemba Medika.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2010. Keputusan
Menteri Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Hardinsyah dan Supariasa. 2017. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasinya. Jakarta: EGC
Kemenkes RI. 2015. Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia. Jakarta :
Kemenkes RI .
Putri Ariani, A. 2017. Ilmu Gizi Dilengkapi dengan Standar Penilaian Status Gizi
Dan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Sugiyarti R, Aprilia V, Hati F. 2014. Kepatuhan Kunjungan Posyandu dan Status
Gizi Balita di Posyandu Karangbendo Banguntapan, Bantul. Yogyakarta :
JKN.
Supariasa, dkk. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai