Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Makalah dengan judul Screening Nutrition Tool pada Anak dan Dewasa
ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
Departemen Radiologi. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
Penyelesaian penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi, Sp.GK sebagai dosen pembimbing yang
telah bersedia membimbing dan memberikan masukan dan kritikan hingga
makalah ini dapat diselesaikan.
2. Seluruh konsulen di Departemen Gizi FK USU yang membantu penulis
selama menjalani proses kepanitraan klinik.
Penulis menyadari penyelesaian makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari
semua pihak di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan sumbangsih bagi institusi dan perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya tentang Screening Nutrition Tool pada Anak dan Dewasa".

Medan, 28 Mei 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....... i
DAFTAR ISI......ii
BAB 1 PENDAHULUAN...........1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................1
1.3 Manfaat...................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2


2.1 Definisi Skrining Gizi............................................................................2
2.2 Metode Penilaian Status Gizi di Rumah sakit.......5
2.2.1 Antropometri..................9
2.2.2 Pemeriksaan Klinis................9
2.2.3 Biokimia.................9
2.2.4 Biofisik.................9
2.2.5 Survei Konsumsi Pangan..............9
2.2.6 Statistik Vital.................9
2.2.7 Ekologi.................9
2.3 Alat Skrining Gizi pada Dewasa...............9
2.3.1 Antropometri..................9
2.3.2 Pemeriksaan Klinis................9
2.3.3 Biokimia.................9
2.3.4 Biofisik.................9
2.3.5 Survei Konsumsi Pangan..............9
2.3.6 Statistik Vital.................9
ii
i

2.4 Alat Skrining Gizi pada Anak


2.4.1 Antropometri..................9
2.4.2 Pemeriksaan Klinis................9
2.4.3 Biokimia.................9
2.4.4 Biofisik.................9
2.4.5 Survei Konsumsi Pangan..............9
2.4.6 Statistik Vital.................

BAB 3 KESIMPULAN...,..20

DAFTAR PUSTAKA...21
i
v
v

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak cara menilai status gizi seperti pemeriksaan laboratorium,


pemeriksaan klinis, biofisik dan antropometri. Penilaian antropometri yang paling
umum dilakukan karena lebih mudah, tidak mebutuhkan peralatan canggih dan
bisa diakukan oleh hampir semua orang.

Status gizi terbentuk merupakan deskripsi keseimbangan antara intake zat gizi
dengan kebutuhan tubuh secara individual. Cukup konsumsi cenderung status gizi
baik dan kurang konsumsi besar kemungkinan akan kurang gizi. Hal ini karena
status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktorial), akan tetapi faktor
konsumsi makanan adalah faktor yang dominan.. Hal mendasar yang perlu diingat
bahwa setiap metode penilaian status gizi punyai kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Dengan menyadari kelebihan kelemahan tiap-tiap metode, maka
dalam menentukan diagnosis suatu penyakit digunakan beberapa jenis metode.
Penggunaan satu metode akan memberikan hasil yang kurang komprehensif
tentang suatu keadaan (Gibson, 2005).

Indeks yang Berhubungan dengan Gizi dan Malnutrisi antara lain Skrining
gizi adalah proses yang sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi individu yang
mengalami kekurangan gizi atau yang berisiko terhadap permasalah gizi
(Charney, 2009). Skrining dapat dilakukan oleh perawat, dokter maupun ahli gizi.
Dari pengertian ini dapat diambil simpulan bahwa skrining gizi bertujuan untuk
menentukan seseorang beresiko malnutrisi atau tidak, mengidentifikasi individu
yang membutuhkan terapi gizi segera, mencegah agar seseorang yang masih sehat
tidak menderita masalah gizi, dan menghindari komplikasi lebih lanjut jika
seseorang telah menderita masalah gizi. Langkah pertama dalam proses skrining
adalah pengumpulan data primer yang diperoleh melalui alat skrining, dengan
cara mewawancarai pasien sesuai pertanyaan yang ada pada alat skrining yang
v
i

digunakan. Kemudian, hasil dari wawancara tersebut diolah dan disajikan dalam
bentuk table

1.2 Tujuan Makalah


Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1. Mengetahui definisi, metode dan perbedaan screening tool nutrition pada


anak dan dewasa.
2. Sebagai tugas makalah untuk melengkapi kepaniteraan klinik di
Departemen Radiologi.

1.3 Manfaat Pembuatan Makalah


Manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan
mengenai screening tool nutrition pada anak dan dewasa akalasia.
v
ii

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Skrining Gizi

Skrining gizi adalah proses yang sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi
individu yang mengalami kekurangan gizi atau yang berisiko terhadap permasalah
gizi (Charney, 2009). Skrining dapat dilakukan oleh perawat, dokter maupun ahli
gizi. Dari pengertian ini dapat diambil simpulan bahwa skrining gizi bertujuan
untuk menentukan seseorang beresiko malnutrisi atau tidak, mengidentifikasi
individu yang membutuhkan terapi gizi segera, mencegah agar seseorang yang
masih sehat tidak menderita masalah gizi, dan menghindari komplikasi lebih
lanjut jika seseorang telah menderita masalah gizi.

Langkah pertama dalam proses skrining adalah pengumpulan data primer


yang diperoleh melalui alat skrining, dengan cara mewawancarai pasien sesuai
pertanyaan yang ada pada alat skrining yang digunakan. Kemudian, hasil dari
wawancara tersebut diolah dan disajikan dalam bentuk table

2.2 Metode Penilaian Status Gizi di Rumah Sakit

Metode yang digunakan dalam penentuan status gizi di rumah sakit pada
umumnya adalah antropometri, laboratorium (biokimia), klinis dan konsumsi
makanan.

2.2.1 Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya


tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi secara umum antropometri berarti ukuran
dari tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
v
ii
i

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (I
Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).

Jenis Parameter Antropometri :

a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Batasan
umur yang digunakan.
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Pada masa bayi sampai balita,
berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun
status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan
adanya tumor.
c. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Pengukuran TB
untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi
mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Sedangkan untuk bayi
atau anak yang belum dapat berdiri digunakan alat pengukur panjang bayi (I
Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 42).
d. Lingkar Lengan Atas (LLA)
LLA merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah
dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang
lebih murah. Mengukur LLA anak balita dilakukan dengan menggunakan alat
berupa pita pengukur yang dibuat dari fiber glass, yaitu jenis kertas tertentu
i
x

berlapis plastik. Bila tidak mempunyai alat ini, dapat juga digunakan meteran lain
(I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 46).
e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktis, biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala Contoh: hidrosefalus dan mikrosefalus. Lingkar kepala
dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.
f. Lingkar Dada
Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar
dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat
digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan
kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada
lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat
rasio lingkar dada dan kepala < 1.
g. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan antropometri antara lain dengan
penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI).
IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan beserta resikonya.
Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan
timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk
orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak,
remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
h. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul :
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak
bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.
Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit
x

yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Pengukuran lingkar


pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran
harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda.
Rasio lingkar pinggang-pinggul untuk perempuan 0.77, laki-laki 0.90.
i. BB/U
Diantara beberapa macam indeks antropometri, BB/U merupakan indikator
yang paling umum digunakan. Gizi kurang pada anak balita adalah balita yang
diukur menurut berat badan dan umur (BB/U), umur yang mempunyai berat badan
sangat rendah (gizi buruk) dan berat badan rendah (gizi kurang).

2.2.2 Pemeriksan Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 : 19).
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari
kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan secara
fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (I Dewa
Nyoman Supariasa, 2002 : 19).

Pembagian pemeriksaan klinis Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu:

1. Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai perkembangan


penyakit. Catatan ini meliputi :
a. Identitas penderita
b. Lingkungan fisik dan social budaya
c. Sejarah timbulnya gejala penyakit
x
i

2. Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan fisik kita melakukan pengamatan terhadap


perubahan fisik, yaitu semua perubahan yang ada kaitannya dengan kekurangan
gizi. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat dari kulit atau jaringan epitel,
seperti rambut, mata, muka, mulut, lidah, gigi, dan lain lain.

3. Tanda-tanda klinis malnutrisi (gizi kurang) tidak spesifik, karena ada beberapa
penyakit yang mempunyai gejala yang sama, tetapi penyebabnya berbeda. Oleh
karena itu pemeriksaan klinis ini harus dipadukan dengan pemeriksaan lainseperti
antropometri, labolatorium dan survei konsumsi makanan, sehingga kesimpulan
dalam penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik (I Dewa Nyoman
Supariasa, 2002: 119).

2.2.3 Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang


diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (I Dewa
Nyoman Supariasa, 2002 : 19). Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi
memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan
dan pemeriksaan lain.

2.2.4 Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan (I Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2001 : 20). Tes
kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi exspenditure
serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat dilihat secara klinis maupun
tidak dapat dilihat secara klinis. Pemeriksaan yang tidak dapat dilihat secara klinis
x
ii

biasanya dilakukan dengan pemeriksaan radiology. Penilaian status gizi secara


biofisik sangat mahal, memerlukan tenaga yang professional dan dapat diterapkan
dalam keadaan tertentu saja (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 173). Umumnya
dapat digunakan pada situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic
(epidemic of night blindness).

Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. Cara penilaian Dapat dilakukan
dengan 3 cara:

1. Uji radiologi : dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik dan keadaan tertentu
seperti riketsia, osteomalasia, fluorosis dan beri-beri. Tanda-tanda radiologi dapat
terjadi pada kurang gizi yang parah.

2. Tes fungsi fisik: Untuk mengukur perubahan fungsi yang dihubungkan dengan
ketidak cukupan gizi.

3. Tes Sitologi : tes ini digunakan untuk menilai keadaan KEP berat. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan melihat noda pada epitel dari mukosa oral. Hasil dari
penelitian pada binatang dan anak KEP menunjukkan bahwa presentase
perubahan sel meningkat pada tingkatan KEP dini.

2.2.5 Survei Konsumsi Pangan

Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang
digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Secara umum
survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan
gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok,
rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
konsumsi makanan tersebut (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 88).
Survei konsumsi makanan ini dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode
recall 24 jam, food records, dan weighing method. Secara kualitatif akan diketahui
x
ii
i

frekuensi makan maupun cara memperoleh pangan. Metode pengumpulan data


yang dapat digunakan adalah food frequency questionnaire dan dietary
history.Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. Metode
pengukuran berdasarkan jenis data yang diperoleh :
1. Metode kualitatif
Untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan
makanan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara
memperoleh bahan makanan.
2. Metode kuantitatif
Untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung
konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM).

2.2.6 Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi (Suyatno, 2009).Penggunaannya dipertimbangkan
sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

2.2.7 Ekologi

Menurut Bengoa, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang


saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi, dan lingkungan
budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada
keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan
tingkat ekonomi dari penduduk. Disamping itu, budaya juga berpengaruh seperti
kebiasaan memasak, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan
makan bagi golongan rawan gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 176)
x
i
v

2.3 Alat Skrining Gizi pada Dewasa

2.3.1. NRS (Nutritional Risk Skrining)

NRS-2002 dikembangkan pada tahun 2002 oleh Kondrup dkk dan ESPEN
(European Society of Parenteral and Enteral Nutrition). Pada saat itu, kedua tim
tersebut bertujuan untuk mengembangkan system skrining yang menggunakan
analisis retrospektif, dengan menggunakan subjek-subjek percobaan yang
dikondisikan / diatur, serta melihat dari karakteristik gizi dan manifestasi klinis
pada subjek-subjek tersebut. Alat skrining ini dikembangkan dengan asumsi
bahwa kebutuhan terhadap pengobatan gizi ditandai oleh tingkat keparahan
malnutrisi dan tingkat peningkatan akan asupan gizi yang terjadi karena penyakit
yang diderita tersebut (Kondrup, 2003).

NRS meliputi dua hal dalam penerapannya, yaitu :

A. Pengukuran kemungkinan gizi kurang


B. Pengukuran tingkat keparahan penyakit (disease severity) Kriteria dalam
penggunaan NRS-2002 adalah sebagai berikut.
a. Penurunan berat badan >5% dalam 3 bulan
b. Penurunan nilai BMI
c. Penurunan asupan gizi baru-baru ini
d. Tingkat keparahan penyakit Ada 2 skor yang dihitung yaitu

1. Kondisi status gizi

2. Keparahan penyakit

Kedua skor tersebut dijumlah menjadi skor akhir, dan apabila hasil skor yang
didapat adalah 3, maka angka tersebut menunjukkan bahwa pasien
membutuhkan terapi gizi segera. Petunjuk pada alat ini menyatakan bahwa
x
v

rencana asuhan gizi dibutuhkan pada semua pasien yang malnutrisi berat (skor 3
untuk status gizi) dan/atau sakit parah (skor 3 untuk tingkat keparahan penyakit)
atau malnutrisi sedang dan sakit ringan (total skor 3 [2+1]) atau malnutrisi ringan
dan sakit sedang (total skor 3 [1+2]) (Anthony, 2014). NRS 2002 memiliki
kelebihan bahwa penilaiannya tidak tergantung pada IMT, cukup menggunakan
perubahan berat badan juga bisa. Namun kelemahannya, NRS-2002 hanya bisa
mengetahui siapa yang mendapatkan manfaat dari intervensi gizi, tetapi tidak bisa
mengelompokkan risiko malnutrisinya menjadi berat, sedang, ringan.

2.3.2 MST (Malnutrition Skrining Tool)

MST merupakan alat skrining berupa 3 pertanyaan. Kelebihan alat ini adalah
skrining dapat dilakukan dalam waktu singkat, non-invasive, menggunakan data
yang tersedia sehari-hari, dan dapat dilakukan oleh siapa saja namun hasilnya
tetap valid (Anthony, 2014).Skor maksimum dari MST adalah 7, dengan nilai 2
berarti pasien berisiko malnutrisi, sedangkan untuk skor 0-1 menunjukkan pasien
tidak berisiko untuk malnutrisi. Skor menunjukkan tingkat prioritas penanganan,
sehingga semakin tinggi skornya menandakan pasien harus segera diberikan terapi
asuhan gizi

2.3.3 MUST (Malnutrition Universal Skrining Tool)

MUST adalah alat skrining yang bertujuan untuk mengetahui apakah


seseorang malnutrisi atau berisiko untuk malnutrisi (Anthony, 2014). Alat ini bisa
digunakan untuk memprediksi lama seseorang dirawat di rumah sakit, dan dalam
penerapannya di masyarakat, bisa digunakan untuk memperkirakan seberapa
sering anggota masyarakat berobat ke rumah sakit ataupun klinik.

MUST menggunakan 3 kriteria dalam penggunaannya, yang tiap-tiap kriteria akan


diberi skor tergantung pada standar yang telah ditetapkan:

a. IMT : berdasarkan standar internasional yang telah disepakati.


x
v
i

b. Penurunan berat badan : berdasarkan batas kira-kira antara perubahan berat


badan yang dianggap normal dan abnormal.

c. Efek penyakit akut : pemberian skor 2 apabila penyakit yang diderita


mengganggu asupan gizi selama lebih dari lima hari. Setiap kriteria memiliki skor
dan skor-skor tersebut akan dijumlah. Jumlah skor inilah yang dipakai untuk
melihat apakah orang tersebut berisiko untuk malnutrisi atau tidak. Jika jumlah
skor adalah nol, maka orang tersebut risiko malnutirisinya adalah rendah. Jika
jumlah skor adalah satu, maka orang tersebut risiko malnutrisinya adalah sedang.
Jika jumlah skor adalah dua, maka orang tersebut risiko malnutrisinya adalah
tinggi. Dengan mengetahui status malnutrisi seseorang, maka kita bisa
memutuskan tindakan selanjutnya. Untuk orang dengan risiko malnutrisi rendah,
biasanya akan diminta melakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu,
untuk melihat apakah risiko malnnutrisi tersebut tetap rendah atau justru
mengalami kenaikan. Untuk orang dengan risiko malnutrisi sedang, akan
dilakukan observasi. Orang tersebut akan berada di bawah pengawasan untuk
mencegah terjadinya peningkatan risiko malnutrisi tersebut. Sedangkan apabila
risiko malnutrisinya tinggi, maka harus segera diberikan terapi gizi sebelum
malnutrisi tersebut akan memperparah kondisi dan penyakit pasien.

2.3.4. MNA (Mini Nutritional Assessment)

MNA dipakai untuk memeriksa status gizi sebagai bagian dari pemeriksaan
standar untuk lansia di klinik, panti wreda, dan rumah sakit (Anthony, 2014).
MNA terdiri dari 2 bagian, yaitu:

:a. Short form (MNA-SF).MNA-SF dikembangkan agar proses skrining dapat


dilakukan dengan mudah pada populasi masyarakat dengan risiko malnutrisinya
rendah. MNA-SF merupakan bentuk sederhana dari MNA yang form lengkap agar
dapat dilakukan dalam waktu singkat. Walau begitu, MNA-SF tetap memiliki
validitas dan akurasi yang sama dengan Full MNA.MNA-SF terdiri dari enam
x
v
ii

pertanyaan dari Full MNA yang paling erat berkaitan. MNA-SF memiliki skor
maksimum 14, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

1. 12 = gizi baik2. 11 = malnutrisib. Full MNAFull MNA terdiri dari delapan


belas pertanyaan, yang terbagi dalam empat bagian yaitu:

1. Antropometri (IMT, penurunan berat badan, lingkar lengan dan betis),

2. General Assessment (gaya hidup, pengobatan, mobilitas, dementia dan depresi),

3. Dietary Assessment (jumlah makan, asupan makanan dan minuman, cara


pemberian makan),

4. Subjective Assessment (persepsi diri sendiri terhadap gizi dan kesehatan).Full


MNA memiliki skor maksimal 30, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

a. 24 = gizi baik

b. 17-23,5 = berisiko untuk malnutrisi

c. <17 = malnutrisi

2.3.5. SNAQ (Short Nutritional Assessment Questionnaire)

SNAQ adalah alat skrining yang menggunakan 3 pertanyaan dengan nilai


prediksi tertinggi atas status gizi, yaitu

a. Apakah terjadi penurunan berat badan yang bukan disengaja?

b. Apakah ada penurunan selera makan selama 1 bulan terakhir?

c. Apakah ada penggunaaan suplemen atau tube-feeding selama 1 bulan terakhir ?

SNAQ bertujuan untuk mendeteksi pasien dengan malnutrisi sedang sampai


parah. Klasifikasi status gizi malnutrisi dalam SNAQ adalah sebagai berikut.
x
v
ii
i

1. Gizi baik: <2

2. Gizi agak kurang: 2 tetapi <3

3. Malnutrisi parah 3 Dari hasil skrining menggunakan alat ini, dapat dilakukan
intervensi berupa pemberian makanan tinggi energi dan protein, serta makanan di
antara makan besar untuk pasien dengan status gizi kurang dan rendah (Anthony,
2014). Kelebihan SNAQ adalah dia cepat dan mudah digunakan serta mudah
divalidasi.

2.3.6. SGA (Subjective Global Assessment)

SGA bertujuan untuk memeriksa status gizi berdasarkan riwayat pasien dan
pemeriksaan fisik. Penilaian berdasarkan 5 kriteria dari riwayat pasien (perubahan
berat badan, perubahan asupan gizi, gejala gastrointestinal, kemampuan
fungsional, penyakit dan kaitannya dengan kebutuhan gizi) dan 5 kriteria dari
pemeriksaan fisik (hilangnya lemak subkutan di daerah tricep, musclewasting,
edema di pergelangan kaki, edema di daerah pinggul, dan ascites) (Anthony,
2014).Pada SGA tidak memiliki kriteria penilaian yang baku, dan sifatnya
subjektif dengan penekanan pada penurunan berat badan, asupan gizi yang
kurang, hilangnya jaringan subkutan, muscle wasting. Penggolongan pada SGA
terbagi menjadi:
a. Gizi baik
b. Gizi agak kurang/Berisiko malnutrisi
c. Malnutrisi berat SGA dikenal sebagai Gold Standard dari skrining gizi,
karena dalam penilaiannya selain memperhitungkan aspek fisik, tetapi juga
melihat riwayat pasien.

2.4 Alat Skrining pada Anak

2.4.1 Paediatric Yorkhill Malnutrition Score (PYMS)

Dikembangkan oleh the European Society of Clinical Nutrition and


Metabolism (ESPEN) Mengakses 4 element atau faktor prediktor malnutrisi di RS
x
i
x

dalam 24 jam pertama perawatan Digunakan untuk anak >1 tahun (<1 tahun
dianggap tidak valid) Bila TB tidak dapat diukur , diganti dengan BB/U dengan
standar UK 1990. BMI/U Standar UK 1990. Adapun asarannya adalah untuk anak
anak 1-16 tahun. Parameter yang dinilai yaitu BMI, weight loss tidak terencana,
perubahan intake, efek yang diprediksi dari kondisi anak. Alat ini sudah diterapan
di rumah sakit di United Kingdom. Kelemahan alat ini yaitu tidak ada pertanyaan
spesifik tentang penyakit penyerta atau kondisi kronis sebelumnya, dan belum
dievaluasi penggunaannya di United Kingdom. Sensitifitas alat ini mencapai 59%,
sedangkan spesifisitasnya sebesar 92% (Gerasimidis, 2010). Metode alat ini yaitu
diberikan form yang terdiri dari 5 langkah yaitu

Apakah BMI dibawah cut off?

Apakah kehilangan BB saat ini ?

Apakah intake makanan menurun?

Apakah gizi anak berpengaruh pada selanjutnya ?

Serta menjumlahkan total skor dari 4 pertanyaan (PYMS, 2009)

2.4.2 STAMP (Screening Tool for the Assessment for a Malnutrition


Paediatric)
Sasaran alat ini adalah untuk anak anak usia 2-17 tahun. Parameter yang
diukur yakni diagnosa intake zat gizi, berat badan dan tinggi badan. Kelebihan
alat ini yakni caaranya mudah dan rinci, memberi panduan memberikan perawatan
malnturisi, terdapat tabel yang dapat membantu melakukan skrinning dengan
cepat, dan terdapat tindakan setelah mengetahui anak beresiko malnutrisi atau
tidak. Alat ini memiliki kelemahan seperti hanya dilakukan pada anak anak, tidak
untuk mendeteksi kelebihan atau kekurangan vitamin dan mineral, memerlukan
tenaga terlatih, subjektif menilai asupan gizi anak. (central manchester 2010)
Metode yang dilakukan diberi pertanyaan 4 yaitu apakah anak memiliki
diagnosa tentang zat gizi, apakah ada intake zat gizi pada anak, memakai grafik
untuk menentukan pengukuran dengan cepat, menjumlahkan total skor dari cara
1-3, lalu menentukan care plan.
STEP 1 : Diagnosis

Langkah awal diagnosis dilakukan dengan menggunakan tabel diagnosis untuk


mengetahui apakah anak tersebut memiliki implikasi gizi atau tidak, selanjutnya
memberikan skor berdasarkan implikasi gizi yang dimiliki oleh anak tersebut.

STEP 2 : Nutritional Intake


x
x

Nutrional intake anak ditentukan dari kebiasaan makan anak tersebut. Untuk
menentukan kebiasaan makan anak, kita dapat berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain maupun dengan orang tua/wali anak tersebut. Selanjutnya
memberikan skor sesuai dengan nutritional intake saat ini.

STEP 3 : Weight and height

Pada langkah ini dilakukan pengukuran tinggi dan berat badan anak dengan
menggunakan prosedur pengukuran yang ada. Kemudian, hasilnya dibandingkan
dengan baku acuan centile dan beri skor.

Tabel pembacaan BB dan TB pada growth chart adalah :

1. Lihat dan letakkan hasil pengukuran dengan tabel growth chart


2. Bandingkan dengan syarat yang ada di step 3 :
1. Bila beda centil BB dan TB mencapai lebih dari 3 kolom diberi score 3
2. Bila beda centil BB dan TB mencapai lebih dari 2 kolom diberi score 2
3. Bila beda centil BB dan TB mencapai 0-1 kolom diberi score 0
STEP 4 : Overall risk of malnutrition

Pada langkah ini tambahkan semua skor dari step 1-3 untuk mengetahui
keseluruhan resiko malnutrisi pada anak.

STEP 5 : Care Plan

Pada tahap ini terdapat saran asuhan gizi yang dapat dilakukan berdasarkan hasil
yang didapat dari step

a. High Risk
1. lakukan intervensi
2. merujuk pada Dietitian, Tim support Gizi, atau konsultan
3. lakukan monitoring pada intervensi yang dijalankan
a. Medium Risk
1. lakukan monitoring terhadap nutitional intake selama 3 hari
2. lakukan rescreening setelah 3 hari
3. memperbaiki perencanaan intervensi sesuai kebutuhan
a. Low Risk
x
x
i

1. melanjutkan intervensi klinik maupun gizi secara rutin


2. lakukan rescreening setiap minggu ketika anak masih berstatus pasien
3. memperbaiki perencanaan intervensi sesuai kebutuhan
Cut off :

1. skor > 4 = resiko tinggi


2. skor 2 3 = sedang
3. skor 0-1 = rendah
Senstifitas 100%, spesifisitas 11,54% (wonoputri,2014)

2.4.3 SP NRS
Sasaran alat ini adalah untuk anak-anak usia > 1bulan. Parameter yang diuku
yakni antropometri, asupan makan, kemampuan makan, kondisi medis, gejala
yang mengganggu makan seperti nyeri, dysmnea, dan depresi (gaun,2000).
Kelebihan alat ini mampu untuk mengiidentifikaasi anak-anak yang beresiko
malnutrisi (gaun,200), namuntidak mampu deteksi stunting karena hanya
memakai BB (moeeni,2012). Kekurangan alat ini yakni sulit diterapkan karena
butuh waktu 2 hari (moeeni,2012)

2.4.4 STRONG KIDS (Screening Tool for Risk on Nutrition Status and
Growth)

Sasaran alat ini adalah untuk anak- anak usia 1 bulan -16 tahun. Parameter
yang dinilai yakni: penyakit penyerta, intake zat gizi, riwayat dan kehilangan berat
badan, asessmen klinik subjektif. Alat ini memiliki kelebihan yaitu, cepat dan
mudah diaplikasikan, hasilnya dekat dengan indeks antroprometri, dan dapat
digunakan di semua rumah sakit di Belanda. Namun kelemahan alat ini hanya bisa
dilakukan oleh dokter anak, dan membutuhkan tenaga kesehatan untuk
mengetahui indeks mana yang tepat.

Contoh form :

Screening risk of developing malnutrition (during admission) Score if YES

1) Is there a high-risk illness with an increased risk of 2


developing malnutrition?

2) Does the patient suffer from poor nutritional status in your 1


clinical view? Estimation
x
x
ii

of hollow face and/or loss of fat mass and/or muscle mass?

3) Does one of the following statements apply: 1

_ Excessive diarrhoea (x>5 a day) and/or vomiting (x>3 a


day) during the last 1-3

days

_ Patient receives intervention with additional oral or tube-


feeding

_ Clearly impaired intake during the last 1-3 days

_ Impaired intake caused by pain

4) Has there been weight loss or growth restriction (<1year)


during the last ......

weeks/months?

Total score

Form terdiri dari 4 item, yaitu subjective clinical asessment, risiko tinggi
terhadap penyakit, intake gizi, penurunan BB, atau BB yang tidak meningkat.

Metodenya yaitu dengan mengukur BB dan TB untuk mengetahui BMI/U


yang berhubungan dengan malnutrisi akut/kronis. Setelah itu membandingkan
hasil dengan status gizi saat ini lau menjumlahkan total nilai untuk
diklasifikasikan ke kategori high, medium, low risk malnutrition. Senstitivitasnya
alat ini mencapai 100%, namun spesifisitasnya rendah yakni 7,7 % , dan alat ini
telah direkomendasikann untuk rumah sakit di Jerman (wonoputri, 2014)

2.4.5 SGNA (Subjective Global Nutrition Assessment)

Sasarannya untuk anak usia 30 hari-17,9 tahun. Parameter yang dinilai yakni :
BB, asupan makan, gejala GIT, penyakit yang berhubungan dengan kebutuhan
gizi, tanda tanda penyusutan otot dan lemak, perubahan keseimbangan cairan,
kapasitas fungsional saat ini dan sebelumnya (steiber, 2004) Kelebihan alat ini
yaitu dapat mengidentifikasi komplikasi terkait gizi, cocok untuk anak dengan
x
x
ii
i

penyakit kronis, dan memiliki spesifisitas dan prediktivitas tinggi, Sedangkan


kelemahannya yakni, membuuthkan antropometri dan pemerikasaan laboratorium
yang membutuhkan waktu yang lama (moehni, 2012), alat ini lebih mengarah
nutritional asessment daripada skrinning, mahal, susah untuk diterapkan, dan
memiliki sensitivitas yang rendah (moeni, 2012)

2.4.6 NRS (Nutritional Risk Score)

Sasaran alat ini adalah digunakan untuk anak-anak. Parameter yang dinilai
yaitu BMI, perubahan BB, TB, penurunan asupan gizi, tingkat keparahan penyakit
yang diderita Kelebihan alat ini yaitu, sederhana, dan mudah digunakan.
Sedangkan kelemahannya yaitu, tidak mempertimbangkan faktor penyakit dan
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa. Spesitivitasnya mencapai 80 %
sedangkan sensitivitasnya mencapai 94%(Neemalat 2004)

Tahapan yang dilakukan yakni:

1. Initial Screening
2. Final Screening ( Impaired Nutritional Status )
3. Final Screening ( Severity of Desease )
4. Score
Cut off:

0 tidak beresiko

1-2resiko rendah

3-4resiko sedang

5 resiko tinggi
x
x
i
v

Tabel 1.1 skrining gizi pada anak


x
x
v

BAB III

KESIMPULAN
x
x
v
i

DAFTAR PUSTAKA

1. Gibson, Rosalind, S. 2005. Principles Of Nutrional Assesment (2nd


edition). Oxford University Press: New York

2. Charney, P, 2009. ADA Pocket Guide to Nutrition Assessment , American


Dietetic Associati.
http://books.google.com/books?id=gP2Bc7XKLxoC&pgis=1

3. Supariasa, I, Dewan, Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

4. Suyatno, 2009. Statistik Vital Sebagai Indikator Status Gizi.


http://suyatno.blog.undip.ac.id

5. Kondrup, J, 2003. ESPEN Guidelines for Nutrition Screening 2002.


Clinical Nutrition, 22(4), pp.415
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0261561403000980 Diakses
tanggal 18 April 2015.
6. Anthony, P.S, 2014. Nutrition in clinical practice: official publication of
the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition, 23(4), pp.373
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18682588 Diakses tanggal 18 April
2015.

7. Gerasimidis et al. A four-stage evaluation of the Paediatric Yorkhill


Malnutrition Score in a tertiary paediatric hospital and a district general
hospital. Br J Nutr. 2010; 751-6

8. Wonoputri N, Djais. B, Rosalina Ina. Validity of Nutrional Screening


Tools for Hospitalized Children. Journal of Nutrition and metabolism.
2014; 143649

9. Moeeni V, Day A.S. Nutrional Risk Screening Tools in Hospitalised


Children. International Journal of Health and Nutrition. 2012;1:39-43
x
x
v
ii

10. Sarmet-Gaudelus. I, Colomb. V. Simple Pediatric Nutrional Risks Score to


Identify Children at Risk of Malnutrition. 2000; 72(1):64-70

11. Steiber A. L, Klantar-Zadeh K. Secker D. Subjective Global Assessment


in Chronic Kidney Disease : A review. Journal Renal of Nutrition.
2004;14(4):191-200

12. Neemalat F., Meijers J., Kruizenga H. Comparison of Five Nutrition


Screening Tools in One Hospital Inpatient Sample. 2010; 10:1365-2702

13.

Anda mungkin juga menyukai