Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI


(MIOMA, KISTA, DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam
semesta beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Reproduksi (Mioma,
Kista, dan Infeksi Seksual Menular” ini dengan tepat waktu. Adapun maksud
dan tujuan dari makalah ini adalah suatu bentuk tanggungjawab kami untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Maternitas”.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, kami hanya manusia
biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami
senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dalam upaya
evaluasi diri. Di samping masih banyaknya ketidak sempurnaan dalam
penyusunan makalah. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan hikmah serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan bagi kami dan pembaca. Amin.

Sukabumi, 6 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya, yang dalam kepustakaan dikenal dengan
istilah fibromyoma, leomyoma ataupun fibroid (Prawirohardjo, 2009).
Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri
memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Walaupun
kebanyakan mioma uteri muncul tanda gejala tetapi sekitar 60% ditemukan
secara kebetulan pada laparatomi daerah pelvis (Setiati, 2009). Pada kasus
post operasi mioma uteri keluhan utama yang dirasakan adalah nyeri akut.
Hal tersebut karena prosedur operasi bedah. Operasi bedah menimbulkan luka
insisi yang akan timbul perdarahan dan jaringan kulit terputus. Hal ini karena
adanya robekan pada jaringan syaraf perifer yang bisa menstimulus serabut
syaraf pada area perlukaan yang akan merangsang mediator nyeri (Nurarif H.
Amin &Kusuma Hardi, 2013).
Kista adalah kantung yang berisi cairan. Kista ovarium berarti kantung
berisi cairan, biasanya berukuran kecil yang berada diindung telur (ovarium).
Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada periode masa subur
sampai monepouse, juga selama masa kehamilan (Nugroho, 2012). Sebagian
besar kelainan ovarium tidak menimbulkan gejala dan tanda, terutama pada
tumor yang kecil. Tanda dan gejala yang biasanya timbul disebabkan oleh
efek massa yang menekan organ-organ abdomen, aktifitas endrokin, atau
akibat dari komplikasi yang terjadi, misalnya perdarahan, infeksi, dan putaran
tangkai tumor.(Rasjidi, Cahyono, Muljadi2010). Kista ovarium adalah suatu
penyakit yang berhubungan dengan wanita masa reproduksi. Dengan
perkataan lain apabila seorang wanita masih terjadi proses ovulasi berarti
masih terjadi produksi telur tiap bulan, maka wanita tersebut masih mungkin
menderita kista ovarium. Insidensi kista ovarium antara 5-15%, sedang
berdasarkan statistic, sebanyak 18% wanita pasca menopause masih dapat
ditemukan kista ovarium. Kejadian ini merupakan suatu hal yang mengejutkan
oleh karena kista ovarium biasanya terjadi apabila tidak ditemukan kehamilan
pada setiap siklus yang terjadi, dan apabila folikel ataupun telur tidak hilang
setelah proses ovulasi. Pada wanita pasca menopause jelas tidak terjadi
ovulasi, sehingga tidak akan terjadi kehamilan ataupun hilangnya telur, akan
tetapi wanita tersebut tetap berisiko terjadinya kista ovarium.
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. Sejak tahun 1998, istilah STD (Sexually
Transmitted Disease) mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted
Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik atau tanpa gejala.
Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang
paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis,
trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam persepsi masyarakat, IMS merupakan
penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Rokhmah, 2009). Kelompok-
kelompok risiko tinggi yang rentan terhadap penularan IMS adalah WPS,
pelanggan lelaki dari WPS, pengguna napza suntik, LSL, antara lain lelaki
penjaja seks (LPS), dan gay, pelanggan wanita dari LPS, waria penjaja seks
dan pelanggannya, serta pasangan seks dari kelompok risiko tersebut. Yang
paling menonjol adalah hampir sebagian besar dari kelompok risiko tinggi
tersebut terkait dengan hubungan seksual promiskuitas atau berganti-ganti
pasangan.
B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Penyakit Mioma Uteri
A.Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering
muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya tidak
hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada otot rahimnya,
atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim sendiri. Ini jenis tumor yang
lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas usia 30 tahun
(Irianto, 2015).Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel
otot polos yang ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas
dan terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan
kolagen. Mioma uteri berbentuk padat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin,
dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga
mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul
(Prawirohardjo,Sarwono. 2011).
B.Etiologi
Penyebab pasti mioma tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi
dan hanya manifestasi selama usia reproduktif (Anwar dkk, 2011). Tumor
ini berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam
miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus.
Apapun asalnya tumor mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil
dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progresif (bertahun-tahun) dalam hitungan bulan di bawah pengaruh
estrogen (Llewellyn,2009).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik :
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali,pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen. Mioma
uteri mengecil pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal (Setiati, 2009: 87).

2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor (Setiati, 2009: 87).
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL (Human
Placenta Lactogen), terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leymioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen (Setiati,
2009: 87).
C.Klasifikasi Mioma
Mioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena (Setiati. 2009. Hal 89) :

1. Berdasarkan Lokasi
a. Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina dan menyebabkan
infeksi.
b. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinaria.
c. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim dan sering kali tanpa
gejala.
2. Berdasarkan Lapisan Uterus
a. Mioma Uteri Subserosum
Tumor yang muncul tepat dari bawah permukaan peritonium (serosa)
uterus, tampak sebagai masa kecil sampai besar atau benjolan yang
menonjol dari permukaan uterus. Tumor ini dapat bertangkai. Tumor
subserosum dapat memperoleh pendarahan tambahan dari omentum yang
melekat dipermukaan uterus. Jika demikian, tumor memberikan gambaran
seolah-olah berasal dari omentum. Tumor jenis ini dapat menjadi tumor
parasitik, yang bergerak sesuai aliran darah yang memasoknya (Norman
F.Gant & F.Gary Cunningham,2010:24).

b. Mioma Uteri Intramural


Tumor didalam dinding uterus disebut sebagai tumor intramural atau
interstisial. Jika kecil, tumor ini mungkin tidak menyebabkan perubahan
bentuk uterus. Namun, jika membesar bentuk uterus menjadi asimetrik dan
nodular. Jika menjadi sangat besar tumor ini akan menjadi atau akan
tampak sebagai tumor subserosum dan submukosum sekaligus. Misalnya
tumor berada tepat dibawah peritonium serosa dan endometrium untuk
masingmasing jenis tumor (Norman F.Gant & F.Gary Cunningham,
2010:25)
c. Mioma Uteri Submukosum
Mioma submukosum jenis yang paling jarang ditemukan, tapi secara klinis
paling penting karena paling sering menimbulkan gejala. Walaupun tumor
mukosum kecil, sering menyebabkan perdarahan uterus abnormal, baik
akibat pergeseran maupun penekanan pembuluh darah yang memperdarahi
endometrium di atasnya atau akibat kontak dengan endometrium
didekatnya.Kadang-kadang tumor submukosum dapat membentuk sebuah
tangkai panjang dan dilahirkan melalui servik. Gejala-gejala terkait
walaupun berlangsung dalam jangka waktu lama adalah gejala persalinan,
yaitu kontraksi uterus yang menyebabkan kram di abdomen bawah atau
panggul, biasanya disertai hipermenorhea. Jika menonjol melalui servik
tumor ini tidak jarang mengalami ulserasi atau terinfeksi sehingga juga
menyebabkan perdarahan tumor (Norman F.Gant & F.Gary
Cunningham,2010:25).
d. Mioma servical
Mioma servical paling sering timbul di bagian posterior dan biasanya
asimtomik. Mioma servical anterior sering menimbulkan gejala dini karena
penekanannya pada kandung kemih. Gejala yang paling sering dilaporkan
adalah poliuria, dan sebagian perempuan mengeluhkan adanya
inkontinensia stres. Jika tumor terlalu besar, dapat terjadi retensi urin
(Norman F.Gant & F.Gary Cunningham,2010:26).
D.Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani 2017).Tetapi masalah akan timbul jika terjadi
berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan
tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu
masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus
yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan
kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri
tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak bisa
mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan dan
timbulnya resiko infeksi. Dan jika dilakukan operasi atau pembedahan maka
akan terjadi perlukaan sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan
integritas kulit (Price, 2009).
Pada post operasi mioma uteri akan terjadi terputusnya integritas jaringan
kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut.
Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan
pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan
jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi
resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat
anestesi yang mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan
kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif (Sarwono, 2010).

INFEKSI
Infeksi vagina yang umum terjadi seperti vaginitis bakterial, Trichomonas vaginalis dan
kandidiasis vulvovaginalis dapat terjadi sepanjang kehidupan wanita.
1. Infeksi klamidia
Chlamydia trachomatis, patogen bakteri yang paling umum ditularkan melalui hubungan
seksual. Wanita dan pria yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu merupakan
kelompok berisiko tinggi.
a. Gonore
Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu bakteri jenis diplokokus.
Meskipun gonore merupakan suatu PMS, penyakit ini juga ditularkan melalui kontak
langsung dengan lesi terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda mati atau
fomites. Penularan sendiri sering terjadi melalui tangan yang terkontaminasi.Gonore
seringkali muncul hanya menimbulkan gejala ringan dan muncul secara tak terduga di
traktus genitalia bagian bawah. Periode inkubasi dua sampai lima hari. Gejala infeksi
pada traktus genitalia bagian bawah mencakup disuria, sering berkemih, rabas purulen
hijau kuning dalam jumlah banyak di os servikalis, nyeri tekan di servikal, vulvovaginitis,
bartolinitis, dispareunia dan perdarahan setelah koitus. Bengkak dan nyeri pada kelenjar
bartolin dan nyeri tekan pada kelenjar getah bening di lipat paha biasanya menyettai
infeksi. Wanita dan pria yang memliki pasangan seksual lebih dari satu merupakan
kelompok berisiko tinggi. Pengobatan ceftriakson dosis tunggal .Semua pasangan
seksual harus diobati dan penggunaan kondom dianjurkan saat melakukan hubungan
seksual oral dan hubungan seksual genital.

b. Sifilis
Sifilis disebabkan oleh Spirokaeta Treponema pallidum dengan masa inkubasi beberapa
minggu. Beberapa metode pengkajian klinis sifilis, setiap pemeriksaan antibodi dapat
menjadi reaktif jika individu sedang terinfeksi karena sistem tubuh memerlukan waktu
untuk membentuk antibodi untuk setiap antigen. Hasil pemeriksaan VDRL positif baru
dapat dilihat pada hari ke 10 sampai ke 90 setelah terinfeksi. Dengan demikian infeksi
mungkin sudah terjadi walaupun hasil tes VDRL negatif. Penisilin lebih dipilih untuk
pengobatan sifilis. Pada individu yang alergi terhadap penisilin, pilihan lainnya adalah
tertasiklin atau tetrasisiklin, eritromisin dan seftriakson.

2. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome


Tranmisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) suatu retrovirus, terjadi terutama
pertukaran cairan tubuh (darah, semen ). Depresi berat pada sistem imun seluler
menandai sindrom imnudefisiensi didapat (AIDS). Begitu HIV memasuki tubuh, serum
HIV menjadi positif dalam 10 minggu pertama pemaparan. Walaupun perubahan serum
secara total asimptomatik, perubahan ini disertai viremia, respons tipe influenza
terhadap infeksi HIV awal. Gejala meliputi demam, malaise, mialgia, mual, diare, nyeri
tenggorokan, ruam dan dapat menetap selama dua sampai tiga minggu. Hasil
laboratorium menunjukkan leukopenia, trombositopenia, anemia dan peningkatan laju
endap darah. Penyalahgunaan alkohol atau obat–obatan lain dapat mengganggu sistem
imun tubuh dan dapat meningkatkan resiko AIDS dengan kondisi terkait :
1. Sistem imun tubuh harus rusak dulu sebelum HIV dapat menimbulkan penyakit.
2. Alkohol dan obat–obat mengganggu banyak terapi medis dan terapi alternatif untuk
AIDS.
3. Alkohol dan obat–obatan mempengaruhi pertimbangan pengguna yang menjadi lebih
cenderung terlihat dalam aktivitas yang membuatnya berisiko mengidap AIDS atau
meningkatkan pemaparannya terhadap HIV.

4. Alkohol dan penyalahgunaan obat menyebabkan stres, termasuk masalah tidur yang
membahayakan fungsi sistem imun. Terapi farmakologi untuk infeksi HIV berkembang
pesat sejak awal virus ditemukan. Obat primer yang disetujui untuk terapi infeksi ialah
azido – 3ꞌ – deositimidin (zidovudin, AZT (Retrovir)).
Asuhan keperawatan
Pengkajian :
1) Riwayat PMS.
2) Jumlah pasangan seksual.
3) Frekuensi hubungan seksual dalam satu minggu.
4) Penggunaan obat–obatan IV (pasangan).
5) Merokok.
6) Mengkomsumsi alkohol.
7) Gizi buruk.
8) Stres.
9) Keletihan yang sangat tinggi.
10) Riwayat infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan fisik :

1) Rabas vagina.
2) Vesikel atau luka .

3) Demam.

4) Nyeri.

Pemeriksaan laboratorium:
Infeksi bakteri dapat diketahui dengan mudah dari pemeriksaan traktus genitalia urin
dan darah. Hitung darah putih yang tinggi bisa membantu diagnosis, pemeriksaan
laboratorium lainnya tergantung pada agens infeksi yang dicurigai.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan diperoleh setelah menganalisis dengan seksama temuan
pengkajian dan petunjuk penatalaksanaan medis. Diagnosa keperawatan untuk pasien
berisiko infeksi sebagai berikut :
a. Nyeri / kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan:
1) Pengaruh proses infeksi.
2) Garukan pada daerah pruritis.

3) Kurang kebersihan diri.


b. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan:
1) Transmisi/pencegahan infeksi/infeksi ulang.
2) Perilaku seks yang aman.
3) Penatalaksanaan dan penyebab infeksi.
c. Kecemasan/harga diri rendah/gangguan citra diri yang berhubungan dengan:
1) Efek yang dipersepsikan pada hubungan seksual dan proses keluarga.
2) Akibat infeksi jangka panjang.
d. Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan
1) Adanya edema dan nyeri.
2) Gangguan fungsi urinarius.
Hasil yang diharapkan

Suatu rencana perawatan dirumuskan secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan fisik
dan
psikososial ibu. Tujuan perawatan disusun bersama. Hasil akhir perawatan yang
diharapkan
adalah sebagai berikut :

a. Infeksi ibu akan sembuh.


b. Penurunan nyeri atau nyeri hilang.
c. Edema hilang.
d. Daerah yang terkelupas memulih.
e. Fungsi kemih kembali normal.
f. Pola eliminasi tanpa infeksi ulang.
g. Kecemasan berkurang.
h. Pengetahuan bertambah tentang infeksi dan pencegahannya.

i. Dukungan keluarga positif.


Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berkesinambungan. Agar efektif, evaluasi


didasarkan pada tujuan yang berpusat pada pasien, yang diidentifikasikan saat
merencanakan tahapan asuhan keperawatan. Perawat dapat cukup yakin bahwa
perawatan yang diberikan efektif, dalam arti dihasil yang diharapkan telah terpenuhi.
B. NEOPLASIA
Neoplasia mengacu pada pertumbuhan jaringan baru, yang juga disebut tumor.
Sebagian besar jaringan tubuh mempunyai kemampuan untuk mengalami perubahan
neoplasti. Neoplasia benigna merupakan sel yang tumbuh secara lambat, terorganisasi
dengan baik, dan tidak menyerang jaringan lain si sekitarnya. Neoplasia umumnya tidak
mengancam jiwa penderita. Neoplasia maligna, yang dengan istilah kanker, merupakan
sel yang tumbuh dengan sangat cepat, tidak terorganisasi, dan sering kali menyerang
jaringan lain dan sekitarnya. Kanker dapat tumbuh menyebar jauh dari lokasi tumor
asalnya. Suatu proses yang disebut metastasis. Sebagian besar neoplasia maligna
berpotensi mengancam jiwa. Tumor tipe tertentu lebih berbahaya dan agresif daripada
tumor lain.Neoplasia maligna dapat memberi pengaruh sangat jelas pada fungsi
fisiologis tubuh, konsep diri, kemampuan koping, seksualitas, fungsi keluarga, dan
spiritualitas. Neoplasia benigna memberikan banyak tantangan serupa, terutama selama
proses diagnosis, tetapi tidak sampai mengancam jiwa dan kesejahteraan. Perawat
dapat membantu wanita dan keluarganya agar dapat melalui pengalaman yang sulit ini,
memberikan edukasi, dukungan, dan empati.
Neoplasia Ovarium Jinak
Sekitar 75% massa di ovarium bersifat jinak (benigna). Neoplasia ovarium jinak yang
umum dialami oleh wanita berusia 20–40 tahun dapat berupa kista ovarium fungsional,
kistadenoma, kista teratoma, fibroma, endometrioma (kista coklat), dan kehamilan
tuboovarium (kehamilan ektopik). Setengah dari massa tersebut adalah kista fungsional
kecuali ukurannya cukup besar, massa pada ovarium biasanya tidak menimbulkan gejala
dan sering kali ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan. Jika terdapat
gejala–gejala berupa rasa tidak nyaman sakit di abdomen bawah, dan rasa penuh,
tertekan, dispareuna, atau ketidaknyamanan saat menstruasi atau defekasi. Kehamilan
tuboovarium menyebabkan nyeri akut sebelum dan selama ruptur.

Kista fungsional, termasuk kista di korpus luteum dan folikel, biasanya lebih kecil dari 3
cm dan sering kali hilang dengan sendirinya selama 1–2 bulan. Wanita yang mengidap
kista ovarium kecil kembali menjalani pemeriksaan selama 1–2 bulan. Kontrasepsi oral
dapat digunakan 1–2 kali siklus untuk menekan fungsi ovarium sehingga membantu
penyerapan kista. Massa ovarium yang tidak menghilang, yang berukuran lebih dari 3
cm, dapat menimbulkan nyeri yang persisten, atau menunjukkan karakteristik
mencurigakan yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. USG transvagina mampu
mengidentifikasi tipe lesi, seperti padat, kistik, bersekat, dan campuran; adanya cairan di
panggul; dan karakteristik uterus. Massa yang mencurigakan diperiksa dengan
laparoskopi atau laparotomi, dan massa tersebut diangkat jika diindikasikan. Jika wanita
berusia lebih dari 40 tahun atau memiliki massa lebih besar dari 6 sampai 7 cm, untuk
pengeluaran massanya lebih sering dilakukan dengan cara pembedahan.
Pengkajian sebelum dilakukan pembedahan
a. Kesiapan psikologis.
b. Pengetahuan yang dilakukan sebelum dan sesudah operasi.
c. Kunjungan dari wanita pernah mengalami hal yang sama akan sangat bermanfaat.
Asuhan keperawatan pascaoperasi
a. Berfokus pada upaya pemulihan.
b. Pengukuran tekanan darah, pemberian IV, pengambilan darah dilakukan pada sisi
lengan yang tidak terkena.
c. Kaji drain di tempat insisi.
d. Luka insisi balutan diganti.
e. Gerakkan tangan yang terkena.
f. Sebelum pulang dari RS infomasikan tentang perawatan diri.
g. Pendidikan kesehatan untuk menanggulangi masalah gangguan konsep diri.

h. Dukungan keluarga, orang–orang terdekat dan petugas kesehatan.


Hasil yang diharapkan
a. Pasien merasa puas dengan keputusan untuk terapinya.
b. Merasa tenang karena banyak dukungan.

Anda mungkin juga menyukai