Disusun Oleh :
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam
semesta beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Reproduksi (Mioma,
Kista, dan Infeksi Seksual Menular” ini dengan tepat waktu. Adapun maksud
dan tujuan dari makalah ini adalah suatu bentuk tanggungjawab kami untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Maternitas”.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, kami hanya manusia
biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami
senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dalam upaya
evaluasi diri. Di samping masih banyaknya ketidak sempurnaan dalam
penyusunan makalah. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan hikmah serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan bagi kami dan pembaca. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya, yang dalam kepustakaan dikenal dengan
istilah fibromyoma, leomyoma ataupun fibroid (Prawirohardjo, 2009).
Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri
memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Walaupun
kebanyakan mioma uteri muncul tanda gejala tetapi sekitar 60% ditemukan
secara kebetulan pada laparatomi daerah pelvis (Setiati, 2009). Pada kasus
post operasi mioma uteri keluhan utama yang dirasakan adalah nyeri akut.
Hal tersebut karena prosedur operasi bedah. Operasi bedah menimbulkan luka
insisi yang akan timbul perdarahan dan jaringan kulit terputus. Hal ini karena
adanya robekan pada jaringan syaraf perifer yang bisa menstimulus serabut
syaraf pada area perlukaan yang akan merangsang mediator nyeri (Nurarif H.
Amin &Kusuma Hardi, 2013).
Kista adalah kantung yang berisi cairan. Kista ovarium berarti kantung
berisi cairan, biasanya berukuran kecil yang berada diindung telur (ovarium).
Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada periode masa subur
sampai monepouse, juga selama masa kehamilan (Nugroho, 2012). Sebagian
besar kelainan ovarium tidak menimbulkan gejala dan tanda, terutama pada
tumor yang kecil. Tanda dan gejala yang biasanya timbul disebabkan oleh
efek massa yang menekan organ-organ abdomen, aktifitas endrokin, atau
akibat dari komplikasi yang terjadi, misalnya perdarahan, infeksi, dan putaran
tangkai tumor.(Rasjidi, Cahyono, Muljadi2010). Kista ovarium adalah suatu
penyakit yang berhubungan dengan wanita masa reproduksi. Dengan
perkataan lain apabila seorang wanita masih terjadi proses ovulasi berarti
masih terjadi produksi telur tiap bulan, maka wanita tersebut masih mungkin
menderita kista ovarium. Insidensi kista ovarium antara 5-15%, sedang
berdasarkan statistic, sebanyak 18% wanita pasca menopause masih dapat
ditemukan kista ovarium. Kejadian ini merupakan suatu hal yang mengejutkan
oleh karena kista ovarium biasanya terjadi apabila tidak ditemukan kehamilan
pada setiap siklus yang terjadi, dan apabila folikel ataupun telur tidak hilang
setelah proses ovulasi. Pada wanita pasca menopause jelas tidak terjadi
ovulasi, sehingga tidak akan terjadi kehamilan ataupun hilangnya telur, akan
tetapi wanita tersebut tetap berisiko terjadinya kista ovarium.
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. Sejak tahun 1998, istilah STD (Sexually
Transmitted Disease) mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted
Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik atau tanpa gejala.
Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang
paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis,
trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam persepsi masyarakat, IMS merupakan
penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Rokhmah, 2009). Kelompok-
kelompok risiko tinggi yang rentan terhadap penularan IMS adalah WPS,
pelanggan lelaki dari WPS, pengguna napza suntik, LSL, antara lain lelaki
penjaja seks (LPS), dan gay, pelanggan wanita dari LPS, waria penjaja seks
dan pelanggannya, serta pasangan seks dari kelompok risiko tersebut. Yang
paling menonjol adalah hampir sebagian besar dari kelompok risiko tinggi
tersebut terkait dengan hubungan seksual promiskuitas atau berganti-ganti
pasangan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Penyakit Mioma Uteri
A.Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering
muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya tidak
hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada otot rahimnya,
atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim sendiri. Ini jenis tumor yang
lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas usia 30 tahun
(Irianto, 2015).Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel
otot polos yang ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas
dan terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan
kolagen. Mioma uteri berbentuk padat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin,
dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga
mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul
(Prawirohardjo,Sarwono. 2011).
B.Etiologi
Penyebab pasti mioma tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi
dan hanya manifestasi selama usia reproduktif (Anwar dkk, 2011). Tumor
ini berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam
miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus.
Apapun asalnya tumor mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil
dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progresif (bertahun-tahun) dalam hitungan bulan di bawah pengaruh
estrogen (Llewellyn,2009).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik :
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali,pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen. Mioma
uteri mengecil pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal (Setiati, 2009: 87).
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor (Setiati, 2009: 87).
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL (Human
Placenta Lactogen), terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leymioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen (Setiati,
2009: 87).
C.Klasifikasi Mioma
Mioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena (Setiati. 2009. Hal 89) :
1. Berdasarkan Lokasi
a. Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina dan menyebabkan
infeksi.
b. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinaria.
c. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim dan sering kali tanpa
gejala.
2. Berdasarkan Lapisan Uterus
a. Mioma Uteri Subserosum
Tumor yang muncul tepat dari bawah permukaan peritonium (serosa)
uterus, tampak sebagai masa kecil sampai besar atau benjolan yang
menonjol dari permukaan uterus. Tumor ini dapat bertangkai. Tumor
subserosum dapat memperoleh pendarahan tambahan dari omentum yang
melekat dipermukaan uterus. Jika demikian, tumor memberikan gambaran
seolah-olah berasal dari omentum. Tumor jenis ini dapat menjadi tumor
parasitik, yang bergerak sesuai aliran darah yang memasoknya (Norman
F.Gant & F.Gary Cunningham,2010:24).
INFEKSI
Infeksi vagina yang umum terjadi seperti vaginitis bakterial, Trichomonas vaginalis dan
kandidiasis vulvovaginalis dapat terjadi sepanjang kehidupan wanita.
1. Infeksi klamidia
Chlamydia trachomatis, patogen bakteri yang paling umum ditularkan melalui hubungan
seksual. Wanita dan pria yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu merupakan
kelompok berisiko tinggi.
a. Gonore
Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu bakteri jenis diplokokus.
Meskipun gonore merupakan suatu PMS, penyakit ini juga ditularkan melalui kontak
langsung dengan lesi terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda mati atau
fomites. Penularan sendiri sering terjadi melalui tangan yang terkontaminasi.Gonore
seringkali muncul hanya menimbulkan gejala ringan dan muncul secara tak terduga di
traktus genitalia bagian bawah. Periode inkubasi dua sampai lima hari. Gejala infeksi
pada traktus genitalia bagian bawah mencakup disuria, sering berkemih, rabas purulen
hijau kuning dalam jumlah banyak di os servikalis, nyeri tekan di servikal, vulvovaginitis,
bartolinitis, dispareunia dan perdarahan setelah koitus. Bengkak dan nyeri pada kelenjar
bartolin dan nyeri tekan pada kelenjar getah bening di lipat paha biasanya menyettai
infeksi. Wanita dan pria yang memliki pasangan seksual lebih dari satu merupakan
kelompok berisiko tinggi. Pengobatan ceftriakson dosis tunggal .Semua pasangan
seksual harus diobati dan penggunaan kondom dianjurkan saat melakukan hubungan
seksual oral dan hubungan seksual genital.
b. Sifilis
Sifilis disebabkan oleh Spirokaeta Treponema pallidum dengan masa inkubasi beberapa
minggu. Beberapa metode pengkajian klinis sifilis, setiap pemeriksaan antibodi dapat
menjadi reaktif jika individu sedang terinfeksi karena sistem tubuh memerlukan waktu
untuk membentuk antibodi untuk setiap antigen. Hasil pemeriksaan VDRL positif baru
dapat dilihat pada hari ke 10 sampai ke 90 setelah terinfeksi. Dengan demikian infeksi
mungkin sudah terjadi walaupun hasil tes VDRL negatif. Penisilin lebih dipilih untuk
pengobatan sifilis. Pada individu yang alergi terhadap penisilin, pilihan lainnya adalah
tertasiklin atau tetrasisiklin, eritromisin dan seftriakson.
4. Alkohol dan penyalahgunaan obat menyebabkan stres, termasuk masalah tidur yang
membahayakan fungsi sistem imun. Terapi farmakologi untuk infeksi HIV berkembang
pesat sejak awal virus ditemukan. Obat primer yang disetujui untuk terapi infeksi ialah
azido – 3ꞌ – deositimidin (zidovudin, AZT (Retrovir)).
Asuhan keperawatan
Pengkajian :
1) Riwayat PMS.
2) Jumlah pasangan seksual.
3) Frekuensi hubungan seksual dalam satu minggu.
4) Penggunaan obat–obatan IV (pasangan).
5) Merokok.
6) Mengkomsumsi alkohol.
7) Gizi buruk.
8) Stres.
9) Keletihan yang sangat tinggi.
10) Riwayat infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan fisik :
1) Rabas vagina.
2) Vesikel atau luka .
3) Demam.
4) Nyeri.
Pemeriksaan laboratorium:
Infeksi bakteri dapat diketahui dengan mudah dari pemeriksaan traktus genitalia urin
dan darah. Hitung darah putih yang tinggi bisa membantu diagnosis, pemeriksaan
laboratorium lainnya tergantung pada agens infeksi yang dicurigai.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan diperoleh setelah menganalisis dengan seksama temuan
pengkajian dan petunjuk penatalaksanaan medis. Diagnosa keperawatan untuk pasien
berisiko infeksi sebagai berikut :
a. Nyeri / kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan:
1) Pengaruh proses infeksi.
2) Garukan pada daerah pruritis.
Suatu rencana perawatan dirumuskan secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan fisik
dan
psikososial ibu. Tujuan perawatan disusun bersama. Hasil akhir perawatan yang
diharapkan
adalah sebagai berikut :
Kista fungsional, termasuk kista di korpus luteum dan folikel, biasanya lebih kecil dari 3
cm dan sering kali hilang dengan sendirinya selama 1–2 bulan. Wanita yang mengidap
kista ovarium kecil kembali menjalani pemeriksaan selama 1–2 bulan. Kontrasepsi oral
dapat digunakan 1–2 kali siklus untuk menekan fungsi ovarium sehingga membantu
penyerapan kista. Massa ovarium yang tidak menghilang, yang berukuran lebih dari 3
cm, dapat menimbulkan nyeri yang persisten, atau menunjukkan karakteristik
mencurigakan yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. USG transvagina mampu
mengidentifikasi tipe lesi, seperti padat, kistik, bersekat, dan campuran; adanya cairan di
panggul; dan karakteristik uterus. Massa yang mencurigakan diperiksa dengan
laparoskopi atau laparotomi, dan massa tersebut diangkat jika diindikasikan. Jika wanita
berusia lebih dari 40 tahun atau memiliki massa lebih besar dari 6 sampai 7 cm, untuk
pengeluaran massanya lebih sering dilakukan dengan cara pembedahan.
Pengkajian sebelum dilakukan pembedahan
a. Kesiapan psikologis.
b. Pengetahuan yang dilakukan sebelum dan sesudah operasi.
c. Kunjungan dari wanita pernah mengalami hal yang sama akan sangat bermanfaat.
Asuhan keperawatan pascaoperasi
a. Berfokus pada upaya pemulihan.
b. Pengukuran tekanan darah, pemberian IV, pengambilan darah dilakukan pada sisi
lengan yang tidak terkena.
c. Kaji drain di tempat insisi.
d. Luka insisi balutan diganti.
e. Gerakkan tangan yang terkena.
f. Sebelum pulang dari RS infomasikan tentang perawatan diri.
g. Pendidikan kesehatan untuk menanggulangi masalah gangguan konsep diri.