Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FISIOLOGI DAN METABOLISME ZAT GIZI

STUNTING

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah


Fisiologi Dan Metabolisme Zat Gizi

Dosen Penanggung Jawab : Prof. Dr.  Elfi Anis Saati, M.P.

Disusun oleh :
RIMA INDAH PUSPITA (202110220311045)
ELFIRA DWI KURNIANINGRUM (20210220311067)
Kelas B

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Stunting 3
2.2 Faktor Penyebab Stunting 3
2.2.1 Ekonomi 3
2.2.2 Pendidikan 4
2.2.3 Pengetahuan Tentang Gizi 5
2.2.4 Asupan Gizi Ibu Hamil 5
2.2.5 Kekurangan Zinc 6
2.3 Dampak Stunting 6
2.4 Kebijakan Pemerintah Terhadap Stunting 7
2.4.1 Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 7
2.4.2 Stunting Summit 8
2.4.3 Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan
(Gerakan 1000 HPK) 8
2.4.4 Program Indonesia Sehat 8
2.4.5 Perundang-undangan 8
BAB III PEMBAHASAN 10
3.1 Lokakarya Pengolahan Makanan Padat Gizi Berbasis Pangan
Lokal 10
3.2 Pelatihan Pengolahan Makanan Padat Gizi Berbasis Pangan
Lokal 10
3.3 Pemberian MPASI Dapat Berupa MPASI Terfortifikasi atau MPASI
Homemade 11
3.4 Intervensi Suplemen Ibu Hamil 12
3.5 Pendampingan dan Penyuluhan 12

1
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap makhluk hidup yang ada memerlukan makanan dan minuman untuk
dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pentingnya keberadaan makanan
dan minuman bagi makhluk hidup menjadi suatu hal yang wajib terpenuhi
sehingga didapatkan energi untuk melaksanakan suatu aktivitas. Hal tersebut
dapat terjadi karena di dalam suatu makanan terdapat berbagai komponen gizi
yang menunjang terjadinya metabolisme tubuh. Seluruh komponen gizi tersebut
juga menunjang pertumbuhan dan perkembangan hidup makhluk hidup. Dibalik
pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, faktanya masih banyak
permasalahan gizi yang belum terselesaikan di masyarakat terutama di negara
berkembang. Masalah gizi muncul karena dalam mengkonsumsi makanan yang
hanya dianggap enak dan mengenyangkan saja. Sementara gizi seimbang harus
terpenuhi dari beragam makanan yang dikonsumsi, karena tidak ada makanan
yang mempunyai kandungan gizi sempurna, sehingga perlu adanya
penganekaragaman makanan yang dikonsumsi (Murdiati, 2013).
 Masalah gizi dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup serta tidak
optimalnya pertumbuhan dan perkembangan anak (Utami dan Mubasyiroh, 2019).
Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang  menghadapi beban
masalah gizi ganda, yaitu gizi kurang di satu sisi dan kegemukan di sisi lainnya.
Salah satu permasalahan kekurangan gizi yang terjadi di Indonesia adalah
stunting. Berdasarkan data dari Joint Child Malnutrition Estimates (JME) pada
tahun 2021 menyatakan bahwa angka prevalensi stunting cukup tinggi, terutama
untuk negara-negara anggota ASEAN, dimana negara-negara seperti Filipina,
Kamboja, Myanmar dan Indonesia memiliki angka prevalensi stunting hingga
30% dari total jumlah balita di setiap negara. Berdasarkan data Riskesdas tahun
2013 menunjukkan prevalensi nasional balita pendek (stunted) dan anak balita
sangat pendek (severe stunted) adalah 37,2% (18,0% sangat pendek dan 19,2%

1
pendek) (Riskesdas,2013). Oleh sebab itu, diperlukan analisis agar didapatkan
solusi untuk mengatasi permasalahan gizi stunting.
1.2 Tujuan
Memberikan informasi mengenai stunting yang terdiri dari :
1. Pengertian stunting.
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya stunting.
3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting.
4. Dampak Stunting.
5. Penilaian Stunting secara Antropometri.
6. Cara mencegah Stunting.
7. Zat Gizi mikro yang berperan untuk menghindari stunting.
8. Usaha pemerintah dalam masalah stunting.

1.3 Manfaat
diharapkan dapat memberikan manfaat berupa edukasi mengenai pencegahan
stunting pada Ibu, solusi kejadian stunting, dan membantu meminimalisir kejadian
balita stunting

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting sendiri juga dapat dikatakan sebagai
kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi dari ketidakcukupan nutrisi yang
berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai dengan usia 24 bulan (Haskas,
2020). Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak,
hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) < -2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/stunted) dan < -3 SD (sangat pendek/severely stunted)
(Rahmadhita, 2020). Periode 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK)
merupakan simpul kritis sebagai awal terjadinya pertumbuhan Stunting, yang
sebaliknya berdampak jangka panjang hingga berulang dalam siklus kehidupan
(Aryastami, 2017).
 
2.2 Faktor Penyebab Stunting
2.2.1 Ekonomi
Ekonomi adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
material dari sumber yang terbatas. Status sosial ekonomi keluarga
mencakup, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga. Pendapatan

3
keluarga adalah jumlah penghasilan yang riil dari seluruh anggota keluarga
yang artinya bahwa mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi
tanggungan kepala keluarga. Sebagian besar anak balita yang mengalami
gangguan pertumbuhan memiliki status ekonomi yang rendah. Status
sosial ekonomi keluarga sangat berpengaruh secara signifikan terhadap
masalah stunting pada anak usia 0-59 bulan. Sebagian besar anak balita
yang mengalami gangguan pertumbuhan memiliki status ekonomi yang
rendah. Penelitian lain menunjukkan bahwa kesehatan anak bergantung
pada status sosial ekonomi keluarga (Sihombing, 2017).  
Orang yang dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan
membelanjakan sebagian besar pendapatan untuk makan. Status sosial
ekonomi keluarga merupakan faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas makanan. Pada rumah tangga yang berpendapatan rendah,
sebanyak 60% hingga 80% dari pendapatan riilnya dibelanjakan untuk
membeli makanan. Artinya bahwa dari pendapatan tersebut 70-80% energi
dipenuhi oleh karbohidrat (beras dan penggantinya) dan hanya 20%
dipenuhi sebagai sumber energi protein yang menyebabkan semakin
besarnya total pengeluaran termasuk besarnya pengeluaran untuk pangan
(Aridiyah et al., 2016)

2.2.2 Pendidikan 
Kecenderungan kejadian stunting pada balita lebih banyak terjadi
pada ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini dikarenakan di masyarakat
masih berkembang pemikiran bahwa pendidikan tidak penting serta terkait
dukungan dari keluarga untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi
yang masih belum maksimal. Secara tidak langsung tingkat pendidikan ibu
akan mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan ibu mengenai
perawatan kesehatan terutama dalam memahami pengetahuan mengenai
gizi (Aridiyah et al., 2016)

4
2.2.3 Pengetahuan Tentang Gizi
Pengetahuan mengenai gizi merupakan proses awal dalam
perubahan perilaku peningkatan status gizi, sehingga pengetahuan
merupakan faktor internal yang mempengaruhi perubahan perilaku.
Pengetahuan ibu tentang gizi akan menentukan perilaku ibu dalam
menyediakan makanan untuk anaknya. Ibu dengan pengetahuan gizi yang
baik dapat menyediakan makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat
untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak balita.
Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu pemicu
terjadinya stunting pada anak balita yang disebabkan oleh kejadian masa
lalu dan akan berdampak terhadap masa depan anak balita, sebaliknya
pemberian ASI yang baik oleh ibu akan membantu menjaga keseimbangan
gizi anak sehingga tercapai pertumbuhan anak yang normal. Hal ini karena
pada usia 0-6 bulan ibu balita yang memberikan ASI eksklusif yang dapat
membentuk imunitas atau kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat
terhindar dari penyakit infeksi. Setelah itu pada usia 6 bulan anak balita
diberikan MP-ASI dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga anak
balita terpenuhi kebutuhan zat gizinya yang dapat mengurangi risiko
terjadinya stunting  (Aridiyah et al., 2016)

2.2.4 Asupan Gizi Ibu Hamil 


Faktor risiko terjadinya Stunting antara lain, status gizi ibu hamil
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janinnya, dimana permasalahan
gizi harus diperhatikan sejak masih dalam kandungan. Jika terjadi
kekurangan status gizi awal kehidupan maka akan berdampak terhadap
kehidupan selanjutnya seperti Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), kecil, pendek, kurus, daya tahan tubuh
rendah dan risiko meninggal dunia (Zaif dkk, 2017). Di Indonesia, salah
satu parameter untuk menentukan status gizi ibu hamil adalah Indikator
antropometri Lingkar Lengan Atas (LiLA) pada ibu, dimana asupan energi
dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan
Kurang Energi Kronis (KEK). Wanita hamil berisiko mengalami KEK jika

5
memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5cm. Ibu hamil dengan KEK
berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang jika tidak segera
ditangani dengan baik akan berisiko mengalami stunting.Kekurangan
energi kronis (KEK) merupakan kondisi yang disebabkan karena adanya
ketidak seimbangan asupan gizi antara energi dan protein, sehingga zat
gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi (Indonesia, K.K.R., 2018)

2.2.5 Kekurangan Zinc


Zinc merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit tetapi kebutuhannya sangat esensial bagi kehidupan. Hal tersebut
yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan pada sebagian besar anak
balita, mengingat zink sangat erat kaitannya dengan metabolisme tulang
sehingga zink berperan secara positif pada pertumbuhan dan
perkembangan. Anak membutuhkan zinc lebih banyak untuk pertumbuhan
dan perkembangan secara normal, melawan infeksi dan penyembuhan
luka. Zink berperan dalam produksi hormon pertumbuhan. Zink
dibutuhkan untuk mengaktifkan dan memulai sintesis hormon
pertumbuhan/GH. Pada defisiensi zink akan terjadi gangguan pada
reseptor GH dan produksi GH yang resisten (Aridiyah et al., 2016)

2.3 Dampak Stunting


Stunting terjadi ketika bayi atau anak kecil tidak mendapatkan gizi yang
cukup untuk pertumbuhan yang optimal. Stunting ditandai dengan pertumbuhan
tubuh yang terhambat, sehingga tinggi badan anak menjadi lebih pendek dari rata-
rata usia anak tersebut. Dampak stunting sangat kompleks, anak dapat mengalami
gangguan pada perkembangan mental, sosial, kognitif, dan pertumbuhan yaitu
berupa pendek, ketidakmatangan fungsi organ, dimana manifestasinya dapat
berupa kekebalan tubuh yang rendah yang menyebabkan kerentanan terhadap
penyakit-penyakit seperti infeksi saluran pernafasan dan diare. Usaha pemutusan
rantai stunting tentunya dibutuhkan pemetaan yang tepat untuk dapat mengetahui
permasalahan utamanya yang menyebabkan terjadinya stunting (Sihombing,
2018). 

6
Dampak jangka pendek dari kasus stunting adalah apatis, mengalami
gangguan bicara, serta gangguan perkembangan lainnya, sedangkan dampak
jangka panjang dari kasus stunting adalah penurunan skor IQ, penurunan
perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian, perawakan yang pendek
(Sihombing, 2018), kekebalan tubuh melemah, dan memiliki resiko lebih besar
terhadap penyakit diabetes melitus dan kanker (Kirana et al., 2021). Generasi
yang tumbuh optimal alias tidak stunting memiliki tingkat kecerdasan yang lebih
baik, akan memberikan daya saing yang baik di bidang pembangunan dan
ekonomi (Saputri, 2019)

2. 4 Kebijakan Pemerintah Terhadap Stunting


2.4.1 Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
PMT adalah kegiatan pemberian makanan kepada balita dalam
bentuk makanan yang aman dan bermutu serta kegiatan pendukung
lainnya dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan. Serta
mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan sasaran (Darubekti,
2021). Program ini merupakan program pemberian suplementasi gizi
dalam bentuk makanan tambahan dengan formulasi khusus dan
difortifikasi dengan vitamin dan mineral sebagai tambahan selain makanan
utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. Program ini
ditujukan bagi balita dengan status gizi kurus atau gizi kurang (Kemenkes,
2017). Makanan tambahan harus diperkaya dengan 10 macam vitamin
yaitu vitamin A, D, E, K, B1, B2, B3, B6, B12, folat dan 7 macam mineral
yaitu Besi, Iodium, Seng, Kalsium, Natrium, Selenium, dan Fosfor.
Pemberian Makanan Tambahan yang digunakan ialah agar-agar wortel.
Wortel adalah bagian integral dari bahan makanan bayi usia enam bulan.
Kandungan nutrisinya bisa membantu melindungi si kecil dari berbagai
penyakit, wortel juga sangat mudah dijumpai di sekitar rumah

2.4.2 Stunting Summit


Stunting Summit merupakan pertemuan nasional yang
diselenggarakan untuk pertama kalinya di Indonesia dalam rangka

7
mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia. Stunting Summit
menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk mencanangkan
intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota prioritas, dan
memperluas lokasi intervensi secara bertahap. Diharapkan atas segala
upaya pencegahan stunting akan ada terus kemajuan untuk menurunnya
angka tersebut dan dibarengi dengan adanya komitmen serius antara
pemerintah dan masyarakat untuk mengentaskan hal ini (Rahmadhita,
2020)

2.4.3 Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK)


 Gerakan ini bertujuan mempercepat perbaikan gizi untuk
memperbaiki kehidupan anak-anak Indonesia di masa mendatang. Gerakan
ini melibatkan berbagai sektor dan pemangku kebijakan untuk
bekerjasama menurunkan prevalensi stunting serta bentuk bentuk kurang
gizi lainnya di Indonesia (MCA Indonesia, 2013)

2.4.4 Program Indonesia Sehat 


Program Indonesia Sehat diadakan oleh Kementerian Kesehatan
melalui sasaran pembangunan kesehatan pada tahun 2015-2019 yang salah
satunya melalui pembangunan gizi masyarakat khususnya untuk
pengendalian angka stunting. 

2.4.5 Perundang-undangan (Ulfah dan Nugroho, 2020)


a. UU No 36 Tahun 2009
b. UU Pangan No 18 Tahun 2012 yang diikuti dengan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi melalui Peraturan Presiden No 42 Tahun
2013 
c. Peraturan Presiden No 83/ 2017. Selain itu, juga adanya Inpres No 1
Tahun 2017 mengenai Gerakan Masyarakat Hidup Sehat bahkan juga
ada kebijakan Peraturan Menteri Desa 
d. PDT No 16 Tahun 2018 tentang prioritas Dana Desa yang salah
satunya digunakan untuk pencegahan stunting

8
e. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang rencana
pembangunan jangka panjang (2005-2025) 
f. Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan seperti perbaikan
gizi.  

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Lokakarya Pengolahan Makanan Padat Gizi Berbasis Pangan Lokal 


Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk  meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang pentingnya konsumsi makanan sehat dan bergizi berbasis bahan-bahan
lokal yang mudah didapatkan dan diolah untuk menjadi makanan sehat dan
bergizi untuk konsumsi keluarga, khususnya bagi anak balita dan ibu hamil.
Melalui kegiatan lokakarya ini keluarga/rumah tangga sasaran mengetahui dan
mengenal sumber makanan yang sehat dan bergizi dari bahan lokal yang mudah
didapatkan di daerah setempat, serta cara mengkombinasikan berbagai jenis bahan
pangan lokal untuk menghasilkan menu makanan sehat dan bergizi untuk
dikonsumsi (Kamuri et al., 2023)

3.2 Pelatihan Pengolahan Makanan Padat Gizi Berbasis Pangan Lokal 


Pelatihan Praktik Pengolahan makanan padat gizi berbasis pangan lokal sangat
penting dilakukan karena masih banyak masyarakat yang kurang memperhatikan
asupan makanan mereka, sehingga sering mengalami masalah gizi buruk.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengajarkan peserta cara memilih bahan makanan
yang baik, teknik pengolahan yang tepat, memahami kandungan gizi pada setiap
bahan makanan dan cara mengkombinasikan berbagai jenis bahan menghasilkan
makanan sehat dan bergizi untuk konsumsi keluarga, khususnya anak balita
stunting dan ibu hamil. Dalam pelatihan ini peserta tidak hanya mendapatkan teori
tentang kandungan gizi pada setiap bahan makanan, tetapi juga mendapatkan
kesempatan untuk langsung mempraktekkan cara mengolah bahan makanan
tersebut. Pelatihan praktik ini sangat bermanfaat karena peserta dapat langsung
melihat dan merasakan hasil dari makanan yang mereka olah sendiri (Kamuri et
al., 2023)

10
3.3 Pemberian Mpasi Dapat Berupa Mpasi Terfortifikasi Atau Mpasi
Homemade. 
MPASI fortifikasi merupakan bahan MPASI yang sudah diolah oleh pabrik
yang ditunjuk oleh pemerintah dan diawasi dalam pembuatannya sehingga ibu-ibu
rumah tangga tinggal praktis dalam penyajiannya. Sedangkan MPASI homemade
merupakan MPASI yang dibuat oleh ibu rumah tangga sendiri yang disesuaikan
dengan menu yang akan diolah. Keberagaman pangan dapat mencegah kejadian
stunting, balita dengan asupan makanan yang kurang beragam memiliki resiko
terjadi stunting 3,213 kali dibandingkan dengan balita dengan asupan makanan
yang beragam.(Widyaningsih et al.,2018).
Rasa pada pangan lokal untuk bayi dan anak-anak lebih cenderung menyukai
olahan produk lokal yang mempunyai rasa gurih dan manis, sehingga teknik
pengolahan pangan lokal untuk bayi/anak-anak perlu ditingkatkan karena selama
ini masyarakat hanya mengolah bahan lokal singkong diolah dengan metode
dikukus dan direbus (singkong kukus, ubi kukus, jagung rebus) sehingga perlu
divariasi dengan topping (susu kental manis, madu, vla dari putih telur) agar
mempunyai rasa yang lebih variatif. Tekstur dan aroma pada pangan lokal untuk
pencegahan stunting sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa bayi dan
anak-anak menyukai tekstur olahan pangan lokal bertekstur renyah / crispy
dengan aroma yang kuat, hal ini bisa disiasati dengan teknik pengolahan pangan
lokal seperti pembuatan keripik, pastry kering dengan dipadukkan aroma kuat dari
rempah, atau dipadukan dengan selai kacang yang kaya akan zat besi. Sedangkan
ditambah dengan variasi warna, pangan lokal mempunyai jenis ungu dari ubi
ungu, hijau dari pandan, orange dari wortel dan merah dari buat bit, putih dari
tepung sagu, tepung singkong. Preferensi masyarakat tentang pangan lokal untuk
pencegahan stunting biasa aja dan masih dominan dengan pangan praktis pangan
kemasan seperti puding, bubur instan, kerupuk bayi/anak-anak instan. Untuk
Meningkatkan preferensi olahan pangan lokal untuk bayi / anak-anak dapat
divariasikan dengan pengolahan  fortifikasi yaitu perpaduan antara pangan lokal
protein hewani seperti lele dengan tepung singkong (Anita dan Sutrisno, 2022

11
3.4 Intervensi Suplemen Ibu Hamil
intervensi lipid based nutrient supplements (SQ-LNSs) (Adu-Afarwuah et al.,
2016), inferensi suplemen zinc (Rohmawa et al., 2021) dan intervensi suplemen
makanan energi protein (Islam Khan, 2013). Suplemen lipid berbasis nutrisi (SQ-
LNSs) untuk ibu hamil,menyusui dan bayi (Arimondetal.,2015). Suplemen SQ-
LNS dirancang untuk mengatasi masalah banyak populasi kandungan energi total
dari kandungan makanan mungkin cukup, zat gizi mikro (Allen, 2003) dan lemak
esensial (EFA) (Michaelsen et al., 2011). efek pemberian ga jenis intervensi
suplemen ibu hamil mencegah stunting adalah ada tujuh artikel yang berefek
positif meningkatkan pertumbuhan dan mencegah bayi berisiko stunting. .Hasil
Penelitiannya dilakukan Adu-Afarwuah et al (2016)melaporkan bahwa pemberian
intervensi suplemen berbasis lipid suplemen nutrisi. SQ-LNSs ibu hamil sampai 6
bulan post partum dan bayi mereka dari usia 6 hingga 18 bulan dapat meningkat
panjang tubuh yang dicapai anak pada usia 18 bulan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Islam Khan (2013) menunjukan efek suplemen makanan energi
protein selama kehamilan mengurangi terjadinya stunting pada anak laki-laki usia
anak 54 bulan.

3.5 Pendampingan dan Penyuluhan


Diskusi, dilaksanakan dengan cara memaparkan permasalahan yang dihadapi,
menyamakan persepsi dan mencari solusi; Penyuluhan, menginformasikan
mengenai pemanfaatan hasil pertanian untuk pemenuhan kebutuhan gizi dan
pentingnya pencegahan stunting sejak dini akan diberikan kepada ibu hamil,
pasangan, dan ibu-bu yang memiliki balita; Pembentukan kelompok dan
pemberdayaan sebagai upaya penatalaksanaan dan pencegahan stunting secara
komprehensif. Sehingga masyarakat dapat secara efektif mengatasi permasalahan
yang dihadapi. Ibu hamil harus mengetahui apa saja persiapan dan kebutuhan
nutrisi selama kehamilan, adapun kebutuhan nutrisi yang harus dipersiapkan
selama kehamilan yaitu : 
a) Karbohidrat, merupakan sumber utama untuk tambahan kalori yang
dibutuhkan selama kehamilan. Pertumbuhan dan perkembangan janin
selama dalam kandungan membutuhkan karbohidrat sebagai sumber kalori

12
utama. Selain mengandung vitamin dan mineral, karbohidrat juga
meningkatkan asupan serat serta untuk serta untuk mencegah terjadinya
konstipasi atau sulit buang air besar
b) Protein, tambahan protein diperlukan untuk pertumbuhan janin, uterus,
jaringan payudara, hormon, penambahan cairan darah ibu serta persiapan
laktasi. 2/3 dari protein yang dikonsumsi sebaiknya berasal dari protein
hewani seperti daging, ikan, unggas, telur, kerang yang banyak memiliki
nilai biologi tinggi serta sumber energi nabati banyak terdapat pada
kacang-kacangan. Tambahan protein yang diperlukan selama kehamilan
sebanyak 12 gr/hari
c) Lemak, merupakan sumber energi terbesar dalam tubuh berfungsi sebagai
cadangan energi tubuh bagi ibu saat melahirkan, pelarut vitamin A, D, E,
K dan asam lemak. Asam lemak omega 3 dan 6 juga diperlukan untuk
perkembangan sistim saraf, fungsi penglihatan dan pertumbuhan otak bayi
juga sebagai bantalan lagi organ-organ tertentu seperti biji mata dan ginjal.
Sumber lemak antara lain daging, susu, telur, mentega, dan minyak
tumbuhan
d) Vitamin A, diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio.
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelahiran prematur dan bayi
berat lahir rendah. Sumber makanan yang mengandung vitamin A antara
lain kuning telur, mentega, wortel, tomat dan nangka
e) Vitamin B6, penting untuk pembuatan asam amino yaitu bahan protein di
dalam tubuh. Makanan yang mengandung vitamin B6 antara lain hati sapi,
daging ayam tak berlemak, ikan salmon, beras merah, pisang, tomat dan
lain-lain
f) Vitamin C, jika kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan keracunan
kehamilan, ketuban pecah dini (KPD). Vitamin C berguna untuk
mencegah terjadinya ruptur membran, sebagai bahan semen jaringan ikat
dan pembuluh darah. Sumber vitamin C terdapat dalam beberapa makanan
seperti tomat, jeruk, jambu biji dan brokoli
g) Asam folat, wajib dikonsumsi bagi ibu yang sedang hamil khususnya pada
trimester 1. Asam folat diperlukan untuk pembentukan sel darah merah

13
dan putih, mencegah anemia. Beberapa bahan olahan yang banyak
mengandung asam folat adalah bayam, brokoli, jus jeruk, pisang dan lain-
lain. 
h) Kalsium, sebagian besar digunakan untuk perkembangan tulang dan gigi
janin yang banyak terdapat pada produk susu, keju, udang, teri, ikan,
kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran berdaun hijau. 
i) Zat besi, bagi ibu hamil penting untuk pembentukan dan mempertahankan
sel darah merah. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dari makanan yang kaya
akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, ikan, kuning telur 
j) Fosfor, cukup diperoleh dari makanan sehari-hari. Fosfor berhubungan
erat dengan kalsium. Jika jumlahnya tidak seimbang maka akan
menimbulkan gangguan. Sumber makanannya adalah susu, keju dan
daging.
k) Seng, jumlah seng dalam tubuh jumlahnya kecil. Kebutuhan seng
terpenuhi dari makanan sehari-hari. Kekurangan mineral ini dapat
menimbulkan cacat bawaan seperti pembentukan tulang dan selubung
saraf tulang belakang yang tidak normal.
l) Yodium, fungsi utama yodium adalah untuk pembentukan tiroksin
terdapat dalam garam dan diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit.
Berfungsi dalam pertumbuhan. Jika kekurangan terjadi kemudian
pertumbuhan anak akan terhambat. 13. Natrium, peranan penting dalam
metabolisme air dan bersifat mengikat cairan dalam jaringan sehingga
mempengaruhi keseimbangan cairan pada ibu hamil. Sehingga ibu hamil
cenderung menderita oedema 
m) Flour, diperoleh dari air putih. Flour diperlukan untuk pembentukan gigi
bayi jika ketika hamil ibu mengalami kekurangan flour, maka bayi tidak
normal pertumbuhan giginya. demikian juga dengan warna serta bangunan
gigi 

14
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Stunting merupakan kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi dari


ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai
dengan usia 24 bulan. Timbulnya stunting disebabkan oleh adanya beberapa
faktor utama yakni kemiskinan atau ekonomi, rendahnya pendidikan, kurangnya
pengetahuan tentang asupan gizi dan kesehatan. Dampak stunting sangat
kompleks, anak dapat mengalami gangguan pada perkembangan mental, sosial,
kognitif, dan pertumbuhan yaitu berupa pendek, ketidakmatangan fungsi organ,
penurunan skor IQ, dan penurunan perkembangan kognitif. Pemerintah telah
mengadakan beberapa kebijakan dan tindakan terkait masalah gizi stunting antara
lain PMT, Stunting summit, Gerakan 1.000 HPK, dan Gerakan Indonesia Sehat.
Adapun tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain dengan Lokakarya dan
Pelatihan Pengolahan Makanan Padat Gizi Berbasis Pangan Lokal, intervensi
suplemen terhadap ibu hamil, pemberian MPA-SI fortifikasi atau homemade, dan
berbagai kegiatan pendampingan penyuluhan yang diharapkan dapat menurunkan
resiko terjadinya permasalahan gizi yakni stunting.

15
DAFTAR PUSTAKA
Adesta, R. O., Ayupir, A., & Clarita, M. C. (2023). Hubungan Asi Eksklusif, Pola
Pemberian Makan dan Status Ekonomi Keluarga Terhadap Kejadian
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Boganatar. Jurnal Keperawatan
dan Kesehatan Masyarakat, 10(1).
Anita, A., & Sutrisno, E. (2022). Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap
Pengolahan Pangan Lokal untuk Pencegahan Stunting di Jawa Timur.
EDUKATIF: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1), 456-466.
Ardiana, A., Afandi, A. T., Masaid, A. D., & Rohmawati, N. (2015).
PEMANFATAAN HASIL PERTANIAN UNTUK PENATALAKSANAAN
DAN PENCEGAHAN STUNTING MELALUI PEMBERDAYAAN IBU
KADER KESEHATAN DI KABUPATEN JEMBER.
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan
dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and
Urban Areas). Pustaka Kesehatan, 3(1), 163-170.
Aryastami, N. K. (2017). Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Masalah Gizi
Stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4).
https://doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7465.233-240
Hannum, I., Hadi, A. J., Ahmad, H., & Nasution, Z. (2023). Review Kejadian
Stunting pada Anak Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Paringgonan
Kabupaten Padang Lawas. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
(MPPKI), 6(6), 1213-1220.
Isnaini, N., Mariza, A., & Putri, M. A. (2022). Pentingnya gizi pada ibu hamil
sebagai upaya pencegahan stunting di periode 1000 HPK. Jurnal Perak
Malahayati: Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1).
Kamuri, K. J., Manongga, I. R., Neno, M. S., & Aman, D. K. (2023).
PENGOLAHAN MAKANAN PADAT GIZI BERBASIS PANGAN
LOKAL KEPADA IBU RUMAH TANGGA DENGAN BALITA
STUNTING DI KABUPATEN TTS. E-Amal: Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 3(2), 73-80.

16
Mandowa, R., & Erika, K. A. (2022). Intervensi Suplemen Ibu Hamil dalam
Mencegah Stunting: A Systematic Review. Jurnal Kesehatan Komunitas,
8(1), 154-160.
Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan stunting dan pencegahannya. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 225-229.
Widyaningsih, N. N., Kusnandar, K., & Anantanyu, S. (2018). Keragaman
Pangan, Pola Asuh Makan Dan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59
Bulan. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal Of Nutrition), 7(1),
22–29.
Ulfah, I. F., & Nugroho, A. B. (2020). Menilik Tantangan Pembangunan
Kesehatan di Indonesia: Faktor Penyebab Stunting di Kabupaten Jember.
Sospol: Jurnal Sosial Politik, 6(2), 201-213.
 

17

Anda mungkin juga menyukai