MAKALAH
KASUS STUNTING PADA GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Melamar Sebagai Technical
Assistant Wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah
Disusun Oleh :
Reky Marta Yusfa, S.Kep
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang,
karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami. Sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan
salah satu persyaratan untuk melamar sebagai Technical Assistant Wilayah Aceh
Tengah dan Bener Meriah tentang “Kasus Stunting Pada Anak”
Terlepas dari semua itu penulis menyadari bahwa makalah ini masi banyak
kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat ataupun tatabahsanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka penulis menerima saran dan kritikan dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penulisan 2
1.4. Manfaat Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Gizi Pada Anak 3
2.2. Empat Pilar Gizi Seimbang 4
2.3. Status Gizi Pada Anak 6
2.4. Penyakit Mal Nutrisi 11
BAB III PEMBAHASAN 14
3.1. Stunting 14
3.2. Analisis Kasus Stunting 14
3.3. Pencegahan dan Penanggulangan Kasus Stunting di Indonesia 17
BAB IV KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19
4
BAB I
PENDAHULUAN
Status ekonomi orang tua dapat dilihat berdasarkan pendapatan orang tua.
Pendapatan keluarga merupakan pendapatan total keluarga yang diperoleh dari
berbagai sumber, yaitu hasil kepala keluarga, hasil istri, hasil pemberian, hasil
pinjaman, dan hasil usaha sampingan per bulan.3 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2015 menunjukkan bahwa pada kelompok
stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah UMR yakni sebanyak 67
responden (35,8%) , sedangkan yang memiliki pendapatan diatas UMR hanya sedikit
yakni sebanyak 45 orang (22%). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari et
all. tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang rendah merupakan
faktor resiko kejadian stunting pada balita 6- 24 bulan. Anak dengan pendapatan
keluarga yang rendah memiliki resiko menjadi stunting sebesar 8,5 kali dibandingkan
pada anak dengan pendapatan tinggi.
pertumbuhan pada balita, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya
atau disebut dengan balita pendek atau stunting.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Djoko Pekik Irianto (2007: 23), secara umum status gizi
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan pengukuran.
b. Unit sampel yang diukur.
c. Jenis informasi yang dibutuhkan.
d. Tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan.
e. Tersedianya fasilitas dan peralatan.
f. Ketersediannya tenaga.
g. Ketersediannya waktu.
h. Dana yang dibutuhkan.
Hal-hal di atas tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terkait faktor yang satu
denganyang lainnya. Dalam penelitian metode status gizi harus
memperhatikan secara keseluruhan dan mencermati keunggulan dan
kelemahan metode tersebut. Pengukuran status gizi anak berdasarkan
kriteria antropometrik mungkin mempunyai kelemahan-kelemahan, namun
sampai saat ini dianggap merupakan cara yang paling mudah danpraktis
untuk dilakukan, karena siapa saja dapat melakukannya dengan terlebih dahulu
mendapat latihan. Melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan
anak secara teratur merupakan langkah yang tepat dalam rangka
kewaspadaan terhadap perubahankeadaan gizi. Data penimbangan berat
badan ini sebaiknya ditulis pada kartu grafik perkembangan berat badan
12
anak yang disebut Kartu Menuju Sehat, dengan demikian selalu dapat
dimonitor satus gizinya. Dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan
mengukur berat badan dantinggi badan sesuai umur secara sendiri-sendiri, tetapi
juga dalam bentuk indikator yang merupakan kombinasi ketiganya. Masing-
masing indikator mempunyai makna tersendirimisalnya kombinasi antara Berat
Badan (BB) dan umur membentuk indikator BB menurutumur yang
disimbolkan dengan BB/U, kombinasi antara TB dan umur
membentukindikator TB menurut umur atau “TB/U”. dan kombinasi antara BB
dan TB membentukindikator BB menurut TB atau “BB/TB”. Indikator
BB/U menunjukan secara sensitifstatus gizi saat ini (saat diukur) karena
mudah berubah. Namun indikator BB/U tidakspesifik karena berat badan
selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh TB.Indikator TB/U
menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB
menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini. Dalam
penelitian inimenggunakan rumus BB sebenarnya:
Pengukuran status gizi menurut rumus (Djoko Pekik Irianto 2007 : 80) adalah
sebagai berikut :
Menurut Djoko Pekik Irianto (2004 : 133-134), empat masalah pokok yang
paling serius yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan penyakit Gizi salah
adalah sebagai berikut :
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. STUNTING
3.1.1. Definisi Stunting
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang
atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median
standar pertumbuhan anak dari WHO.
3.1.2. Faktor Terjadinya Stunting
Stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
factor seperti kondisi ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada
bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Penderita stunting dimasa
yang akan dating akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
3.1.3. Peningkatan Kasus Stunting
Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevelensi stunting nasional
mencapai 37,2% meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007
(36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal diserita oleh sekitar 8,9
juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia.
3.2. Analisis Kasus Stunting
3.2.1. Kasus Stunting di Indonesia
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya.
Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan
ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degenerative.
Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga
mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
Pemerintah mencadangkan program intervensi pencegahan stunting
terintegrasi yang melibatkan lintas kementrian dan lembaga. Pada
14
bermasalah. Hal ini sangat terkait oleh banyak factor, utamanya secara
kronis karena asupan gizi yang tidak memadai dan kemungkinan
rentan terhadap infeksi, sehinnga sering sakit.
3.2.2. Pencegahan dan Penanggulangan Kasus Stunting di Indonesia
Stunting didefinisakn sebagai kondisi anak usia 0-59 bulan,
menurut umur berada dibawah minus 2 standar devisi (< 2SD) dari
standar median WHO. Lebih lanjut dikatakan bahwa stunting akan
berdampak dan dikaitakn dengan proses kembang otak yang
terganggu, dimana dalam jangka pendek berpengaruh pada
kemampuan kognitif. Jangka panjang mengurangi kapasitas untuk
berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk peluang
kerja dengan pendapatan lebih baik.
Dalam jangka panjang, anak stunting yang berhasil
mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa cendrung akan menjadi
gemuk (obese), dan berpeluang menderita penyakit tidak menular
(PTM), seperti hipertensi, diabetes, kanker, dll.
Merujuk pada pola pikir UNICEF/Lancet, masalah stunting
terutama disebabkankarena ada pengaruh dari pola asuh,
cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan,lingkungan, dan
ketahanan pangan, maka berikut ini mencoba untuk membahas dari
sisipola asuh dan ketahanan pangan tingkat keluarga.
Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi implementasi
program yang harusdilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk di
dalamnya adalah Inisiasi Menyusu Dini(IMD), menyusui eksklusif
sampai dengan 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkandengan
makanan pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2 tahun
merupakan prosesuntuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak.
Strategi ke depan terkait dengan pola asuh, antara lain:
1. Melakukan monitoring pasca pelatihan konselor menyusui
utamanya di tingkat kecamatan dan desa;
2. Melakukan sanksi terhadap pelanggar PP tentang ASI;
3. Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil yang
datang ke ante natalcare/ANC (4 minggu pertama kehamilan)
untuk persiapan menyusui;
4. Meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui;
5. Melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan
pemberian MP-ASI sesuai standar (MAD).
Kebijakan dan strategi yang mengatur pola asuh ini ada
pada Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal
128, Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang ASI, dan
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015.
Ketahanan pangan (food security) tingkat rumah tangga
adalah aspek penting dalam pencegahan stunting. Isu ketahanan
pangan termasuk ketersediaan pangan sampai level rumah tangga,
kualitas makanan yang dikonsumsi (intake), serta stabilitas dari
ketersediaan pangan itu sendiri yang terkait dengan akses
penduduk untuk membeli. Dalam jangka panjang masalah ini akan
menjadi penyebab meningkatnya prevalensi stunting, ada proses
gagal tumbuh yang kejadiannya diawali pada kehamilan,
sebagaidampak kurangnya asupan gizi sebelum dan selama
kehamilan. Amanat ketahanan pangan di Indonesia adalah dari UU
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan juga UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan.
17
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA