Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS DALAM KONTEKS KELUARGA

PADA Yn “H” Terutama Pada An “C” Dengan Stunting

DI DESA MUDA KECAMATAAN KELUBAGOLIT

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan

Stase Asuhan Kebidanan Komunitas

Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : Maria Muda. S.ST
NIM : 21159010058
Kelas : B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

STIKES NGUDIA HUSADA MADURA


HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS DALAM KONTEKS KELUARGA

PADA Ny “H” Terutama Pada An “C” Dengan Stunting

DI DESA MUDA KECAMATAAN KELUBAGOLIT

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan

Stase Asuhan Kebidanan Komunitas

Disusun oleh:

Nama :Maria Muda. S.ST


NIM : 21159010058
Kelas :B

Tanggal Pemberian Asuhan : 01 Juli 2022

Disetujui:

Kepala Ruangan
Tanggal: 05 September 2022
Di: Puskesmas Lambunga Maria AIK Ratumakin,Amd Keb

Nip ;19760331 200112 2 003

Pembimbing Institusi
Tanggal: 05 September 2022
Dwi Wahyuning Tiya,S.SiT,.MPH
NIDN :07270484401

Pembimbing Kasus
Tanggal: 05 September 2022
Di: Puskesmas Lambunga (Maria AIK Ratumakin,Amd Keb)

Nip ; 19760331 200112 2 003

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang

dilimpahkan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan kasus Asuhan kebidanan

Komunitas dalam Kontes Keluarga pada Ny “H” terutama pada An “C” dengan stunting disusun

guna menmenuhi persyaratan ketentuan stase asuhan kebidaan komunitas di Desa Muda

Kecamatan kelubagolit kabupaten Flores Timur

Penyusunan Laporan Asuhan Kebidanan ini merupakan tugas praktik di Program Studi

Profesi Bidan STIKES Ngudia Husada Madura untuk memenuhi target yang telah ditetapkan

oleh pihak kampus. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing,

bidan coordinator ruangan dan yang telah membantu dalam penyusunan Laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penyusunan

Laporan Asuhan Kebidanan ini. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari para pembaca demi peningkatan penyusunan Asuhsn Kebidanan selanjutnya.

Flores Timur, November 2022

(Maria Muda. S.ST)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu

sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang sama (WHO). Komunitas

adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah

pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal. Dalam rangka

mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal maka dibutuhkan perawatan kesehatan

masyarakat, dimana perawatan kesehatan masyarakat itu sendiri adalah bidang keperawatan yang

merupakan perpaduan antara kesehatan masyarakat dan perawatan yang didukung peran serta

masyarakat dan mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan

tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh, melalui proses

keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri

dalam upaya kesehatan.

Peningkatan peran serta masyarakat bertujuan meningkatkan dukungan masyarakat dalam

berbagai upaya kesehatan serta mendorong kemandirian dalam memecahkan masalah kesehatan.

Peran serta masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas sebagai subyek dan obyek

diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil keputusan dalam menjaga kesehatannya.

Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama diharapkan masyarakat mampu secara mandiri

menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2015).


1.2. Tujuan
1) Umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi, merencanakan, memprioritaskan,

mengiplementasikan, mengevaluasi dan memonitoring managemen pelayanan

keperawatan komunitas dengan tekhnik penggerakan dan pemberdayaan masyarakat

serta pendekatan edukatif pada individu, keluarga, kelompok khusus ataupun pada

komunitas tertentu dalam rangka mewujudkan tercapainya Indonesia sehat.

2) Khusus

a. Melakukan pengenalan, orientasi dan sosialisasi pada masyarakat

b. Melakukan pengkajian data dan mengidentifikasi isu-isu permasalahan kesehatan

dan keperawatan komunitas terkini melalui Survey, Observasi dan Interview.

c. Melakukan pengolahan dan analisis data sebagai dasar untuk mendiagnosis

kebidanan komunitas dengan menggunakan pendekatan dan prespektif gender,

metode analisis sosial, demografi, epidemiologi, dan statistik kesehatan.

d. Melakukan teknik prioritas masalah kebidanan komunitas dengan menggunakan

teknik skoring, Fishbone Diagram, pohon masalah atau lainnya.

e. Merencanakan intervensi asuhan kebidanan komunitas

f. Melakukan implementasi sesuai intervensi.

g. Melakukan evaluasi pelayanan manajemen kebidanan komunitas.

1.3. Manfaat

a. Memperoleh pengalaman nyata dalam kehidupan bermasyarakat khusunya dalam

pengembangan Desa Siaga dan penggerakkan masyarakat untuk mengatasi


permasalahan kesehatannya sendiri dikaitkan dengan pelayanan manajemen

kebidanan komunitas.

b. Mampu mengenal budaya, dan adat kebiasaan masyarakat pejagan sehari-hari

c. Memperoleh media pendewasaan karakteristik dan budi pekerti mahasiswa sebagai

bekal bekerja.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STUNTING

2.1.1. Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bagi bayi dibawah lima

tahun) yang diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi Stuntingbaru nampak setelah bayi berusia 2

tahun.

Stunting yang dialami anak dapat disebabkan oleh tidak terpaparnya

periode1000 hari pertama kehidupan mendapat perhatian khusus karena menjadi

penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa

depan. Stunting dapat pula disebabkan tidak melewati periode emas yang dimulai

1000 hari pertama kehidupan yang merupakan pembentukan tumbuh kembang anal

pada 1000 hari pertama.Pada masa tersebut nutrisi yang diterima bayi saat didalam

kandungan dan menerima ASI memiliki dampak jangka panjang terhadap kegidupan

saat dewasa. Hal ini dapat terlampau maka akan terhindar dari terjadinya stunting

pada anak- anak dan status gizi yang kurang (Depkes, 2015).

Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan

panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan

dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun

2006. Stunting pada anak merupakan indikator status gizi yang dapat memberikan

gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau.


Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak

sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek)

adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui deficit 2 SD dibawah

median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi

internasional.Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur

rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak –

anak lain seusianya (MCN, 2009).

2.1.2. Tanda Stunting

Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<- 2SD),ditandai

dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan

kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan

sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.Stunting dapat

didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang

mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan

dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai

dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk

mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan

penyakit.Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko

meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif dan perkembangan motik yang

rendah serta fungi tubuh yang tidak seimbang.


2.1.3. Penyebab Stunting

Pada masa ini merupakan proses terjadinya Stunting pada anak dan peluang

peningkatan Stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.Faktor gizi ibu

sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil

dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth

retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami

gangguan pertumbuhan dan perkembangan.Anak-anak yang mengalami hambatan

dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan

penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolik serta

mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada

anak.Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan

yang akhirnya berpeluang terjadinya Stunting (Depkes, 2011). Gizi buruk kronis

(Stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan

diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling

berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab Stunting yaitu

asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air), riwayat berat

badan lahir rendah (BBLR), riwayat penyakit, praktek pengasuhan yang kurang baik,

termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada

masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara

ekslusif, tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).


2.1.4. Dampak Stunting

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi

belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak yang menderita

Stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada

kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan

menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh

proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya. Gagal tumbuh yang

terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada

kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki. Masalah Stunting menunjukkan

ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang yaitu kurang energi dan protein,

juga beberapa zat gizi mikro.

2.1.5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Stunting

Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian Stunting berhubungan dengan

berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik orangtua yaitu pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota dalam keluarga,

faktor genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein,

sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai.

Adapun faktor resiko Stunting yaitu :

a. Pendidikan Orangtua

Menurut George F. Kneller yang dikutip oleh Siswoyo dkk (2007) pendidikan

dapat dipandang dalam arti luas dan teknis.Dalam arti luas pendidikan menunjuk

pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang

berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau


kemampuan fisik individu. Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana

masyarakat melalui lembagalembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau

lembaga lainnya) dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu

pengetahuan, nilai-nilai keterampilan-keterampilan, dan generasi-

generasi.Pendidikan menurut undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara teratur,

bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat.Pendidikan ini

berlangsung di sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.Pendidikan informal adalah pendidikan yang didapatkan seseorang dari

pengalaman sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar sepanjang

hayat.Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-

hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, dan organisasi.Pendidikan non formal

adalah pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu

mengikuti peraturan yang ketat. Tingkat pendidikan merupakan suatu proses

yang sengaja dilakukan oleh orangtua siswa TK Islam Zahrotul Ulum untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuannya melalui pendidikan formal

yang berjenjang.
Tingkat pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara

pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas. Pendidikan orang tua

terutama ayah memiliki hubungan timbal balik dengan pekerjaan. Pendidikan

ayah merupakan faktor yang mempengaruhi harta rumah tangga dan komoditi

pasar yang dikonsumsi karena dapat mempengaruhi sikap dan kecenderungan

dalam memilih bahan-bahan konsumsi. Sedangkan pendidikan ibu

mempengaruhi status gizi anak, dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka

akan semakin baik pula status gizi anak. Tingkat pendidikan juga berkaitan

dengan pengetahuan gizi yang dimiliki, dimana semakin tinggi pendidikan ibu

maka semakin baik pula pemahaman dalam memilih bahan makanan.

b. Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua mempunyai andil yang besar dalam masalah gizi.

Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan penghasilan keluarga yang

mempengaruhi daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan yang terbatas,

besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya secara

kualitas dna kuantitas. Peningkatan pedapatan keluarga dapat berpengaruh pada

susunan makanan. Pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin

lebih beragamnya konsumsi pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orangtua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder

(Soetjiningsih, 2000
c. Tinggi badan orangtua

Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala hingga telapak kaki.Parameter

ini merupakan parameter yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal

dan tidak sensitif untuk mendeteksi permasalahan gizi pada waktu yang singkat.

Pengukuran tinggi badan sebagai parameter tinggi badan mempunyai banyak

kegunaan, yaitu dalam penilaian status gizi, penentuan kebutuhan energi basal,

penghitungan dosis obat, dan prediksi dari fungsi fisiologis seperti volume paru,

kekuatan otot, dan kecepatan filtrasi glomerulus. Tinggi badan dapat ukur dari

alas kaki ke ttik tertinggi pada posisi tegak.Menurut Wibowo Adi

(2008)berpendapat bahwa tinggi badan merupakan ukuran posisi tubuh berdiri

(vertical) dengan kaki menempel pada lantai, posisi kepala dan leher tegak,

pandangan rata-rata air, dada dibusungkan, perut datar dan tarik nafas beberapa

saat. Menurut Wahyudi (2011) yang dikutip Catur baharudin (2007) berpendapat

bahwa tinggi badan diukur dalam posisi berdiri sikap sempurna tanpa alas kaki.

Untuk mengukur tinggi badan seseorang pada posisi berdiri secara anatomis,

dapat diukur dari kepala bagian atas sampai ketelapak kaki bagian bawah.

d. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh

tubuh untuk berbagai fungsi biologis. Status gizi merupakan gambaran terhadap

ketiga indikator, yakni berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut

umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) terjadi akibat faktor

langsung dan tidak langsung, maka berdasarkan hasil riset tersebut menggunakan
data sekunder (Depkes, 2011). Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa berat

badan dan tinggi badan orang tua dengan status gizi, dimana hasil penelitian ini

menjadi gambaran mengenai situasi gizi balita berdasarkan berat dan tinggi

badan orang tua. Tinggi badan pada ibu bukan merupakan faktor risiko terhadap

kejadian Stunting. Tinggi badan merupakan salah satu bentuk dari ekspresi

genetik, dan merupakan faktor yang diturunkan kepada anak serta berkaitan

dengan kejadian Stunting.

Pengukuran status gizi berdasarkan kriteria antropometri merupakan cara

yang dianggap paling sering digunakan karena mempunyai kelebihan-kelebihan

antara lain cara yang paling mudah dan praktis dilakukan serta dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dari uraian diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa status gizi adalah suatu keadaan seseorang sebagai akibat dari

mengkonsumsi dan proses terhadap makanan dalam tubuh dan kesesuaian gizi

yang dikonsumsi dengan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Keadaan kesehatan

anak sebagai gambaran konsumsi zat makanan yang masuk keadaan tubuh dan

penggunaannya, sebagai hasil ini dapat diketahui dari tinggi badan dan berat

badan anak, yang merupakan indikator terbaik bagi penentuan status gizi.

2.2 Status Gizi Anak

2.2.1 Pengertian Status Gizi

Soekirman (2005), status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau

sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-

ukuran gizi tertentu.Menurut (Supariasa, 2007), status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam

bentuk variabel tertentu.Keadaan gizi seseorang, perlu disebutkan variabel-variabel

yang digunakan untuk menentukannya. Variabel-variabel yang digunakan untuk

menentukan status gizi selanjutnya disebut sebagai indikator status gizi.

2.2.2 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui apakah

seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik atau lebih.

Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan

oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi fisik yang optimal. Ada berbagai cara dalam

mengukur atau menilai status gizi seseorang yaitu :

a. Penilaian status gizi secara langsung

Pada penilaian gizi secara langsung yaitu ada empat penilaian yaitu klinis, biokimia,

biofisik, antropometri yaitu :

1) Pemeriksaan klinis

Penggunaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi defisiensi gizi yaitu dengan

mendeteksi kelainan atau gangguan yang terjadi pada kulit, rambut, mata,

membran mukosa mulut, dan bagian tubuh yang lain dapat dipakai sebagai

petunjuk ada tidaknya masalah gizi kurang. Tanda-tanda klinis malnutrisi tidak

spesifik, karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama tetapi

penyebabnya berbeda. Oleh karena itu pemeriksaan klinis harus dipadukan

dengan pemeriksaan yang lain (Supariasa, 2007).

2) Biokimia
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan dalam penelitian adalah tehnik

pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan subtansi kimia lain dalam darah

dan urine. Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar normal yang

telah ditetapkan. Dalam berbagai hal pemeriksaan biokimia hanya dapat

diperoleh di rumah sakit atau pusat kesehatan, dan pada pemeriksaan ini hanya

dapat dilakukan oleh orang yang ahli (Supariasa, 2007).

3) Biofisik

Penilaian status gizi dengan biofisik adalah melihat dan kemampuan fungsi

jaringan dan perubahan stuktur, dimana tes kemampuan fungsi jaringan meliputi,

kemampuan kerja dan adaptasi sikap. Pemeriksaan ini bisa dilakukan secara

klinis maupun tidak. Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal dan

memerlukan tenaga profesional. Penelitian ini dilakukan melalui tiga cara yaitu

uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi (Supariasa, 2007).

4) Antropometri

Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan menggunakan

antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

lingkar kepala, dan lingkar dada (Supariasa, 2005). Indeks antropometri yang

umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur

(BB/ U), tinggi badan menurut umur (TB/ U), dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air,

lemak, tulang dan otot, indeks TB/U adalah pengukuran pertumbuhan linier,

indeks BB/TB adalah indeks untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi

secara kronis atau akut (Supariasa, 2007).


b. Penilaian status gizi secara tidak langsung

1) Survey konsumsi makanan

Survey konsumsi makanan untuk mengetahui kebiasaan makanan zat gizi

tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor yang berpengaruh

terhadap konsumsi makanan tersebut.Metode pengukuran konsumsi makanan

berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna yaitu tingkat nasional, rumah

tangga dan individual. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah tingkat

rumah tangga dan perorangan (Supariasa,2007).

2) Statistik vital

Cara untuk mengetahui keadaan gizi di suatu wilayah adalah dengan cara

menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan dapat

diperhitungkan penggunaannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung

pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang berhubungan

dengan kesehatan dan gizi antara lain: angka kesakitan, aneka kematian,

pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi

(Supariasa, 2007).

3) Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling

mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan

budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada

keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi, dan

tingkat ekonomi penduduk (Supariasa,2007).


2.2.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, faktorfaktor yang

mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

a. Faktor yang mempengaruhi secara langsung

Menurut Soekirman (2007), penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak

adalah :

1) Umur : Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan kebutuhan gizi

seseorang. Semakin tinggui umur semakin menurun kemampuan seseorang untuk

melakukan aktifitas sehingga membutuhkan energi yang lebih besar. AKG yang

dianjurkan dimana kebutuhan akan zat gizidibedakan dalam tiap tingkatan

umurselain jenis kelamin. Suatu perubahan kebutuhan gizi menggambarkan suatu

peningkatan diferensiasiyang didasarkan atas umur dan jenis kelamin pada

perkembangan dan pertumbuhan fisik tubuh. Peningkatan kebutuhan gizi dan

energipada usia 2-10 tahun membutuhkan kebutuhan yang berbeda menurut pola

pertumbuhannya (Arisman, 2006).

2) Jenis Kelamin :

Jenis kelain merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi kebutuhan gizi

seseorang. Perempuan lebih banyak mengandung lemak dalam tubunya berarti

bayak jaringan tidak aktif didalam tubuhnya, meskipun memiliki berat badan yang

sama dengan laki-laki.Energi minimal yang diperlukan perempuan lebih rendah

10% daripada laki-laki. Kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak

perempuan dan biasanya lebih tinggi karena anak laki-laki memiliki aktifitas fisik

yang lebih tinggi.


3) Penyakit infeksi :

Penyakit infeksi merupakan salah stau penyebab langsung penyakit infeksi pada

anak. Hadirnya penyakit infeksi dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap

keadaan gizi anak. Sebagai reaksi pertama akibat infeksi yaitu menurunnya nafsu

makan anak yang berarti kekurangan intake zat gizi ke dalam tubuh anak. Keadaan

akan memburuk jika disertai muntah yang mengakibatkan kekurangan zat gizi yang

dapat menganggu pertumbuhan anak, mortalitas dan morbabilitas.Penyakit infeksi

dapat menyerang anak yang secara langsung berpengaruh pada berat badan anak

menurun, apabila keadaan ini terus berlangsung anak akan menjadi kurus dan

timbullah masalah kurang gizi yang berdampak pada status kurang menjadi

terganggu.

b. Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung, yaitu

1) Pengetahuan gizi : Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh pendidikan (Notoatmodjo,

2015), dimana pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada sikap dan perilaku

dalam pemilihan bahan makanan. Kurangnya pengetahuan gizi ketidakteraturan

perilaku dan kebiasaan makanan dapat menjadi penyebab terjadinya masalah gizi.

Pengetahuan gizi anak selain didapat dari orangtua dan lingkungan sekitar juga

dapat diperoleh dari pendidikan gizi dari tenaga kesehatan serta media (koran TV,

brosur dll).

2) Kebiasaan Makan Pagi : Makan pagi atau sarapan merupakan salah satu kebiasaan

makan yang dilakukan di pagi hari sebelum memulai aktifitas. Kebiasaan makan

sehari-hari terdiri dari makan pagi, makan siang, makan malam. Selama waktu

tidur sistem metabolisme didalam tubuh tetap berlangsung sehingga pada pagi hari
perut kosong. Kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh (Muhilal,

2004).Sarapan pagi mempunyai peran penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi

seorang anak. Hal ini dikarenakan anak usia sekolah masih dalam masa

pertumbuhannya. jika terjadi kebiasaan tidak sarapan pagi, maka pertumbuhan

akan terhambat, anak akan menderita kekurangan gizi, anemia zat gizi besi dan

kesehatan akan terganggu. Sarapan pagi bukan berarti makan pagi yang terdiri dari

hidangan lengkap tetapi cukup beberapa jenis makanan saja, yang penting dalam

konsumsi sehari-hari harus seseuai dengan kebutuhan gizi seimbang (Depkes,

2010).

3) Pola asuh gizi : Pola asuh gizi merupakan faktor yang secara tidak langsung

mempengaruhi konsumsi makanan pada bayi. Dengan demikian pola asuh gizi dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan faktor tidak langsung dari status

gizi. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi pola asuh gizi sudah dijelaskan

diatas diantaranya : tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pengetahuan ibu, aktivitas ibu, jumlah anggota keluarga dan budaya pantang

makanan.

4) Program makanan tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) : Program makanan

tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) merupakan program nasional sejak tahun 1997,

dimana tujuan program ini adalah meningkatkan ketahanan fisik siswa SD selama

kegiatan belajar, mendidik siswa untuk menyukai makanan tradisional, makanan

jajanan lokal yang aman dan bersih serta upaya-upaya untuk hidup sehat. Tujuan

jangka panjang program ini adalah membantu upaya peningkatan pendapatan

masyarakat melalui peningkatan produksi pertanian setempat (Depkes, 2010).


5) Pendidikan Orang Tua : Tingkat pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan

melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas.

Pendidikan orang tua terutama ayah memiliki hubungan timbal balik dengan

pekerjaan. Pendidikan ayah merupakan faktor yang mempengaruhi harta rumah

tangga dan komoditi pasar yang dikonsumsi karena dapat mempengaruhi sikap dan

kecenderungan dalam memilih bahan-bahan konsumsi. Sedangkan pendidikan ibu

mempengaruhi status gizi anak, dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka akan

semakin baik pula status gizi anak. Tingkat pendidikan juga berkaitan dengan

pengetahuan gizi yang dimiliki, dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka

semakin baik pula pemahaman dalam memilih bahan makanan.

6) Pekerjaan orang tua : Pekerjaan orangtua mempunyai andil yang besar dalam

masalah gizi. Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan penghasilan keluarga yang

mempengaruhi daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan yang terbatas,

besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya secara kualitas

dan kuantitas. Peningkatan pedapatan keluarga dapat berpengaruh pada susunan

makanan. Pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih

beragamnya konsumsi pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang memadai akan

menunjang tumbuh kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua

kebutuhan anak baik primer maupun sekunder (Soetjiningsih, 2000).

7) Konsumsi Zat Gizi: Kebutuhan zat gizi menurut FAO/WHO adalah konsumsi

energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi

seseorang bila mempunyai ukuran dn komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas

yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan


pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi.

Kebutuhan gizi anak sekolahmeningkat seiring dengan pertambahan usia dan

aktivitas anak seperti bermain dan olah raga. Anak laki-laki lebih membutuhkan

banyak energi dibandingkan dengan anak perempuan karena adanya perbedaan

aktivitas fisik dianatar keduanya. Seorang yang gemuk lebih banyak mengunakan

energinya untuk melakukan suatu pekerjaan daripada anak yang kurus (Almatsier,

2003).

Makanan yang mengandung Karbohidrat, protein, lemak, merupakan sumber

energi. Energi yang masuk melalui makanan harus seimbang dengan energi yang

dibutuhkan. Hasil survey menunjukkan bahwa meskipun konsumsi energi dibawah

kecukupan, tetapi masih sanggup melakukan aktivitas lainya. Adanya interaksi

antara berbagai zat gizi memberi gambaran perlunya diupayakan suatu

keseimbangan zat-zat gizi yang dikonsumsi. Semakin bervariasi dan beraneka

ragam menu maka semakin tercapai keseimbangan dalam interaksi berbagai zat

gizi. Kegunaan angka kecukupan gizi yang antara lain untuk menilai kecukupan

gizi yang telah dicapai melalui konsumsi makanan bagi masyarakat.Konsumi zat

gizi yang tidak mencukupi maka anak tidak mendapatkan asupan makanan yang

tidak baik berdampak pada status gizinya menjadi kurang, sebaliknya anak yang

memperoleh makanan cukup dan seimbang daya tahan tubuhnya dapat meningkat

yang juga berpengaruh pada status gizi.


2.3 Standar Asuhan Kebidanan Dan Model Dokumentasi

1. Pengkajian Data

Asuhan Kebidanan adalah data subyektif dan atau data obyektif dari pasien. Bidan dapat

mencatat hasil penemuan dan dalam catatan harian sebelum didokumentasikan.

a. Data subyektif Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh

dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau klien (Anamnesis) atau dari

keluarga dan tenaga kesehatan (alloanamnesis).

b. Data obyektif Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaankhusus

kebidanan. Data yang telah terkumpul diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien

kemudian dilakukan pengolahan data,yaitu menggabungkan dan menghubungkan data

satu dengan yang lainnya sehingga menunjukan fakta. Tujuan dari pengolahan data

adalah untuk menunjukan fakta berdasarkan kumpulan data. Data ynag telah diolah

dianalisis dan hasilnya didokumentasikan.

2. Menetukan diagnose kebidanan

Setelah menetukan masalah dan masalah utama selanjutnya bidan memutuskan dalam satu

pernyataan yang mencakup kondisi, masalah, penyebab, dan prediksi terhadap kondisi

tersebut. Prediksi yang dimaksud mencakup masalah potensial dan prognosis hasil dari

perumusan masalah yang merupakan keputusan yang ditegakan oleh bidann yang disebut

dengan diagnosis kebidanan. Dalam menentukan diagnosis kebidanan, pengetahuan

keprofesian bidan sangat diperlukan. Penetuan diagnosis bidan mencakup hal-hal berikut :

a. Kondisi pasien terkait dan masalahnya

b. Masalah utama dan penyebab utamanya terhadap resiko

c. Masalah potensial
3. Pelaksanaan Dalam melaksanakan rencana asuhan kebidanan,

bidan harus bertindak sesuai rencana yang sudah ditentukan. Pencatatan dalam pelaksanaan

juga termasuk penanganan kasus-kasus yang memerlukan tindakan diluar wewenang bidan

sehingga perlu dilakukan kegiatan kolaborasi atau rujukan. Selain itu, pengawasan dan

monitor kemajuan kesehatan pasien juga perlu dicatat.

2.4. Kerangka Teori


Pekerjaaan orang
tua
Stunting

Tinggi badan orang


tua

Konsumsi Makanan Status Infeksi

Persediaan Pola Konsumsi Pola ASUH Pemberiian ASI


makanan rumah Tangga dan PASI

Daya Beli,Akses pangan,Akses Informasi,Akses Pelayanan

Kemiskinan,ketahanan pangan gizi ,pendidikan

Pembangunan ekonomi ,politik ,social ,budaya


BAB III

TINJAUAN KASUS

1 Kunjungan Awal

Tanggal pengkajian :
Jam pengkajian :

1) Data Subjektif
a. Identitas/biodata

1) Identitas anak

Nama : An. C
Tanggal lahir : 26 Agustus 2020
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : kedua
Umur ; 2 tahun

2) Identitas orang tua


Nama Ibu : Ny H Nama Ayah : Tn A
Umur : 37 Tahun Umur : 43 Tahun
Agama : khatolik Agama : khatolik

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP


Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Alamat : ds.muda

b.susunan keluarga

No Nama Umur Hubungan Pendidikan/ Imunisasi Tinggi KB Keadaan


Anggota L/P Keluarga Pekerjaan Badan fisik
1. Tn.A 37/L KK Petani - 165 - sehat
cm
2. Ny.H 37/P Istri IRT - 150 Suntik sehat
cm
3. An.A 6/L Anak pelajar Lengkap 115 - sehat
cm
4. An.C 2Thn/P Anak - Lengkap 77,5 Kurang
cm sehat
C. Riwayat kesehatan Keluaraga
- Tn A : sebagai KK tidak pernah sakit jantung,hipertensi,DM,hepatisis
dll
- Ny H : sebagai IRT tidak pernah menderita penyakit menular maupun
menahun
- An C : menderita batuk palek sejak 3 hari yang lalu
2. Data Khusus
a) Pola kesehatan
Bila anggota keluarga sakit berobat di puskesmas
b) Pola Kebiasaan sehari-hari
1. Pola makan
 Dewasa : makan 3x/hari 1 porsi sedang dengan nasi,lauk dan sayur
,mengkonsumsi air putih 7-8 gelas/hari
 Anak 2 tahun :makan 3x/hari dengan porsi sedikit lauk dan jarang
mengkonsumsi sayuran
2. Pola Istirahat
 Suami :tidur siang 1 jam ,tidur malam 6-7 jam
 Ibu : tidur siang 1-2 jam ,tidur malam 6-8 jam
 Anak :tidur siang 2-3 jam .Tidur malam 8-9 jam
3. Hiburan
Tidak ada hiburan untuk keluaraga karena kurangnya fasilitasi
4. Pola Kebersihan
 Ayah :mandi 1x/hari,ganti baju dan pakaian dalam 1x/hari
 Ibu : Mandi 2x/ hari,ganti baju dan pakian dalam 2x/hari
 Anak : Mandi 2x/ hari,ganti baju dan pakian dalam 2x/hari
c) Adat kebiasaan
Tidak ada pantangan terhadapa makanan tertentu,menjalankan ibadah di
gereja setiap hari minggu
d) Kondisi rumah
Luas :6x7 cm2
Lantai rumah : sebagian lantai rumah terbuat dari semen,sebagian rumah
masih dengan lantai tanah
Dinding rumah : terbuat dari batu bata
Atap rumah : seng
Ventilasi : cahaya matahari cukup
e) Air Minum
 Berasal dari mata air terlindung
 Nilai air tergolong air bersih
 Cara konsumsi air selalu di masak
f) Tempat pembuangan Samapah
Sampah di buang di belakang rumah
g) Kamar mandi
Terletak di samping rumahdan kondisi kurang bersih
h) Jamban
BAB langsung di jamban
i) Sifat keluaraga
Anggota keluaraga yang menonjol dalam pengambilan keputusaan adalah
suami
j) Social ekonomi
Kepala keluarga tidak memiliki penghasilan yang tetap (400.000)
Istri sebagai IRT tidak bekerja
k) Social Budaya
Hubungan keluarga dengan tetangga baik, saling membantu jika ada
kesulitan.

2. Data Obyektif

1.kesehatan Ibu
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Composmentis
 Berat badan : 45 kg
 Tinggi badan : 150 cm
 TTV : T :110/70 mmgh
N : 80 x/mnt
S : 36,7 oC
Rr ; 22x/mnt
 Lila : 25 cm

Inspeksi

- Kepala : simetris, tidak ada benjolan/mass


- Rambut : rambut tagak kotor dan berketombe
- Muka : tidak pucat
- Mata : Simetris kanan dan kiri, konjungtiva merah muda, sclera putih
- Hidung : simetris, tidak ada kotoran hidung, tidak ada pernapasan cuping
hidung
- Mulut : simetris, berwarna merah muda,
- Gigi : tidak karies, gusi merah muda
- Telinga : simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen
- Leher : tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid dan vena jugularis
- Dada : tidak ada bunyi wheezing pada paru-paru, bunyi jantung teratur
- Payudara : simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan/massa, putting susu
belum menonjol.ASI tidak keluar
- Abdomen : tidak ada benjolan/massa, tidak ada bekas luka operasi
- Tulang belakang : tidak ada kelainan seperti lordosis, kiposis, atau scoliosis

2. Keadaan anak
 Keadaan umum : Baik\
 Kesadaran : Composmentis
 Berat badan : 7,6 kg (grafik -2 SD)
 Tinggi badan : 77,5 cm (grafik -2 SD)
 LK : 46 cm (dalam grafik hijau)
 Lila : 13 cm

Inspeksi
- Kepala : simetris, tidak ada benjolan/massa
- Rambut : bentuk rambut lurus, tidak berbau, bersih
- Muka : bentuk muka simetris,tidak ada oedema 48
- Mata : Simetris kanan dan kiri, konjungtiva merah muda, sclera putih
- Hidung : simetris, tidak ada kotoran hidung, tidak ada pernapasan cuping
hidung
- Mulut : simetris, berwarna merah muda,
- Gigi : tidak karies, gusi merah muda
- Telinga : simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen
- Leher : tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid dan vena jugularis
- Dada : tidak ada bunyi wheezing pada paru-paru, bunyi jantung teratur
- Payudara : simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan/massa, putting susu
belum menonjol
- Abdomen : tidak ada benjolan/massa, tidak ada bekas luka operasi
- Genitalia : normal tidak ada kelainan
- Anus : tidak ada hemoroid
- Tulang belakang : tidak ada kelainan seperti lordosis, kiposis, atau scoliosis
2.3 Data Dasar

No Diagnosa Data Dasar


1 Kurangnya pengetahuan ibu tentang DS :
- Ibu mengatakan ibu tidak tahu apa
penyebab terjadinya stunting pemberian
tentang penyebab terjadinya
makanan pada anak umur 2 tahun stunting
- ibu mengatakan anakanya tidak mau
makan sayur hanya nasi dan lauk
atai mie instan
- porsi makanya sedikit

DO ku : baik
BB: 7,6 kg
TB : 77,5 cm
2 Hygenis sanitasi lingkungan yang masih DS :
jelek ibu mengatakan Rumah milik sendiri

DO
- lantai rumah terbuat dari semen dan
tampak kotor
- halaman rumah tampak agak kotor
- kamar mandi dan jamban terletak
diluar rumah dengan kondisi terbuka
dan agak kotor
- pembuangan sampah di belakang
halaman rumah dan sampah
berserahkan

3.3 Diagnosa Potensial

Balita usia 24 Bulan dengan Stunting

3.4 Tindakan Segera


- Penyuluhan Tentang Stunting dan Gizi pada Balita
- Motifasi Ibu untuk merubah pola makanan pada Balita

3.5 Intervensi

N Diagnose Intervensi Rasional


o

1 Kurangnya pengetahuan ibu Tujuan


Setelah melakukan asuahan
tentang penyebab
kebidanan dengan memberikan
terjadinya stunting dan
penyuluhan ±20 menit diharapkan
pemberiaan makanan pada
ibu mengerti tentang penyebab
anak umur 2 tahun
terjadinya balita stunting dan
tentang cara pemberian makanan
pada anak umur 2 tahun

Kriteria
Ibu kooperatif dan mampu
menjawab semua pertanyaan yang
diberikan
Intervensi
1. Lakukan pendekataan
1. Dengan
Terapeutik pada Ibundan pendekataan
terapeutik
keluarga
diharapkan ibu dan
keluarga dapaat
lebih kooperatif

2. Meberikan penyuluahan 2. Dengan


tentang stunting dan penyuluhan di
harapkan ibu dan
tentang perilaku keluarga
pemberiaan makanan pada menmahami apa
itu stunting dan
anak umur 2 tahun menerapkan
perilaku pola
pemberiaan
makanan pada
anak umur 2 tahun

2 Tujuan

Hygienis sanitasi Setelah melakukan asuhan

lingkungan yang masih kebidanan dengan memberikan

jelek penyuluhan ± 20 menit


diharapkan ibu da keluarga
mengerti tentang pentingnya
sanitasi lingkungan
Kriteria
Ibu dan keluarga membuang
sampah pada tempatnya dengan
benar,lantai rumah selalu di sapu
2x setiap hari,kamar mandi dan
jamban bersih
Intervensi 1.
terapeutik
1. Lakukan pendekataan
diharapkan ibu dan
terapeutik pada ibu dan keluarga dapat lebih
kooperatif
keluarga
2.
penyuluhan tentang
2. Berikan penyuluhan tentang
sanitasi lingkungan
sanitasi lingkungan yang sehat yang baik di
harapkan ibu dan
keluarga
mengetahui dan
faham bagaimana
gambaran
lingkungan yang
sehat sebenarnya
3.6 Implementasi

No Diagnose Implementasi
1 Kurangnya pengetahuan ibu tentang 1. Melakukan pendekatan terapeutik kepada
penyebab terjadinya stunting dan ibu dan keluarga dengan cara :
perilaku pemberian pola makanan pada  Menyapa
anak umur 2 tahun  Member salam
 Memperkenalkan diri
 Menjawab semua pertanyaan ibu
dan keluarga
 Menjelaskan maksud dan tujuan
2. Memberikan penyuluhan tentang
penyebab terjadinya stunting dan
perilaku pemberian pola makanan pada
anak umur 2 tahun
 Kurangi pemberian mie instan
dan jajan pada anak
 Pemberian makanan dengan
menu seimbang terdiri dari
nasi,lauk .sayur dan buah serta
diberikan susu formula
2 Hygienis sanitasi lingkungan yang 1. Melakukan pendekatan terapeutik
kepada ibu dan keluarga dengan cara :
masih jelek
 Menyapa
 Member salam
 Memperkenalkan diri
 Menjawab semua pertanyaan ibu
dan keluarga
 Menjelaskan maksud dan tujuan
2. Memberikan penyuluhan tentang
sanitasi lingkungan yang sehat
 Kebersihan di dalam rumah
harus tetap dijaga dan di
bersihkan setiap hari
 Sampah harus dibuang pada
tempatnya yang benar
 Kebersihan kamar mandi dan
jamban tetap diperhatikan agar
tetap bersih terhindar dari
kuman penyakit
3.7 Evaluasi

Tanggal jam

Masalah I

S : ibu mengatakan sudah mengerti tentang apa yang sudah di informasikan oleh

Petugas

O : ibu tampak kooperatif dan menjawab jika diberi pertanyaan

A : Masalah sebagian teratasi yaitu ibu dan keluarga menjadi kooperatif

P : Rencana di lanjutkan yaitu diberikan penyuluhan tentang masalah yang di alami keluarga

Dan tetap memantau perkembangaann anak Tiap bualan dalam kegiatan Posyandu

Masalah II

S : ibu mengatakan sudah mengerti tentang apa yang sudah di informasikan oleh

Petugas

O : ibu tampak kooperatif dan menjawab jika diberi pertanyaan

A : Masalah sebagian teratasi yaitu ibu dan keluarga menjadi kooperatif serta melakukan apa

Yang di sarankan oleh petugas

P : Rencana di lanjutkan yaitu dilakukan kunjungan rumah 4 hari lagi untuk melihat

Perkembangan perubahan kondisi rumah


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Masalah kesehatan yang dialami keluarga disebabkan karena ketidaktahuan ibu dan
keluarga tentang penyebab stunting dan pola pemberian makanan yang benar serta
pentingnya sanitasi lingkungan yang baik mbagi kesehatan.selain itu kebiasaan masyarakat
yang cendrung mengkonsumsi karbohidrat dan makanan instan yang sebenrnya kurang
baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena nutrisi yang dibutuhkan
kurang.oleh sebab itu, diperulhkan dukungan, bimbingan dan motifasi dari tenaga
kesehatan dan kader untuk merubah pola kebiasaan yang kurang baik dan kurang
bermanfaat.

4.2 Saran

4.2.1 Petugas Kesehatan

Meningkatkan peran bidan dalam fungsinya sebagai pelaksana kebidanan lebih

meningkatkan kemampuan yang di miliki. Bidan meningkatkan kerja sama yang baik

dengan petugas kesehatan yang lain, klien dan keluarga dalam memberikan penyuluhan-

penyuluhan yang utama berkaitan tentang kesehatan ibu dan anak.

4.2.2 Kader Kesehatan

Lebih meningkatkan wawasan dan kerjasama yang baik dengan masyarakat dan

petugas kesehatan sehingga mampu meberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat dan

mampu memotifasi masyarakat menujuh kerah yang lebih baik.


4.2.3 Keluarga

- Menjalankan saran petugas untuk memperbaiki pola makan balitanya

- Mejalankan saran petugas kesehatan untuk memperbaiki sanitasi lingkungannya

- Melakukan konsultasi dengan kader dan petugas kesehatan jika ada masalah yang

berhubungan dengan kesehatan keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, P. S., Munawaroh, M., & Ciptiasrini, U. (2020). Hubungan Pengetahuan, Sikap,
Sarana Prasarana Puskesmas tentang Gizi Seimbang terhadap Perilaku Pemenuhan Gizi
Balita. Ilmiah Kebidanan Indonesia,

Astuti S. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat. Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dani, C. S. (2020). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Komalasari, Supriati, E., Sanjaya, R., & Ifayanti, H. (2020). Faktor-Faktor Penyebab Kejadian
Stunting Pada Balita. Majalah Kesehatan Indonesia.

Marni, & Raharjo, K. (2018). Asuhan Neonatus, Bayi,Balita, dan Anak Prasekolah.

Sandra, F., Ahmad, S., & Arinda, V. (2020). Gizi Anak dan Remaja

Anda mungkin juga menyukai