Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“KASUS STUNTING PADA GIZI KESEHATAN MASYARAKAT”


(Makalah disusun untuk tugas uts mata kuliah komunikasi dasar keperawatan)
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. HYAN OKTODIA BASUKI, S.Kep., M.Kep.

DISUSUN OLEH :
MIFTAKHUNNAFIAH
21-14-2-029-125

PROGRAN STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
TAHUN 2021/2022
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah tugas uas mata kuliah komunikasi dasar keperawtan yang berjudul “KASUS
STUNTING PADA GIZI KESEHATAN MASYARAKAT” ini telah disahkan dan disetujui
pada :

Hari : jumat

Tanggal : 10 juni 2022

Disetujui oleh :

Pembimbing Mahasiswa

Ns. Hyan Oktodia Basuki, M.Kep. Miftakhunnafiah

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya , sehingga kami dapat menyusun makalah “KASUS STUNTING PADA
GIZI KESEHATAN MASYARAKAT”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pada mata kuliah “DASAR EPIDEMIOLOGI”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen, selaku dosen mata
kuliah“KOMUNIKASI DASAR KEPERAWATAN” yang sudah memebrikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawassan sesuai dengan program studi yang
kami tekuni.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasi makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Saran dan masukan kami harapkan sebagai perbaikan kedepannya.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi kita semua.

Tuban, 10 juni 2022

Penyusun

MIFTAKHUNNAFIAH

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………...i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….…..……ii
DAFTAR ISI……………………………………………………..………………...…………iii
BAB 1…………………………………………………………………………………………1
PENDAHULUAN…………………………………………………………………….………1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….….1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….…..2
1.4 Manfaat Penulisan………………………………………………………………….2
BAB 2 …………………………………………………………………………………………3
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………….3
2.1 Gizi Kesehatan Masyarakat………………………………………………………..3
2.2 Empat Pilar Gizi Seimbang………………………………………………………..4
2.3 Status Gizi Masyarakat…………………………………………………………….7
2.4 Penyakit Malnutrisi……………………………………………………………….11
BAB 3 ………………………………………………………………………………………..15
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………..15
3.1 Stunting…………………………………………………………………………...15
3.2 Analisis Kasus Stunting…………………………………………………………..15
3.3 Pencegahan Kasus Stunting di Indonesia…………………………………………20
BAB 4………………………………………………………………………………………..22
KESIMPULAN ……………………………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….23

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030 , di mana


angkatan usiaproduktif akan mendominasi populasi penduduk dan menjadi
penyangga perekonomian.Bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia yaitu
Angkatan usia produktif (15-64 tahun)yang diprediksi mencapai 68 persen dari total
populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar 9persen. Tahun 2017, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) sebesar 70,81 atau tumbuh 0,90persen dibanding tahun 2016.

Plt. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian


Komunikasidan Informatika Rosarita Niken Widiastuti menegaskan pemerintah
terus melakukanpenurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Menurut
Niken, penangananstunting ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang
tengah menghadapi BonusDemografi.

Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia


sebagainegara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada
2017. Angkanyamencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas),angkanya terus menurun hingga 23,6 persen.

Penurununan dari angka stunting di Indonesia merupakan kabar baik, namun


belumberarti bisa membuat tenang. Karena bila merujuk pada standar WHO, batas
maksimalnyaadalah 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak dan balita.

Dengan melihat beberapa fakta di atas, maka kami tertarik untuk membahas
kasusstunting yang terjadi di Indonesia khususnya pada tahun 2018 mengenai
posisinya yangbelum memenuhi standar WHO meskipun telah mengalami
peningkatan dari tahun-tahunsebelumnya.
1
Sehingga dengan membawa bahasan tentang Gizi Kesehatan Masyarakat
kamimembuat makalah yang berjudul “Kasus Stunting di Indonesia Ternyata Belum
MenurunSepenuhnya”.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang sebelumnya, maka kami merumuskan


masalah yang akan di bahas pada makalah kali ini sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan stunting?


2. Bagaimana analisis kasus stunting yang terjadi di Indonesia?
3. Mengapa kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun sepenuhnya?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui stunting.


2. Untuk mengetahui analisis kasus stunting di Indonesia yang terjadi di indonesia
3. Untuk mengetahui kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun
sepenuhnya.

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai referensi bagi pembaca untuk mengetahui kasus stunting yang terjadi
diIndonesia khususnya pada tahun 2018 tentang posisi Indonesia yang
belummemenuhi standar WHO.

2. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali informasi
lebih baik lagi tentang kasus stunting.
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Kesehatan Masyara

Istilah gizi dalam kesehatan masyarakat mengacu pada gizi sebagai komponen
daricabang kesehatan masyarakat,“gizi dan kesehatan masyarakat” berkonotasi
koeksistensigizi dan kesehatan masyarakat, dan gizi masyarakat mengacu pada cabang
kesehatan masyarakat yang fokus pada promosi kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
dengan menyediakan layanan berkualitas dan program-program berbasis masyarakat yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang unik dari komunitas yang berbeda dan populasi. Gizi
masyarakat termasuk program promosi kesehatant, inisiatif kebijakan dan legislatif,
pencegahan primer dan sekunder, dan kesehatan di seluruh rentang hidup.

Gizi masyarakat hal baik dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, oleh sebab
sayakamu, sifat dari gizi masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (pencegahan) dan
peningkatan (promosi). Karena berhubungan dengan masyarakat yang memiliki aspek cukup
luas, maka penanganannya harus multisektor dan multidisiplin.

Penanganan gizi masyarakat tidak cukup dengan upaya terapis para penderita saja
karena apabila mereka telah sembuh, malias meraka akan kembali lagi ke masyarkat.
Sehingga terapis penderita gangguan gizi masyarakat ini tidak saja ditunjukkan untuk para
penderitanya saja, tetapi bagi seluruh masyarakat tersebut.

Masalah gizi masyarakat bukan hanya tentang pada aspek kesehatan, ini aspek-aspek
terkait lainnya, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapistidak hanya diarahkan
pada gangguan gizi atau kesehatan saja, ini juga ke arah bidang-bidang yang lain misalnya,
penyakit gizi KKP (kekurangan kalori dan protein) pada anak-anak balita, tidak cukup
dengan hanya mempersembahkan makanan tambahan saja (PMT), tetapi juga dilakukan
perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan pengetahuan tentng gizi, dan sebagainya.

3
2.2 Empat PilarGizi Seimbang

Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955
merupakan realisasi dari rekomendasi konferensi Pangan sedunia di Roma tahun 1992.
Pedoman tersebut pengganti slogan “4 sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenal kansejak
tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi.

Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut dipercaya bahwa masalah gizi beban


ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilaryang pada dasarnya
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi
yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah:

1. Mengonsumsi makanan beragam

Tidaka ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali
Air SusuI bu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia6 bulan. Contoh: nasi merupakan
sumber utama kalori, tapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan
pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tapi miskinkalori dan protein;
ikan merupakan sumber utama protein tapi sedikit kalori. Khusus untuk bayi berusia 0-6
bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI
dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai
dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh.

4
1. Membiasakan perilaku hidup bersih

Perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang, dengan
penjelasan sebagai berikut

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi
seseorang secara langsung, terutama anak-anak. seseorang yang menderita penyakit
infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan jadi jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke
tubuh berkurang. sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih
banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang menderita infeksi
terutama apabila disertai panas. pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami
kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan dapat dis.

Demikian pula saya, seseorang yang menderita kurang gizi akan memiliki risiko
terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang
menurun, jadi kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang. Kedua hal
tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan penyakit infeksi adalah hubungan
timbal balik.

Dengan setuju perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan
terhadap sumber infeksi. Contoh:

1. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan udara bersih mengalir sebelum makan, sebelum
memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan setelah buang udara
besar dan kecil, akan menghindarkan terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman
penyakit antara lain kuman penyakit typus dan disentri.

2.Menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan
binatang penyakit lainnya serta debu yang membawa berbagai kuman.

3)Selalu menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kumanpenyakit.

4) Selalu gunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.


5
2. Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang termasuk segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga
merupakan salah dudukkamu upaya untuk menyeimbangkan semutara kontes dan masuk
zat gizi utama sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik membutuhkan energi. Selain itu,
aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme
zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam keseimbangan zat gizi yang keluar
dari dan yang masuk ke dalam tubuh.

3. Menjaga dan menyatukan Berat Badan (BB) normal

Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang normal yaitu
Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan indeks
masa tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus
menjadi bagian dari “Pola Hidup” dengan “Gizi Seimbang”, jadi dapat mencegah
penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi penyimpangan maka dapat segera
dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita
indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan
umur. pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS.
6

2.3 Status Gizi Masyarakatmenurut

Djoko Pekik irianto (2007: 65), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan
indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari.

Saya dewa Nyoman Supariasa (2002: 18), menyatakan bahwa status gizi adalah
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau
perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.

Menurut moch Agus Krisno Budiyanto yang dikutip Krisna Fitriyanto (2011: 13),
faktor-faktor 12 yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah sebagai berikut :

a. Produk pangan, (jumlah dan jenis makanan),


b. Pembagian makanan atau pangan
c. Aksepabilitas
d. Prasangka buruk pada bahan makanan tertentu
e. Pantangan pada makanan tertentu
f. Kesukaan terhadap jenis makanan tertentu
g. Keterbatasan ekonomi
h. Selera makan
i. Sanitasi makanan (penyapan, penyajian, dan penyimpanan) dank)
j. Pengetahuan gizi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi akan saling berinteraksi satu sama
lainjadi berimplikasi untuk status gizi seimbang. HAl ini sangat penting terutama bagi
pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan kesejahteraan manusia.

Menurut Djoko Pekikirianke (2007: 23), secara umum status gizi dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu sebagai berikut :

a. Kecukupan Gizi (Gizi Seimbang)

Dalam hal ini asupan gizi seseorang seimbang dengan kebutuhan gizi yang bersangkutan
kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh kebutuhan gizi dasarnya, kegiatan pada keadaan
fisiologis tertentu serta dalam keadaan sakit.
7
b. Kurang Gizi

Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis yang timbul karena tidak
cukup makan, dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama jangka waktu
tertentu.

c. Gizi Lebih

Keadaan patologis (tidak sehat) yang disebabkan paling makanan. Mengkonsumsi


energi lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh tubuh dalam jangka waktu yang panjang,
dikenal sebagai gizi lebih (Moch. Agus Krisno Budiyanto, 2001:14).

Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 65), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain:

1. Pemeriksaan Langsung
a. Anthropometri Pemeriksaan
Antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan,
lingkar lengan atas, tebal lemak (triceps, biceps, subscapula), bertujuan untuk
mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya.
b. Pemeriksaan Biokimia.
Pemeriksaan laboratorium (biokimia), dilakukan melalui pemeriksaan
specimen jaringan tubuh (darah, urine, tinja dan otot) yang diuji secara laboratoris
terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin, feritin, glukosa, dan kolesterol.
Pemeriksaan biokimia bertujuan mengetahui kekurangan gizi spesifik.
c. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis dilakukan pada jaringan epitel (superfisiel ephiteltissue)
sepertikulit, mata, rambut, dan mukosa oral, tujuan untuk mengetahui status
kekurangan gizi dengan melihat tanda-tanda khusus.
d. Pemeriksaan Biofisik
Pemeriksaan biofisik dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi
serta perubahan struktur jaringan. Tujuan untuk mengetahui situasi tertentu
misalnya padaorang yang buta senja.
8
2. Pemeriksaan Tidak Langsung
a. survei Konsumsi
Penilaian konsumsi makanan dilakukan dengan wawancara
kebiasaan makanan dan penghitungan makanan sehari-hari.
b. Statistik Vital
Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisa data kesehatan,
seperti angka kematian, kesakitan akibat hal-hal yang berhubungan
dengan gizi
c. Faktor Ekologi
Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediannya makan yang
dipengaruhioleh faktor-faktor ekologi (iklim, tanah, irigasi).

Menurut I Dewa Nyoman Supariasa (2002: 21) faktor-faktor yang perlu


dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi adalah sebagai berikut:

 Tujuan pengukuran.
 Unit sampel yang diukur.
 Jenis informasi yang dibutuhkan.
 Tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan.
 Tersedianya fasilitas dan peralatan.
 Ketersediannya tenaga.
 Ketersediannya waktu.
 Dana yang dibutuhkan.

Hal-hal di atas tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terkait faktor yang satu dengan
yang lainnya. Dalam penelitian metode status gizi harus memperhatikan secara
keseluruhan dan mencermati keunggulan dan kelemahan metode tersebut. Pengukuran
status gizi anak berdasarkan kriteria antropometrik mungkin mempunyai
kelemahan-kelemahan, namun sampai saat ini dianggap merupakan cara yang paling
mudah dan praktis untuk dilakukan, karena siapa saja dapat melakukannya dengan terlebih
dahulu mendapat latihan.
9

Melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan anak secara teratur


merupakan langkah yang tepat dalam rangka kewaspadaan terhadap perubahan keadaan
gizi.

Data penimbangan berat badan ini sebaiknya ditulis pada kartu grafik
perkembangan berat badan anak yang disebut Kartu Menuju Sehat, dengan
demikian selalu dapat dimonitor satus gizinya.

Dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur berat badan dan
tinggi badan sesuai umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang
merupakan kombinasi ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna tersendiri
misalnya kombinasi antara Berat Badan (BB) dan umur membentuk indikator BB
menurutumur yang di simbolkan dengan BB/U, kombinasi antara TB dan umur
membentukindikator TB menurut umur atau “TB/U”. dan kombinasi antara BB dan TB
membentuk indikator BB menurut TB atau “BB/TB”. Indikator BB/U menunjukan secara
sensitive status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Namun indikator BB/U
tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi
oleh TB Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB

menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini. Dalam penelitian
ini menggunakan rumus BB sebenarnya:

BB dalam tabel menurut tinggi badan x 100%

Pengukuran status gizi menurut rumus (Djoko Pekik Irianto 2007: 80) adalah sebagai berikut:

Status Gizi = Berat Badan (sebenarnya) X 100% Berat Badan menurut tinggi badan

Status gizi baik/gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan tingkatan paling baik atau setinggi mungkin.

Menurut Sunita Almatsier (2002: 9), status gizi seseorang dikatakan baik bila terdapat
keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan mental, terdapat keterkaitan
yang erat antara tingkat transportasi penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan keadaan gizi dengan konsumsi makanan.
10

Menurut Djoko Pekik Irianto (2004: 133-134), empat masalah pokok yang
paling serius yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan penyakit gizi salah adalah
sebagai berikut:

a. KKP (Kekurangan Kalori Protein)


KKP umumnya dilami anak-anak dengan status ekonomi kurang karena
makanan hewani relatif mahal, sehingga tidak terjangkau.
b. KVA (Kekurangan Vitamin A)
Anak pada umumnya kurang menyukai sayuran dan buah-buahan
yang merupakan sumber vitamin utama, sehingga sering menyebabkan
terjadinyaa vitaminosis A.
c. AGB (Anemia Gizi Besi)
Zat gizi banyak terdapat pada makanan hewani serta sayuran yang berwarna
hijautua. Bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu dan mereka yang tidak
menyukai sayuran akan beresiko kekurangan zat besi (Anemia).
d. GAKI (Gangguan akibat Kekurangan Zat Iodium)
Garam beriodium merupakan upaya untuk menghindarkan masyarakat
dari kekurangan iodium.

Munculnya permasalahan gizi tersebut disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan


yang beraneka ragam, pemahaman yang salah terhadap jenis makanan, ketidak teraturan pola
makan serta gaya hidup.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa status gizi
adalah gambaran keseimbangan antara kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh dengan
konsumsi zat gizi.

2.4 Penyakit Malnutrisi

Penyakit malnutrisi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Kelebihan nutrisi/gizi disebut gizi lebih (overnutrition)

2. Kekurangan gizi atau gizi kurang (undernutrition)


11

Berikut contoh penyakit penyakit malnutrisi

1. Penyakit kurang kalori dan protein (KKP)


Penyakit ini terjadi karena ketidak seimbangan antara konsumsi kalori
atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau
defisitenergi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena
pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi
tersebut (kurangkalori dan protein)

Penyakit ini dibagi dalam tingkat – tingkat yakni

 KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai antara 84%-95% dari berat badan
menurut standar Harv.ard
 KKP sedang, kalau berat badan anak mencapai antara 44%-60% dari berat
badanmenurut standar Harvardc.
 KKP berat, kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan menurut standar
Harvard. Anak atau penderita KKP berat ini tampak sangat kurus, berat badan
kurangdari 60% dari berat badan ideal menurut umurnya.

Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda – tanda klinis oedema
atauhonger oedema (HO), atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan atau busung
lapar.

2. Penyakit Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat
mengganggu kesehatan (WHO, 2015).

Penyebab mendasar terjadinya kegemukan dan obesitas adalah ketida kseimbangan


energi antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Energi yang masuk adalahjumlah
energi berupa kalori yang di dapatkan dari makanan dan minuman. Sedangkanenergi yang
keluar adalah jumlah energi atau kalori yang digunakan tubuh dalam halseperti bernapas,
digesti dan juga melakukan kegiatan fisik (NIH, 2012).

Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan obesitas antara lain:

12

1. Gaya hidup tak aktif

Saat ini kebanyakan orang menghabiskan waktu didepan televisi (TV) dan
komputersaat bekerja, di sekolah dan di rumah. Selain itu banyak orang yang memiliki
kendaraan pribadi untuk berpergian walau hanya dengan jarak tempuh yang pendek. Orang-
orang yang tidak aktif lebih mungkin untuk menambah berat badan karena mereka
tidakmembakar kalori yang mereka ambil dari makanan dan minuman. Gaya hidup tidak
aktifjuga menimbulkan risiko untuk penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, diabetes,
kanker usus besar dan masalah kesehatan lainnya (NIH, 2012).

2. Faktor Genetika

Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas, namun sangat jarang
yangberkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan dengan kelainan pada
banyakgen. Pada penyebab gen tunggal, diantaranya yang sudah diketahui adalah adanya
mutasepada gen leptin, reseptor leptin, reseptor melanocortin-4, proopiomelanocortin dan
padagen PPAR-γ. Adanya mutasi pada multigen penyebab obesitas saat ini terus diteliti
dandiketahui bahwa individu yang berasal dari keluarga yang obesitas, memiliki
kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang
tidakobesitas. Sangat besar kemungkinan bahwa penyebab obesitas tersebut bukan hanya
padasuatu gen tunggal tapi adanya mutasi pada beberapa gen (Rankinen et al., 2006).

3. Hormonal

Beberapa masalah hormon dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas,
seperti hipotiroidisme, cushing syndrome, dan polycystic ovarian syndrome.

4. Obat

Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan resiko terjadinya kegemukan


sepertikortikosteroid dan antidepresan.

5. Faktor emosio
Beberapa orang makan lebih banyak dari biasanya ketika mereka bosan, marah
ataustres. Seiring waktu, makan berlebihan akan menyebabkan penambahan berat badan
dandapat menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas (NIH, 2012). Dan masih
banyakfaktor-faktor lain yang menjadi penyebab obesitas.

13
Penentuan Obesitas

Obesitas di ukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) seseorang. IMT merupakan
indeks sederhana dari tinggi dan berat badan yang biasa digunakan untuk
mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. IMT dinyatakan
sebagai berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m²).

Seseorang dikategorikan kegemukan jika IMT >25 kg/m² dan obesitas jika
IMT>30kg/m² (WHO, 2015).

Rumus menentukan IMT:

IMT = BB(kg) / TB (m)

Keterangan:
BB: berat badan (kg)
TB: tinggi badan (m)
IMT dapat digunakan untuk menunjukan status gizi pada orang dewasa yang
dapatdilihat dalam dalam tabel 1.

Tabel 1. Status gizi berdasarkan IMT menurut WHO

BMI Status Gizi


<18,5 Kurus
18,5-24,9 Normal
25,0-29.9 Pre-Obesitas
30,0-34,9 Obesitas kelas I
35,0-39,9 Obesitas kelas II
>40,0 Obesitas kelas III

14

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Stunting

3.1.1 Definisi Stunting

Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang
jika dibandingkan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari
minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.

3.1.2 Faktor Terjadinya stunting

Stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak


faktorseperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnyaasupan gizi pada bayi. Penderita stunting di masa yang akan datang akan
mengalamikesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

3.1.3 Peningkatan kasus Stunting

Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional


mencapai37,2% meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya,
pertumbuhantak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga
anak Indonesia.

3.2 Analisis Kasus Stunting

3.2.1 Kasus Stunting di Indonesia

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggibadan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang
menderitastunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko
untukmengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan
tetapijuga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.

15

Pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang


melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34
provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60
kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan
dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable
Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga
40%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas
tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan
oleh pemerintah.

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
stunting memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi
kurang, kurus, dan gemuk.
16

Dalam diskusi ahli dipaparkan, prevalensi stunting tertinggi di atas 40 persen berada di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Pada angka 30 persen hingga 40 persen
berada di Provinsi Aceh, Sumatra Barat, Lampung, semua Provinsi diKalimantan, Sulawesi,
Maluku, Papua Barat, dan Papua. Provinsi lain memiliki tingkat pravalensi 20 persen hingga
30 persen terkecuali Bali yang menjadi satu-satunya provinsi dengan pravalensi kurang dari
20 pers

en.

Masalah stunting haruslah segera di atasi karena kasus stunting ini memiliki
potensi trans-generasi, karena ibu yang stunting akan cenderung memiliki anak yang stunting.
Stunting dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan kesehatan anak hingga masa
dewasa dan juga anak stunting akan memiliki daya saing yang rendah dibanding dengan
anak yang sehat. Berdasarkan hasil penelitian, anak stunting memiliki income learning
(kemampuan menyerap pembelajaran) 25 persen lebih rendah dibandingkan dengan anak
lainnya yang tidak mengalami stunting. Selain menghambat pertumbuhan otak dan
perkembangan kecerdasan. Stunting juga meningkatkan resiko penyakit seperti diabetes dan
penyakit lain, karena pertumbuhan yang terhambat mengakibatkan kelainan sel pankreas.

Tidak heran jika angka stunting di Indonesia tidak berubah dan cenderung meningkat.
Terjadi gagal tumbuh (growth faltering) mulai bayi berusia 2 bulan, dampak dari calon ibu
hamil (remaja putri) yang sudah bermasalah, dilanjutkan dengan ibu hamil yang juga
bermasalah. Hal ini sangat terkait oleh banyak faktor, utamanya secarakronis karena
asupan gizi yang tidak memadai dan kemungkinan rentan terhadapinfeksi, sehingga
sering sakit.

3.2.2 Pencegahan dan Penanggulangan Kasus Stunting di Indonesia

Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0 – 59 bulan, menurut umur berada
di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari standar median WHO. Lebih lanjut dikatakan
bahwa stunting akan berdampak dan dikaitkan dengan proses kembang otak yang
terganggu, dimana dalam jangka pendekberpengaruh pada kemampuan kognitif.
Jangka panjang mengurangi kapasitasuntuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya
kesempatan untuk peluang kerjadengan pendapatan lebih baik.

17

Dalam jangka panjang, anak stunting yang berhasil mempertahankan hidupnya,


pada usiad ewasa cenderung akan menjadi gemuk (obese), dan berpeluang menderita
penyakit tidak menular (PTM), seperti hipertensi, diabetes, kanker, dan lain-lain. Kondisi ini
semua sudah semakin jelas untuk Indonesia, yang menunjukkan adanya tren (kecenderungan)
PTM meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013, dimana diperkirakan ada 70-an juta
penduduk dewasa (>18 tahun) yang menderita PTM.

Merujuk pada pola pikir UNICEF/Lancet, masalah stunting terutama disebabkan


karena ada pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan,
lingkungan, dan ketahanan pangan, maka berikut ini mencoba untuk membahas dari sisipola
asuh dan ketahanan pangan tingkat keluarga. Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi
implementasi program yang harus dilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk di dalamnya
adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD), menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan
pemberian ASI dilanjutkandengan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2
tahun merupakan prosesuntuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak.

Strategi ke depan terkait dengan pola asuh, antara lain

1. Melakukan monitoring pasca pelatihan konselor menyusui utamanya di


tingkatkecamatan dan desa.
2. Melakukan sanksi terhadap pelanggar PP tentang ASI.
3. Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil yang datang ke ante
natalcare/ANC (4 minggu pertama kehamilan) untuk persiapan menyusui
4. Meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui;
5. Melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan pemberian MP-
ASIsesuai standar (MAD).

Kebijakan dan strategi yang mengatur pola asuh ini ada pada Undang-
UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128, Peraturan Pemerintah
Nomor 33tahun 2012 tentang ASI, dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2015-2019, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015.

18

Ketahanan pangan (food security) tingkat rumah tangga adalah aspek


pentingdalam pencegahan stunting.

Isu ketahanan pangan termasuk ketersediaan pangan sampailevel rumah tangga, kualitas
makanan yang dikonsumsi (intake),

serta stabilitas dariketersediaan pangan itu sendiri yang terkait dengan akses penduduk
untuk membeli. Dalam jangka panjang masalah ini akan menjadi penyebab
meningkatnya prevalensi stunting, ada proses gagal tumbuh yang kejadiannya diawali
pada kehamilan, sebagaidampak kurangnya asupan gizi sebelum dan selama
kehamilan. Amanat ketahananpangan di Indonesia adalah dari UU Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan, dan juga UUNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Strategi ke depan terkait dengan ketahanan pangan, antara lain:

1. Dapat disusun program yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi


kebutuhankeluarga miskin meliputi target sasaran termasuk ibu hamil, bentuk jenis
makananharus memenuhi standar gizi, terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang
lain
2. Perlu dibuat standar bantuan pangan. Asupan gizi yang optimal untuk pencegahan
stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi
yangdidasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia agar sehat, cerdas dan produktif, yang merupakan aset sangat berharga bagi
bangsa dan negara Indonesia. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas diperlukan status gizi yang optimal dengan cara melakukan perbaikan gizi
secaraterus menerus. Gerakan nasional yang dimaksud meliputi:

19

Sasaran Gerakan Nasional Pelaksanaan Kegiatan


Sasaran utama di masyarakat meliputi: Kegiatan dilaksanakan melalui:
a) Masyarakat khususnya remaja, ibu a) Kampanye nasional dan daerah
hamil, ibu menyusui, anak usia dibawah dua b) Advokasi dan sosialisasi
tahun: lintassektor dan lintas Lembaga
b) Kader-kader dimasyarakat c) Dialog untuk menggalang
c) Perguruan tinggi kerjasama dan kontribusi
d) Pemerintah dan pemerintah d) Pelatihan
e) Media massa e) Diskusi
f) Dunia usaha f) Intervensi kegiatan gizi
g) Lembaga swadaya masyarakat langsung(spesifik)
danmitra pembangunan internasonal g) Intervensi gizi tidak
langsung(sensitive)
h) Kegiatan lain

2.3 Kasus stunting di Indonesia menurut WHO

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan bahwa balita diIndonesia
yang mengalami stunting berada pada angka 23,6 persen. World HealthOrganization (WHO)
menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angkaprevalensi stunting tertinggi di
Asia pada 2017, yang angkanya mencapai 36,4 persen. Meski pada tahun 2018 kasus stunting
berada pada angka 23,6 persen di Indonesia adalah penurunan dibanding tahun 2017 yang
menunjukan angka 36,4 persen. Namun Angka 23,6 persen masih jauh dari target World
Health Organization (WHO) yakni 20persen “Meski demikian, angkanya masih jauh dari
target Organisasi KesehatanDunia (WHO) yakni 20 persen,” ujar Kepala Balitbang
Kesehatan, Siswanto.

20

Ambang batas prevalensi global stunting oleh WHO mengkategorikan angka stunting
20 persen hingga 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen
dikatergorikan sangat tinggi. Pada kasus stunting, pada tahun 2017Indonesia menempati
peringkat ke 3 tertinggi di kawasan ASEAN setelah TimorLeste.

Meskipun di Indonesia terjadi angka penurunan kasus stunting yang terjadi. Namun
Indonesia belum dikatakan sudah memenuhi ambang batas yang ditentukan oleh WHO, yang
berarti Indonesia masih dalam kondisi mengkhawatirkan dalam kasus stunting ini.
Seluruh Provinsi yang ada di Indonesia masih melebihi ambang batas yang ditentukan
terkecuali Bali.
21

BAB IV

KESIMPULAN

Dengan melihat beberapa pembahasan pada makalah di atas, maka dapat


kamisimpulkan bahwa stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badanyang kurang jika dibandingkan umur. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi
balitapendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016
menjadi27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada
tahun 2017.

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun
2017adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi
balitasangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan
prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah
Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.

Karena masalah stunting utamanya disebabkan oleh adanya pengaruh dari pola asuh,
cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, dan ketahanan pangan. Maka hal
tersebut merupakan langkah yang tepat untuk diperbaiki bersama sesuai dengan kebijakan
pemerintah yang merujuk pada pola pikir UNICEF.
Maka, sudah selayaknya seluruh masyarakat turut serta untuk menjaga kesehatan
diridan lingkungan bukan karena sebatas patuh terhadap aturan dan kebijakan
pemerintah, namun karena masyarakat sudah sangat menyadari akan pentingnya
kesehatan. Lalubagaimanakah caranya? Salah satunya dengan peduli terhadap gizi
kesehatan demi menyongsong bonus demografi di Indonesia pada tahun 2030 mendatang.

22

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011 (edisi revisi). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni.
Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Kementeria Kesehatan RI. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Redaksi Pusat Data dan Informasi

Diakses di laman www.depkes.go.id

Diakses di laman www.mca-indonesia.go.id

Jurnal diakses di laman https://eprints.uny.ac.id/9289/3/BAB%202%20-


%2010604227399.pdf

Jurnal diakses di laman https://hakimkep.wordpress.com/2012/06/08/makalah-gizi-


masyarakat/

Jurnal diakses di laman http://digilib.unila.ac.id/19376/16/BAB%20II.pdf

Berita diakses di laman https://kominfo.go.id/content/detail/17436/kominfo-ajak-


masyarakat-turunkan-prevalensi-stunting/0/sorotan_media
Berita diakses di laman https://beritagar.id/artikel/berita/angka-stunting-turun-tapi-
belum-standar-who

23

Anda mungkin juga menyukai