Di Susun oleh:
S1 ILMU GIZI
2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Gizi Buruk. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Sistem Pelayanan Kesehatan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Gizi
Buruk yang berkaitan dengan para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada ibu Yoessy , selaku dosen mata kuliah Sistem
Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................4
C. Tujuan .............................................................................................................5
D. Manfaat ...........................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................6
BAB III
PENUTUPAN.................................................................................................. 14
A.Kesimpulan ................................................................................................... 14
B.Saran.............................................................................................................. 14
Daftar Pustaka................................................................................................... 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
MasalahIndonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030, dimana
angkatan usia produktif akan mendominasi populasi penduduk dan
menjadi penyangga perekonomian. Bonus demografi yang akan dimiliki
Indonesia yaitu Angkatan usia produktif (15-64 tahun) yang diprediksi
mencapai 68 persen dari total populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar
9%. Tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,81 atau
tumbuh 0,90% dibanding tahun 2016. Direktur Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik Kementerian Komunikasidan Informatika Rosarita
Niken Widiastuti menegaskan pemerintah terus melakukan penurunan
prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Menurut Niken,
penanganan stunting ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia
yang tengah menghadapi bonus demografi .Selain itu, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga
dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017.
Angkanya mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, menurut data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas), angkanya terus menurun hingga 23,6
persen.Penurununan dari angka stunting di Indonesia merupakan kabar
baik, namun belum berarti bisa membuat tenang. Karena bila merujuk pada
standar WHO, batas maksimalnya adalah 20 persen atau seperlima dari
jumlah total anak dan balita. Dengan melihat beberapa fakta di atas, maka
kami tertarik untuk membahas kasus stunting yang terjadi di Indonesia
khususnya pada tahun 2018 mengenai posisinya yangbelum memenuhi
standar WHO meskipun telah mengalami peningkatan dari tahun-tahun
sebelumnya.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan stunting ?
2. Bagaimana analisis kasus stunting yang terjadi di Indonesia ?
3. Mengapa kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun
sepenuhnya ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui stunting.
2. Untuk mengetahui analisis kasus stunting di Indonesia yang terjadi di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui kasus stunting di Indonesia ternyata belum
menurun sepenuhnya.
D. Manfaat
Sebagai referensi bagi pembaca untuk mengetahui kasus stunting yang
terjadi diIndonesia khususnya pada tahun 2018 tentang posisi
Indonesia yang belummemenuhi standar WHO.
Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali
informasilebih baik lagi tentang kasus stunting.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO
B. Faktor Stunting
7
Dalam diskusi ahli dipaparkan, prevalensi stunting tertinggi di atas
40 persen berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat.
Pada angka 30 persen hingga 40 persen berada di Provinsi Aceh, Sumatra
Barat, Lampung, semua Provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
Papua Barat, dan Papua. Provinsi lain memiliki tingkat pravalensi 20
persen hingga 30 persen terkecuali Bali yang menjadi satu-
satunya provinsi dengan pravalensi kurang dari 20 persen. Masalah
stunting haruslah segera di atasi karena kasus stunting ini memiliki
potensi trans-generasi, karena ibu yang stunting akan cenderung memiliki
anak yang stunting. Stunting dapat mempengaruhi tumbuh kembang
anak dan kesehatan anak hingga masa dewasa dan juga anak stunting
akan memiliki daya saing yang rendah dibanding dengan anak yang
sehat.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan melihat beberapa pembahasan pada makalah
di atas, maka dapat kamisimpulkan bahwa stunting adalah
kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badanyang
kurang jika dibandingkan umur. Berdasarkan hasil PSG tahun
2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka
ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi27,5%.
Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi
29,6% pada tahun 2017.Prevalensi balita sangat pendek dan
pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017adalah 9,8%
dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
prevalensi balitasangat pendek sebesar 8,5% dan balita
pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi
balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun
2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi
dengan prevalensi terendah adalah Bali. Karena masalah
stunting utamanya disebabkan oleh adanya pengaruh dari
pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan,
lingkungan, dan ketahanan pangan.
B. Saran
Hal tersebut merupakan langkah yang tepat untuk
diperbaiki bersama sesuai dengan kebijakan pemerintah yang
merujuk pada pola pikir UNICEF.Maka, sudah selayaknya
seluruh masyarakat turut serta untuk menjaga kesehatan diridan
lingkungan bukan karena sebatas patuh terhadap aturan
dan kebijakan pemerintah, namun karena masyarakat sudah
9
sangat menyadari akan pentingnya kesehatan.
Lalu bagaimanakah caranya? Salah satunya dengan peduli
terhadap gizi kesehatan demi menyongsong bonus demografi
di Indonesia pada tahun 2030 mendatang.
10
DAFTAR PUSTAKA
Kementeria Kesehatan RI. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Redaksi Pusat Data dan
Informasi
11