Anda di halaman 1dari 11

PENANGANAN STUNTING TERHADAP ANAK DI

INDONESIA

Makalah

dibuat sebagai salah satu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia


oleh Ati Miranti, M.Pd

disusun oleh :
Elza Wahdini Nurhaqiqi
Halimatussa’diah Fitriani
Iqlima Mutiara Alifah
Rifa Melanie

MADRASAH ALIYAH YPI CIKONENG


2023
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030. Dimana
angkatan usia produktif akan mendominasi populasi penduduk dan
menjadi penyangga perekonomian.Bonus demografi yang akan dimiliki
Indonesia yaitu angkatan usia produktif (15-64 tahun) yang diprediksi
mencapai 68% dari total populasi dan angkatan tua (65 keatas) sekitar 9%
Tahun 2017. Indeks pembangunan menusia (IPM) terbesar 70,81 atau
tumbuh 0,90% disbanding tahun 2016.
Plt.Direktur Jendral informasi dan komunikasi dan informatika
Rosarita Niken Widiastuti menegaskan pemerintah terus melakukan
penurunan prevalensi Stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Menurut
Niken,penanganan Stunting ini menjadi tantangan tersendiri bagi
Indonesia yang tengah menghadapi Bonus Demografi.
Selain itu, Organisasai Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan
Indonesia sebagai Negara ketiga dengan angka prevalensi Stunting
tertinggi di Asia pada 2017. Angkatan mencapai 36,4%.Namun, pada 2018
menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angkatan terus
menurun tinggi 23,6%
Penurunan dari angka Stunting di Indonesia merupakan kabar
baik, namun belum berarti bisa membuat tenang. Karena bila merujuk
pada standar WHO,batas meksimalnya adalah 20% atau batas
maksimalnya seperti dari jumlah total anak dan balita.
Dengan melihat beberapa fakta diatas,maka kami tertarik untuk
membahas kasus Stunting yang gerjadi di Indonesia khususnya pada
tahun 2018 mengenal posisinya yang belum memenuhi standar WHO
meskipun telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Kami akan melakukan Studi Deskriptif tentang Stunting di
Indonesia dengan judul penelitian ”Penanganan Stunting terhadap Anak
Di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Stunting?
2. Apa penyebab terajadinya Stunting?
3. Bagaimana cara untuk menangani anak yang mengalami Stunting?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu Stunting?
2. Untuk mengetahui gejala terjadinya Stunting?
3. Untuk mengetahui cara menangani anak yang mengalami
Stunting?
D. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini kami menggunakan dua metode penelitian
untuk menjawab rumusan masalah. Metode penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Referensi Bacaan
Dalam penelitian ini kami membaca buku dan artikel yang ada
di internet untuk memperoleh informasi mengenai Stunting.
2. Wawancara
Kami melakukan wawancara kepada narasumber Ibu Nani
Kurniasari Sebagai Kader di Desa Babakan untuk memperoleh
informasi mengenai Stuntinng.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Sumber Daya Manusia di Indonesia
1. Menurut Hamali (2016:2) sumber jaya manusia adalah “ Suatu
pendekatan yang strategis terhadap keterampilan motivasi,
pengembangan dan manajemen pengorganisasian sumber daya.”
2. Menurut Suyanto (2015:1) Sumber daya manusia merupakan
“Salah satu faktor yang penting dalam suatu organisasi atau
perusahaan disamping faktor lain seperti aktuva dari modal.”

B. Usia Produktif di Indonesia


Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk
Indonesia mencapai 274,20 juta jiwa pada 2022. Dari jumlah itu,
sebanyak 138,45 juta jiwa merupakan laki-laki. Kemudian, mayoritas
penduduk Indonesia berada dalam usia produktif pada rentang 15-64
tahun.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk Indonesia
ditaksir sebanyak 274,20 juta jiwa pada 2022. Jumlah tersebut lebih
banyak 0,96% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak
271,58 juta jiwa. Berdasarkan jenis kelaminnya, 138,45 juta penduduk
Indonesia merupakan laki-laki. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan
penduduk perempuan yang sebanyak 135,75 juta jiwa. Jika dilihat
berdasarkan kelompok umur, penduduk Indonesia didominasi oleh
penduduk muda. Persentase terbesar penduduk laki-laki maupun
perempuan berada di kelompok umur 10-14 tahun yang masing-masing
sebesar 8,39% dan 8,12%. Sementara, kelompok umur 75 tahun ke atas
dan 70-74 tahun menjadi kelompok umur dengan persentase terkecil bagi
masing-masing penduduk laki-laki dan perempuan. Persentasenya
masing-masing sebesar 1,53% dan 1,91%. Adapun, mayoritas penduduk
Indonesia berada dalam usia produktif pada rentang 15-64 tahun.
Proporsinya mencapai 69,16% bagi laki-laki dan 69,08% untuk
perempuan.
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Stunting
Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi
berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di
bawah standar. Selanjutnya menurut WHO (2020) stunting adalah
pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut
usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan
WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi
yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang / kronis yang terjadi dalam
1000 HPK.
jika dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2021 adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan
panjang atau tinggi badannya di bawah standar yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
Sedangkan pengertian stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00
SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00 SD (severely stunted).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan gangguan
pertumbuhan yang dialami oleh balita yang mengakibatkan
keterlambatan pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan standarnya
sehingga mengakibatkan dampak baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
B. Penyeab Stunting
Rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan
vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber
protein hewani. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa
kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan
tubuh dan otak anak. Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah
terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu,
dan hipertensi. Jarak kelahiran anak yang pendek. Rendahnya akses
terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih
menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak
Stunting juga dapat disebabkan oleh masalah asupan gizi yang
dikonsumsi selama kandungan maupun masa balita. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum masa kehamilan,
serta masa nifas, terbatasnya layanan kesehatan seperti pelayanan
antenatal, pelayanan post natal dan rendahnya akses makanan bergizi,
rendahnya akses sanitasi dan air bersih juga merupakan penyebab
stunting. Multi faktor yang sangat beragam tersebut membutuhkan
intervensi yang paling menentukan yaitu pada 1000 HPK (1000 hari
pertama kehidupan ).
Faktor Penyebab stunting juga dipengaruhi oleh pekerjaan ibu,
tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, jumlah anggota rumah
tangga, pola asuh, dan pemberian ASI eksklusif, selain itu stunting juga
disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti pendidikan ibu,
pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur
pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan zink dan zat besi, riwayat penyakit
infeksi serta faktor genetik.
Hasil pengamatan statistik diketahui bahwa status gizi merupakan
faktor yang berhubungan dan beresiko terdahap kejadian stunting pada
balita. status gizi balita. Stunting (kerdil) merupakan kondisi dimana balita
memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan
umur. kondisi ini diukur dengan menghitung panjang atau tinggi badan
yang lebih dari minus 2 standar deviasi median standar pertumbuhan
anak dari WHO.
Asupan gizi yang tidak adekuat akan mempengaruhi pertumbuhan
fisik pada anak. Status gizi pada anak sebagai salah satu tolak ukur dalam
penilaian kecukupan asupan gizi harian dan penggunaan zat gizi untuk
kebutuhan tubuh. jika asupan nutrisi anak terpenuhi dan dapat
digunakan seoptimal mungkin maka pertumbuhan dan perkembangan
anak akan menjadi optimal, dan sebaliknya apabila status gizi anak
bermasalah maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak hingga dewasa.
Faktor lain adalah penyakit infeksi berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak balita yang berada di pedesaan maupun perkotaan.
Masalah kesehatan pada anak yang paling sering terjadi adalah masalah
infeksi seperti diare, infeksi saluran pernafasan atas, kecacingan dan
penyakit lain yang berhubungan dengan gangguan kesehatan kronik.
Masalah kesehatan anak dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan dikarenakan intake makanan menurun, menurunnya
absorbsi zat gizi oleh tubuh yang menyebabkan tubuh kehilalangan zat
gizi yang dibutuhakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Masalah
kesehatan yang berlanjut menyebabkan imunitas tubuh mengalami
penurunan, sehingga mempermudah terjadinya penyakit atau infeksi.
Kondisi yang demikian apabila terjadi secara terus menerus maka dapat
menyebabkan gangguan gizi kronik yang akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan seperti stunting. Pendapatan atau kondisi ekonomi
keluarga yang kurang biasanya akan berdampak kepada hal akses
terhadap bahan makanan yang terkait dengan daya beli yang rendah,
selain itu apabila daya beli rendah maka mungkin bisa terjadi kerawanan
pangan di tingkat rumah tangga.

C. Cara menangani anak Stunting


1. Perbaiki stunting sebelum usia 2 tahun
Tips mengatasi stunting pada anak yang paling efektif
adalah sebelum usia anak 2 tahun atau masih dalam masa 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK). Untuk itu, ibu hamil sudah harus
menjaga asupan gizinya sejak awal pembuahan dan
memerhatikan beberapa mikronutrien yang penting dalam
kehamilan, seperti asam folat, kalsium, dan zat besi
2. Berikan ASI
ASI kaya kandungan gizi makro dan mikro yang berperan
penting dalam mengoptimalkan tumbuh kembang bayi. Bila anak
di bawah 6 bulan dicurigai memiliki gejala awal gagal tumbuh,
seperti berat badannya yang tidak naik-naik, maka
pertumbuhannya harus dikejar dengan menambah intensitas
menyusuuinya sehingga pemberian ASI bisa optimal.
3.Perbaiki masalah menyusui
Posisi menyusui yang salah bisa menjadi penyebab berat
badan bayi di bawah normal. Inilah yang membuat si kecil
terancam stunting. Untuk kasus ini, cara mengatasi stunting pada
anak adalah dengan ibu memperbaiki masalah menyusui. Posisi
menyusui yang benar adalah ketika kepala dan mulut bayi melekat
pas pada payudara.
4. Beri olahan protein hewani pada MPASI
Kekeliruan cara pemberian MPASI bisa menganggu
pertumbuhan bayi hingga pada akhirnya meningkatkan risiko
stunting. Contoh, bayi hanya diberi MPASI berupa pure buah-
buahan dan sayur, tanpa diberi protein hewani. Padahal makanan
yang kaya protein hewani, seperti daging ayam, daging sapi, telur,
serta susu sangat dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan yang
optimal.
5. Imunisasi rutin
Cara mengatasi stunting pada anak berikutnya adalah
dengan memastikan si kecil mendapatkan seluruh rangkaian
imunisasi sesuai jadwal. Tujuan utama imunisasi adalah
melindungi anak dari berbagai penyakit berbahaya. Anak yang
tidak mendapat imunisasi juga bisa menjadi anak yang sakit-
sakitan, karena kekebalan tubuhnya tidak optimal. Ingat, anak
yang sering sakit lebih mudah terancam stunting karena energinya
lebih banyak digunakan untuk proses pemulihan daripada untuk
pertumbuhannya.
6. Memantau tumbuh kembang anak
Cara mengatasi stunting pada anak yang juga sangat
penting adalah dengan selalu memantau tumbuh kembang anak
dengan melakukan kontrol rutin di puskesmas atau
posyandu. Dengan begitu, bila ada permasalahan tumbuh
kembang bayi yang muncul, dapat diketahui sejak dini sehingga
tidak terlambat mendapat penanganan, termasuk bila mengalami
gagal tumbuh stunting.
7. Perilaku hidup bersih dan sehat
Cara mengatasi stunting pada anak yang tidak boleh
dilewatkan adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), seperti cuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
terutama sebelum dan makan serta habis melakukan aktivitas di
kamar mandi. Tidak menjaga kebersihan diri bisa menyebabkan
masalah kesehatan, seperti diare. Diare yang terus berulang dapat
menyebabkan anak mengalami kurang gizi, dan akhirnya
meningkatkan risiko stunting.
8. Memakai jamban sehat
Jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan bisa
mencemari lingkungan, termasuk sumber air minum. Karena itu
aturan jarak pembuatan septic tank dengan sumur air setidaknya
harus minimal 10 meter dari sumber air minum. Sanitasi yang
buruk bisa menyebabkan masalah kesehatan, Cacingan, misalnya.
Penderita cacingan biasanya mengalami gizi buruk karena cacing
akan mengambil sari-sari makanan yang dikonsumsi anak. Kondisi
gizi buruk inilah yang dalam jangka panjang bisa meningkatkan
risiko stunting.
9. Atasi masalah kesehatan anak
Stunting bisa terkait dengan penyakit yang diderita anak,
contoh bayi tidak mampu menyerap nutrisi dari makanannya
karena mengalami gangguan pencernaan. Pada kasus ini cara
mengatasi stunting pada anak adalah dengan berkonsultasi ke
dokter. Biasanya untuk kasus gangguan pencernaan yang sudah
parah, dokter akan menyarankan penanganan dengan
menggunakan tube feeding. Metode ini dilakukan dengan
memasukkan selang berisi cairan nutrisi melalui hidung ke dalam
perut.
10. Selalu menambah ilmu kesehatan
Satu lagi cara mengatasi stunting pada anak yang tidak
kalah penting dilakukan semua orang tua adalah selalu haus
belajar. Artinya, Genbest harus selalu menambah pasokan terkait
ilmu kesehatan dasar, tumbuh kembang anak, dan stunting.
Kebiasaan baik ini akan memudahkan kita memahami pentingnya
memberikan sumber makanan dan minuman terbaik, sehingga
tumbuh kembang anak optimal.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Anak yang mengalami Stunting maupun status gizi kurang, secara
langsung akan berpengaruh pada perkembangan motorik anak
yang menyebabkan terganggungnya proses tumbuh kembang dan
terlambatnya perkembangan motorik. Zat gizi memegang
pegangan penting dalam dua tahun pertama kehidupan.
Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak memerlukan zat gizi
yang adekuat. Dengan keadaan tersebut bahwasannya pada batita
stunting usia 1-3 tahun memerlukan perhatian khusus dalam
pengendalian gizi guna untuk memperhatikan perkembangan
motoriknya, karena dalam perkembangan motoriknya batita usia
1-3 tahun dengan Stunting dipengaruhi zat gizi yang memegang
peranan penting dalam dua tahun pertama kehidupan.
B. Saran
Dinas kesehatan kabupaten Bandung diharapkan untuk
lebih meningkatkan promosi kesehatan berupa penyuluhan terkait
penyebab dan pencegahan Stunting guna meningkatkan
pengetahuan ibu menegnai Stunting serta pencegahan yang
terkait dengan infeksi dalam menurunkan angka morbilitas yang
dapat berdampak menjadi Stunting.
Memberikan edukasi kepada ibu hamil,ibu yang memiliki
anak batuta dan balita yang mengalami Stunting secara
menyeluruh.Membina kader kader posyandu untuk memberikan
edukasi mengenai gizi, pola asuh ibu, dan kebersihan lingkungan.
Melakukan pnegukuran tinggi badan secara rutin pada kegiatan
posyandu guna memantau status gizi TB/U anak secara teratur.
DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………. ..........................................................................................
Bab I PENDAHULUAN…………… .........................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................
B. Rumusan Masalah…… ..........................................................................................
C. Tujuan Penelitian ……............................................................................................
D. Metode Penelitian…… ..........................................................................................
Bab II PEMBAHASAN………… .. …….....................................................................................
A. Pengertian manajemen terhadap responsakit dan penyakit ..............................
B. Pengertian simpati,empati dan penguatan
C. Simpati dan empati perawat muslim ....................................................................
Bab III PENUTUP………….... ..........................................................................................
A. Kesimpulan………………. .........................................................................................
B. Saran………………………….........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Arum, Y. T. G. (2019). Hipertensi pada penduduk usia produktif (15-64 tahun). HIGEIA
(Journal of Public Health Research and Development), 3(3), 345-356.

Dewi, I. C., & Auliyyah, N. R. N. (2020). Penyuluhan Stunting sebagai Sarana untuk
Meminimalisir Tingginya Angka Stunting di Desa Gambiran Kecamatan Kalisat.
JIWAKERTA: Jurnal Ilmiah Wawasan Kuliah Kerja Nyata, 1(2), 25-29.

Maywita, E. (2018). Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Stunting Pada Balita Umur 12-59
Bulan Di Kelurahan Kampung Baru Kec. Lubuk Begalung Tahun 2015. Jurnal Riset
Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 3(1), 56-65.

Novianti, R., Purnaweni, H., & Subowo, A. (2021). Peran Posyandu Untuk Menangani
Stunting di Desa Medini Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Journal of Public
Policy and management Review, 10(3), 378-387.

Pramudyo, A. (2014). Mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia dalam


menghadapi masyarakat ekonomi asean tahun 2015. Jurnal Bisnis, Manajemen,
dan Akuntansi, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai