Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM PENANGANAN PENURUNAN STUNTING

Dosen Pengampu : Dr. H. Agus Supinganto., Ners., M.Kes

Disusun Oleh:
TIARA SILMAYANI
150STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Mataram, 28 Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan waktu, stunting marak terjadi di masyarakat, karena di
sebabkan oleh pernikahan dini. Stunting dilihat dari ukuruan tubuh anak atau di sebut
kerdil atau pendek. Stanting ialah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima
tahun (balita) disebabkan oleh kekurangan gizi kronis atau disebut sebagai infeksi
berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah kehidupan manusia dari janin hingga anak
berusia 23 bulan. Anak dikatakan sebagai stunting apabila panjang atau tinggi badannya
berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak sesuai umurnya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi
stunting Balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2%
(2013) menjadi 30,8% (2018). Sedangkan untuk balita normal terjadi peningkatan dari
48,6% (2013) menjadi 57,8% (2018). Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa
prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam
laporan sebelumnya, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang
mengalami beban ganda gizi, baik kelebihan maupun kekurangan gizi. Di kawasan Asia
Tenggara, prevalensi stunting di Indonesia terhitung tertinggi kedua, setelah Kamboja.
Tren status gizi membaik dari tahun ke tahun, kalau kita lihat dari tahun 2018, 2019 dan
2021 angka stunting sudah menurun menjadi 24.4 %. Dari 24.4% (2021) menurun lagi
menjadi 21,6% tahun 2022 hingga sekarang tahun 2023 ( sumber: KEMENKES hasil
surve status gizi indonesia atau SSGI). Sehingga dipandang, perlu memperluas dan
membuat suatu program penanganan penurunan stuntinng yang signifikan, baik melalui
kerjasama dari elemen masyarakat, mahasiswa maupun program dari pemeintah.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan komunitas.
2. Sebagai pedoman dalam pembuatan program penanganan penurunan stunting.
C. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu Memberikan sumbangsih pemikiran tentang
program penanganan penurunan stunting baik berupa teori maupun konsep teoritis serta
memperluas wawasan dan memberikan manfaat bagi mahasiswa untuk mengembangkan
konsep keilmuan maupun pemecahan masalah tentang stunting
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STUNTING
Stunting merupakan kondisi ketika balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Stunting didefinisikan sebagai tinggi badan
yang lebih dari dua standar di bawah Standar Pertumbuhan Anak menurut World Health
Organization (WHO) [5]. Balita pendek (stunting) dapat diketahui apabila telah
dilakukan pengukuran panjang atau tinggi badan terhadap seorang balita yang
selanjutnya dibandingkan dengan standar dan memiliki hasil di bawah normal. Standar
baku yang digunakan yaitu World Health Organization – Multicentre Growth Reference
Study (WHO – MGRS) tahun 2005 dengan kategori pendek apabila nilai z – score nya
adalah –2 SD (Standar Deviasi) dan dikategorikan sangat pendek apabila nilai z – score
nya adalah –3 SD (Sumber: 0.1016/j.ehb.2005.05.005. [6] Kemenkes RI (2020) Situasi
Balita Pendek Di Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)
Pemenuhan target percepatan penurunan stunting di Indonesia sebesar 14% pada
Tahun 2024, masih terus diupayakan hingga saat ini. Pemerintah pusat, daerah dengan
semua unsur masyarakat dan pemangku kepentingan saling bersinergi dalam
mengakselerasi pencapaian target yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan yang
diamanatkan Presiden Joko Widodo, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72
Tahun 2021, tentang Percepatan Penurunan Stunting. Dimana mencegah dan
menurunkan prevalensi stunting memerlukan tindakan konkret yang dilakukan secara
konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerjama multisektor di pusat,
daerah, hingga desa (Lailiyah, 2023; Makripuddin et al., 2021; Rahmadani & Lubis,
2023).
B. GIZI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dalam Survei Status Gizi Indonesia
(SSGI) pada tahun 2022 mencatat ada penurunan angka stunting di Indonesia sebesar
21,6% atau turun 2.8 poin dari tahun 2021 yang sebesar 24,4%. Namun, hal ini masih
sangat jauh dari tantangan penurunan angka stunting sebesar 14%. Perlu ada konsistensi
penurunan angka stunting sebesar 3,8 poin setiap tahunnya. Maka dari itu, pada tahun
2023, angka stunting di Indonesia harus berada pada angka 17,8% agar dapat mencapai
angka 14% pada tahun 2024. Namun yang paling mengkhawatirkan, stunting tetap
menjadi masalah gizi paling serius yang dihadapi anak-anak Indonesia. Masih mengacu
pada data SSGI 2022, underweight menjadi masalah gizi terbesar kedua dengan
persentase sebesar 17,1%, disusul oleh wasting sebesar 7,7%, dan overweight sebesar
3,5% (Rokom, 2023).
Permasalah gizi adalah permasalahan dalam siklus kehidupan, mulai dari
kehamilan, bayi, balita, remaja, sampai dengan lansia. Masalah gizi dapat terjadi pada
seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan
mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya
(intergenerational impact) (Republik Indonesia, 2012). Masalah kekurangan gizi diawali
dengan perlambatan atau retardasi pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR (Intra
Uterine Growth Retardation). Di negara berkembang,kurang gizi pada pra-hamil dan ibu
hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Kondisi IUGR hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu, yaitu berat
badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan ibu atau bertubuh
pendek, dan pertambahan berat badan selama kehamilannya (PBBH) kurang dari
seharusnya. Ibu yang pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada saat
meninjak dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang
BBLR. Ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus,
plasenta dan janin sehingga akan lahir dengan berat badan rendah (Kramer, 1987).
Apabila tidak ada perbaikan, terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di
generasi selanjutnya sehingga terjadi masalah anak pendek intergenerasi (Unicef, 2019;
Republik Indonesia, 2021; Sari et al, 2023( dalam Jurnal Tasmat et al.
10.55681/armada.v1i9.821(2023))).
BAB III
PEMBAHASAN
Tingginya angka prevalensi stunting dan rendahnya tingkat kepedulian serta kesadaran
Masyarakat dalam pemenuhan nutrisi keluarga, termasuk salah satunya dalam
mengkonsumsi telur memerlukan intervensi yang dapat menjadi solusi. Hal ini
mendorong pegawai dan Satgas Percepatan Penurunan terutama di NTB untuk dapat
merumuskan sebuah program yang memiliki ide konsep penguatan konvergensi serta
tatalaksana program yang dapat mendukung dalam mempercepat pencapaian penurunan
angka prevalensi stunting sekaligus sebagai target mahasiswa sendiri. Salah satunya,
melalui inovasi Program “Donatur Telur Peduli Stunting”. untuk melakukan sosialisasi
dan pelaksanaan tersebut Program ini menyasar di berbagai kabupaten di NTB.
Tujuan umum program ini adalah berbagi telur secara ikhlas dan sukarela kepada
sasaran berisiko stunting. Telur yang dibagikan sesuai standar “Satu balita konsumsi telur
sehari selama enam bulan”.Diharapkan dapat menjadi rasa suka cita, bentuk kasih sayang dan
kepedulian kepada sesama. Sekaligus menjadi bagian dalam mendukung percepatan
penurunan stunting. Adapun tujuan khusus kegiatan ini, meliputi:
1. Memfasilitasi peran serta masyarakat untuk mengurangi beban
pemerintah dalam melaksanakan intervensi percepatan penurunan stunting, sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Memenuhi kebutuhan protein masyarakat dalam rangka menekan prevalensi
stunting di NTB.
3. Menjadi inovasi yang konkret dalam rangka mensukseskan pencapaian target
nasional penurunan prevalensi stunting Tahun 2024 menjadi 14%.
4. Mendorong masyarakat untuk gemar mengkonsumsi telur.
5. Meningkatkan rasa solidaritas, tolong menolong dan menjadi sarana
silaturahmi antar masyarakat terkait kesehatan.
6. Turut serta membantu pemerintah memastikan sasaran berisiko stunting yang berhak
menerima layanan dan bantuan.
7. Meningkatkan advokasi perubahan perilaku masyarakat dalam memenuhi
asupan gizi seimbang.
8. Meningkatkan penyerapan produksi telur peternak local.
9. Mendorong partisipasi aktif masyarakat serta gotong royong dalam percepatan
penurunan stunting

Program penanganan penurunan stunting memiliki hubungan erat dengan tugas perawat
(ners) secara primer karena peran perawat dalam memberikan asuhan kesehatan, edukasi,
pemantauan pertumbuhan, serta intervensi dini terhadap kondisi stunting pada anak. Tugas
ners melibatkan identifikasi, pemantauan, dan intervensi pada masalah kesehatan, termasuk
stunting, sehingga program penanganan stunting dapat melibatkan peran ners dalam
melakukan pemantauan pertumbuhan anak, memberikan nutrisi yang tepat, memberikan
pendidikan kesehatan kepada orang tua, serta mendukung implementasi program-program
kesehatan yang mendukung penanganan stunting.
Peran perawat (ners) secara sekunder dalam program penanganan penurunan stunting
melibatkan upaya kolaborasi, pengumpulan data, analisis, serta penyusunan rekomendasi
kebijakan yang mendukung peningkatan intervensi terhadap stunting. Perawat sekunder dapat
terlibat dalam mengumpulkan data, menganalisis tren stunting, berkontribusi pada
penyusunan kebijakan kesehatan, serta melakukan riset yang mendukung pengembangan
program-program intervensi stunting yang lebih efektif. Melalui peran ini, mereka berperan
dalam memperkuat basis pengetahuan dan memberikan rekomendasi kebijakan yang
mendukung upaya penanganan stunting secara lebih luas.
Peran perawat (ners) secara tersier dalam program penanganan penurunan stunting
melibatkan upaya advokasi, edukasi kepada masyarakat luas, serta kolaborasi dengan
berbagai pihak terkait untuk meningkatkan pemahaman dan tindakan terhadap stunting. Di
tingkat tersier, perawat dapat terlibat dalam menyampaikan informasi, mengedukasi
masyarakat, serta melakukan advokasi untuk menekankan pentingnya pencegahan stunting
dan peran intervensi yang diperlukan. Mereka juga dapat terlibat dalam kolaborasi dengan
organisasi non-pemerintah, lembaga pemerintah, dan lembaga kesehatan untuk meningkatkan
pemahaman dan upaya bersama dalam mengatasi stunting secara menyeluruh.
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Stunting merupakan kondisi ketika balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umurnya.
Dilihat dari angka persentase stunting di negeri Indonesia masih terbilang tinggi
saat ini karena masih berada di angka 21,6%, sehingga dipandang perlu untuk
Bersama-sama melakukan kompanye atau membuat suatu program dalam penanganan
penurunan stanting.
B. SARAN
Penyusun menyarankan bahwa:
pemerintah untuk lebih meningkatkan promosi kesehatan berupa penyuluhan
terkait penyebab dan pencegahan stunting guna peningkatan pengetahuan ibu
mengenai stunting serta pencegahan yang terkait dengan penyakit infeksi dalam
menurunkan angka morbiditas yang dapat berdampak menjadi stunting.
Memberikan edukasi, penyuluhan atau leaflet kepada ibu hamil, ibu yang
memiliki anak baduta dan balita mengenai stunting secara menyeluruh.
Membina kader-kader Posyandu/gizi untuk memberikan edukasi atau
penyuluhan mengenai stunting, pengetahuan gizi, pola asuh ibu, dan kebersihan
lingkungan.
Melakukan pengukuran tinggi badan secara rutin pada kegiatan posyandu tiap
bulannya guna memantau status gizi TB/U anak secara teratur.
Bekerjasama dengan pihak KUA dalam memberikan edukasi kepada calon orang
tua mengenai pengetahuan kesehatan calon ibu dan pola asuh keluarga yang baik
dalam mempersiapkan 1000 hari pertama kehidupan anak.
Kami berharap dari berbagai pihak tertama pembaca untuk memberikan kritik
saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawati1 , Sastrawan2: Analisis Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan
Stunting Terintegrasi Di Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Kesehatan Qamarul
Huda ,Volume 8, Nomor 2 Desember 2020
Nanang R. Paramata1* , Putri A. Mahdang2* : Pencegahan Stunting Melalui Penyuluhan dan
Pelatihan Pembuatan Bakso Ikan pada Masyarakat. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Farmasi : Pharmacare Society Volume 2, Nomor 3, 2023:
Pharmacare Society 2(3) 120-125. E-ISSN: 2829-5064
Andika Yuli Pratama1*) , Seno Andri2) , Febri Yuliani3) , Hasim Asari4) :
IMPLEMENTASI PROGRAM PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING DI
KABUPATEN KAMPAR : Universitas Abdurachman Saleh SItubondo. .
Prosiding Nasional 2023.
Djulianto Tasmat1* , Nurseno Dwi Putranto2, Rara Ayuni Rahmadani3, Oscar Mudha
Kusuma4 1,2,3,4PERTAMINA EP RANTAU: STRATEGI PERCEPATAN
PENURUNAN STUNTING MELALUI PROGRAM CSR PT PERTAMINA EP
RANTAU. e-ISSN: 2964-2981 ARMADA : Jurnal Penelitian Multidisiplin
https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/armada Vol. 1, No. 9 September
2023.
Shanty Kartika Dewi, Anis Fuad, Elly Nurlia Penyuluhan Program Dulur Penting (Donatur
Telur Peduli Stunting) di Desa Muruy, Menes, Pandeglang. Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat ISSN: 2540- 8747 Vol. 8, No. 4, 2023; pp. 901-908901
https://jurnal.unmabanten.ac.id/index.php/jppm/article/view/543/316

Anda mungkin juga menyukai