Anda di halaman 1dari 74

Praktik Baik

Percepatan
Penurunan Stunting melalui
Tri Dharma Perguruan Tinggi
Oleh Pakar dan Praktisi Perguruan Tinggi

www.bkkbn.go.id www.tanotofoundation.org www.forumrektor.id


Praktik Baik
Percepatan
Penurunan Stunting melalui Tri
Dharma Perguruan Tinggi
Oleh Pakar dan Praktisi Perguruan Tinggi

Mengulas peran perguruan tinggi dalam mendukung upaya


percepatan penurunan stunting bersama pemerintah daerah
kabupaten dan kota serta pemerintah desa
Kata Pengantar
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Agenda pembangunan nasional adalah mewujudkan


sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya
saing menuju Indonesia emas 2045. Salah satu fokus
pemerintah Indonesia saat ini adalah mempercepat
penurunan angka stunting dengan menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting. Upaya ini juga
selaras dengan komitmen Indonesia dalam Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan utamanya pada tujuan
kedua, target 2.2.1 Prevalensi Stunting (pendek dan
sangat pendek) pada anak di bawah lima tahun/
balita.

Strategi nasional percepatan penurunan Stunting ditetapkan melalui 5 (lima) pilar,


yaitu: 1). peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah
desa; 2). peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan
masyarakat; 3). peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif di
kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/
kota, dan pemerintah desa; 4). peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat
individu, keluarga, dan masyarakat; dan 5). penguatan dan pengembangan sistem,
data, informasi, riset, dan inovasi. Strategi nasional percepatan penurunan Stunting
juga memberikan ruang partisipasi pemangku kepentingan termasuk perguruan
tinggi untuk berkolaborasi dengan pemerintah.

Perguruan tinggi dengan kapabilitasnya melalui aktualisasi tri dharma perguruan


tinggi dapat memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah kabupaten
dan kota serta pemerintah desa. Telah banyak praktik baik model kolaborasi yang
saat ini tengah berjalan dan memberikan daya ungkit terhadap upaya percepatan
penurunan Stunting di Indonesia. Melalui buku ini diharapkan praktik baik tersebut
dapat menjadi inspirasi yang dapat diimplementasikan di wilayah lain dengan tetap
memperhatikan situasi dan kondisi setempat.

i
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah merampungkan
buku

“Praktik Baik Percepatan Penurunan Stunting Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi”
ini. Semoga upaya yang kita lakukan mendapatkan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa
dan memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Jakarta, Oktober 2021


Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional,

Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K)

ii
Kata Pengantar
Ketua Forum Rektor Indonesia

Dengan rasa bangga dan mengucapkan puji syukur


ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kami
Forum Rektor Indonesia (FRI) menyambut baik
dan mendukung kehadiran e-book PRAKTIK BAIK
PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING MELALUI
TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI yang ditulis
oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN). Langkah ini seiring dengan
upaya yang dilakukan oleh BKKBN bermitra dengan
perguruan tinggi untuk memenuhi amanah yang
tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2021 tentang percepatan penurunan stunting.

Untuk melakukan percepatan penurunan stunting, telah diterbitkan strategi


nasional percepatan pencegahan anak kerdil periode 2018-2024 (Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2018). Terdapat lima pilar
pencegahan anak kerdil yang dirumuskan, yaitu 1) komitmen dan visi kepemimpinan;
2) kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku; 3) konvergensi,
koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa; 4) gizi dan ketahanan
pangan; dan 5) pemantauan dan evaluasi. Khusus pada pilar ketiga, pelaksanaan
konvergensi program dan kegiatan di tingkat daerah dilakukan melalui 8 (delapan)
aksi konvergensi yang dikoordinir oleh penanggung jawab yang ditunjuk bupati/
walikota. Delapan aksi konvergensi ini mencakup: 1) analisis situasi; 2) menyusun
rencana kegiatan; 3) rembug stunting; 4) regulasi daerah/desa; 5) pembinaan kader
pembangunan manusia; 6) manajemen data; 7) pengukuran dan publikasi, dan 8)
reviu tahunan.

Tantangan yang dihadapi adalah memastikan konvergensi program gizi spesifik


dan gizi sensitif jatuh pada sasaran yang sama di level keluarga. Hal ini memerlukan
kecanggihan aparat di tingkat desa untuk bisa melakukan perencanaan berbasis data
(evidence-based), kemampuan mendapatkan dukungan anggaran dari berbagai
sumber dan kemampuan untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi dari
program yang sudah direncanakan dan sudah mendapat dukungan pembiayaan
tersebut. Di level inilah peran strategis dari pendampingan oleh perguruan tinggi

iii
pada pemerintah daerah dalam menyukseskan Program Nasional Percepatan
Penurunan Stunting.

Mengakhiri kata pengantar ini, kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya


kepada BKKBN atas tersusunnya e-book ini. Semoga upaya ini dapat menjadi bentuk
nyata komitmen guna meningkatkan peran dari seluruh stakeholder terutama
perguruan tinggi dalam mensukseskan target capaian percepatan penurunan
stunting sekaligus sebagai bentuk konsolidasi dalam mewujudkan Merdeka Belajar
Kampus Merdeka (MBKM) bagi civitas akademika khususnya para mahasiswa
generasi penerus bangsa.

Jakarta, 26 Oktober 2021


Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng.

iv
Kata Pengantar
Ceo Global Tanoto Foundation

Data World Bank tahun 2020 menunjukkan bahwa


prevalensi stunting Indonesia menduduki urutan ke-
115 dari 151 negara di dunia. Di tahun, 2013 prevalensi
stunting di Indonesia tercatat 37,2%, dan turun
menjadi 30,8% di akhir tahun 2018, kemudian di akhir
tahun 2019 menjadi 27,7%. Ini sebuah kemajuan yang
cukup membuat kita lebih bersemangat memerangi
stunting. Namun, data terakhir itu juga masih
menunjukkan bahwa 3 dari 10 balita, atau 8 juta balita
di Indonesia menderita stunting.

Penurunan prevalensi stunting tersebut tidak lepas dari komitmen dan kepemimpinan
pemerintah dalam menanggulanginya, dan dari semua pihak, baik pemerintah, swasta,
organisasi-non-pemerintah, yang telah bahu-membahu bekerja-sama menghadapi
masalah stunting ini. Bapak Presiden Joko Widodo bahkan telah memberikan
amanat bagi kita semua, untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 14% di tahun
2024. Memang ini bukanlah tugas yang mudah. Namun kita harus mengupayakan
dengan segala tenaga untuk mencapainya, demi anak-anak kita di Indonesia dan
untuk kemajuan bangsa kita.

Target itu hanya akan dapat dicapai jika seluruh lintas sektor di jajaran pemerintah,
swasta – termasuk dunia usaha – serta masyarakat luas bekerja sama. Tanoto
Foundation yang didirikan oleh Bapak Sukanto Tanoto dan Ibu Tinah Bingei Tanoto
mempunyai komitmen untuk berkontribusi dalam program percepatan penurunan
stunting melalui kerjasama dengan semua pemangku kepentingan baik itu
Pemerintah maupun Lembaga-lembaga non pemerintah.

Upaya yang telah kami lakukan di antaranya: (1) kerja sama dengan kantor Setwapres;
(2) bermitra dengan Kemensos dalam menyusun modul pelatihan yang telah
dilatihkan kepada 14.399 pendamping sosial PKH (Program Keluarga Harapan) dan
membuat model aksi pengubahan perilaku dengan Politeknik Kesejahteraan Sosial;
(3) bersama pemerintah daerah dan Yayasan Cipta menyusun dan melaksanakan
strategi lokal pencegahan stunting; (4) bekerja sama dengan World Bank di mana
kami telah berhasil juga menggandeng Bill & Melinda Gates Foundation untuk
memerangi stunting di Indonesia, serta tentu kerja sama dengan BKKBN.

v
Praktik Baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi
mengajak kita untuk melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada
masyarakat karena di kalangan masyarakat masih banyak yang belum mengerti
mengenai stunting. Bahkan termasuk pihak-pihak di dalam perguruan tinggi, baik
itu dosen maupun mahasiswa. Oleh karena itu, kita semua diajak untuk memberikan
pemahaman mengenai stunting dan cara menanganinya. Stunting merupakan
tantangan bagi Indonesia yang harus kita selesaikan. Namun, masih belum cukup
penelitian dan praktik baik pencegahan stunting yang didokumentasikan dan dibagi
sebagai bahan pembelajaran. Kita semua perlu melihat bagaimana dan di mana kita
bisa melaksanakan penelitian-penelitian yang tepat sasaran dan menyebarluaskan
hasil penemuannya. Tri Dharma perguruan tinggi mengajak kita semua untuk terjun
ke masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kepentingan
masyarakat agar segera terbebas dari stunting.

Dengan semangat kemitraan, Tanoto Foundation sigap untuk bekerja sama dengan
Bapak Ibu untuk mencapai tujuan kita semua: Prevalensi Stunting di Indonesia 14%
di tahun 2024.

Salam sehat dan terima kasih.

Jakarta, Oktober 2021

Dr. J. Satrijo Tanudjojo

vi
Tentang Tanoto Foundation

Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi independen yang


didirikan oleh Bapak Sukanto Tanoto dan Ibu Tinah Bingei Tanoto
pada 1981, dengan dibangunnya Taman Kanak-kanak dan Sekolah
Dasar di Besitang, Sumatera Utara. Filosofi Tanoto Foundation
adalah pendidikan berkualitas dapat mempercepat terciptanya
kesetaraan peluang. Tiga pilar komitmen Tanoto Foundation adalah
memperbaiki lingkungan belajar, mengembangkan pemimpin masa
depan, dan memfasilitasi riset medis.

Dalam upaya perbaikan lingkungan belajar, Tanoto Foundation


mendukung Pengembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini
melalui program SIGAP (Siapkan Generasi Anak Berprestasi) yang
mencakup penurunan prevalensi stunting, peningkatan kualitas
pengasuhan dan stimulasi anak usia dini, dan peningkatan layanan
Pendidikan anak usia dini.

Melalui program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas


Pembelajaran), Tanoto Foundation berupaya meningkatkan kualitas
pendidikan dasar di Indonesia dengan program penguatan kapasitas
pengelolaan dan kepemimpinan sekolah, peningkatan kapasitas
guru, dan partisipasi orangtua dan masyarakat.

TELADAN (Transformasi Edukasi untuk melahirkan Pemimpin Masa


Depan) adalah program pengembangan kepemimpinan dalam
membangun generasi unggul dan pemimpin masa depan yang
tangguh untuk berkontribusi membawa dampak positif untuk
Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.tanotofoundation.org


dan sigap.tanotofoundation.org.

Tanoto Foundation
Jl. MH Thamrin No. 31, Jakarta 10230
Indonesia

vii
Daftar Isi

1 Pendampingan Universitas Nusa 23 Aksi Pengubahan Perilaku Cegah


Cendana dalam Percepatan Stunting (Aksi Hanting) Politeknik
Penurunan Stunting di Kesejahteraan Sosial Bandung-
Tahun 2019 Tanoto Foundation Tahun 2020

Latar Belakang Latar Belakang


Gambaran Umum Program Tujuan Program
Pendampingan Pihak yang terlibat
Keterlibatan Stakeholders Tahapan Program Aksi Hanting
Implementasi Tri Dharma Perguruan Hasil Aksi Hanting
Tinggi dalam Pendampingan
Kesimpulan
Hasil Pendampingan
Rencana Tindak Lanjut
Pola Pendampingan dengan Penerapan
8 (Delapan) Aksi Konvergensi 35 Pendekatan Mahasiswa dalam
Kesimpulan Kegiatan Pendampingan Promosi Dan Edukasi Keluarga:
Rekomendasi : Pengalaman dari Program
Gammara’na di Sulawesi Selatan
15 Pendampingan Universitas Gadjah
Pendahuluan
Mada Dalam Program Penguatan
Kelembagaan Upaya Pencegahan, Tujuan Kegiatan
Percepatan Penurunan Stunting Pelaksanaan Kegiatan
Di Kabupaten Kulon Progo Evaluasi Kegiatan.
Yogyakarta Kesimpulan

Latar Belakang
43 Kolaborasi Pemerintah Daerah
Gambaran Umum Program Kabupaten/Kota Serta Desa dan
Pendampingan
Upaya Menjamin Keberlanjutannya
Keterlibatan Stakeholders
Implementasi Tri Dharma Perguruan Latar Belakang
Tinggi dalam Pendampingan Proses Pendampingan
Hasil Pendampingan Upaya Menjaga Keberlanjutan
Kesimpulan Kegiatan Pendampingan
57 Pendampingan Universitas
Rekomendasi
Hasanuddin
di Kabupaten Banggai

viii
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pendampingan Universitas Nusa Cendana dalam Percepatan


Penurunan Stunting di
Tahun 2019

A. Latar Belakang
Tahun 2018 Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) mempunyai
prevalensi stunting tertinggi (56,8%) di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI bekerjasama
dengan Universitas Nusa Cendana melakukan pendampingan
dalam rangka percepatan penanggulangan stunting. Pendampingan
tersebut dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan Desember
2018.

B. Gambaran Umum Program Pendampingan


Program pendampingan ini dilaksanakan mulai dari level desa
sampai kabupaten dengan tujuan umum pencapaian adalah:

1. Memperkuat kapasitas pemerintah Kabupaten, Kecamatan,


dan Desa Wilayah Timor Tengah Utara (TTU) dalam melakukan
analisis masalah;
2. Mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan stunting;
3. Merumuskan rencana konvergensi, mengkoordinir stakeholders
terkait dan memadukan sumber pembiayaan;
4. Memperkuat perencanaan, implementasi, monitoring, dan
evaluasi program pencegahan dan penanggulangan stunting
dengan melibatkan stakeholders.

C. Keterlibatan Stakeholders
Kegiatan pendampingan melibatkan berbagai pihak antara lain:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA);


2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan;
4. Dinas Perikanan,
5. Dinas Peternakan,

1
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

6. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan;


7. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB);
8. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU/PR);
9. Dinas Sosial;
10. Dinas Lingkungan Hidup;
11. Departemen Agama;
12. Badan Pekerja Lintas Agama (Islam/Protestan/Katolik);
13. Organisasi profesi (IAKMI dan PERGIZI PANGAN);
14. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF);
15. Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-
PKK) kabupaten – desa.

Rangkaian
kegiatan
sosialisasi
program
bersama
stakeholders
terkait

2
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

D. Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi


dalam Pendampingan
Dampak positif yang diperoleh tim pendamping dalam aspek
realisasi tri dharma perguruan tinggi antara lain :

1. Kolaborasi dan konvergensi lintas bidang ilmu : FKM (Fakultas


Kesehatan Masyarakat), FK (Fakultas Kedokteran), FKIP
(Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan), Fapet (Fakultas
Peternakan), Faperta (Fakultas Pertanian), dan Faperikan
(Fakultas Perikanan dan Kelautan).
2. Penelitian dosen (penelitian mandiri) dan mahasiswa (skripsi)
3. Pengabdian pada masyarakat
4. Publikasi
a. Jurnal Nasional : https://pergizipanganntt.id/ejpazih/index.
php /filejurnal
b. Buku Monograp

E. Hasil Pendampingan
1. Penguatan landasan hukum tingkat kabupaten antara lain :
a. Peraturan Bupati Timor Tengah Utara nomor 38 Tahun
2019 tentang Integrasi Intervensi Penurunan Stunting di
Kabupaten Timor Tengah Utara;
b. Peraturan Bupati Timor Tengah Utara nomor 60 tahun 2019
tentang Peran Desa dalam Intervensi Penurunan Stunting
Terintegrasi di Kabupaten Timor Tengah Utara;
c. Surat Keputusan Bupati Timor Tengah Utara nomor 162/
KEP/HK/VI/2019 tentang Pembentukan Tim Teknis
Percepatan Penurunan (SATGAS) Stunting Kabupaten Timor
Tengah Utara;
2. Penguatan landasan hukum tingkat kecamatan tentang surat
keputusan satuan tugas stunting tingkat kecamatan antara lain :
a. Kecamatan Miomaffo Barat (SK nomor 05/Tahun 2019);
b. Kecamatan Biboki Anleu (SK nomor 07/KEP/BA/2019);

3
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

c. Kecamatan Insana (SK nomor ISN/08/2019);


d. Kecamatan Mutis (SK nomor 05/Tahun 2019);
e. Kecamatan Bikomi Selatan (SK nomor BS/07/Tahun 2019);
f. Kecamatan Naebenu (SK nomor 06/KC.NB/XII/2019); dan
g. Kecamatan Biboki Tan Pah (SK nomor 07/POKJA/XI/2019)
3. Penguatan landasan hukum tingkat kecamatan, puskesmas dan
desa tentang surat keputusan satuan tugas stunting antara lain :
a. Kecamatan Miomaffo Barat, Desa Noeltoko (33/KEP/DN/
XI/2019);
b. Kecamatan Biboki Anleu, Desa Maukabatan (VI/KEP/DMA/
XI/2019);
c. Kecamatan INSANA, Desa Nansean (DN.06.08/XII/2019),
Desa Leoram (13/DL/2019), Desa Fatu Ana (18/DFT/2019);
d. Kecamatan MUTIS, Desa Tasinifu (KEP/XII/2019);
e. Kecamatan Bikomi Selatan, Desa Kiusili (DK.246/KEP/
XII/2019), Desa Maurisu Utara (KEP 01/XI/2019);
f. Kecamatan Naebenu, Desa Benus (20/KEP/DS.BNS/
XII/2019); dan
g. Kecamatan Biboki Tan Pah, Desa Oekopa (Pem.140/00/II/
XII/2019)

4. Implementasi pendampingan level desa/kecamatan :


a. Tersedianya ketetapan besaran/jenis intervensi sensitif dan
spesifik tingkat desa sebagai materi sinkronisasi dengan
program/kegiatan OPD terkait;
b. Peningkatan pemahaman petugas kecamatan/desa dan
kader tentang stunting; pangan dan gizi; 1000 HPK; metode
pengukuran antropometri; dan metode pencatatan &
pelaporan data yang benar;
c. Terlaksananya monitoring dari implementasi penurunan
stunting di desa

4
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kegiatan
monitoring dari
implementasi
penurunan
stunting di desa

5. Implementasi pendampingan level kabupaten :


a. Tersedianya revisi ketetapan besaran/jenis intervensi sensitif
dan spesifik tingkat OPD sebagai hasil sinkronisasi dengan
program/kegiatan desa lokus;
b. Peningkatan pemahaman ASN semua OPD terkait tentang
stunting (penyebab, determinan dan dampak); pangan dan
gizi; 1000 HPK; dan
c. Terlaksananya monitoring dari implementasi penurunan
stunting di level kabupaten
6. Pengukuran dan penentuan besaran prevalensi stunting
sebelum dan sesudah pendampingan menunjukkan bahwa
trend prevalensi stunting mengalami penurunan periode 2013-
2020 Kabupaten TTU yaitu 39.9% pada tahun 2013 meningkat
menjadi 56.8% pada tahun 2018 kemudian menurun menjadi
42.6% pada tahun 2019 dan terus menurun menjadi 35,7% pada
tahun 2020 (grafik 1).

5
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

Grafik 1. Trend
Prevalensi
Stunting

Inovasi Kegiatan Pendampingan


Salah satu inovasi yang dihasilkan adalah RUKOM (Rumah
Komunikasi) stunting. Inovasi ini adalah hasil analisis situasi
bersama semua OPD terkait dan stakeholders lain termasuk TP-
PKK kabupaten. Dasar penentuan inovasi ini adalah: 1). Rendahnya
tingkat pendidikan formal dan non formal; 2). Budaya lokal yang
lebih banyak tidak mendukung pola pangan gizi seimbang dan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat); 3). Rendahnya tingkat
pendapatan keluarga; dan 4). Letak geografi yang cukup rumit
sehingga membatasi dalam berbagai hal seperti : rendahnya
kunjungan posyandu, rendahnya kunjungan TPG (Tenaga Pelaksana
Gizi)/bidan desa dan rendahnya cakupan intervensi masalah
gizi baik sensitif maupun spesifik. Kegiatan ini berbasis keluarga
bersama kader posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), KPM (Kader
Pemberdayaan Masyarakat), PLKB (Penyuluh Lapangan Keluarga
Berencana) dan lintas sektor.

6
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

Inovasi ini berisi :


• Edukasi gizi (kerjasama antara desa, PT dan Kominfo)
• Gizi keluarga (“Dapur Sehat” kerjasama dinas pertanian :
bibit sayur mayur & media tanam, peternakan: 3 ekor ayam/2
betina+1 jantan, dan perikanan : bibit ikan air tawar)
• Pusat pemeriksaan dan operasi timbang (kerjasama desa,
dinas kesehatan/puskesmas, Bina Keluarga Balita (BKB), PMD
(Pemberdayaan Masyarakat dan Desa).
• Pengolahan pangan (kerjasama desa dan TP-PKK desa &
kecamatan).

Kegiatan Rukom
menanam bibit
sayur mayur
untuk konsumsi
keluarga

7
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

Secara umum pelaksanaan Rukom Stunting bertujuan untuk


mendukung proses penanggulangan dan pencegahan masalah
stunting mulai dari level rumah tangga. Proses penetapan Rukom
dapat dibaca pada link publikasi berikut :
https://kupang.tribunnews.com/2021/05/26/kadis-kesehatan-sebut-
angka-stunting-di-kabupaten-ttu-menurun-signifikan.

F. Pola Pendampingan dengan Penerapan 8


(Delapan) Aksi Konvergensi
Aksi integrasi intervensi penurunan stunting merupakan instrumen
dalam bentuk kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan
pelaksanaan integrasi intervensi gizi dalam penurunan stunting.
Terdapat 8 (delapan) aksi integrasi intervensi penurunan stunting
mulai dari analisis situasi sampai dengan reviu kinerja.

Adapun metode pendampingan yang dilakukan perguruan tinggi


menurut 8 (delapan) aksi dengan berpatokan pada indikator 20
cakupan intervensi sensitif dan spesifik antara lain :

Langkah awal yang dilakukan perguruan tinggi


pendamping adalah :
1. Melakukan penguatan landasan hukum mulai dari level
kabupaten sampai desa. Adapun produk landasan hukum yang
telah dihasilkan berupa peraturan bupati, SK Bupati, SK Camat,
SK Kepala Desa.
2. Penandatangan komitmen bersama untuk terlibat dan berperan
aktif dalam penanggulangan stunting. Komitmen tersebut mulai
dari bupati, pejabat bupati, DPRD, OPD terkait, kecamatan,
kepala desa dan lembaga desa, TP-PKK, puskesmas, LSM,
organisasi profesi, lembaga agama.

8
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

3. Sosialisasi lintas sektor dalam rangka pendalaman pemahaman


tentang stunting (penyebab, determinan, dan dampak, serta
cara penanggulangan) kepada semua pihak mulai dari bupati
sampai desa termasuk kader.

Semua langkah ini digunakan untuk sebagai dukungan dan


kelancaran pelaksanaan 8 (delapan) aksi, khususnya pada
pelaksanaan aksi 1-3.

Penandatangan
komitmen
dengan
stakeholders
yang terlibat

9
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

Pelaksanaan kegiatan pendampingan menurut aksi


konvergensi
1. Aksi 1 : Analisis Situasi
a. Rapat koordinasi lintas sektor dan lintas program dalam
rangka pengumpulan data dan penyusunan rencana aksi
daerah dan penyediaan data sasaran program terkait
stunting (aksi 1 dan aksi 2). Pertemuan ini mengundang
pihak Bappeda dan 10 OPD terkait, termasuk lembaga
independen/sosial non pemerintah daerah. Pemetaan dalam
pengumpulan data :
1) Dinas Kesehatan bertanggungjawab terhadap 30% data
cakupan intervensi gizi spesifik.
2) Dinas/Instansi Non Kesehatan bertanggungjawab
terhadap 70% data cakupan intervensi sensitif.
3) Lembaga/Instansi Sosial (non OPD) bertanggungjawab
terhadap data pendukung mekanisme konvergensi.
Adapun pertemuan tersebut untuk membahas tentang
ketersediaan program-program pokok (kunci) untuk
menyediakan intervensi gizi prioritas, seperti program
kesehatan ibu dan anak (KIA), program konseling gizi,
program air minum dan sanitasi, program Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), dan program perlindungan sosial yang
pendanaannya bersumber dari APBN, APBD provinsi,
APBD kabupaten dan kota termasuk DAK, dan dana desa.
b. Mahasiswa dan dosen melakukan pengumpulan data primer
tentang determinan stunting serta pembuatan profil desa
lokus.

10
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

Dosen dan
mahasiswa
membantu
pemerintah desa
menerapkan
manajemen data

2. Aksi 2 : Rencana Kegiatan


Hasil dari aksi 1 dirampungkan oleh BP4D (Badan Perencanaan
Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah)
Kabupaten TTU untuk menyusun rancangan rencana kegiatan
tahun berjalan dengan lokus desa sasaran prioritas dan layanan
terhadap rumah tangga 1000 HPK.
Kemudian Bappeda akan mengintegrasikan rencana kegiatan
tersebut ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran
daerah yaitu RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), KUA
(Kebijakan Umum APBD), PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara), RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah) tahun 2018.
3. Aksi 3 : Rembuk Stunting
Aksi 3 dilaksanakan untuk mendapatkan konfirmasi khususnya
dari desa lokus dan kecamatan serta dukungan seluruh
stakeholders di kabupaten. Dalam aksi ini, perguruan tinggi
pendamping bertanggungjawab dalam proses sinkronisasi
program antara pihak desa lokus dengan semua OPD terkait

11
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

termasuk pihak kecamatan, kepala desa dan lembaga desa, TP-


PKK, puskesmas, LSM, organisasi profesi, lembaga agama.
4. Aksi 4 : Peraturan Bupati/Walikota tentang Peran Desa
Dalam pelaksanaan aksi ini, perguruan tinggi pendamping
melakukan advokasi bersama pihak-pihak terkait seperti:
Bupati, Bappeda, Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa) serta melakukan pendekatan atau koordinasi dengan
10 kepala desa lokus. Dengan pertimbangan bahwa desa
merupakan pusat pelaksanaan konvergensi penurunan stunting
maka pemerintah daerah bertanggung jawab penuh dalam
mengkoordinir termasuk mengatur peran desa dan memberikan
kepastian hukum oleh desa untuk merencanakan dan
melaksanakan program termasuk pengelolaan anggaran dalam
penurunan stunting.
5. Aksi 5 : Pembinaan KPM (Kader Pembangunan Manusia)
Dalam aksi ini, perguruan tinggi pendamping bertanggungjawab
dalam mensosialisasikan stunting bersama semua langkah
penanggulangan yang terkait dengan tugas dan fungsi KPM.
Kegiatan aksi 4 dan 5 dilaksanakan bersama Dinas PMD
(Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) dan Bappeda.
6. Aksi 6 : Sistem Manajemen Data
Dalam aksi ini, perguruan tinggi pendamping bertanggungjawab
dalam mensosialisasikan tentang pentingnya manajemen
data sesuai situasi masing-masing OPD dan pelaporan
secara berjenjang mulai dari desa sampai kabupaten. Proses
pelaksanaan aksi 6 masih mendahulukan 5 (lima) OPD
pendukung pada 20 cakupan intervensi gizi dan non gizi.
Adapun OPD dimaksud adalah Dinas Kesehatan, Dinas P2KB,
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial, dan Dinas
Pekerjaan Umum/Perumahan Rakyat di Kabupaten TTU. Semua
pelaksanaan sistem manajemen data dibawah koordinasi
Bappeda/BP4D (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian
dan Pengembangan Daerah) Kabupaten TTU.

12
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

7. Aksi 7 : Pengukuran dan Publikasi Stunting


Dalam aksi ini, perguruan tinggi pendamping membantu
dalam kegiatan pemutakhiran data by name by address pada
1000 HPK bersama kader posyandu, KPM, TA-PMD (Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa), dinas kesehatan, PMD,
Bapelitbang, Kapus, TPG, dan Bikor/& Bides. Selanjutnya, data
tersebut dipublikasikan mulai dari level Desa sampai kabupaten.
8. Aksi 8 : Review Kinerja Tahunan
Dalam aksi ini, perguruan tinggi pendamping memfasilitasi
dalam persiapan penilaian kinerja tahunan di tingkat provinsi
di tahun 2019. Hasil penilaian kinerja level propinsi ditemukan
bahwa Kabupaten TTU masuk dalam Peringkat 2 terbaik.

G. Kesimpulan Kegiatan Pendampingan


Keberhasilan Proses Penurunan Stunting membutuhkan:

1. Ketersediaan landasan hukum dan dukungan kuat dari pihak


pemerintah daerah sampai level desa;
2. Penyusunan program/kegiatan preventif dan kuratif untuk
stunting harus tepat sasaran serta dukungan anggaran yang
tepat guna;
3. Dampak terhadap kondisi prevalensi stunting adalah terjadinya
trend penurunan prevalensi stunting periode 2013-2020
Kabupaten TTU yaitu 39.9% pada tahun 2013 meningkat
menjadi 56.8% pada tahun 2018 kemudian menurun menjadi
42.6% pada tahun 2019 dan terus menurun menjadi 35,7% pada
tahun 2020.

H. Rekomendasi :
1. Perlu dilakukan Langkah pendampingan setiap kabupaten lokus
perlu demi pencapaian hasil yang lebih konkrit dan terstruktur
baik.

13
2. Dapat diimplementasikan untuk kabupaten/kota lainnya, baik
parsial maupun menyeluruh
3. Mampu menstimulasi gagasan untuk mengembangkan cara
kegiatan kebijakan yang lebih kreatif inovatif.
4. Memodifikasi cara praktik yang telah dilakukan sebelumnya
sehingga dapat menemukan karya baru terbaik.

Para kader yang


aktif di Rumah
Komunikasi
(Rukom)
Stunting sedang
menyimak
penjelasan
dari pihak
pemerintah
dan Universitas
Nusa Cendana

14
Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta

Pendampingan Universitas Gadjah Mada Dalam Program


Penguatan Kelembagaan Upaya Pencegahan, Percepatan
Penurunan Stunting Di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta

A. Latar Belakang
Kabupaten Kulon Progo mulai ditetapkan menjadi Kabupaten
prioritas sejak tahun 2017 berdasarkan hasil Riskesdas (Riset
Kesehatan Dasar) tahun 2013 yang menunjukkan Kabupaten Kulon
Progo memiliki prevalensi balita stunting sebesar 26.31% dan tingkat
kemiskinan cukup tinggi di Pulau Jawa, yaitu sebesar 20.30%. Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2017 menunjukkan bahwa
Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk seluruh usia 5-18 tahun masih
di bawah rata-rata Provinsi DIY dan relatif rendah dibandingkan
kabupaten/kota lainnya.

Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 juga


menunjukkan bahwa prevalensi BBLR (Berat Badan Bayi Lahir
Rendah) dan balita KEP (Kekurangan Energi Protein) Kabupaten
Kulon Progo merupakan yang tertinggi sedangkan prevalensi
balita pendek dan Ibu Hamil KEK (Kekurangan Energi Kronis)
di atas rata-rata provinsi. Selain itu, jumlah fasilitas kesehatan
seperti posyandu serta jumlah tenaga kesehatan per kecamatan,
baik dokter, bidan, maupun perawat masih banyak yang di bawah
standar. Dari segi higienitas dan sanitasi, masih cukup banyak
kecamatan yang tidak memiliki fasilitas BAB serta sumber air bersih
yang baik. Empat kondisi di atas menjadi tantangan bagi Fakultas
Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, untuk
berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
stunting di Kabupaten Kulon Progo melalui program Tri Dharma
Perguruan Tinggi melalui Pendampingan Program dan Penguatan
Kelembagaan baik level kabupaten, kecamatan maupun desa.

Tahun 2019 akan menjadi tahun implementasi tahap ketiga yang


akan didanai oleh Kementerian Kesehatan RI, dibangun berdasarkan
tahap pertama dan kedua serta diperluas dengan penambahan
tujuan pemantauan gizi pada baduta di Posyandu. Program
ini diarahkan di kabupaten Kabupaten Kulon Progo DIY yang
termasuk dalam 100 Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan oleh

15
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

pemerintah pusat sebagai wilayah intervensi stunting. Kabupaten


tersebut masuk dalam program lokus stunting, bukan karena jumlah
stuntingnya yang tinggi (hanya kurang lebih 14%), Namun karena
komitmen dari pimpinan daerah (Bupati/ dr. Hasto Wardoyo, SP.OG
(K)) yang sangat serius dalam mengatasi stunting tersebut. Program
nantinya berfokus pada reposisi posyandu ditujukan pada lintas
sektoral kabupaten, kecamatan, puskesmas dan desa serta ibu dan
pengasuh anak di bawah 2 tahun untuk memantau pertumbuhan
agar tidak terjadi stunting. Pendampingan tersebut dilaksanakan
sejak bulan April sampai Desember 2018.

wcv

Refreshing atau
Pelatihan Ulang
Kader dengan
Metode EMO-
DEMO

16
Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta

B. Gambaran Umum Program Pendampingan


Program pendampingan ini dilaksanakan mulai dari level desa sampai
kabupaten dengan tujuan umum pencapaian adalah terlaksananya
kegiatan pencegahan dan penanggulangan stunting di desa lokus
fokus stunting Kabupaten Kulon Progo. Pendampingan ini sebagai
bagian upaya holistik dari analisis permasalahan hingga implementasi
intervensi, yang dilakukan secara berdampingan antara Fakultas
Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo.

Pendekatan dilakukan dengan mengembangkan kemampuan daerah


dalam melakukan analisis situasi untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yg terkait dengan stunting di 10 desa lokus di Kabupaten
Kulon Progo. Tujuannya adalah menentukan masalah-masalah yang
dihadapi di masyarakat dan menentukan jenis intervensi yg tepat
sesuai dengan masalah yang ada (pendekatan sensitif) berdasarkan
hasil analisis situasi pangan dan gizi, survei mawas diri (SMD) dan
musyawarah masyarakat desa (MMD).

C. Keterlibatan Stakeholders
Kegiatan pendampingan melibatkan berbagai pihak antara lain :

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA);


2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan;
4. Dinas Perikanan,
5. Dinas Peternakan,
6. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan;
7. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB);
8. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU/PR);
9. Dinas Sosial;
10. Dinas Lingkungan Hidup;

17
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

11. Departemen Agama;


12. Badan Pekerja Lintas Agama (Islam/Protestan/Katolik);
13. Organisasi profesi (IAKMI dan PERGIZI PANGAN);
14. Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-
PKK) kabupaten – desa.

D. Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi


dalam Pendampingan
Dampak positif yang diperoleh Tim Pendamping dalam Aspek
Realisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi antara lain :

1. Kolaborasi dan Konvergensi Lintas Bidang Ilmu : FK (lintas


Departemen), FP, FTP.
2. Konvergensi pada SKPD terkait, baik Provinsi maupun
Kabupaten
3. Penelitian Dosen, Disertasi, Tesis dan (Skripsi).
4. Pengabdian pada Masyarakat
5. PUBLIKASI telah pada jurnal internasional bereputasi 1).
(Complementary feeding recommendations based on linear
programming increases complementary feeding self-efficacy,
nutrient intake and animal source food consumption among
infants in rural Yogyakarta, Indonesia (Heni Hendrayani, Toto
Sudargo, Umi Fahmida) 2). Deficient Nutrient Intake from
complementary foods among infants aged 6-11 mounts in rural
areas of Yogyakarta ( Heny Hendrayani, Toto Sudargo, Umi
Fahmida at al) J Nutr Sci Vitaminol 2020.
6. HAKI untuk video penyuluhan dan pendampingan.

E. Hasil Pendampingan
1. Penggunaan bahan-bahan lokal dalam contoh resep MP-ASI
meningkatkan pemahaman Ibu terhadap penyusunan MP-ASI
dan meningkatkan kualitas MP-ASI yang diberikan.

18
Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta

2. Edukasi terkait MP-ASI dengan contoh-contoh resep


meningkatkan dietary diversity anak.
3. Pelibatan warga setempat dan kader setempat dalam
pembuatan dan penyampaian materi meningkatkan pemahaman
warga.
4. FGD (Focus Group Discussion) merupakan cara yang efektif
untuk menciptakan ruang bagi para Ibu untuk bertukar
pengalaman, masalah, dan solusi terkait penyusunan dan
pemberian MP-ASI

Inovasi Kegiatan Pendampingan :


Sebanyak 27% posyandu sudah memiliki inovasi program gizi berupa
program Bina Keluarga Balita (BKB), yaitu ibu balita dikumpulkan
baik sebelum maupun setelah penimbangan untuk diberikan
penyuluhan oleh ibu-ibu kader. Selain BKB, terdapat salah satu
daerah yang memberikan inovasi berupa ajakan untuk menanam
sayuran sendiri di rumah.

Kader sedang
mengukur
panjang badan,
anak kurang
dari 3 tahun

F. Kesimpulan Kegiatan Pendampingan


Keberhasilan Proses Penurunan Stunting membutuhkan :

1. Ketersediaan landasan hukum dan dukungan kuat dari pihak


pemerintah daerah sampai level desa;

19
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

2. Penyusunan Program/kegiatan preventif dan kuratif untuk


stunting harus tepat sasaran serta dukungan anggaran yang
tepat guna;
3. Kegiatan pendampingan UGM difokuskan di 10 desa lokus di
Kabupaten Kulon Progo yang tersebar di 5 kecamatan dan di
bawah 7 Puskesmas.
4. Pendampingan posyandu dilakukan pada 30 posyandu di 10
desa lokus berdasarkan rekomendasi Tenaga Pelaksana Gizi
(TPG) Puskesmas setempat. Di wilayah lokus, sudah terbentuk
lebih dari 3-5 posyandu yang berfungsi cukup baik. Namun,
Sistem 5 Meja belum maksimal diterapkan di semua posyandu.
5. Peralatan pendukung posyandu sudah cukup lengkap namun
Blok SKD belum termonitor dengan baik di sebagian besar
posyandu.
6. Beban kerja kader di beberapa posyandu di atas rata-rata 10
desa lokus yaitu di Desa Sendangsari, Karangsari, Tuksono, dan
Donomulyo. Meskipun begitu, insentif kader relatif kecil.
7. Berdasarkan hasil PSG 2018, angka stunting di Kulon Progo
sebesar 14.3% dengan asupan gizi dan pola asuh sebagai faktor
resiko tertinggi.
8. Pendampingan di tingkat desa dan kecamatan telah
menghasilkan SK POKJA Stunting di beberapa wilayah seperti
Kecamatan Pengasih dan Desa Gerbosari. Namun masih perlu
direvisi untuk bagian susunan anggota.
9. Pendampingan di tingkat kabupaten telah menghasilkan revisi
Peraturan Bupati mengenai Stunting yang telah disahkan pada
tahun 2018.
10. Dukungan dari pemerintah daerah kabupaten terhadap program
stunting telah dilakukan sejak 2018 sangat baik, berkat pimpinan
daerah yang terjun langsung dan fokus terhadap penanganan
stunting dan berjalan secara lintas sektoral. Hal ini perlu
penguatan koordinasi terus menerus dan berkesinambungan
antar SKPD terkait sehingga kegiatan penanggulangan stunting
berlangsung dinamis dan saling mendukung.

20
Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta

11. Konvergensi yang telah dibangun oleh pimpinan daerah (Bupati


Kulon Progo) menjadi modal keberhasilan kabupaten tersebut
dalam mengatasi stunting, bahkan target Kabupaten Kulon
progo, stunting 0% di tahun 2030.

Implementasi
Metode EMO-
DEMO untuk
menyampaikan
pesan gizi oleh
kader kepada
ibu balita
dalam kegiatan
posyandu

G. Rekomendasi
Berdasarkan data baseline ini dapat ditarik beberapa rekomendasi
untuk upaya konvergensi di tingkat desa. Pemerintah desa perlu
didorong untuk menambahkan anggaran yang ditujukan untuk
penguatan motivasi kader posyandu dan standarisasi sarana dan
prasarana. Mengingat sifat keterlibatan kader posyandu secara

21
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

sukarela, penguatan motivasi kader posyandu dapat dilakukan


melalui peningkatan insentif kader baik tunai maupun non-tunai.

Standardisasi sarana dan prasarana perlu diatur sehingga


pemerintah desa dapat menganggarkan kebutuhan kegiatan
posyandu, seperti pengadaan meja untuk menunjang Sistem 5
Meja, pemasangan ubin/keramik dan memastikan dinding yang
datar untuk menunjang pengukuran yang lebih akurat, pengadaan
mainan edukasi untuk menstimulasi perkembangan balita, serta
alat ukur yang terkalibrasi secara berkala serta, untuk alat baru,
disertai sosialisasi dan pelatihan terkait cara penggunaannya.
Sementara itu, perwakilan kader posyandu perlu dilibatkan dalam
penyusunan program kerja dan rancangan anggaran di tingkat
desa sehingga selalu ada komunikasi dan koordinasi yang dinamis
dalam setiap kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Selain
anggaran, dukungan non-materil juga diperlukan dari pemerintah
desa maupun kecamatan yaitu kegiatan supervisi atau kunjungan ke
beberapa posyandu secara terjadwal.

Kegiatan
Monitoring
dan Evaluasi
di Tingkat
Kabupaten

22
Provinsi Jawa Barat

Aksi Pengubahan Perilaku Cegah Stunting (Aksi Hanting)


Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung- Tanoto Foundation
Tahun 2020

A. Latar Belakang
Permasalahan stunting atau gagal tumbuh pada anak masih menjadi
permasalahan mendasar dalam pembangunan manusia Indonesia.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun
2019, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 27,7%.
Artinya setiap 1 dari 4 anak Indonesia mengalami kekurangan gizi
dalam jangka waktu yang lama. Pemerintah Indonesia mempunyai
komitmen yang sangat tinggi dalam masalah stunting, Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan
Stunting merupakan wujud komitmen pemerintah dalam
mempercepat pencapaian target penurunan stunting menjadi 14
persen pada tahun 2024.

Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung dengan


dukungan Tanoto Foundation melakukan ‘Aksi Pengubahan
Perilaku Cegah Stunting (Aksi Hanting) melalui kegiatan Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Kegiatan yang dilakukan meliputi kajian/penelitian
strategi pengubahan perilaku pencegahan stunting, penyusunan
kurikulum dan pedoman pengabdian masyarakat dalam pencegahan
stunting. Mereka yang terlibat dalam kegiatan ini adalah dosen,
mahasiswa, pemerintah desa, kader serta melibatkan kelompok
primer seperti ibu hamil, ibu menyusui, pengasuh, dan remaja putri
di delapan desa binaan Poltekesos Bandung.

B. Tujuan Program
Aksi Pengubahan Perilaku Cegah Stunting bertujuan:

1. Mendorong dan mengoptimalkan peran tri sentra perguruan


tinggi dalam upaya percepatan pencegahan stunting
2. Menyediakan sebuah model pengubahan perilaku dalam
pencegahan stunting

23
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

C. Pihak yang terlibat


Mereka yang terlibat kegiatan aksi pengubahan perilaku dalam
pencegahan stunting pihak antara lain:

1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial,


Kementerian Sosial (Pusdiklat Kesos);
2. Yayasan Cipta;
3. Dinas Kesehatan Kabupaten Garut;
4. Dinas Sosial Kabupaten Bandung;
5. Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat;
6. Pemerintah Desa dan warga binaan Poltekesos di Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Bandung Barat).

Warga desa
menjadi Duta
Perubahan
pencegahan
stunting desa
menunjukkan
makanan gizi
seimbang dan
poster hasil
kelompoknya

24
Provinsi Jawa Barat

D. Tahapan Program Aksi Hanting


Pelaksanaan penyusunan program atau model kegiatan Aksi Hanting
dilakukan dengan lini masa sebagai berikut:

No Kegiatan Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sept Okt

1 Kajian Strategi
Pengubahan
Perilaku Pencegahan
Stunting di
Kabupaten Garut

2 Webinar Hasil Kajian

3 Workshop Praktik
Baik Pencegahan
Stunting

4 Penyusunan
Kurikulum, Pedoman
Pengabdian
Masyarakat dan
Pedoman Aksi
Hanting

5 Workshop tentang
Kurikulum, Pedoman
Pengabdian
Masyarakat dan
Pedoman Aksi
Hanting

6 Pelaksanaan Aksi
Hanting

7 Pembuatan produk
Praktik Baik Aksi
Hanting

8 Pelaporan

Secara rinci kegiatan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Kajian terhadap strategi pengubahan perilaku di dua desa


di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Hasil kajian ini
merekomendasikan perlunya strategi pengubahan perilaku
berdasarkan temuan utama dari kajian, yaitu: (i) kelompok
primer seperti pada ibu hamil, ibu menyusui, pengasuh dan

25
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

remaja putri belum menerapkan praktik perilaku positif; (ii)


kurang optimalnya peran kader dan tokoh masyarakat dalam
mendukung perilaku positif dalam pencegahan stunting. Hasil
kajian dapat di lihat di tautan: https://sigap.tanotofoundation.
org/p/laporan-tahunan-tanoto-foundation-2021/
2. Webinar hasil kajian. Hasil kajian di telaah oleh praktisi dan
profesional untuk mendapat masukan guna melengkapi hasil
kajian.
3. Workshop praktik baik dalam pencegahan stunting. Materi
diberikan oleh Pusdiklat Kesos terkait pencegahan dan
penanganan stunting, sedangkan materi tentang strategi
pengubahan perilaku pencegahan stunting diberikan oleh
Yayasan Cipta. Kedua lembaga tersebut merupakan mitra
Tanoto Foundation yang telah mengembangkan intervensi
dalam upaya penurunan angka stunting.
4. Penyusunan Kurikulum, Pedoman Praktikum, Pedoman
Pengabdian Masyarakat dalam Pencegahan Stunting. Tiga
tim dosen dari empat program studi (prodi) bekerja sama dan
menghasilkan :1) Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan
materi perkuliahan tentang pencegahan stunting pada mata
kuliah Praktik Pekerjaan Sosial dengan Anak: 2) Pedoman
Pengabdian Masyarakat dalam Pencegahan Stunting; 3)
Pedoman Praktikum Mahasiswa di masyarakat.
5. Penyusunan Pedoman Model Aksi Cegah Stunting. Penyusunan
pedoman sekaligus modul Kelas Aksi Hanting Desa dengan
sasaran pada kader desa.
6. Coaching Clinic. Sebelum pelaksanaan kegiatan di desa, para
dosen dan mahasiswa mempersiapkan diri untuk memastikan
kegiatan dapat berjalan sesuai rencana.
7. Sosialisasi Aksi Hanting kepada Kepala Desa. Sebanyak 8
kepala desa mitra (Desa Sejahtera Mandiri) yang akan menjadi
lokasi kegiatan mengikuti sosialisasi sehingga komitmen seluruh
komponen desa dapat ikut. Terlibat.
8. Pelaksanaan Aksi Hanting. Pelaksanaan kegiatan di setiap desa

26
Provinsi Jawa Barat

didampingi oleh empat (4) orang dosen, 3 orang mahasiswa,


dan pendamping desa. Di setiap desa terdiri dari delapan (8)
orang kader dan setiap dua orang kader akan mendampingi
lima orang ibu hamil, lima orang ibu menyusui, lima orang
pengasuh dan lima orang remaja putri. Sebanyak dua puluh
orang ini merupakan ‘duta’ untuk pengubahan perilaku dalam
pencegahan stunting. Berikut ini adalah daftar desa:
a. Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay , Kabupaten Bandung;
b. Desa Rawabogo Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung;
c. Desa Melatiwangi Kecamatan Cilengkrang Kabupaten
Bandung;
d. Desa Cibiruwetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung;
e. Desa Maruyung Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung;
f. Desa Pasir Mulya Kecamatan Banjaran;
g. Desa Cililin Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat;
h. Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten
Bandung Barat.

Kader dan duta


pencegahan
stunting desa
melakukan
edukasi
dan praktik
pengolahan
makanan sehat

27
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

E. Hasil Aksi Hanting


Aksi Hanting menghasilkan kurikulum mata kuliah praktikum,
kegiatan pengabdian masyarakat dan kelas aksi pencegahan
stunting desa.

1. Kurikulum yang memuat materi tentang pencegahan stunting


4 (empat) program studi, yaitu 1) Praktik Pekerjaan Sosial
Pelayanan Anak (Prodi Magister); 2) Praktik Pekerjaan Sosial
Dengan Anak (Prodi Peksos); 3) Praktik Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Keluarga; 4) Praktik Rehabilitasi Sosial dengan
Anak (Prodi Rehabilitasi Sosial) telah menyusun materi yang
memuat pembahasan terkait pencegahan stunting sebanyak 6
SKS praktikum di komunitas dan 3 SKS pada mata kuliah Praktik
Pekerjaan Sosial Anak.

Saat ini sudah ada 231 mahasiswa dari program studi Pekerjaan
Sosial yang mengikuti mata kuliah tersebut di semester ganjil.
Dengan mengikuti perkuliahan tersebut mahasiswa memahami
dan dapat membuat desain rencana aksi pengubahan perilaku
pencegahan stunting

2. Pengabdian Masyarakat
Kegiatan pengabdian masyarakat berkaitan dengan
pengubahan perilaku pencegahan stunting telah dilakukan oleh
8 dosen dan 8 mahasiswa di desa Gedepangrango Kecamatan
Kadudampit Kabupaten Sukabumi dan Desa Maruyung
Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung.

Tahapan kegiatan pengabdian masyarakat:


a. Pembekalan pada dosen dan mahasiswa
b. Koordinasi dengan desa
c. Penguatan kader di desa
d. Setiap kader melakukan penguatan di lingkungan tentang
pencegahan stunting terhadap kelompok primer yaitu ibu
hamil, ibu menyusui, pengasuh dan remaja putri

28
Provinsi Jawa Barat

Manfaat dari kegiatan pengabdian masyarakat pencegahan stunting


dikemukakan oleh kader: 1) menambah pengetahuan sebagai
dasar sosialisasi kepada masyarakat tentang stunting dan bahaya
stunting; 2) Mengetahui cara penyampaian kepada masyarakat: 3)
dapat melakukan kegiatan secara sistematis dari tahap asesmen,
perencanaan, dan implementasi kegiatan sesuai rencana dalam
pencegahan stunting: 4) Mampu melakukan cara edukasi dan
kampanye dalam pencegahan stunting.

Kegiatan
pengabdian
masyarakat
dosen dan
mahasiswa
bersama kader
desa

3. Kelas Aksi Hanting Desa


Sejumlah 32 dosen dan 24 mahasiswa terlibat dalam kegiatan
peningkatan kapasitas bagi 64 kader PKK dari 8 desa mitra.
Agenda kegiatan Kelas Aksi Hanting Desa adalah sebagai
berikut:

29
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

Kegiatan Dosen
Kegiatan Mahasiswa
Kelas Aksi Hanting Desa
Hari Pertama
• Pembukaan Mahasiswa bersama perwakilan pemerintah
• Pretest desa melakukan asesmen/pemetaan
• Membangun suasana permasalahan stunting di desa, dengan
• Materi seputar stunting melakukan:
• Materi Membangun Perilaku Pencegahan
• Observasi kondisi lingkungan terkait
Stunting (MPPS):
sanitasi dan air bersih
1. Pengantar dan Pentingnya
• Observasi perilaku dan praktik
Pengubahan Perilaku, Prinsip dan
pencegahan stunting di masyarakat
Tahapan
• Identifikasi populasi kelompok primer
2. Pemetaan dan asesmen kebutuhan
kegiatan Kegiatan dilakukan melalui studi
dokumentasi di desa/kelurahan atau pihak
lain yang relevan
Hari Kedua
• Materi Membangun Perilaku Pencegahan • Asesmen lanjutan sesuai target grup ibu
Stunting (MPPS): hamil; ibu menyusui/memiliki bayi usia
1. Memfasilitasi Kampanye 0-6 bulan; pengasuh anak usia diatas 6
2. Edukasi Pengubahan Perilaku bulan sd 2 tahun; remaja) per RW
3. Pengelolaan Pendanaan dan • Menentukan RW target perubahan
Advokasi Penganggaran • Mengidentifikasi Duta Perubahan
4. Merancang Evaluasi Kegiatan sesuai kelompok sasaran di setiap RW
5. Penyusunan Rencana Aksi (Tindak sebanyak 5 orang dan merencanakan
Lanjut) kegiatan Aksi Cegah Stunting
• Post test
Hari Ketiga
Dosen, pemerintah desa dan para kader Dosen, mahasiswa dan Duta Perubahan
PKK mendiskusikan dan menyusun bersama masyarakat melaksanakan Aksi
komitmen Aksi Pencegahan Stunting Desa Cegah Stunting sesuai kelompok sasaran.
sebagai komitmen bersama untuk di tindak
lanjuti pada saat rembuk stunting desa.

30
Provinsi Jawa Barat

Kegiatan Dosen
Kegiatan Mahasiswa
Kelas Aksi Hanting Desa
Hari Keempat
Dosen, mahasiswa, pemerintah desa dan masyarakat mengikuti rangkaian kegiatan di
desa:
• Evaluasi kegiatan Aksi Hanting
• Pemasangan poster komitmen Aksi Pencegahan Stunting Desa
• Sosialisasi Rencana Tindak Lanjut Aksi Hanting Desa

Kader
memetakan
kondisi desa
saat mengikuti
Kelas Aksi
Hanting Desa

Hasil Aksi Hanting Desa adalah sebagai berikut:

1. Terdapat Media kampanye dan edukasi Aksi pengubahan


Perilaku Pencegahan Stunting berupa film di Youtube, Leaflet,
Tiktok. (https://tinyurl.com/laporanAP2DPS
https://www.youtube.com/channel/
UCIjFp79JjM2C8NZsxPStOQQ

31
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

2. Peningkatan pengetahuan dari kader yang telah dilatih, yang


ditunjukkan dari hasil pre/post test Kelas Aksi Hanting Desa
berikut ini:

Hasil pre/post
test kader
peserta Kelas
Aksi Hanting
Desa di 8 desa
mitra

3. Terdapat pengubahan perilaku dalam pencegahan stunting yang


dilakukan oleh kader dan Duta Perubahan dari kelompok ibu
hamil, ibu menyusui, pengasuh dan remaja puteri seperti pada
tabel berikut ini:

Kelompok Primer Aksi Pengubahan Perilaku Dalam Pencegahan Stunting

Duta Ibu Hamil • Edukasi makanan bergizi dan praktik pengolahan makanan
sehat bagi ibu hamil
• Kampanye kelas ibu hamil
• Membuat bahan edukasi dan kampanye tentang perilaku
positif (leaflet, poster, media sosial)

Ibu Menyusui • Edukasi perilaku sehat Ibu menyusui


• Simulasi menyusui yang benar di kelas ibu menyusui
• Inisiasi kelas ibu menyusui di posyandu
• Kampanye pola hidup sehat bagi ibu menyusui melalui poster
dan Tiktok
• Praktik pengolahan makanan gizi seimbang bagi ibu menyusui
• Pembuatan dan pemasangan leaflet tentang 1) Pencegahan
Stunting, 2) ASI Eksklusif, 3) Manfaat ASI, dan 4) ASI Eksklusif
bisa cegah Stunting

32
Provinsi Jawa Barat

Kelompok Primer Aksi Pengubahan Perilaku Dalam Pencegahan Stunting

Pengasuh • Kelas Parenting Skill untuk pengasuh pada anak batita (6 sd 24


bulan)
• Praktek pola pemberian makanan tambahan pendamping ASI
untuk mencegah stunting
• Edukasi materi pengasuhan positif bagi anak usia 0 s.d 2 tahun
• Pembuatan materi kampanye melalui leaflet dan poster untuk
dibagikan kepada pengasuh dan ditempel di beberapa lokasi
strategis di desa
• Pengadaan mainan edukatif berbahan lokal untuk anak usia 0
s.d 2 tahun

Remaja Putri • Edukasi dan praktik pengolahan makanan/camilan sehat bagi


remaja putri
• Edukasi tentang pernikahan usia anak dan kesehatan
reproduksi
• Pembuatan video kampanye menolak pernikahan usia anak
dan disebarkan melalui instagram
• Pembuatan media edukasi gizi dan pencegahan stunting bagi
remaja melalui TikTok dan instagram
• Kampanye stunting lewat kelompok teman sebaya
• Pembuatan poster pencegahan pernikahan dini dan dipasang
di beberapa lokasi strategis di desa

Duta Perubahan
kelompok
sasaran ibu
menyusui
melakukan
edukasi dan
pemasangan
poster di
beberapa lokasi
strategis desa

33
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

4. Penelitian dan Publikasi Jurnal


• Poltekesos melakukan penelitian lanjutan terkait dengan
perilaku masyarakat dalam pencegahan stunting dan
model-model intervensi lainnya dalam pengubahan perilaku
pencegahan stunting.
• Melakukan publikasi tentang hasil kajian dan praktik baik
dalam aksi pengubahan perilaku pencegahan stunting

F. Kesimpulan
Sesuai prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi, Politeknik Kesejahteraan
Sosial telah menghasilkan model aksi pengubahan perilaku
masyarakat dalam mendukung percepatan pencegahan stunting,
yaitu: 1)memasukan dalam kurikulum untuk pengajaran kepada
mahasiswa Pekerjaan Sosial yang akan bekerja dalam pengubahan
perilaku masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial,
serta praktikum: 2) penelitian dan publikasi jurnal: 3) Pengabdian
masyarakat.

G. Rencana Tindak Lanjut


1. Mengembangkan model Aksi Hanting bersama perguruan tinggi
bidang kesejahteraan sosial lain di Indonesia sehingga model
dapat adaptif untuk digunakan di seluruh wilayah Indonesia
2. Melaksanakan penelitian dan kajian lanjutan tentang
pengubahan perilaku dalam pencegahan stunting dalam
konteks kesejahteraan sosial

34
Sulawesi Selatan

Pendekatan Mahasiswa dalam Promosi Dan Edukasi Keluarga:


Pengalaman dari Program Gammara’na di Sulawesi Selatan

A. Pendahuluan
Prevalensi stunting pada anak Balita di Provinsi Sulawesi Selatan
masih cukup tinggi. Data Riskesdas (Riset Kesehatan) Tahun 2018
memperlihatkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan
keempat tertinggi (35,6%, rata-rata nasional 30,8%) di Indonesia.
Pada tahun 2019 ditetapkan dua kabupaten di wilayah Sulawesi
Selatan sebagai daerah lokus yaitu Kabupaten Enrekang dan Bone.
Untuk mempercepat penurunan stunting, pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi, bekerja sama
dengan perguruan tinggi yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin serta Jurusan Gizi, Poltekes Kementerian
Kesehatan, Makassar, melakukan program inovasi yang disebut
dengan Gammra’na, yaitu program pendampingan keluarga oleh
tenaga profesi gizi di desa lokus.

Program Gammara’na didukung oleh dana APBD (Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi Sulawesi Selatan melalui
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan ini secara resmi
diluncurkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan bertepatan dengan
Hari Kesehatan Nasional, 12 November 2019. Berbagai persiapan
dilakukan sejak akhir 2019 agar bisa dimulai pada Bulan Januari
2020. Namun, karena Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, maka
program ini agak tertunda dan baru dapat dilakukan pada bulan Juni
2020. Program ini dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan
tinggi dan melibatkan mahasiswa yang baru menyelesaikan
pendidikannya di program studi ilmu gizi.

B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan umum:
Menurunkan prevalensi stunting pada Balita dan meningkatkan
partisipasi masyarakat di desa lokus dalam program
penanggulangan stunting.

35
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

2. Tujuan khusus:
1. Menurunkan prevalensi stunting dan masalah gizi lainnya di
daerah lokus melalui pendekatan keluarga;
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
melalui pendampingan kepada keluarga yang memiliki ibu hamil
dan anak umur 0-23 bulan (1000 Hari Pertama Kehidupan);
3. Meningkatkan cakupan penerimaan intervensi gizi spesifik baik
program yang telah tersedia maupun intervensi yang disediakan
oleh perguruan tinggi.

Gambar 1.
Prevalensi
stunting pada
Anak Baduta
di Kabupaten
Enrekang
dan Bone
dalam periode
Agustus sampai
Desember 2020.

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Lokasi Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan di 2 Kabupaten Lokus yang ditetapkan sejak
tahun 2019 yaitu Kabupaten Enrekang dan Bone yang masing-
masing memiliki 30 dan 40 desa lokus. Kabupaten Enrekang
adalah kabupaten yang menjadi daerah lokus stunting sejak tahun
2018 sedangkan Kabupaten Bone menjadi daerah lokus sejak
tahun 2018. Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi stunting di
dua kabupaten ini adalah 42,7% dan 37,3% berturut-turut untuk
Kabupaten Enrekang dan Bone. Desa lokus pada umumnya terletak

36
Sulawesi Selatan

di daerah terpencil dan kadang sulit diakses dengan kendaraan.


Untuk Kabupaten Enrekang, umumnya daerah lokus adalah daerah
pegunungan yang juga termasuk daerah endemic Gaky.

2. Petugas Pendamping
Petugas Pendampingan Gizi adalah alumni program studi gizi
yang berasal dari Diploma 3 dan Diploma 4 dari Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Makassar dan Sarjana Gizi yang berasal dari
Program Studi S1 Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin. Mereka diseleksi berdasarkan kemampuan dan
ketrampilan yang mereka miliki.

3. Tahap Kegiatan
Ada beberapa tahap yang dilakukan untuk kegiatan ini:

1. Persiapan kegiatan meliputi beberapa pertemuan terkait


dengan pengajuan dana ke Bappeda, bahan soal untuk seleksi,
penyusunan bahan pelatihan, pengadaan bahan intervensi, serta
penyusunan dokumen lainnya yang diperlukan untuk kegiatan
ini.
2. Rekrutmen petugas pendamping. Informasi penerimaan
disebarkan melalui media sosial dan group alumni. Peserta
diminta mendaftar melalui link yang telah diberikan.
3. Seleksi petugas dilakukan melalui tes tertulis dan praktek
(pengukuran antropometri). Mereka yang dinyatakan lulus lanjut
dengan test wawancara. Dalam seleksi petugas, mereka yang
mempunyai latar belakang S2 Gizi diangkat menjadi Supervisor
Lapangan.
4. Pelatihan petugas dan supervisor dilakukan selama 5 hari
kerja. Materi yang diberikan adalah materi yang terkait dengan
program percepatan penanggulangan stunting, praktek
pemberian PMBA (Praktek Pemberian Makan pada Bayi dan
Anak), intervensi spesifik dan sensitif, metode pengumpulan
data, dan lainnya.

37
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

5. Pelepasan oleh Bapak Gubernur di Kota Makassar dan


selanjutnya peserta ditemani oleh tim Dinas Kesehatan provinsi
menuju ke kabupaten dan penerimaan petugas di setiap
kabupaten. Selanjutnya petugas langsung dijemput oleh kepala
desa yang sudah ditentukan sebelumnya.
6. Pengumpulan data dasar melalui aplikasi KOBO. Semua petugas
mempunyai Android yang memiliki aplikasi KOBO dimana
kuesioner sudah ada di dalamnya. Data yang dikumpulkan
langsung masuk ke sistem yang dikendalikan oleh seorang
petugas (Dosen FKM Unhas, Jurusan Epidemiologi, yang
juga merancang kuesioner dengan aplikasi KOBO). Data ini
juga dapat diakses oleh supervisor. Setiap kabupaten ada 2
supervisor yang langsung dapat memantau setiap data yang
masuk.
7. Analisis data dasar dan pembuatan rencana intervensi. Setiap
petugas membuat perencanaan (jadwal kegiatan) untuk setiap
desa yang ditempatinya. Jadwal yang telah disusun dapat
direvisi sesuai kondisi di setiap desa sepengetahuan para
supervisor.
8. Pelaksanaan pendampingan kepada keluarga yang
berisiko stunting (1000 HPK). Nama ibu hamil dan anak
Baduta yang didampingi dilaporkan setiap bulan sebagai
pertanggungjawaban.
9. Pertemuan evaluasi di tingkat kabupaten. Pada pertemuan ini
semua lintas sektor dikumpulkan dan di paparkan laporan yang
telah dilaksanakan di setiap desa yang ada di tingkat kabupaten.
10. Pengumpulan data akhir atau sekaligus evaluasi. Untuk
pengukuran antropometri di bulan Desember sekaligus untuk
melihat dampak dari intervensi terhadap penurunan stunting.

4. Model Pendampingan
Pendampingan dimulai setelah satu bulan petugas berada di desa
lokus yaitu pada bulan Agustus sampai Desember. Pada bulan
pertama, petugas fokus pada pengambilan data dasar dan proses
pembauran dengan warga masyarakat, khususnya para kader

38
Sulawesi Selatan

Posyandu, kader PKK, dan para petugas lainnya yang berada di


tingkat desa. Secara garis besar, pendampingan keluarga oleh
petugas lapangan dilakukan dalam beberapa model:

1. Untuk keluarga yang memiliki 1000 HPK pada umumnya adalah


pemantauan tumbuh kembang anak, edukasi dan praktik
pemberian makan bayi dan anak, komunikasi perubahan
perilaku, higiene dan sanitasi, dan pemberian paket intervensi
gizi.
2. secara spesifik untuk ibu baduta meliputi membimbing ibu
untuk praktek-praktek yang baik dalam pembuatan makanan
bayi dan anak, membimbing ibu dalam pengasuhan anak,
melakukan edukasi asi eksklusif.
3. Secara spesifik untuk ibu hamil meliputi mendampingi ibu hamil
terutama yang mengalami Kekurangan Energi kronik (KEK),
melakukan konseling gizi dan konseling ASI pada ibu hamil,
melakukan edukasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat).
4. Untuk Remaja Putri meliputi melakukan edukasi dan konseling
pada remaja putri, pendistribusian tablet tambah darah pada
remaja putri.

Gambar 2.
Prevalensi KEK
pada ibu hamil
di Kabupaten
Enrekang
dan Bone
dalam periode
Agustus sampai
Desember 2020.

39
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

D. Evaluasi Kegiatan.
Hasil pengukuran awal pada anak Baduta di 70 desa lokus
memperlihatkan bahwa angka kejadian kekurangan gizi kronis
(stunting) lebih tinggi di Kabupaten Enrekang dibandingkan dengan
Kabupaten Bone (22,67% berbanding 19,0%). Sebaliknya untuk
angka kejadian kekurangan gizi akut (wasting) jauh lebih tinggi di
Kabupaten Bone dibanding Kabupaten Enrekang (5,6% berbanding
0,93%). Berdasarkan data yang ada di setiap desa, para petugas
melakukan upaya pendampingan.

Kegiatan pendampingan dievaluasi setiap bulan khususnya untuk


pengukuran BB (berat badan) dan PB (panjang badan) pada anak
Baduta dan pengukuran Lila pada ibu hamil. Data evaluasi dapat
dilihat mulai Bulan Agustus sampai dengan Desember 2020.
Dua indikator yang dipakai pada anak Baduta adalah perubahan
berat badan menurut umur (BB/U) serta tinggi badan menurut
umur (PB/U). Indikator pada ibu hamil menggunakan Lila untuk
menentukan prevalensi KEK. Dari data yang diperoleh dari setiap
kabupaten menunjukkan bahwa kejadian stunting menurun di setiap
kabupaten. Untuk Kabupaten Enrekang terjadi penurunan dari 22,0%
menjadi 19,1% sedangkan di Kabupaten Bone terjadi penurunan dari
13,3% menjadi 9,3% (gambar 1). Penurunan terjadi pada kejadian
anak dengan berat badan rendah (BB/U) di Kabupaten Enrekang

40
Sulawesi Selatan

dari 8,37% menjadi 7,02% namun di Kabupaten Bone tetap 8,2%.


Prevalensi KEK pada ibu hamil menurun di Kabupaten Enrekang
dari 16,3% menjadi 12,6% sedangkan di Kabupaten Bone cenderung
menetap (17,8% menjadi 17,3%, lihat gambar 2).

Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh Petugas Pendamping Gizi


terlihat bervariasi dari desa ke desa. Selain kegiatan secara umum,
di setiap desa dilakukan beberapa kegiatan inovasi yang disesuaikan
dengan kondisi daerah. Masyarakat sangat antusias berpartisipasi
dalam setiap kegiatan yang digagas oleh petugas. Beberapa
kegiatan dirangkum dalam gambar 3 sedangkan beberapa contoh
inovasi ditampilkan pada gambar 4.

Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan mengapa di Kabupaten


Bone tidak terjadi penurunan untuk anak dengan berat badan yang
kurang dan KEK pada ibu hamil. Dari data dasar yang dilakukan
pada anak Baduta terlihat bahwa kekurangan gizi akut lebih tinggi
pada anak di Kabupaten Bone. Ini menunjukkan kondisi masyarakat
di Kabupaten Bone lebih buruk untuk akses makanan bergizi dan
atau pola asuhan yang ada di tingkat keluarga dan masyarakat.
Dengan data evaluasi di atas, dapat dikatakan bahwa upaya untuk
menuntaskan stunting di Kabupaten Bone memerlukan upaya yang
lebih besar. Keterlibatan masyarakat dan lintas sektor lainnya sangat
diperlukan khususnya dalam askes makanan bergizi dan perubahan
pola asuh.

41
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

E. Kesimpulan
Pelaksanaan pendampingan keluarga dilakukan oleh alumni
program studi gizi dari Diploma 3, Diploma 4, dan Sarjana Gizi, yang
merupakan kerjasama Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
dan Perguruan Tinggi (Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas dan
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes di Makassar) telah memberikan
pembelajaran yang besar. Keterlibatan perguruan tinggi yang terkait
dengan pemenuhan gizi para anggota keluarga yang beresiko
terjadinya stunting telah dilakukan dengan baik namun belum
cukup untuk dapat memberikan penurunan yang lebih maksimal.
Alumni dari Program Studi baik Diploma maupun Sarjana Gizi yang
menetap di desa lokus menghadapi tantangan yang tidak sedikit
khususnya berada di daerah yang jauh terpencil atau terisolir. Belum
lagi, perbedaan budaya dan bahasa yang membuat komunikasi
terhambat sehingga hasilnya tidak maksimal. Ke depan, faktor-faktor
budaya dan bahasa dapat diminimalisir melalui penempatan petugas
yang sesuai asal daerah serta pengenalan budaya sejak awal saat
pelatihan petugas.

Aktivitas dari petugas pendamping gizi (Pappadeceng Gizi) umumnya terkait dengan
konseling gizi, penyuluhan gizi, praktek pembuatan MPASI yang berkualitas, kelas ibu hamil,
kelas ibu Baduta, dan termasuk pemantauan pertumbuhan anak (berat badan) yang dilakukan
setiap bulan.

42
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan


Upaya Menjamin Keberlanjutannya1

A. Latar Belakang
Mengapa perlu Kolaborasi dengan Pemda Kab/Kota Lokus
Stunting?Ada dua istilah yang perlu disamakan bahasa terlebih dulu
yaitu kata kolaborasi dan istilah stunting. Kolaborasi berarti terdapat
aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama
dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-
masing (bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama,
pembagian tugas, dimana setiap orang mengerjakan setiap
pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya demi tercapainya
tujuan bersama. (Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan
Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hlm.156.)

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak


akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai
dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar
yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan sumber: Perpres 72 Tahun 2021

Kata ‘kolaborasi‘ sama dengan istilah konvergensi salah satu dari


5 pilar upaya penurunan dan pencegahan stunting yang menjadi
program unggulan pemerintahan pada saat sekarang. Kolaborasi
merupakan nilai-nilai pada revolusi industri 4.0 yang dikenal
istilahnya dengan penta helix (multi pihak). Dalam upaya penurunan
dan pencegahan stunting terdapat pelibatan 5 (lima) elemen
yakni unsur pemerintah, unsur masyarakat atau komunitas, unsur
akademisi, unsur pengusaha, unsur media dalam pembangunan
nasional.

Menurut pandangan Wakil Presiden RI konvergensi adalah kata


yang mudah diucapkan, tapi tidak mudah untuk diwujudkan. Setiap

1 Disampaikan pada acara Simposium Nasional 2021 tentang Praktik Baik Percepatan
Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi , Forum Rektor se Indonesia dan BKKBN,
26 Oktober 2021

43
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

lembaga yang terlibat pencegahan stunting harus menghilangkan


ego sektoral, karena konvergensi membutuhkan kerjasama
antar pihak (arahan Wakil Presiden disampaikan pada Rakornas
Percepatan Penurunan Stunting tanggal 23 Agustus 2021). Unsur
akademisi atau perguruan tinggi dalam upaya pencegahan dan
penurunan stunting dapat berperan (1) menjaga keberlanjutan
program penurunan stunting; (2) memberikan bukti ilmiah pada
pelaksana program; (3) memperkuat kapasitas pemerintah
kabupaten/kota; dan (4) memberikan pendampingan dalam
pengembangan model intervensi yang efektif, sekaligus sebagai
bahan pembelajaran praktik baik (disampaikan dalam forum Rektor
oleh Dr. Hari Nur Cahya Murni, M.Si. Dirjen Bina Pembangunan
Daerah Kementerian Dalam Negeri 16 Oktober 2021).

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 3 Tahun


2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan rumusan
annual meeting tahun 2019 yaitu kesepakatan perguruan tinggi
yang terlibat dalam Scale Up Nutrition Academia Network
mendeklarasikan pelibatan akademisi dalam penurunan stunting
telah menjadi dasar utama hadirnya perguruan tinggi ke kabupaten/
kota lokus stunting.

Pada kesempatan ini penulis, selaku pendamping melalui Pusat


Pengembangan Kesehatan Global Universitas Andalas dalam
program upaya penurunan dan pencegahan stunting ke kabupaten
dan kota lokus stunting menuangkan tulisan tentang rekam jejak dan
pengalaman kegiatan pendampingan di Kabupaten Pasaman Barat
dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Penulis berprofesi sebagai Dosen
di Jurusan Gizi FKM Universitas Andalas dan saat ini menjabat
sebagai Direktur Pusat Pengembangan Kesehatan Global LPPM
Universitas Andalas.

Sistematika dalam penulisan pendampingan kabupaten lokus


stunting akan dijelaskan sebagai berikut: (1) Langkah awal
membangun komitmen dengan pemerintah daerah; (2) Bentuk-

44
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

bentuk kegiatan pendampingan dan hasil yang dicapai; (3) Upaya


menjaga keberlanjutan kolaborasi.

B. Proses Pendampingan
1. Langkah awal membangun komitmen
Komitmen adalah pilar nomor 1 dari 5 pilar strategi nasional dan
upaya manajerial pemerintah daerah dalam percepatan penurunan
prevalensi stunting yang diimplementasikan melalui 8 aksi
konvergensi. Komitmen dalam suatu organisasi pemerintah daerah
(pemerintahan kabupaten atau kota) diartikan sebagai suatu sikap
yang harus dimiliki oleh partner kerja untuk menerima kehadiran
perguruan tinggi dalam mendampingi pemerintah kabupaten
dalam pencegahan dan penurunan stunting yang diawali dengan
adanya MOU antara Rektor Universitas Andalas dengan Bupati
dan dilanjutkan dengan adanya Surat Perjanjian Kerja Sama antara
Dekan Fakultas dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Dinas lain terkait.

Dengan sudah adanya 2 dokumen kerjasama tersebut, maka


tim melakukan pertemuan awal dengan menghadirkan unsur
dinas terkait di kabupaten dengan koordinator adalah Bappeda
kabupaten. Penyampaian dalam forum pertemuan awal adalah
menyampaikan penawaran kegiatan yang dapat dilakukan oleh
perguruan tinggi dalam mendampingi pemerintah daerah untuk
pencegahan dan penurunan stunting di tingkat Kabupaten dan
tingkat desa. Bila mana pemerintah daerah sudah mendapatkan
penjelasan dari kegiatan pendampingan yang ditawarkan berikut
sumber pendanaan dari kedua belah pihak maka dibuatkan
komitmen kesepakatan bersama penyelenggaraan upaya
pencegahan dan penurunan stunting dengan mengedepankan
kedua belah pihak berkomitmen dan tertarik dengan penawaran
keterlibatan perguruan tinggi dan menyediakan waktu bagi petugas
yang bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam pelaksanaan
kegiatan.

45
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

2. Bentuk-Bentuk kegiatan pendampingan dan hasilnya


Dalam melaksanakan tugas sebagai pendamping di tingkat
kabupaten dan desa, seorang pendamping sangat membutuhkan
kelengkapan kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap,
serta keterampilan di bidang sosial budaya dan kesehatan gizi.
Pengetahuan merupakan kemampuan akademik pendamping mulai
dari penguasaan terhadap peraturan pemerintah dan perundang-
undangan terkait penyelenggaraan stunting.

Kemampuan sikap adalah kepribadian dari seorang pendamping


yang mampu menunjukkan sikap nasionalisme, bertakwa, bermoral
dan etika, kepekaan sosial, bertanggungjawab, dan sebagainya,
termasuk kepribadian yang baik dalam berinteraksi dengan aparat
pemerintah dan masyarakat desa. Keterampilan umum adalah
pengetahuan afeksi dan psikomotorik dari seorang pendamping
yang bisa berupa keterampilan soft skill dan hard skill di bidang
upaya pencegahan dan penurunan stunting.

Adapun bentuk pendampingan yang telah dilakukan di tingkat


kabupaten dan desa adalah sebagai berikut:

a. Memperkuat kapasitas pemerintah di tingkat kabupaten

1) Keterlibatan dalam Menjalankan 8 Langkah Aksi Pencegahan


Stunting

Berbekal dari hasil pelatihan nasional sebagai tenaga pendamping/


tenaga ahli stunting yang diselenggarakan tingkat nasional oleh
Kementerian PPN/Bappenas RI tahun 2019 dan berpedoman pada
Buku Petunjuk Pelaksanaan 8 Aksi Pencegahan stunting mulai dari
aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dikeluarkan oleh
Kementerian PPN/Bappenas RI, pendamping perguruan tinggi mulai
terlibat dalam mendampingi setiap langkah dari 8 langkah yang
harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten.

46
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

Tindakan pertama ketika mulai menjadi pendamping adalah harus


menjalin hubungan koordinasi yang baik dengan semua dinas dan
badan terkait di tingkat kabupaten dan utamanya dengan Bappeda
kabupaten selaku koordinator dalam pelaksanaan tugas-tugas
pendampingan. Hal ini sangat penting dilakukan guna sinkronisasi
implementasi program pendampingan dengan pemerintah
kabupaten yang berfungsi melaksanakan koordinasi terhadap
jalannya tupoksi dinas terkait dari 8 aksi pencegahan stunting.
Seorang pendamping dituntut harus bisa membaca dan memahami
setiap langkah aksi dari 8 aksi pencegahan stunting kemudian
berkoordinasi dan ikut terlibat dengan dalam forum pertemuan guna
mengimplementasikan 8 langkah tersebut.

2) Keterlibatan dalam Menjalankan Aksi 7 Pengukuran dan


Publikasi Stunting dengan Dinas Kesehatan Kabupaten

Pendampingan dengan Dinas Kesehatan kabupaten pada aksi


7 pengukuran dan publikasi stunting berupa analisis data hasil
pencatatan dan pelaporan pengukuran berat badan dan panjang
badan anak balita dari Sistem Informasi Pencatatan Posyandu yang
akan di input pada aplikasi e-ppgbm. Hasilnya dibuatkan laporan
dalam bentuk laporan ringkas dan policy paper. Kegiatan yang
dilakukan melaksanakan e-monitoring dan evaluasi pelaksanaan
intervensi spesifik dalam upaya percepatan penurunan stunting di
masa pandemi Covid 19. Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai
proses pengambilan keputusan berbasis data dan sekaligus dapat
mengembangkan strategi pemulihan akibat covid dalam percepatan
penurunan stunting.

Metoda yang digunakan dalam pelaksanaan aksi 7 dengan


mendampingi Kepala Sub Dinas Kesehatan Masyarakat dan
Kepala Seksi Gizi dengan data-data yang dimiliki untuk dilakukan
pemutakhiran data dengan melibatkan tenaga pelaksana gizi
puskesmas secara daring. Hasil pemutakhiran data dilanjutkan
menulis laporan berdasarkan outline penulisan yang telah disepakati

47
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

antara pendamping perguruan tinggi dengan tenaga gizi kabupaten


yang akan menulis laporan. Model penyusunan laporan dengan
model seperti bimbingan mahasiswa yang menyiapkan tugas akhir
atau skripsi bertujuan agar terjadi peningkatan kapasitas dalam
penyusunan laporan di Dinas Kesehatan kabupaten. Dokumen yang
dihasilkan di publikasi dan diunggah di website kabupaten lokus
stunting yang ada di Kementerian Kesehatan RI.

b. Memperkuat Kapasitas Pemerintah di Tingkat Desa dan


Keluarga

Peranan pendamping di tingkat desa terkait pada 3 aspek yaitu


pertama, memfasilitasi terbentuknya satgas pencegahan dan
penurunan stunting tingkat desa dan kedua, penguatan kapasitas
dan SDM Posyandu dan ketiga, Edukasi Keluarga dalam Komunikasi
Antar Pribadi (KAP).

Penetapan satuan tugas pencegahan dan penurunan stunting


tingkat desa bertujuan agar ada semacam kelompok kerja yang
gencar dan berupaya mengatasi terhadap adanya kasus stunting
dan mencegah terjadinya kasus stunting baru. Satuan tugas ini juga
dapat dijadikan sebagai tuan rumah yang dapat menampung dan
menyalurkan dukungan material dan nonmaterial yang diberikan
oleh dinas terkait dari kabupaten dan non-pemerintah seperti
perantau dalam mencegah stunting.

Penguatan kapasitas SDM Posyandu pada masa pandemi Covid-19


dilakukan dalam bentuk orientasi kader dan SDM Posyandu sehari
dengan 3 materi yaitu: (1) Peran posyandu dalam pencegahan
stunting; (2) Pelaksanaan Posyandu pada masa pandemi Covid 19;
(3) Komunikasi Perubahan Perilaku Antar Pribadi (KAP); (4) Latihan
menyiapkan Rencana Tindak Lanjut. Peserta Orientasi dari 1 desa
lokus stunting sebanyak 6 orang yaitu 3 orang Kader Posyandu,
1 orang Kader Pembangunan Manusia (KPM), 1 orang Perangkat
Desa dan 1 orang Tenaga Promkes Puskesmas. Hasil dari pelatihan

48
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

pada 60 desa lokus stunting yang didampingi ada peningkatan


pengetahuan yang bermakna dari hasil pre-test dibandingkan
post-test. Hal penting lainnya yang harus dilakukan oleh peserta
orientasi setelah orientasi adalah menyempurnakan rencana tindak
lanjut kegiatan berdasarkan hasil surveilans kesehatan dan rembuk
stunting yang dilakukan selama 1 minggu setelah pelatihan untuk
penyempurnaan rencana tindak lanjut kegiatan yang akan dilakukan
di desa.

Langkah awal kegiatan edukasi keluarga dalam komunikasi antar


pribadi dilakukan pada 10 desa stunting percontohan adalah
mengumpulkan sebanyak 45 orang keluarga rawan gizi masing-
masing 15 orang ibu hamil, 15 orang ibu memiliki anak baduta dan 15
orang ibu memiliki anak usia 2-5 tahun. Kegiatan edukasi dilakukan
selama 3 hari dengan rincian hari pertama berupa penyampaian
materi pencegahan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan anemia
pada ibu hamil, pencegahan anak stunting, makanan seimbang dan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak serta pola asuh
merawat anak. Hari kedua berupa praktek dan demo menyiapkan
makanan seimbang untuk ibu hamil dan anak dan pada hari ketiga
diisi dengan perlombaan penyiapan dan menghidang makanan
menu seimbang untuk ibu hamil dan makanan anak sesuai golongan
umur yang disiapkan secara berkelompok.

Hasil dari edukasi gizi kepada para ibu yang dilakukan meningkatkan
kesadaran para ibu akan pentingnya menyediakan makanan
seimbang dan para ibu memahami cara menyiapkan makanan
seimbang dengan biaya murah dan berbahan pangan lokal untuk
dapat dipraktekkan di keluarga masing-masing. Keberlanjutan
kegiatan ini disiapkan pertemuan dengan anggota pokja Posyandu
Desa dengan membuat Rencana Tindak Lanjut dan pada hari
terakhir diminta Pokjanal (Kelompok Kerja Operasional) Posyandu
desa yang dipimpin oleh Ketua PKK desa untuk mempresentasikan
rencana tindak lanjut dan diberikan masukan dan saran agar
dilaksanakan dan bila memerlukan pendanaan diharapkan dapat
disediakan dari dana desa.

49
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

c. Pendampingan Kader dalam Pendataan Keluarga Stunting


melalui KKN Tematik Stunting

Pada tahun 2019 dan tahun 2020, Universitas Andalas melaksanakan


KKN Tematik Stunting di Kabupaten Pasaman Barat dan tahun
2020 di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada kegiatan mahasiswa
KKN berarti mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan
kolaborasi dengan teman satu angkatan baik yang berbeda jurusan/
fakultas ataupun universitas. Hal ini dikarenakan mereka berada
di lapangan dan berkelompok dengan mahasiswa dari berbagai
jurusan/fakultas/universitas di satu lokasi.

KKN adalah salah satu mata kuliah yang dapat menunjang


Interprofesi Education (IPE). Interprofesi Education berarti
kesempatan belajar di antara dua, tiga atau lebih dari mahasiswa
berbeda profesi yang belajar dengan, tentang, dan dari satu sama
lain untuk mencapai kolaborasi dan kualitas layanan kerja yang
lebih baik (CAIPE, 2002; WHO 2012). Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan selama KKN pun sudah terkategori kegiatan Kampus
Merdeka, Merdeka Belajar dan tertuang dalam Peraturan Menteri
yang mengatur tentang Kampus Merdeka ini yakni Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.

Kegiatan yang dilakukan melalui KKN Tematik stunting untuk 1


Kabupaten yang terdiri dari 73 nagari/desa dengan melibatkan
sekitar 560 mahasiswa dari berbagai jurusan dan pada 1 desa ada
sebanyak 15-20 orang mahasiswa dengan kegiatan:

1. Melakukan koordinasi lintas program di Puskesmas/fasilitas


kesehatan dan di desa dalam menentukan langkah-langkah
kegiatan pencegahan stunting yang akan dilakukan mahasiswa
selama 40 hari di lapangan;
2. Melakukan pengumpulan data status gizi melalui hasil
penimbangan di Posyandu dan kunjungan rumah dalam
penetapan data by name by address setiap balita khususnya

50
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

penderita stunting dan diketahui penyebabnya menggunakan


instrumen kuesioner. Data-data yang didapat dimasukan
dalam aplikasi e-ppgbm dan aplikasi eHDW (electronic Human
Development Worker) oleh Kader KPM dan TPG Puskesmas;
3. Melakukan analisis data gizi dan mengidentifikasi kelompok
sasaran berisiko yang memerlukan tindak lanjut;
4. Melakukan koordinasi kader, RT/RW/kepala desa/kelurahan dan
tokoh masyarakat setempat terkait sasaran kelompok berisiko
dan modifikasi pelayanan gizi sesuai kondisi wilayah;
5. Melakukan konseling kunjungan rumah dan pada masa
pandemic covid 19 melalui media virtual, sambungan telepon,
SMS atau menggunakan aplikasi tatap muka lainnya secara
daring (video call) kepada ibu hamil atau keluarga lain.

Hasil yang didapat dari kegiatan KKN tematik stunting adalah


tersedianya data anak stunting yang sudah tervalidasi di tingkat
desa dan diketahui faktor penyebab kejadian stunting pada setiap
anak yang dikategorikan stunting.

C. Upaya Menjaga Keberlanjutan


Dalam pandangan saya, membangun desa pada sisi Sumber Daya
Manusia yaitu pencegahan dan penurunan angka stunting di desa
agar tetap berkelanjutan maka tenaga pendamping dari perguruan
tinggi harus menjadikan kelompok sasaran yang didampingi baik
di tingkat Kabupaten dengan stakeholder terkait atau kelompok
masyarakat sasaran di desa harus menjadikan mereka terampil,
dengan terampil yang dimiliki akan menghasilkan kemandirian dan
dengan kemandirian yang sudah ada di desa maka masyarakat akan
menjadi nyaman.

Praktik baik kolaborasi dengan pemerintah daerah kabupaten dan


kota dan upaya menjamin Keberlanjutannya

51
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

Untuk menjamin keberlanjutan kolaborasi dengan pemerintah


daerah kabupaten menurut hemat saya didasari pada 3 aspek yaitu
(1) Adanya ketertarikan (interest) dari pemerintah daerah untuk
menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi; (2) Adanya komitmen
dari kedua belah pihak untuk mengimplementasikan kegiatan yang
disepakati; (3) Adanya ketersediaan waktu dari kedua belah pihak
untuk saling bekerjasama.

Masing-masing aspek saya coba paparkan secara rinci atas


pengalaman saya di lapangan, agar menjadi bahan ajar
bagi siapapun, termasuk pendamping desa dan tenaga ahli
pemberdayaan, dalam usaha membangun desa demi menuju
desa yang maju, berdaulat dan mandiri, serta menjadi desa bebas
stunting

Faktor penentu keberlanjutan kolaborasi antara perguruan tinggi


dengan pemda kabupaten/kota dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan stunting :

1. Ketertarikan (interest) akan program pencegahan stunting


yang ditawarkan dalam proses adopsi terhadap sesuatu yang
diharapkan dapat dilakukan oleh seseorang atau organisasi yang
ingin dipengaruhi melalui tahapan sebagai berikut:

Pertama, pengetahuan (knowledge) yaitu tahap dimana


instansi memperoleh informasi tentang keberadaan sumber
informasi yang dapat dipercaya. Kedua, persuasi yaitu lembaga
mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadap tawaran
yang disampaikan. Ketiga, keputusan (decision) yaitu keputusan
untuk menggunakan atau tidak menggunakan. Keempat,
implementasi yaitu lembaga memutuskan untuk memakai dan
kelima, konfirmasi yaitu akan meninjau ulang kembali keputusan
yang telah dibuat dan bila tidak sesuai yang diharapkan maka
ada kemungkinan akan membatalkannya (Roger 1983).

52
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

Dalam penawaran ketertarikan ini maka perguruan tinggi


haruslah proaktif untuk menginformasikan kepada kabupaten/
kota lokus stunting dalam forum-forum pertemuan yang
dihadiri ditingkat provinsi atau kabupaten bahwa kegiatan
pencegahan stunting tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah
daerah setempat dan harus melibatkan sektor lain yaitu
pihak perguruan tinggi. Untuk mendukung ketertarikan
dapat dilakukan penyampaian secara tertulis kepada bupati
atau walikota yang dituju setelah adanya MOU antara rektor
universitas dengan bupati/walikota kabupaten bersangkutan.
Turunan yang akan dibuat untuk bukti ketertarikan ini
diimplementasikan dalam bentuk adanya Surat Perjanjian
Kerjasama dengan salah satu instansi yang dituju seperti
Bappeda atau Dinas Kesehatan di kabupaten.

Pada masa sekarang kebijakan pemerintah untuk menciptakan


ketertarikan pemerintah daerah menjalin kerjasama dengan
perguruan tinggi sedikitnya ada 2 kebijakan yaitu (1) Peraturan
pemerintah dalam pelaksanaan 8 aksi langkah pencegahan
stunting meminta dukungan dunia akademisi dan dunia usaha;
(2) Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adanya
Pedoman Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka dan salah
satunya adanya membangun desa. Contoh adanya kegiatan
KKN tematik stunting yang diadakan pada suatu kabupaten/
kota dengan pengerahan sejumlah mahasiswa dari berbagai
disiplin ilmu melakukan identifikasi faktor determinan kejadian
stunting dan potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi
daya tarik bagi pemerintah daerah kabupaten lokus stunting
menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi.

2. Komitmen untuk melakukan kegiatan kolaborasi


Komitmen termasuk pilar satu dalam 5 aspek yang diperlukan
pada upaya pencegahan dan penurunan stunting di semua level
mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai ke tingkat
desa. Komitmen dalam struktur organisasi diartikan sebagai

53
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

suatu sikap yang harus dimiliki setiap organisasi mulai dari


pimpinan dan pegawai untuk menunjukan loyalitas terhadap
pelaksanaan kegiatan yang harus dipatuhi dan dilakukan di
tempat bekerja.

Komitmen sangat berkaitan erat dengan aspek kejiwaan dari


dalam diri seseorang dalam menerima dan mempercayai
bahwa tujuan kegiatan pencegahan dan penurunan stunting
adalah kegiatan perbaikan SDM merupakan kegiatan mulia
dan memperbaiki kualitas hidup anak bangsa di kemudian hari.
Tiga dimensi dalam menjaga kesinambungan komitmen harus
dipelihara yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan
dan komitmen normatif. Komitmen afektif diartikan adanya
hubungan emosional antara pemerintah daerah yang menjalin
kerjasama dengan perguruan tinggi. Contoh yang kami
terapkan adalah menjadikan putra daerah dari Kabupaten atau
desa yang didampingi menjadi staf ahli untuk kabupaten atau
desa tersebut yang diformalkan melalui SK oleh pemerintah
daerah atau kepala desa yang bersangkutan. Dengan adanya
komitmen afektif pada akhirnya komitmen untuk keberlanjutan
dan pada akhirnya menjadi komitmen normatif dapat dijaga
keberlangsungannya.

Dalam pendampingan untuk didapatkan komitmen yang kuat


ada 5 cara yang dilakukan yaitu:
a. Melibatkan dan meningkatkan partisipasi stakeholder
dalam berintek aksi dan pengambilan keputusan.
Contoh kegiatan yang dilakukan dalam manajemen data
posyandu agar didapatkan data by name by address maka
tenaga kader, tenaga gizi di puskesmas dan seksi gizi
di dinas kesehatan dilibatkan dalam pengumpulan data,
pengolahan data dan pembuatan laporan pada langkah
7 aksi pencegahan stunting yang dilakukan secara daring
dengan Focus Group Discussion (FGD) menggunakan
daring. Bentuk semacam bimbingan penulisan tugas akhir

54
Kolaborasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Serta Desa dan Upaya Menjamin Keberlanjutannya

atau membuat skripsi antara dosen dengan mahasiswa


diterapkan pada kegiatan ini;
b. Mengembangkan kompensasi bagi tenaga yang dilibatkan.
Kompensasi dalam mengerjakan sesuatu dimintakan dari
atasan instansi yang bersangkutan biasanya dalam bentuk
jasa kerja baik lembur atau tidak yang dibayarkan oleh
instansi tersebut. Dari pihak perguruan tinggi tidak ada
memberikan kompensasi tapi lebih banyak keterikatan
emosional seperti tenaga instansi tersebut adalah 1 profesi
atau alumni dari perguruan tinggi tempat kami bekerja;
c. Merumuskan kebutuhan dan harapan dalam menyelesaikan
sesuatu kegiatan dengan mitra kerja. Dalam bekerja yang
dituangkan dalam bentuk kegiatan yang dibuatkan kerangka
acuan kegiatan maka tujuan kegiatan yang akan dilakukan
dalam bentuk implementasi kegiatan pencegahan dan
penurunan stunting memenuhi unsur-unsur SMART yaitu
kegiatan itu haruslah spesifik, dapat diukur keberhasilannya,
dapat dicapai dalam waktu yang ditetapkan, haruslah
realistik kegiatannya dan ada jangka waktu penyelesaian
kegiatan. Dengan adanya tujuan implementasi kegiatan
bersifat SMART maka dalam bermitra harapan kedua belah
pihak dapat terpenuhi dan terealisasi;
d. Kejelasan peran dalam bekerja pada awal-awal kegiatan
sebelum pelaksanaan kegiatan dimulai didudukan secara
bersama mulai dari unsur pimpinan dan staf yang akan
bekerja bersama tenaga dari perguruan tinggi. Seringkali
kami mengalami ketidakjelasan dalam pekerjaan yang
dilakukan oleh kedua belah pihak dan komunikasi yang
kurang lancar karena faktor jarak dan lainnya menjadikan
pekerjaan yang dilakukan kurang berhasil dalam pencapaian
target yang disepakati bersama; (5) Berupaya menciptakan
perilaku kepemimpinan yang berorientasi berpikiran positif
(positif thinking) pada atasan kantor dimana perguruan
tinggi menjalin kerjasama. Karena faktor birokrasi dan
adanya dukungan yang melemah dari atasan dalam

55
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

perjalanan kegiatan maka penguatan yang kami lakukan


dan jalin kerjasama yang kuat melalui tenaga yang telah
disepakati untuk bekerja yang telah ditetapkan dengan SK
atasan disamping tetap melakukan advokasi pada atasan
terkait kesuksesan kegiatan yang dilakukan.
3. Ketersediaan waktu dari mitra yang bekerjasama
Faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan kerjasama
antara perguruan tinggi dengan pemerintah kabupaten lokus
stunting adalah adanya ketersedian waktu dari tenaga yang
ditugasi. Setelah mendapatkan ketertarikan dan adanya
komitmen dari pemerintah kabupaten lokus stunting untuk
kerjasama yang dituangkan pada MOU antara Rektor dengan
Bupati/Walikota dan turunannya PKS antara dekan dengan
kepala dinas terkait maka ditetapkan tenaga dinas terkait untuk
melaksanakan kegiatan dalam bentuk surat tugas dari atasan
langsung. Dalam bekerja disepakati peran dan tugas-tugas yang
akan dilakukan dan jangka waktu penyelesaian dan mekanisme
cara bekerja yang dituangkan dalam time table kegiatan

Demikianlah disampaikan dengan harapan bilamana kolaborasi


hangat itu terjadi pada setiap perguruan tinggi dengan
pemerintah daerah kabupaten lokus stunting dan saat ini 100
Prodi S1 Gizi se-Indonesia telah mendeklarasikan keinginannya
melalui Kerjasama Pimpinan Asosiasi Institusi Pendidikan Gizi
Indonesia (AIPGI) dengan Kepala BKKBN, saya berkeyakinan
bahwa upaya pencegahan dan penurunan stunting dengan
keterlibatan perguruan tinggi dan multi pihak lainnya akan
dicapai pada angka 14% tahun 2024.

56
Kabupaten Banggai

Pendampingan Universitas Hasanuddin


di Kabupaten Banggai

Awal 2012, Indonesia secara resmi diterima sebagai salah satu dari
beberapa negara dalam kerangka kerja internasional yang dikenal
dengan “The Global Movement of Scaling up Nutrition” yang
dimotori oleh Sekjen PBB (Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa) pada saat itu yakni Ban Ki-Moon. Salah satu dari komponen
multi helix dalam implementasi Global Movement tersebut di
Indonesia, di bawah koordinasi Kementerian PPN/Bappenas adalah
komponen akademisi atau perguruan tinggi. Perguruan Tinggi mulai
diikutsertakan dalam implementasi Global Movement berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 dengan konsep dasar
yang disebut Seribu Hari Pertama Kehidupan atau yang kemudian
lebih dikenal dengan singkatan 1000 HPK. Bersamaan waktunya
dengan itu, Universitas Hasanuddin meneruskan kerangka kerja
Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi di bidang riset yang antara
lain mendorong bahkan mensyaratkan setiap pengajar terutama
profesor untuk mengembangkan Peta Jalan Penelitian. Saya
memilih untuk mengembangkan Peta Jalan Penelitian dengan topik
“Penyelamatan 1000 HPK” melalui skema professorship. Skema
professorship adalah sebuah skema penelitian yang mengikutkan 1
atau 2 orang mahasiswa S3, diperkuat oleh beberapa mahasiswa S2
yang bekerja bersama-sama dalam sebuah area penelitian dengan
berbagai topik yang saling mendukung dan melengkapi.

Patimah Sang yang diikuti oleh Anang Otoluwa adalah 2 orang


mahasiswa S3 pertama yang melakukan riset melalui skema
professorship dalam kerangka Peta Jalan Studi Longitudinal
Penyelamatan 1000 HPK. Segera setelah menyelesaikan ujian
promosinya sebagai seorang Doktor pada 2015, DR. Dr. Anang
Otoluwa, MPHM diangkat sebagai Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Dari sinilah dimulai
titik awal sejarah pendampingan Universitas Hasanuddin dalam
Program Penyelamatan 1000 HPK di Kabupaten Banggai.

Dimulai dengan Semiloka 2 hari penuh pada bulan April 2015.


Seminar 1 hari penuh dipimpin langsung oleh Bupati Banggai

57
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

pada saat itu, H. M. Sofyan Mile, SH, MH. Bupati Sofyan bertindak
sebagai moderator seminar sehari penuh. Diikuti hari kedua dengan
workshop dan pelatihan tenaga kesehatan oleh Prof. Dr. Soekirman
dan Dr. Abbas Jahari sebagai langkah awal reposisi Posyandu (Pos
Pelayanan Terpadu). Team UNHAS (Universitas Hasanuddin) plus,
atas arahan Prof. Sokekirman memilih pendekatan reposisi dengan
keyakinan bahwa Posyandu yang menjadi modal dasar pemantauan
pertumbuhan anak telah bergeser posisinya jauh dari khittahnya.
Hasil Semiloka 2 hari mendorong inovasi pertama Kabupaten
Banggai yakni Posyandu Pra-Konsepsi. Dari diskusi intensif pada
hari pertama semiloka, disimpulkan bahwa jika ingin menyelamatkan
1000 HPK, maka pencegahan harus dimulai dari tahap pra-konsepsi.
Inovasi Posyandu 1000 HPK adalah murni aksi positif dan inovatif
jajaran Kabupaten Banggai sendiri.

Pergantian Bupati pada tahun 2016 dari H. M. Sofyan Mile, SH, MH


ke Ir. H. Herwin Yatim, MM bukan saja tidak menyurutkan semangat
Banggai untuk menyelamatkan 1000 HPK, bahkan dukungan makin
jelas dan menguat. Maka sejak 2016, UNHAS mengirim 2 orang
mahasiswa S2 dan 2 orang mahasiswa S3 bekerjasama dengan 1
orang mahasiswa S3 dari Universitas Airlangga, Surabaya. Secara
informal, inilah masa dimulainya pendampingan UNHAS dalam
program penyelamatan 1000 HPK di Kabupaten Banggai.

Pergantian Bupati dengan Bupati yang baru, Ir. Amiruddin Tamoreka


pada Juni 2021 lagi-lagi tidak menyurutkan derap Langkah
Kabupaten Banggai yang konsisten dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan Stunting dalam era percepatan penurunan
stunting berdasar Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting. Masih pada awal masa jabatannya,
Bupati Ir. Amiruddin Tamoreka mendorong pembuatan Perda
(Peraturan Daerah) Percepatan Penurunan Stunting.

Kerjasama Pendampingan diresmikan pada bulan April 2017


dengan penandatangan kerjasama UNHAS dan Kabupaten Banggai

58
Kabupaten Banggai

disaksikan oleh Menteri Kesehatan RI, Prof. DR. Dr. Nila F, Moeloek,
SpM(K) di ruangan Senat Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pendampingan UNHAS diperankan melalui pendekatan


pembelajaran melalui konsep Perubahan Sosial. Dengan
mengadaptasi Kerangka Konsep Perubahan Sosial (Figueora,
2002) maka pendampingan UNHAS berperan sebagai katalis.
Katalis dalam pengertian UNHAS berinteraksi untuk mendorong
percepatan perubahan. Membangkitkan motivasi intrinsic sebagai
prasyarat penting bagi sebuah perubahan. Dengan motivasi intrinsic
perubahan yang terjadi dilakukan sendiri oleh Kabupaten Banggai
seperti digambarkan pada kerangka pikir di bawah ini.

Kerangka Pikir

Universitas Hasanuddin, baik melalui tim pendampingan maupun


melalui para mahasiswa S3 dan S2 yang berada di lapangan menjadi
katalis untuk proses perubahan baik individu maupun institusi
mulai dari tingkat tertinggi pemerintah daerah hingga masyarakat
dan keluarga pada tingkat akar rumput. Tim UNHAS juga berperan

59
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

utama dalam pencatatan dan pelaporan riwayat pembelajaran


(learning history) yang di kemudian hari akan dituangkan menjadi
catatan Praktek Cerdas (best practices). Tim UNHAS menjadi
mitra dialog dan pendamping bagi pelaku di lapangan yang
mengimplementasikan hasil dialog masyarakat dalam bentuk
aksi-aksi kolektif. Pendekatan ini di kemudian hari menunjukkan
hasil yang menakjubkan. Lahir berbagai inovasi mulai dari tingkat
tertinggi pemerintahan daerah, kecamatan, Puskesmas, Desa,
Posyandu bahkan sampai pada tingkat masyarakat dan keluarga.
Inovasi yang berujung kebijakan publik lahir dari bukti-bukti yang
tercatat pada riwayat pembelajaran. Dengan demikian kebijakan
publik yang dilahirkan adalah kebijakan berbasis bukti (evidence
based policy). Sebagian dari inovasi dan kebijakan berbasis bukti
dari perjalanan awal pembelajaran melalui pendampingan UNHAS
tersebut didokumentasikan di dalam buku Model Pendampingan
Perguruan Tinggi dalam Pencegahan dan Penanggulangan
Stunting di Kabupaten Banggai: Membumikan Kebijakan Nasional,
Mempraktiskan Logika Akademik di Lapangan yang terbit pada
akhir 2019.

Sebagai sebuah studi longitudinal, UNHAS menuai manfaat yang


signifikan. Hasil-hasil studi lapangan menjadi bagian dari data
empiris yang selalu menyegarkan kuliah-kuliah di dalam kelas.
Sampai 2021 telah lahir diterbitkan 14 publikasi di jurnal internasional
terindeks scopus. Puluhan abstrak dipresentasikan baik oleh
pejabat Pemda (Pemerintah Daerah) Banggai mulai dari Bupati
sampai para Camat, dan mahasiswa, di berbagai pertemuan ilmiah
nasional dan internasional. Pendampingan UNHAS sendiri bermakna
pengabdian pada masyarakat. Dengan demikian, kerjasama UNHAS
dan Kabupaten Banggai telah menjadi salah satu contoh nyata,
bagaimana tiga pilar perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian
dan pengabdian masyarakat terintegrasi dalam proses pembelajaran
berbasis bukti dari lapangan.

60
Kabupaten Banggai

Sebagai sebuah proses pembelajaran dalam bentuk perubahan


sosial, hasil yang dicapai belum banyak berarti, tetapi proses ini
diharapkan akan terus berlangsung sepanjang Kabupaten Banggai,
begitu juga UNHAS masih tetap hadir. Kesinambungan ini adalah
salah satu keunggulan dari pendampingan Universitas dengan
pendekatan proses pembelajaran.

Sejak tahun 2015 sampai 2019 pemerintah Kabupaten Banggai telah


merumuskan dan menerbitkan berbagai peraturan yang berkaitan
dengan program penurunan stunting. Sebanyak 26 dokumen
regulasi dan kebijakan berupa Peraturan Bupati, Keputusan Bupati,
Perjanjian Kerjasama (MoA dan MoU), Pernyataan Komitmen, Surat
Edaran dan SK (Surat Keputusan) Kepala Dinas telah dijadikan dasar
dalam pelaksanaan program penurunan stunting.

Di bawah ini dicatat beberapa peraturan bupati dan keputusan


bupati serta rancangan peraturan daerah antara lain:

4. Peraturan Bupati Nomor 33 th 2015 tentang Pelayanan Terpadu


Wanita Prakonsepsi;
5. Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu pada Wanita Prakonsepsi;
6. Peraturan Bupati Banggai Nomor 30 Tahun 2016 tentang
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Kabupaten Banggai
Tahun 2015 – 2019;
7. RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah) 2017-2021 cross cutting program pencegahan dan
penanggulangan stunting di dalam RPJM-D sebagaimana
ditunjukkan oleh gambar 2;
8. Keputusan Bupati Nomor 440 Tahun 2017 tentang
Pembentukan Gugus Tugas 1000 HPK;
9. Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi
Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Kabupaten Banggai
Tahun 2018-2023;

61
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

10. Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2018, Tentang Inisiasi


Menyusu Dini dan ASI Eksklusif;
11. Keputusan Bupati Tahun 2018 tentang Panduan Integrasi Aksi
Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Ke dalam Rencana
dan Anggaran Tahunan Perangkat Daerah;
12. Keputusan Bupati Nomor 50 Tahun 2018 tentang Rincian
Kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting yang
Bersumber Dari Dana Desa;
13. Peraturan Bupati Banggai Nomor 44 Tahun 2018 tentang Daftar
Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan
Lokal Berskala Desa di Kabupaten Banggai;
14. Keputusan Bupati Banggai Nomor 141/1570/DPMD tentang
Penambahan Kegiatan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa
di Kabupaten Banggai 2019;
15. Rencana Perda tentang Percepatan Penurunan Prevalensi
Stunting (dalam pembahasan di DPRD) 2021.

Puluhan program inovasi, di antaranya memenangkan berbagai


penghargaan tingkat nasional dan tingkat provinsi antara lain:

16. PINASA (Lingkungan Bersih dan Sehat) TOP 45 Inovasi


Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Tahun 2019;
17. Posyandu Prakonsepsi TOP 45 Inovasi Pelayanan Publik
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi 2020;
18. Inovasi 1PK-100KK-10 DW pendampingan konvergensi dari desa
ke keluarga;
19. Monitoring konvergensi pada tingkat desa dan keluarga melalui
Jambore PIS-PK setiap tiga bulan;
20. Inovasi 4 PASTI, 3 STANDAR untuk memastikan ketepatan
sasaran, kepatuhan dan pencatatan-pelaporan dengan data
yang valid pada tingkat keluarga;

62
Kabupaten Banggai

21. Inovasi Komunikasi Perubahan Perilaku berbasis digital


bekerjasama dengan GNE – Global Nutrition and Empowerment
USA;
22. Puluhan inovasi tingkat Puskesmas. Beberapa contoh di
antaranya:
a. Posyandu Party (Puskesmas Bunta);
b. Senang Ke Posyandu (Puskesmas Mantok);
c. Kader Sayang Balita, 1 Kader 10 Balita (Puskesmas Nambo);
d. Sahabat ibu (Puskesmas Simpang Raya);
e. BALI ASIek (Bapak Peduli ASI Eksklusif ) di Puskesmas Toili
I;
f. GERTAK ASI (Gerakan Tanam Daun Katuk Untuk ASI) di
Puskesmas Toili;
g. PAPAKU (Perhatian ASI Eksklusif Penting akan
Kehidupanku) di Puskesmas Hunduhon;
h. SAMBAL TERASI (Sampaikan, Berikan Langsung dan
Terapkan ASI Eksklusif) di Puskesmas Sinorang;
i. RASA APASI (Gerakan Sadar Ayah Peduli ASI Eksklusif) di
Puskesmas Tikupon;
j. Laskar SAKINA (Stop Angka Kematian Ibu dan Anak) di
Puskesmas

Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat:

1. Sampai 2020 telah menyelesaikan Pendidikan Doktor sebanyak


5 orang;
2. Sampai 2020 telah menyelesaikan Pendidikan Magister
sebanyak 5 orang;
3. Sampai 2021 telat terbit 17 artikel jurnal internasional terindeks
Scopus;
4. Beberapa jurnal internasional terindeks scopus sudah pada
tahap accepted dan masih pada tahap submit;
5. Lima kandidat doktor dalam proses akhir penelitian;

63
Praktik baik Percepatan Penurunan Stunting melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi

6. Empat mahasiswa S3, beberapa mahasiswa S2 dan mahasiswa


S1 baru mulai dengan tahap persiapan lapangan;
7. Membantu penyusunan naskah akademik rencana Perda tentang
Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting.

64

Anda mungkin juga menyukai