Anda di halaman 1dari 48

A.

KONDISI GEOGRAFIS
1. Lokasi Absolut dan Relatif (Diky Al Khalidy)
Lokasi adalah konsep geografi terpenting, karena lokasi dapat
menunjukkan posisi suatu tempat, benda atau gejala di permukaan bumi
(Maryani, “tanpa tahun”). Konsep lokasi dapat menjawab pertanyaan dimana
(where) dan mengapa tidak di tempat lain (not anywhere). Konsep lokasi
dibagi menjadi dua, yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut
adalah lokasi yang sudah pasti berdasarkan sistem koordinat garis lintang dan
bujur (Marhadi, “tanpa tahun”). Karena menggunakan sistem koordinat garis
lintang dan garis bujur, lokasi absolut juga dapat menunjukkan fenomena
lainnya, seperti iklim dan perbedaan waktu di daerah tersebut. Lokasi relatif
berdasarkan pada kondisi atau situasi daerah sekitarnya, dapat berupa kondisi
fisik, sosial, ekonomi, budaya dan transportasi dengan daerah sekitarnya
sehingga dapat menunjukkan posisi suatu tempat secara lokal, nasional dan
global (Maryani, “tanpa tahun”).
Kota Mataram merupakan Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
yang terdapat di Pulau Lombok, yaitu pulau yang berada diantara Pulau
Sumbawa dan Pulau Bali. Secara astronomis, Kota Mataram terletak diantara
08° 33’ LS - 08° 38’ dan 116° 04’ BT - 116° 10’ BT (Dokumen Rencana
Pembangunan Investasi Infrastruktur Jangka Menengah 2015-2019). Kota
Mataram dengan luas wilayah sebesar 61,30 km2 dibatasi oleh Kabupaten
Lombok Barat pada bagian utara, timur serta selatan dan Selat Lombok pada
bagian barat. Untuk menuju Kota Mataram dari Lembar, diperlukan waktu
±20 menit perjalanan dengan jarak 20,43 km sedangkan jika dari Sesaot
membutuhkan waktu ±35 menit perjalanan dengan jarak 30 km (BPS Kota
Mataram, 2020).
2. Jabarkan Faktor Geografi (Mochamad Azis)
Faktor geografis merupakan kondisi suatu wilayah yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti iklim, geologi, geomorfologi, jenis tanah, topografi
dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut kemudian membentuk
kenampakan suatu wilayah saat ini seperti Kota Mataram. Kota Mataram yang
memiliki luas 61,30 km2 ini terbagi menjadi enam kecamatan, yaitu
Kecamatan Ampenana, Sakarbela, Mataram, Selaparang, Cakranegara dan
Sandubaya. Lokasinya yang dekat dengan pantai membuat elevasi ibukota
dari Provinsi Nusa Tenggara Barat ini hanya berkisar 0 – 75 mdpl.
Lokasi yang berdekatan dengan pantai tersebut membuat kota ini memiliki
kelembaban udara yang cukup tinggi, berkisar 76 hingga 58 persen dan suhu
udara yang relatif stabil berkisar antara 26,3 °C hingga 28,8 °C selama lima
tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh sifat air sebagai penyetabil suhu.
Curah hujan yang tinggi di Kota Mataram antara 1599.96 sampai 2834.04
mm/tahun dalam lima tahun terakhir tergolong tinggi dengan intensitas
insolasi matahari yang cukup besar antara 66,9 sampai 90 % sebab masih
berada di kawasan tropis.
Untuk jenis tanah didominasi oleh endapan aluvial seperti tanah liat dan
endapan tuff yang berasal dari material gunungapi, sebab lokasinya berada di
barat daya Gunungapi Rinjani. Material Gunung Rinjani tersebut kemudian
terbawa dan terakumulasi di Kota Mataram yang berada di tepi pantai.
Sehingga geomorfologi wilayah ini sebagian besar berupa dataran rendah
dengan kemiringan 0 sampai 2 % berupa dataran marin dan fluvial serta
dataran bergelombang dengan kemiringan 2 sampai 15 %.
B. ANALISIS POTENSI PERTANIAN
1. Luas Lahan (Theresya Yozha Delima)
Lahan adalah suatu wilayah bumi daratan yang ciri-cirinya merangkum
semua tanda pengenal (attribute) biosfer, atmosfer, tanah, geologi, topografi,
hidrologi, flora, fauna, dan hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini,
yang boleh dibilang bersifat mantap atau dapat diramalkan bersifat mendaur,
sejauh hal-hal tadi berpengaruh murad (significant) atas lahan penggunaan
oleh manusia pada masa sekarang dan masa mendatang (FAO, 1977).
Sedangkan luas adalah besaran yang menyatakan ukuran dua dimensi suatu
bagian permukaan yang dibatasi oleh kurva tertutup. Sehingga dapat diketahui
bahwa luas lahan merupakan luasan suatu areal daratan bumi yang diukur
menggunakan satuan luas (Ha, Are, M2, dan Km2).
Secara administrasi Kota Mataram memiliki luas wilayah sebesar 61,3
Km2 yang terbagi dalam 6 kecamatan. Kecamatan terluas adalah Selaparang
yaitu sebesar 10,77 Km2, disusul kecamatan Mataram dengan luas wilayah
10,76 Km2. Sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Ampenan dengan
luas 9,46 Km2. Kota Mataram memiliki iklim tropis dan terletak di dataran
rendah dan datar, sehingga dengan kondisi tersebut Kota Mataram sangat
potensial untuk tanah pertanian yang subur. Diketahui pada tahun 2015, luas
lahan pertanian Kota Mataram sebesar 2.189,87 Ha. Dengan rincian luas lahan
tanaman pangan sebesar 1.992,77 Ha, luas lahan hortikultura sebesar 144 Ha,
dan luas lahan perkebunan sebesar 53,1 Ha.
Luas lahan pertanian Kota Mataram pada tanaman pangan rata-rata 6
tahun terakhir (2015-2020) menurut data BPS adalah 1.786 Ha, dengan data
terendah pada tahun 2020 sebesar 1.513,33 Ha dan data tertinggi pada tahun
2015 sebesar 1.992,77 Ha. Sedangkan untuk lahan pertanian hortikultura rata-
rata 6 tahun terakhir (2015-2020) adalah 186 Ha, dengan data terendah pada
tahun 2018 sebesar 121 Ha dan data tertinggi pada tahun 2019 sebesar 248
Ha. Di Kota Mataram sebagian besar wilayahnya oleh penduduk
dimanfaatkan untuk lahan pertanian tanaman pangan. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya luas lahan tanaman pangan dibanding luas lahan
hortikultura dan perkebunan. Berikut ini merupakan data grafik dari luas lahan
tanaman pangan dan hortikultura Kota Mataram tahun 2015-2020:
Data Grafik Luas Lahan Tanaman Pangan
Kota Mataram Tahun 2015-2020

Sumber: Data Hasil Olahan


Dari data grafik tersebut dapat diamati bahwa luas lahan tanaman pangan
Kota Mataram 6 tahun terakhir terus mengalami penurunan secara signifikan.
Hal ini terjadi karena laju pembangunan yang mengakibatkan alih fungsi
lahan tersebut. Selain itu, tingkat pertumbuhan penduduk Kota Mataram tiap
tahunnya mengalami peningkatan, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa
terjadi adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman.
Data Grafik Luas Lahan Hortikultura
Kota Mataram Tahun 2015-2020

Sumber: Data Hasil Olahan


Dari data grafik tersebut dapat diamati bahwa luas lahan hortikultura Kota
Mataram 6 tahun terakhir bergerak fluktuatif pada setiap tahunnya, hal ini
karena tidak semua lahan hortikultura yang ditanami komoditas hortikultura
pada tahun berikutnya ditanami kembali komoditas hortikultura, begitu juga
sebaliknya. Fluktuatif disini merupakan kondisi atau keadaan naik turunnya
suatu data (tidak tetap/berubah-ubah).
Selain luas lahan tanaman pangan dan hortikultura, Kota Mataram pada
lahan perkebunan memiliki rata-rata luas lahan sebesar 47 Ha, dengan data
terendah pada tahun 2018 sebesar 40,52 Ha dan data tertinggi pada tahun
2015 sebesar 53,1 Ha. Dari data tersebut terhitung hanya pada tahun 2015,
2016, 2018, 2019, dan 2020 saja. Untuk data tahun 2017 tidak tercatat pada
data BPS Kota Mataram. Berikut ini merupakan data grafik luas lahan
perkebunan Kota Mataram 2015-2020:
Data Grafik Luas Lahan Perkebunan
Kota Mataram Tahun 2015-2020

Sumber: Data Hasil Olahan


Dari data grafik tersebut dapat diamati bahwa luas lahan Kota Mataram
setiap tahunnya bergerak secara fluktuatif, hal ini karena tidak semua lahan
perkebunan yang ditanami komoditas perkebunan pada tahun berikutnya
ditanami kembali komoditas perkebunan, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan analisis lahan pertanian Kota Mataram dapat disimpulkan
bahwa potensi besar lahan pertanian ditujukan pada tanaman pangan. Namun,
untuk luas lahan tanaman pangan mengalami penurunan yang signifikan
setiap tahunnya, sedangkan pada luas lahan hortikultura dan luas lahan
perkebunan bergerak secara fluktuatif (naik turun) setiap tahunnya. Luas lahan
pertanian Kota Mataram diketahui terus mengalami penurunan, hal ini terjadi
karena alih fungsi lahan pertanian di Kota Mataram terus terjadi. Dinas
Pertanian Kota Mataram mencatat hingga Agustus 2020 mencapai 43 hektar
lebih lahan pertanian dimanfaatkan untuk pengembangan perumahan warga.
Menurut Mutawalli, pembangunan rumah baik oleh masyarakat maupun
pengembang memang menjadi musuh utama lahan pertanian. Sampai saat ini
diketahui bahwa luas lahan pertanian di Kota Mataram yang masih bertahan
hanya mencapai 1.400 hektar.
Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan aktivitas
masyarakat dalam berbagai skala, seperti halnya peningkatan kebutuhan lahan
perkotaan. Adanya hal tersebut menjadikan dampak pada perubahan lahan
pertanian menjadi alih fungsi lahan pemukiman. Hal ini membuktikan bahwa
pada kenyataannya keadaan yang ada pada suatu wilayah tidak dalam keadaan
konstan/statis, namun berkembang secara dinamis. Dengan ini maka pola
pergeseran luas lahan pertanian mengalami perubahan secara dinamis pula.
Dalam perkembangannya konversi lahan Kota Mataram sebagian besar untuk
fungsi perumahan, perkantoran, pendidikan serta untuk pertokoan. Hal ini
terjadi karena semakin pesatnya dinamika pertumbuhan dan perkembangan
Kota pada penyesuaian terhadap kebutuhan akan lahan. Perubahan
penggunaan luas lahan di Kota Mataram ini pada perumahan mengalami
peningkatan dan yang paling signifikan terjadi pengurangan adalah luas lahan
penggunaan tanah pertanian.
2. Tanaman Pangan (Diky Al Khalidy)
Analisis potensi wilayah (anpotwil) berasal dari tiga kata, yaitu analisis,
potensi, dan wilayah. Analisis dapat didefinisikan sebagai upaya mengkaji
suatu fenomena atau gejala secara ilmiah, potensi dapat didefinisikan sebagai
kekayaan/sumberdaya, baik bersifat fisik maupun non fisik yang belum
diolah, serta wilayah dapat didefinisikan sebagai garis batas yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah secara resmi (Anonymous, “tanpa tahun”). Dari
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis potensi wilayah adalah
mengkaji secara ilmiah rincian semua kekayaan/sumberdaya baik fisik dan
non fisik pada area (wilayah tertentu) sehingga dapat dikembangkan lebih
lanjut menjadi kekuaran tertentu (Aritonang, “tanpa tahun”). Analisis potensi
wilayah sangat diperlukan karena:
a. Perencanaan pembangunan wilayah tidak dapat dilakukan dengan baik
tanpa dasar pemahaman wilayah dan daerah, termasuk potensinya.
b. Perencanaan pembangunan wilayah dan daerah harus dapat memilah
potensi terbarukan dan tidak terbarukan sebagai modal pembangunan.
c. Resource ketersediaannya terbatas, maka perlu digunakan dengan bijak,
sehingga perlu analisis yang memadai untuk dapat mengelolanya dengan
baik (Anonymous, “tanpa tahun”).
Analisis potensi wilayah dapat menggunakan data yang tersedia di badan
pusat statistik, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto (gross
value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah.
Komponen dari PDRB meliputi:
a. Pertanian, kehutanan dan perikanan,
b. Pertambangan dan penggalian,
c. Industri pengolahan,
d. Pengadaan listrik dan gas,
e. Pengadaan air,
f. Konstruksi,
g. Perdagangan besar dan eceran,
h. Transportasi dan pergudangan,
i. Penyediaan akomodasi dan makan minum,
j. Informasi dan komunikasi,
k. Jasa keuangan dan asuransi,
l. Real estat,
m. Jasa perusahaan,
n. Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial,
o. Jasa pendidikan,
p. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial, dan
q. Jasa lainnya.
Salah satu metode dalam menganalisis potensi wilayah adalah
menggunakan analisis LQ. Analisis LQ adalah suatu analisis yang digunakan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di
suatu wilayah yang memanfaatkan sektor basis atau leading sector dengan
cara menghitung share output sektor di kota atau kabupaten dan share output
sektor di provinsi (Jumiyanti, 2018). Pada dasarnya, teknik ini menyajikan
perbandingan relative antara kemampuan suatu sektor didaerah yang diselidiki
dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Rontini,
2015).
Secara operasional, formulasi LQ dapat dituliskan sebagai berikut:
v 1/v 2
LQ=
V1
V2
LQ=Nilai LQ sektor ke−iv 1=Pendapatan sektor ke−idi suatu wilayah
v 2=Pendapatan sektor total di wilayahtersebut
V 1=Pendapatan sektor ke−i di wilayah yang lebih luas
V 2=Pendapatan seluruh sektor di wilayah yang lebihluas
Dasar pengambilan keputusan dalam analisis LQ yaitu:
a. Jika nilai LQ < 1, maka sektor tersebut kurang terspesialisasi
dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah tertentu, sehingga bukan
termasuk sektor unggulan (sektor non basis).
b. Jika nilai LQ = 1, maka sektor tersebut memiliki tingkat spesialisasi yang
sama dengan sektor sejenis di tingkat daerah tertentu, sehingga hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan daerah sendiri
c. Jika nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan lebih terspesialisasi
dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah tertentu, sehingga
menjadi sektor unggulan (sektor basis) (Jumiyanti, 2018).
Sebelum membahas tentang potensi pertanian, alangkah lebih baik jika
membahas potensi secara keseluruhan. Berikut merupakan data PDRB Kota
Mataram dan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2015-2020 (dalam
miliar).

Data PDRB Kota Mataram Tahun 2015-2020 (Dalam Miliar)


Tahun Jumlah
Komponen
2015 2016 2017 2018 2019 2020
A. Pertanian, kehutanan
525.16 584.56 629.4 677.28 712.57 738.55 3867.52
dan perikanan
B. Pertambangan dan
0.93 0.95 1 1.04 1.09 1.02 6.03
penggalian
1195.2 1349.6 1487.5 1699.4
1593.16 1719.66 9044.67
C. Industri pengolahan 7 4 1 3
D. Pengadaan listrik dan
11.16 13.45 18.14 19.46 20.94 21.85 105
gas
E. Pengadaan air 28.12 31.32 33.51 32.22 33.46 34.65 193.28
1356.3 1674.5
1503.8 1810.2 2098.52 1644.6 10088.03
F. Konstruksi 6 5
G. Perdagangan besar dan 2646.4 2993.8 3393.4 33736.0 3829.1
4127.57 50726.55
eceran 7 2 9 8 2
H. Transportasi dan 1025.3
805.03 911.82 1110.59 1227.37 844.57 5924.76
pergudangan 8
I. Penyediaan akomodasi
241.72 294.41 334.95 340.76 357.4 241.81 1811.05
dan makan minum
J. Informasi dan 1282.3
797.34 877.51 987.86 1055.28 1122.43 6122.81
komunikasi 9
K. Jasa keuangan dan 1300.1 1526.9 2260.1
1763.5 1979.19 2037.25 10867.16
asuransi 8 3 1
L. Real estat 685.04 765.14 848.72 933.04 1010.65 1024.1 5266.69
M. Jasa perusahaan 58.89 66.55 73.96 81.64 89.52 86.35 456.91
N. Administrasi 1215.0 1282.3 1365.1 1447.46 1474.94 1580.0 8364.92
pemerintahan,
pertahanan, dan 1 1 7 3
jaminan sosial
1249.4 1387.2
1110.9 1502.63 1659.84 1720.4 8630.43
O. Jasa pendidikan 3 3
P. Jasa kesehatan dan
605.82 662 727.35 795.3 878.47 833.13 4502.07
kegiatan sosial
Q. Jasa lainnya 631.18 686.32 769.64 837.73 912.46 839.45 4676.78
Sumber: Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Barat

Data PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2015-2020 (Dalam Miliar)
Tahun Jumlah
Komponen
2015 2016 2017 2018 2019 2020
A. Pertanian, kehutanan 30967.0
22480.16 24661.77 27183.24 29088.81 30365.63 164746.65
dan perikanan 4
B. Pertambangan dan 23196.3
23822.60 26231.97 24108.62 17264.12 17809.10 132432.77
penggalian 6
C. Industri pengolahan 4064.30 4511.47 4918.19 5121.31 5464.30 5387.06 29466.63
D. Pengadaan listrik dan
60.43 73.73 90.62 97.49 106.27 112.90 541.44
gas
E. Pengadaan air 89.59 98.35 105.62 102.62 106.42 111.75 614.35
12148.3
8848.72 9892.83 10961.23 11809.06 13989.79 67649.95
F. Konstruksi 2
G. Perdagangan besar dan 18964.1
12964.61 14506.18 16387.95 17955.03 19795.66 100573.60
eceran 7
H. Transportasi dan
7654.15 8209.18 9000.93 9310.18 9646.53 6622.12 50443.09
pergudangan
I. Penyediaan akomodasi
2206.87 2503.44 2747.48 2649.61 2686.21 1924.10 14717.71
dan makan minum
J. Informasi dan
1861.11 2045.15 2303.21 2451.34 2592.59 2934.96 14188.36
komunikasi
K. Jasa keuangan dan
3181.44 3701.24 4245.90 4692.69 4840.58 5389.21 26051.06
asuransi
L. Real estat 3198.09 3498.44 3793.67 4062.77 4324.36 4381.11 23258.44
M. Jasa perusahaan 173.44 193.12 211.10 226.34 244.83 239.38 1288.21
N. Administrasi
pemerintahan,
6622.71 6991.65 7437.80 7818.22 8174.65 8785.56 45830.59
pertahanan, dan jaminan
sosial
O. Jasa pendidikan 4608.58 5152.31 5680.64 6118.46 6696.64 6888.95 35145.58
P. Jasa kesehatan dan
1835.53 2006.42 2186.85 2444.83 2679.47 2679.36 13832.46
kegiatan sosial
Q. Jasa lainnya 2001.44 2187.54 2459.70 2655.13 2899.32 2789.41 14992.54
Sumber: Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan data tersebut, dapat dibuat tabel untuk menentukan nilai LQ.
Data yang dibutuhkan adalah data sektor i disertai dengan jumlah di Kota
Mataram serta data sektor i disertai dengan jumlah di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Berikut merupakan tabel nilai LQ dari setiap sektor
Data Nilai LQ Setiap Sektor
Jumlah berdasarkan Jumlah berdasarkan
Komponen LQ
Kota provinsi
0.13220113
3867.52 164746.65
A. Pertanian, kehutanan dan perikanan 2
0.00025641
6.03 132432.77
B. Pertambangan dan penggalian 4
1.72854803
9044.67 29466.63
C. Industri pengolahan 5
1.09208931
105 541.44
D. Pengadaan listrik dan gas 7
1.77170026
193.28 614.35
E. Pengadaan air 8
0.83976560
10088.03 67649.95
F. Konstruksi 3
2.84034128
50726.55 100573.6
G. Perdagangan besar dan eceran 8
0.66143668
5924.76 50443.09
H. Transportasi dan pergudangan 3
I. Penyediaan akomodasi dan makan 1811.05 14717.71 0.69296196
minum 2
2.43017629
6122.81 14188.36
J. Informasi dan komunikasi 4
2.34914518
10867.16 26051.06
K. Jasa keuangan dan asuransi 7
1.27519432
5266.69 23258.44
L. Real estat 3
1.99739148
456.91 1288.21
M. Jasa perusahaan 3
N. Administrasi pemerintahan,
8364.92 45830.59 1.02784006
pertahanan, dan jaminan sosial
1.38286860
8630.43 35145.58
O. Jasa pendidikan 2
1.83287149
4502.07 13832.46
P. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 4
1.75667297
4676.78 14992.54
Q. Jasa lainnya 9
R. Jumlah 130654.66 735773.43
Sumber: Data Hasil Olahan

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa sektor yang menjadi unggulan
(basis) di Kota Mataram adalah Industri pengolahan, pengadaan listrik dan
gas, pengadaan air, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi,
jasa keuangan dan asuransi, real estat, jasa perusahaan, administrasi
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial, jasa pendidikan, jasa kesehatan
dan kegiatan sosial, dan jasa lainnya karena nilai LQ > 1. Sedangkan pada
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian,
konstruksi, transportasi dan pergudangan, dan penyediaan akomodasi dan
makan minum tidak merupakan sektor unggulan (non basis) karena nilai LQ <
1.
Hal tersebut dikarenakan Kota Mataram sebagai Ibukota Provinsi Nusa
Tenggara Barat, sehingga pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
bukan merupakan sektor unggulan. Sektor yang merupakan unggulan
merupakan sektor yang berkaitan dengan layanan serta fasilitas pendukung di
wilayah perkotaan.
Walaupun demikian, bukan berarti Kota Mataram tidak memiliki sektor
unggulan atau komoditas di bidang pertanian. Untuk mengetahui hal tersebut,
dilakukan dengan metode yang sama, yaitu metode LQ dengan data yang
lebih spesifik, diantaranya cabai rawit, kacang panjang, kangkung,
petsai/sawi, terung, tomat, bayam serta cabai besar. Pemilihan komoditas
tersebut berkaitan dengan ketersediaan data yang dibutuhkan, yaitu enam
tahun terakhir. sehingga, data yang tidak lengkap seperti hanya tersedia lima
tahun atau dibawahnya tidak dimasukkan agar kesamaan data dapat
dibandingkan. Berikut merupakan tabel hasil pertanian di Kota Mataram dan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2015-2020 (dalam ton).

Tabel Hasil Pertanian di Kota Mataram tahun 2015-2020 (dalam ton)


Tahun
Jenis Jumlah
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Cabai Rawit 166 328 6010 3373 2086 1276 13239
Kacang Panjang 4 30 632 442 715 405 2228
Kangkung 553 525 4202 3231 4835 5079 18425
Petsai/Sawi 458 489 49 4260 4271 5583 15110
Terung 9 9 2 62 131 181 394
Tomat 7 20 60 485 181 89 842
Bayam 13 30 178 385 780 1046 2432
Cabai Besar 8 316 4156 2279 1566 395 8720
Sumber: Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Barat

Tabel Hasil Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2015-2020 (dalam ton)
Tahun Jumlah
Jenis
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Cabai Rawit 64016 96996 1887407 2345281 1823518 1190818 7408036
Kacang Panjang 8567 7565.3 83086 58835 71358 45465 274876.3
Kangkung 339.8 4349 49183 46574 52742 45789 198976.8
Petsai/Sawi 2580 2646.8 225 15712 27879 51947 100989.8
Terung 9848 5885.9 476 60413 101943 62408 240973.9
Tomat 36943 25217.7 20430 208716 292152 286088 869546.7
Bayam 182 611.1 5687 5648 6248 6530 24906.1
Cabai besar 20651 12041 318186 239413 176792 200924 968007
Sumber: Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan data tersebut, dapat dibuat tabel untuk menentukan nilai LQ.
Data yang dibutuhkan adalah data jenis i disertai dengan jumlah jenis di Kota
Mataram serta data jenis i disertai dengan jumlah jenis di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Berikut merupakan tabel nilai LQ dari setiap jenis.

Jumlah di Provinsi
Jumlah di Kota
Jenis Nusa Tenggara LQ
Mataram
Barat
0.29362
Cabai Rawit 13239 7408036 1
1.33171
Kacang Panjang 2228 274876.3 9
15.2138
Kangkung 18425 198976.8 8
24.5822
Petsai/Sawi 15110 100989.8 6
0.26863
Terung 394 240973.9 4
0.15909
Tomat 842 869546.7 4
16.0432
Bayam 2432 24906.1 6
1.48003
Cabai besar 8720 968007 8
Jumlah 61390 10086312.6
Sumber: Data Hasil Olahan
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis pertanian yang menjadi
unggulan (basis) di Kota Mataram adalah kacang panjang, kangkung,
petsai/sawi, bayam dan cabai besar. karena nilai LQ > 1. Sedangkan pada
jenis pertanian cabai rawit, terung, dan tomat bukan merupakan jenis
unggulan (non basis) karena nilai LQ < 1.
Hal tersebut dikarenakan alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Mataram.
Banyak lahan pertanian yang awalnya menanam padi berubah menjadi
menanam sayur karena tidak efektifnya atau rusaknya saluran irigasi untuk
mengairi sawah. Selain karena tidak efektifnya atau rusaknya saluran irigasi,
lahan pertanian juga beralih fungsi menjadi bangunan permanen berupa
perumahan sehingga mempengaruhi sistem pengairan di lahan sekitarnya.
Bahkan di sekitar kawasan perumahan, terdapat lahan yang tidak produktif,
yang semula merupakan lahan pertanian, namun karena lahan disekitarnya
menjadi perumahan, lahan tersebut tidak diolah atau dimanfaatkan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, alih fungsi lahan tersebut
menyebabkan lahan pertanian ditatami oleh sayuran, seperti petsai/sawi serta
bayam. Hampir semua lahan pertanian ditanami jenis sayuran tersebut,
terutama disekitaran kawasan tempat tinggal atau perumahan elit.
Sistem pengairan yang digunakan dengan cara manual, yaitu menggali
sumur yang berada tepat ditengah lahan yang berbentuk segitiga (kedua
sisinya digunakan untuk mengambil air guna menyiram sayuran). Penyiraman
dilakukan pada pagi hari atau sore hari dan dapat panen dalam jangka waktu
30-50 hari.
Pada jenis kangkung, kangkung yang ditanami di Kota Mataram
menggunakan media tanam berupa air, sehingga kangkung yang dihasilkan
berbatang lebih besar dan berongga. Budidaya kangkung banyak di
kembangkan, salah satunya di Kota Mataram. Sehingga, tak asing jika melihat
banyak kangkung di tengah sungai di kawasan Kota Mataram. Hal tersebut
juga didukung oleh aliran sungai yang melewati Kota Mataram, antara lain
Sungai Jangkok, Sungai Ancar, Sungai Unus, dan Sungai Brenyok.
Penanaman kangkung terjadi pada musim kemarau, karena pada musim hujan,
air sungai cenderung besar dan tidak dapat ditanami. Beberapa artikel
menjelaskan bahwa kangkung merupakan komoditas di Kota Mataram dan
artikel lain berisi tentang kenaikan harga kangkung hingga 100%.
Tabel berikut merupakan tabel tanaman yang merupakan sektor basis di
Kota Mataram.
a. Kacang panjang

Tabel diatas
merupakan tabel jumlah produksi kacang panjang di Kota Mataram pada
tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang fluktuatif antara
kenaikan serta penurunan jumlah produksi. Jumlah produksi meningkat
pada tahun 2016, 2017, dan 2019. Sedangkan penurunan jumlah produksi
terjadi pada tahun 2018 dan 2020. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada
tahun 2017, dimana jumlah produksi meningkat sebesar 5.682 ton atau
sebesasr 1.732% dari tahun sebelumnya. Namun, penurunan tertinggi
terjadi di tahun berikutnya, dimana jumlah produksi menurun sebesar
2.637 ton atau sebesar 43,88% dari tahun sebelumnya.
b. Petsai/Sawi

Tabel diatas
merupakan tabel jumlah produksi petsai/sawi di Kota Mataram pada tahun
2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang meningkat secara
fluktiatif pada tahun 2018. Jumlah produksi meningkat pada tahun 2016,
2018, 2019, dan 2020. Sedangkan penurunan jumlah produksi terjadi pada
tahun 2017 saja. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2018,
dimana jumlah produksi meningkat sebesar 4.211 ton atau sebesar 8.593%
dari tahun sebelumnya. Namun, penurunan terjadi pada tahun 2017,
dimana jumlah produksi menurun sebesar 440 ton atau sebesar 89,98%
dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, terjadi peningkatan setiap
tahunnya, walaupun pada tahun 2016 dan 2019, peningkatan yang terjadi
sangat kecil.
c. Bayam
Tabel diatas merupakan tabel jumlah produksi bayam di Kota
Mataram pada tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
meningkat setiap tahunnya. Penaikan jumlah produksi tertinggi terjadi
pada tahun 2019 sebesar 395 ton atau sebesar 102,6% dari tahun
sebelumnya.
d. Cabai Besar

Tabel diatas merupakan tabel jumlah produksi cabai besar di Kota


Mataram pada tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cenderung menurun setiap tahunnya, walaupun terjadi peningkatan yang
fluktuatif pada tahun 2017. Jumlah produksi meningkat pada tahun 2016
dan 2017. Sedangkan penurunan jumlah produksi terjadi pada tahun 2018,
2019, dan 2020. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2017,
dimana jumlah produksi meningkat sebesar 3.840 ton atau sebesar 1.215%
dari tahun sebelumnya. Namun, penurunan tertinggi terjadi pada tahun
berikutnya, dimana jumlah produksi menurun sebesar 1.877 ton atau
sebesar 45,16% dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, tabel tersebut
menggambarkan produksi yang cenderung menurun setiap tahunnya.
e. Kangkung

Tabel diatas merupakan tabel jumlah produksi kangkung di Kota


Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cenderung meningkat, terutama pada tahun 2017 secara fluktuatif. Jumlah
produksi meningkat pada tahun 2017, 2019, dan 2020. Sedangkan
penurunan jumlah produksi terjadi pada tahun 2016 dan 2018. Jumlah
kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2017, dimana, jumlah produksi
meningkat sebesar 3.677 ton atau sekitar 700% dari tahun sebelumnya.
Namun, penurunan tertinggi terjadi pada tahun berikutnya, dimana,
jumlah produksi menurun sebesar 971 ton atau sekitar 23,11% dari tahun
sebelumnya. Secara keseluruhan, tabel tersebut menggambarkan tren yang
meningkat, walaupun terjadi penurunan jumlah produksi pada tahun 2017.
Tabel berikut merupakan tabel tanaman yang merupakan sektor non basis
di Kota Mataram
1. Cabai Rawit
Tabel diatas merupakan tabel jumlah produksi cabai rawit di Kota
Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cenderung menurun, walaupun terjadi peningkatan yang fluktuatif pada
tahun 2017. Jumlah produksi meningkat pada tahun 2016 dan 2017.
Sedangkan penurunan jumlah produksi terjadi pada tahun 2018, 2019, dan
2020. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2018, dimana jumlah
produksi meningkat sebesar 5.682 ton atau sebesar 1.732% dari tahun
sebelumnya. Namun jumlah penurunan tertinggi terjadi pada tahun
berikutnya sebesar 2.637 ton atau sebesar 43,88% dari tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, tabel tersebut menggambarkan tren yang menurun,
walaupun terjadi peningkatan yang fluktuatif pada tahun 2017, dan disusul
penurunan tiga tahun setelahnya. Sektor cabai tidak masuk sektor basis
karena jumlahnya yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
produksi terung di Nusa Tenggara Barat ditambah dengan produksinya
yang selalu menurun setiap tahun.
2. Terung
Tabel diatas merupakan tabel jumlah produksi terung di Kota Mataram
tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang cenderung
meningkat, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2017. Jumlah produksi
meningkat pada tahun 2018, 2019, dan 2020. Sedangkan penurunan terjadi
pada tahun 2017 dan tidak terjadi peningkatan maupun penurunan pada
tahun 2016. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2019, dimana
jumlah produksi meningkat sebesar 69 ton atau sebesar 111,6% dari tahun
sebelumnya. Sedangkan penurunan terjadi pada tahun 2017, dimana
penurunan terjadi sebesar 7 ton atau sebesar 77,78% dari tahun
sebelumnya. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa jumlah
produksi terung di Kota Mataram mengalami kenaikan, walaupun terjadi
penurunan pada tahun 2017. Sektor terung tidak masuk sektor basis
karena jumlahnya yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
produksi terung di Nusa Tenggara Barat.
3. Tomat

Tabel diatas merupakan tabel jumlah produksi tomat di Kota Mataram


tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang setara antara
peningkatan serta penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dari tahun 2017
dan tahun 2020 dimana perbedaan jumlah produksinya yang kecil. Jumlah
produksi meningkat pada tahun 2016, 2017, dan 2018. Sedangkan
penurunan terjadi pada tahun 2019 dan 2020. Jumlah kenaikan tertinggi
terjadi pada tahun 2018, dimana jumlah produksi meningkat sebesar 425
ton atau sebesar 708,3% dari tahun sebelumnya. Namun, penurunan
tertinggi terjadi tahun setelahnya sebesar 304 ton atau 62,68% dari tahun
sebelumnya. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa produksi
tomat di Kota Mataram setara, karena mengalami peningkatan dan
penurunan secara fluktuatif, yang terbukti pada tahun 2017 dan 2020,
selisih jumlah produksi sangat kecil. Sektor tomat tidak masuk sektor
basis karena jumlahnya yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan
jumlah produksi tomat di Nusa Tenggara Barat ditambah dengan
produksinya yang cenderung menurun.
4. Hortikultura (Mochamad Azis)
Grafik Produksi Hortikultura Kota Mataram Tahun 2015-2020
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui beberapa jenis komoditas
hortikultura yang ada di Kota Mataram. Komoditas tersebut adalah alpukat,
belimbing, duku, durian, jambu air, jambu biji, jeruk, jeruk siam, mangga,
manggis, melinjo, nangka pepaya, pisang, rambutan, sawo, sirsak dan kelapa.
Apabila dilihat sekilas, hampir semua komoditas hortikultura tersebut selama
enam tahun terakhir yaitu tahun 2015 hingga 2020 pertumbuhannya bergerak
secara fluktuatif.
Produksi komoditas alpukat di Kota Mataram sempat mengalami
peningkatan signifikan dari tahun 2015 sebesar 8 kwintal kemudian pada
tahun 2017 menjadi 4.156 kwintal. Akan tetapi setelah itu berangsur-angsur
turun menjadi 395 kwintal pada tahun 2020. Hal serupa juga dialami
komoditas durian, melinjo dan kelapa yang mengalami peningkatan jika
dibandingkan produksi tahun 2015 dengan tahun berikutnya hingga
mengalami penurunan produksi sampai pada tahun 2020. Sedangkan
komoditas lain yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
adalah belimbing pada tahun 2015 sebanyak 64 kwintal menjadi 519 kwintal
di tahun 2020. Kemudian jambu air tahun 2015 sebanyak 131 kwintal menjadi
512 kwintal pada tahun 2020. Hal serupa juga dialami jambu biji, mangga,
manggis, pepaya dan pisang.
Sedangkan komoditas yang bergerak fluktuatif cenderung menurun adalah
rambutan yang produksinya pada tahun 2015 sebesar 3.471 kwintal menjadi
3.411 kwintal pada tahun 2020. Kemudian komoditas yang mengalami
penurunan produksi dari tahun 2015 kemudian mengalami peningkatan
kembali di tahun 2020 adalah sirsak, sawo dan nangka.
5. Perkebunan (Theresya Yozha Delima)
Perkebunan merupakan suatu andalan komoditas unggulan dalam
menopang pembangunan perekonomian Nasional Indonesia, baik dari sudut
pandang pemasukan devisa Negara maupun dari sudut pandang peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, dengan cara membuka lapangan
pekerjaan yang sangat terbuka luas. Sedangkan tanaman perkebunan adalah
tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan tujuan pengelolaannya
ditetapkan untuk usaha perkebunan.
Kota Mataram memiliki tiga komoditas perkebunan yang unggul, seperti:
perkebunan pinang, kapuk, dan asam. Dalam tiga komoditas perkebunan ini
yang paling banyak di produksi adalah perkebunan asam dengan rata-rata
dalam tahun 2015, 2016, 2017, 2019, dan 2020 adalah sebesar 4 ton. Jumlah
terendah produksi perkebunan asam ini pada tahun 2016 sebesar 3 ton dan
produksi tertinggi pada tahun 2015, 2017, 2019, dan 2020 sebesar 4 ton. Jika
dilihat melalui tabel grafik, maka jenis komoditas perkebunan asam ini di
Kota Mataram bergerak naik dan konstan dari tahun ketahun. Dari data
tersebut terhitung hanya pada tahun 2015, 2016, 2017, 2019, dan 2020 saja.
Untuk data tahun 2018 tidak tercatat pada data BPS Kota Mataram.
Selain komoditas perkebunan asam, di Kota Mataram juga memiliki jenis
komoditas perkebunan pinang dan kapuk. Dari data analisis yang didapatkan
untuk kedua jenis komoditas perkebunan ini, dilihat pada tabel grafik bergerak
secara fluktuatif namun cenderung menurun dari tahun 2015 hingga tahun
2020. Untuk perkebunan pinang dan kapuk yang semula pada tahun 2015
sebesar 1 ton, kemudian pada tahun 2016 naik secara drastis menjadi 3 ton.
Namun pada tahun-tahun berikutnya produksi perkebunan pinang dan kapuk
ini menurun kembali menjadi 1 ton.
6. Kehutanan

7. Peternakan (Diky Al Khalidy)


Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian diatas, sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan bukan merupakan sektor basis di Kota Mataram.
Namun, bukan berarti Kota Mataram tidak memiliki basis di sektor tersebut.
Untuk mengetahuinya, analisis yang digunakan adalah analisis LQ

Tabel Jumlah Populasi Peternakan di Kota Mataram tahun 2015-2020 (dalam ekor)
Jumla
Tahun
Jenis Ternak h
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kuda 568 440 401 447 378 393 2627
Sapi 1921 2006 2094 2187 2152 2260 12620
Kerbau 21 24 7 7 0 0 59
Kambing 1819 1885 1835 2318 1590 1676 11123
Domba 22 49 47 48 0 0 166
Babi 1296 1726 1477 1551 661 717 7428
Jenis Unggas
Ayam kampung 63611 68328   63078 63078 62290 320385
ayam petelur 9191 17621   11328 11328 12216 61684
ayam pedaging 32214 68510   123346 123346 90851 438267
Itik/itik mamalia 9705 12499   10431 10431 7726 50792
Sumber: Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Barat

Tabel Jumlah Populasi Peternakan di Nusa Tenggara Barat tahun 2015-2020 (dalam ekor)
Tahun
Jenis Ternak Jumlah
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kuda 62451 60540 48846 47292 47292 43705 310126
Sapi 1055013 1092719 1149539 1183570 1234357 1285746 7000944
Kerbau 124808 125122 120072 120125 121572 115151 726850
Kambing 613548 643079 657194 675852 622039 709768 3921480
Domba 30460 25912 18949 26713 21862 23058 146954
Babi 49016 55670 53784 57020 60066 69518 345074
Jenis Unggas
Ayam kampung 6660868 488863   7870476 8266400 7697844 30984451
ayam petelur 350025 7536124   1246699 1280569 1438497 11851914
1518765 1578738
ayam pedaging 9103809 8130771   0 15144363 8 63353981
Itik/itik mamalia 1100228 1119651   1169034 1179720 737703 5306336
Sumber: Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan data tersebut, dapat dibuat tabel untuk menentukan nilai LQ.
Data yang dibutuhkan adalah data jenis i disertai dengan jumlah jenis di Kota
Mataram serta data jenis i disertai dengan jumlah jenis di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Berikut merupakan tabel nilai LQ dari setiap jenis.

Jenis Ternak Jumlah di Kota Jumlah di Provinsi LQ


Mataram Nusa Tenggara Barat
Kuda 2627 310126 3.100048
Sapi 12620 7000944 0.659704
Kerbau 59 726850 0.029707
Kambing 11123 3921480 1.038051
Domba 166 146954 0.413403
Babi 7428 345074 7.877823
Jumlah 34023 12451428
Sumber: Data Hasil Olahan

Jumlah di Kota Jumlah di Provinsi


Jenis Unggas LQ
Mataram Nusa Tenggara Barat
Ayam kampung 320385 30984451 1.323452
ayam petelur 61684 11851914 0.666138
ayam pedaging 438267 63353981 0.885411
itik/itik mamalia 50792 5306336 1.225125
Jumlah 871128 111496682
Sumber: Data Hasil Olahan
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis peternakan yang menjadi
unggulan (basis) di Kota Mataram adalah kuda, kambing, serta babi, karena
nilai LQ > 1. Sedangkan pada jenis sapi, kerbau, dan domba bukan
merupakan jenis unggulan (non basis) karena nilai LQ < 1.
Kuda merupakan ternak yang banyak dimanfaatkan di Kota Mataram
sebagai tenaga untuk menarik cidomo, sebutan untuk kereta kayu di Pulau
Lombok, sehingga jumlahnya tergolong banyak di Kota Mataram. Selain itu,
kendaraan umum seperti angkutan umum sangat jarang dibandingkan oleh
cidomo.
Pada jenis sapi, domba dan kerbau, tidak tergolong banyak di Kota
Mataram, terutama jenis kerbau dan domba. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, masyarakat banyak memiliki kuda daripada sapi karena
digunakan untuk menarik cidomo, yang sebagian masyarakat merupakan mata
pencaharian.
Pada jenis babi, penulis belum menemukan tempat budidaya ternak
tersebut. Namun, penulis berpendapat, jumlah babi yang banyak tersebut
berasal dari budidaya individu yang dilakukan masyarakat. Hal tersebut dapat
terjadi karena pemukiman di Kota Mataram ada yang mengelompok, sesuai
dengan agama, ras, budaya dan sebagainya.
Pada jenis ayam kampung itik, jumlah populasinya tergolong banyak
karena jenis tersebut merupakan salah satu kuliner di Kota Mataram, sehingga
banyak dibudidayakan. Sedangkan pada ayam petelur dan ayam pedaging
masih bergantung pada wilayah lainnya.
Tabel berikut merupakan tabel tanaman yang merupakan sektor basis
peternakan di Kota Mataram

a. Kuda

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi kuda di Kota Mataram


tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren cenderung menurun
stabil, karena pada awal tahun lebih tinggi daripada tahun-tahun
setelahnya, yang kemudian cenderung stabil. Jumlah populasi meningkat
pada tahun 2018 dan 2020. Sedangkan penurunan terjadi pada tahun 2016,
2017, dan 2019. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2018,
dimana jumlah populasi meningkat sebesar 46 ekor atau sebesar 11,47%
dari tahun sebelumnya. Sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada tahun
2016 sebesar 128 ekor atau sebesar 22,54% pada tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, tabel tersebut menggambarkan jumlah populasi yang
cenderung menurun stabil, karena pada awal tahun, yaitu 2015 mengalami
penurunan pada tahun setelahnya, yang kemudian diikuti oleh
perkembangan yang cenderung stabil.
b. Kambing

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi kambing di Kota


Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren cenderung
stabil yang kemudian menurun. Hal tersebut terjadi karena pada tahun
2019, populasi kambing mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Jumlah populasi meningkat pada tahun 2016, 2018, dan 2020. Sedangkan
penurunan
terjadi pada
tahun 2017
dan 2019.
Jumlah
kenaikan
tertinggi
terjadi pada tahun 2018, dimana populasi meningkat sebesar 483 ekor atau
26,32% dari tahun sebelumnya. Namun, penurunan tertinggi terjadi di
tahun berikutnya, dimana populasi menurun sebesar 728 ekor atau sekitar
31,41%. Secara keseluruhan, tabel tersebut menggambarkan popuasi
kambing yang awalnya cenderung stabil kemudian menurun pada tahun
2019 yang cukup signifikan.
c. Babi

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi babi di Kota Mataram


tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang cenderung
menurun, karena jumlah populasi pada tahun awal lebih tinggi daripada
tahun akhir, dan penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2019.
Jumlah populasi meningkat pada tahun 2016, 2018, dan 2020. Sedangkan
penurunan terjadi pada tahun 2017 dan 2019. Jumlah kenaikan tertinggi
terjadi pada tahun 2016, dimana populasi meningkat sebesar 430 ekor atau
33,18% dari tahun sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun
2019, dimana populasi menurun sebesar 890 ekor atau 57,38% dari tahun
sebelumnya. Secara keseluruhan, tabel tersebut menggambarkan populasi
babi yang cenderung menurun.
Tabel berikut merupakan tabel tanaman yang merupakan sektor non basis
perternakan di Kota Mataram
a. Sapi
Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi sapi di Kota Mataram
tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang cenderung
meningkat. Jumlah populasi meningkat pada tahun 2016, 2017, 2018, dan
2020. Sedangkan penurunan terjadi hanya pada tahun 2019. Jumlah
kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2020, dimana populasi meningkat
sebesar 108 ekor atau sebesar 5,02% dari tahun sebelumnya. Penurunan
tertinggi terjadi sebesar 35 ekor atau sebesar 1,6% dari sebelumnya.
Sektor peternakan pada jenis sapi bukan termasuk sektor basis karena
jumlah populasinya yang kecil dibandingkan dengan wilayah Nusa
Tenggara Barat, walaupun jumlah populasinya meningkat setiap tahun,
kecuali pada tahun 2019.

b. Kerbau
Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi kerbau di Kota
Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cenderung menurun, bahkan tidak terdapat populasi. Jumlah populasi
meningkat hanya terjadi pada tahun 2016, selebihnya mengalami
penurunan. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2016, dimana
populasi meningkat sebesar 3 ekor atau sekitar 14,29% dari tahun
sebelumnya. Namun, penurunan tertinggi terjadi di tahun berikutnya,
dimana penurunan sebesar 17 ekor atau sekitar 70,83% dari tahun
sebelumnya. Sektor peternakan pada jenis kerbau bukan termasuk sektor
basis karena jumlah populasinya yang kecil, bahkan tidak ada di Kota
Mataram.
c. Domba

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi domba di Kota


Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cenderung stabil, namun mengalami penurunan yang drastis pada tahun
2019. Jumlah populasi meningkat pada tahun 2016 dan 2019. Sedangkan
penurunan terjadi pada tahun 2017 dan 2019. Jumlah kenaikan tertinggi
terjadi pada tahun 2016, dimana populasi meningkat sebesar 27 ekor atau
sebesar 122,73% dari tahun sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi pada
tahun 2019, dimana penurunan terjadi sebesar sebesar 48 ekor atau
sebesar 100% dari tahun sebelumnya. Sektor peternakan pada jenis domba
bukan termasuk sektor basis karena jumlah populasinya yang kecil,
bahkan tidak ada di Kota Mataram.
Tabel dibawah merupakan jenis unggas yang menjadi basis di kota
Mataram. Data pada tahun 2017 memang tidak tersedia pada tingkatan
provinsi, sehingga pada tingkat kota juga dikosongkan agar data dapat
dibandingkan dengan tingkat provinsi untuk memperoleh nilai LQ
a. Ayam kampung

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi ayam kampung di Kota


Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cenderung menurun, karena pada pernah mengalami pengingkatkan yang
fluktuatif, yang kemudian menurun stabil. Jumlah kenaikan hanya terjadi
pada tahun 2016, sedangkan penurunan terjadi pada tahun 2018 dan 2020.
Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2016, dimana jumlah
populasi meningkat sebesar 4717 ekor atau sekitar 7,42% dari tahun
sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2020, dimana
penurunan terjadi sebesar 788 ekor atau sekitar 1,25% dari tahun
sebelumnya. Secara keseluruhan, tabel tersebut menggambarkan populasi
ayam kampung yang cenderung menurun, kemudian cukup stabil pada
akhir tabel.
b. Itik/itik mamalia

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi itik/itik mamalia di


Kota Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
cukup stabil, walaupun mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup
signifikan. Jumlah kenaikan hanya terjadi pada tahun 2016, sedangkan
penurunan terjadi pada tahun 2018 dan 2020. Jumlah kenaikan tertinggi
terjadi pada tahun 2016, dimana jumlah populasi meningkat sebesar 2794
atau sebesar 28,79% dari tahun sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi
pada tahun 2020, dimana penurunan terjadi sebesar 2705 ekor atau sebesar
25,93% dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, tabel tersebut
menggambarkan populasi itik/itik mamalia yang cenderung stabil,
walaupun terjadi peningkatan pada awal tahun tabel dan penurunan pada
akhir tahun tabel.
Tabel berikut merupakan tabel jenis unggas yang merupakan sektor non
basis perternakan di Kota Mataram

a. Ayam petelur
Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi ayam petelur di Kota
Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang yang
cukup stabil, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2018 yang
signifikan. Jumlah kenaikan terjadi pada tahun 2016 dan 2020, sedangkan
penurunan terjadi pada tahun 2018. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada
tahun 2016, dimana jumlah populasi meningkat sebesar 8430 atau sebesar
91,72% dari tahun sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun
2018, dimana penurunan terjadi sebesar 6293 ekor atau sekitar 35,71%
dari dua tahun sebelumnya. Jenis ayam petelur merupakan sektor non
basis karena jumlahnya yang sedikit dibandingkan dengan tingkat
provinsi, serta kebutuhan telur di Kota Mataram yang masih berhubungan
daerah lainnya.
b. Ayam pedaging

Tabel diatas merupakan tabel jumlah populasi ayam pedaging di Kota


Mataram tahun 2015-2020. Pada tabel tersebut, terlihat tren yang
meningkat karena perbedaan jumlah populasi pada tahun awal tabel
dengan tahun akhir tabel, walaupun mengalami penurunan. Jumlah
kenaikan terjadi pada tahun 2016 dan 2018, sedangkan penurunan hanya
terjadi pada tahun 2020. Jumlah kenaikan tertinggi terjadi pada tahun
2016, dimana jumlah populasi meningkat sebesar 54836 ekor atau sebesar
80,04% dari tahun sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun
2020, dimana penurunan terjadi sebesar 32495 ekor atau sebesar 26,34%
dari tahun sebelumnya. Jenis ayam pedaging merupakan sektor non basis
karena jumlahnya yang sedikit dibandingkan dengan tingkat provinsi,
serta kebutuhan telur di Kota Mataram yang masih berhubungan daerah
lainnya.
8. Perikanan (Mochamad Azis)
Berdasarkan grafik di bawah, secara umum dapat dilihat bahwa produksi
perikanan Kota Mataram bergerak fluktuatif namun dapat dibilang masih
stabil. Maksudnya jika ada penurunan maupun peningkatan produksi, selisih
dengan tahun-tahun berikutnya tidak terlalu besar atau ekstrim, sehingga
dapat dibilang masih di batas kewajaran. Dari semua komoditas perikanan
yang ada, hanya ikan tongkol yang mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, yaitu dari tahun 2015 hingga 2020. Pada tahun 2015 produksi ikan
tongkol sebesar 240,5 ton. Kemudian meningkat sebanyak 20,5 ton pada
tahun 2016 dan pada tahun 2017 produksi ikan tongkol telah mencapai 280
ton. Peningkatan terus berlanjut di tahun 2018 dan 2019 yang telah mencapai
angka 300 ton lebih. Hingga pada puncaknya, tahun 2020 produksi ikan
tongkol mencapai 398,3 ton.
Sedangkan komoditas selain ikan tongkol mengalami fluktuasi dari tahun
ke tahun. Ikan kembung misalnya setiap tahun produksinya mengalami
peningkatan dan penurunan dengan rentang produksi berkisar antara 90 an ton
hingga 100 ton lebih. Kemudian ikan kerapu yang produksi paling rendahnya
sebesar 64,5 ton pada tahun 2015, sedangkan produksi tertingginya terjadi di
tahun 2016 sebesar 85 ton. Di tahun-tahun berikutnya produksi ikan ini
bergerak cukup stabil di atas 78 ton hingga 83 ton tiap tahunnya. Untuk ikan
cakalang produksi terrendahnya sebesar 57,76 ton pada tahun 2019,
sedangkan tertingginya 68,7 ton di tahun 2018. Namun secara keseluruhan
produksi ikan cakalang ini cenderung mengalami penurunan dari tahun ke
tahun.
Serupa dengan ikan cakalang, ikan selar juga mengalami fluktuasi namun
cenderung mengalami penurunan jumlah produksi tiap tahunnya walaupun di
tahun 2019 dan 2020 produksinya mengalami peningkatan yang cukup besar.
Kemudian terdapat dua komoditas ikan yang semuanya cenderung mengalami
peningkatan, yaitu ikan tembang dan ikan kuning. Ikan tembang di tahun
2015, produksinya mencapai 71 ton, namun di tahun berikutnya turun menjadi
68 ton dan berlanjut di 2017 menjadi 65 ton. Akan tetapi di tahun-tahun
berikutnya di tahun 2018 sampai 2020 terus mengalami peningkatan. Di tahun
2020 sendiri produksi ikan tembang mencapai 74,94 ton yang merupakan
angka produksi tertinggi selama enam tahun terakhir. Sedangkan ikan kuning
mengalami fluktuasi di setiap tahunnya yang berada di rentang 57 ton hingga
63 ton. Produksi terendah berada di tahun 2016 dengan nilai produksi sebesar
57,6 ton dan tertingginya di tahun 2020 sebesar 63,5 ton. Terakhir adalah
produksi ikan selain yang telah disebutkan di atas yang jumlahnya cukup
besar. Di tahun 2015 produksinya hanya sebesar 58 ton, namun di tahun 2020
total produksinya telah mencapai 105,24 ton, bahkan 2016 hingga 2018,
produksinya di atas 110 ton yang artinya hampir dua kali lipat kenaikan
produksinya.
C. ANALISIS KONDISI GEOGRAFI DENGAN POTENSI PERTANIN
1. Tanaman pangan (Theresya Yozha Delima)
Secara geografis wilayah Kota Mataram terletak pada lokasi yang
berdekatan dengan pantai, sehingga membuat kota ini memiliki kelembaban
udara yang cukup tinggi dan suhu udara yang relatif stabil berkisar antara
selama lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh sifat air sebagai penstabil
suhu. Curah hujan yang tinggi di Kota Mataram antara 1599.96 sampai
2834.04 mm/tahun dalam lima tahun terakhir tergolong tinggi dengan
intensitas insolasi matahari yang cukup besar antara 66,9 % sampai 90 %
sebab masih berada di kawasan tropis. Kemudian untuk jenis tanah Kota
Mataram didominasi oleh endapan aluvial seperti tanah liat dan endapan tuff
yang berasal dari material gunungapi, sebab lokasinya berada di barat daya
Gunungapi Rinjani. Material Gunung Rinjani tersebut kemudian terbawa dan
terakumulasi di Kota Mataram yang berada di tepi pantai.
Dengan letak geografi yang strategis ini wilayah Kota Mataram sangat
cocok untuk digunakan sebagai lahan pertanian, khususnya pada lahan
pertanian tanaman pangan. Jenis pertanian tanaman pangan yang menjadi
unggulan di Kota Mataram adalah kangkung, petsai/sawi, bayam dan cabai.
Hal ini karena dalam produksi pertanian tersebut menjadi produksi paling
banyak dibanding dengan tanaman pangan yang lain. Sedangkan pada jenis
pertanian terung dan tomat tidak merupakan jenis unggulan karena memiliki
jumlah produksi yang sedikit, selain itu dalam perhitungan LQ memiliki nilai
dibawah 1. Pada jenis kangkung, kangkung yang ditanami di Kota Mataram
menggunakan media tanam berupa air, sehingga kangkung yang dihasilkan
berbatang lebih besar dan berongga. Hal tersebut juga didukung oleh aliran
sungai yang melewati Kota Mataram, antara lain Sungai Jangkok, Sungai
Ancar, Sungai Unus, dan Sungai Brenyok. Selain itu, Penanaman kangkung
terjadi pada musim kemarau, karena pada musim hujan, air sungai cenderung
besar dan tidak dapat ditanami.
Petsai/sawi bukan tanaman asli Indonesia, menurut asalnya di Asia
Selatan dekat pengunungan Himalaya. Karena Indonesia mempunyai
kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga dikembangkan di
Indonesia. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
sampai dataran tinggi. Pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di
dataran tinggi pertumbuhan yang optimal pada kisaran suhu 16 0C sampai 18
0C. Tanaman tidak tumbuh baik apabila suhu maksimum 27- 29 0C dan suhu
minimum 6-8 0C. (Susanto, 2010). Daerah penanaman yang cocok adalah
mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan
laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai
ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl (Susanto, 2010). Tanah yang
cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus,
subur, serta pembuangan airnya baik.
Dilihat dari karakter tanaman ini maka, Kota Mataram sangat cocok dalam
perkembangan tanaman petsai/sawi. Hal ini karena jenis tanah Kota Mataram
didominasi oleh endapan aluvial seperti tanah liat dan endapan tuff yang
berasal dari material gunungapi yang banyak mengandung humus dan subur.
Selain itu, curah hujan yang tinggi di Kota Mataram antara 1599.96 sampai
2834.04 mm/tahun dalam lima tahun terakhir tergolong tinggi. Hal ini sangat
cocok terhadap karakter tanaman petsai/sawi yang tahan terhadap air hujan,
sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Begitu juga dengan tanaman lain,
seperti bayam dan cabai yang cocok ditanam pada wilayah Kota Mataram
karena letak geografis yang strategis.
2. Hortikultura (Diky Al Khalidy)
Dalam tabel hortilkultura, terlihat perkembangan anggur yang cukup
meningkat. Penanaman anggur cocok pada suhu yang tidak terlalu panas
maupun dingin pada ketinggian hingga 1000 mdpl. Anggur dapat
dikembangkan di Kota Mataram karena suhu yang tergolong standar untuk
perkembangan anggur. Pembuktian hal tersebut berupa beberapa tetangga
menanam anggur dan dapat tumbuh berkembang dengan baik hingga proses
penghasilan buah.
a. Pada buah alpukat, terlihat peningkatan dan penurunan yang fluktuatif.
Buah alpukat cocok dengan kecepatan angin kurang dari 62,4 km/jam,
berada di dataran rendah dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Kriteria
tersebut cocok dengan kawasan Kota Mataram. Hal ini dibuktikan
dengan tumbuhnya pohon alpukat di beberapa rumah warga. Penurunan
yang terjadi kemungkinan karena gempa, dimana gempa yang terjadi di
Pulau Lombok menyebabkan pohon banyak yang tumbang. Beberapa
tahun lalu juga, Kota Mataram ditanda angin yang sangat kencang.
Kemungkinan, hal tersebut yang menyebabkan pohon besar, seperti
alpukat yang ditebang, baik karena pilihan individu maupun kebijakan
pemerintah. Kemungkinan besar, penurunan yang terjadi juga karena
penggantian varietas pada jenis tertentu, mengingat alpukat yang
membutuhkan waktu lama hingga proses panen.
b. Pada buah belimbing, terlihat peningkatan yang cukup signifikan
walaupun terjadi penurunan pada tahun 2019. Buah belimbing cocok
ditanami pada iklim tropis karena membutuhkan intensitas penyinaran
matahari yang tinggi, sekitar 45-50%. Kawasan Kota Mataram cocok
untuk penanaman belimbing karena syarat perkembangan belimbing
yang sesuai. Bahkan, intensitas penyinaran matahari lebih tinggi. Hal ini
dibuktikan dari warga yang memiliki pohon belimbing dan tumbuh
subur. Penurunan yang terjadi kemungkinan karena tebang pilih saat
terjadinya gempa dan angin kencang.
c. Buah duku merupakan buah yang tumbuh dengan baik pada ketinggian
600 mdpl dengan tipe tanah latosol, podsolik kuning kuning dan
alluvial, pH sekitar 6-7 dengan suhu 25-35°C. Sesuai dengan kriteria
tersebut, Kota Mataram cocok ditanami dengan buah duku. Namun,
hanya sedikit yang menanami buah duku karena lamanya masa panen
dari buah ini.
d. Durian merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu
24-30°C, beriklim tropis pada ketinggian 50-1000 mdpl dengan tanah
latosol, podsolik, serta andosol. Jenis tanah tersebut kurang cocok di
Kota Mataram sehingga terjadi penurunan terjadi, selain dari peristiwa
gempa, angin kencang, serta penggantian varietas karena proses
pembuahan yang lama.
e. Jambu air merupakan tumbuhan yang ideal pada intensitas 40-80%,
suhu 18-28°C, dengan kelembaban antara 50-80%. Kondisi tersebut
sesuai dengan kawasan Kota Mataram, dilihat dari pertumbuhan jumlah
produksi. Namun, terjadi penurunan, yang kemungkinan terjadi karena
gempa, angin kencang serta penurunan jumlah curah hujan.
f. Jambu biji merupakan tanaman yang cocok di tanam dengan kondisi
angin sedang, curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan suhu 23-28°C.
Kondisi tersebut cocok dengan kawasan Kota Mataram, terlihat dari
jumlah produksinya yang meningkat, walaupun terjadi penurunan akibat
gempa, angin kencang serta penurunan jumlah curah hujan.
g. Jeruk merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-
400 mdpl, dengan suhu 25-30°C, curah hujan tidak lebih dari 100 mm
serta kelembaban 50-85%. Ciri-ciri tersebut cocok dengan kawasan
Kota Mataram yang terletak didataran rendah dengan suhu rata-rata
26°C serta kelembaban 81,3%. Namun, terjadi penurunan yang
mungkin disebabkan oleh perubahan curah hujan serta intensitas
matahari yang sedikit menurun dari tahun sebelumnya.
h. Jeruk siam merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik pada suhu
13-25°C (optimum 22-23°C) dengan curah hujan 1000-3000 mm per
tahun dan terkena sinar matahari secara penuh. Kondisi tersebut kurang
cocok di Kota Mataram, sehingga jumlah produksi jeruk siam
cenderung lebih kecil daripada jeruk karena kondisi geografis yang
tidak mendukung.
i. Mangga merupakan tanaman yagn tumbuh dengan baik pada suhu 25-
32°C, curah hujan 750-2000 mm dengan ketinggian dibawah 300 mdpl.
Kondisi tersebut sangat sesuai dengan kondisi di Kota Mataram
sehingga jumlah produksi manga sangat tinggi. Namun, terjadi
penurunan pada tahun 2019 yang mungkin disebabkan oleh gempa,
angin kencang serta penurunan jumlah curah hujan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
j. Manggis merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada suhu 22-23°C
dengan curah hujan tahunan sekitar 1500-2500 mm pertahun dan
merata. Kondisi tersebut kurang cocok di kawasan Kota Mataram
dimana curah hujan yang terjadi tidak merata setiap bulannya. Namun,
jika dilihat dari jumlah produksinya terjadi peningkatan yang mungkin
disebabkan oleh berkurangnya jumlah curah hujan tahunan yang
mendukung pertumbuhan manggis secara optimal.
k. Melinjo merupakan tumbuhan yang cocok pada jenis tanah apapun,
walaupun kurang subur dengan curah hujan 2500-3000 mm pertahun.
Kondisi tersebut sesuai dengan kondisi di Kota Mataram. Namun, tidak
banyak yang membudidayakan melinjo ini, sehingga walaupun cocok,
jumlahnya hanya sedikit. Terjadi penurunan produksi pada tahun 2019
yang mungkin disebabkan oleh berkurangnya jumlah curah hujan
tahunan dari tahun sebelumnya, sehingga produksi menjadi menurun.
l. Nangka merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada kondisi udara
minimum 16-21°C dan maksimum 31-31,5°C dengan tanah jenis
alluvial, tanah liat berpasir/liat berlempung dan irigasi baik. Kondisi
tersebut sesuai dengan kondisi di Kota Mataram. Penungkatan terjadi
pada tahun 2020 yang mungkin disebabkan oleh meningkatnya jumlah
curah tahunan, suhu yang sedikit menurun serta penurunan kelembaban
udara.
m. Pepaya merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada kondisi curah
hujan 1000-2000 mm/tahun, suhu udara 22-26°C, kelembaban sekitar
40% serta tanah yang subur. Kondisi ini cocok dengan kawasan Kota
Mataram dan juga pepaya membutuhkan waktu yang relatif singkat
dalam masa panen, sehingga banyak dibudidayakan.
n. Pisang merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada kondisi bercurah
hujan 650-5000 mm/tahun, ketinggian 0-1000 mdpl serta suhu antara
21-29,5°C. Kondisi tersebut sesuai dengan kondisi Kota Mataram
sehingga jumlah produksi pisang yang banyak. Namun, terjadi
penurunan oada tahun 2017, yang kemungkinan disebabkan oleh angin
kencang serta penurunan jumlah curah hujan.
o. Rambutan merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada kondisi
bercurah hujan 1500-3000 mm/tahun, suhu 25-35°C dan tanah yang
basah. Kondisi tersebut sesuai dengan wilayah Kota Mataram. Jumlah
produksi rambutan pada tahun 2019 meningkat tajam yang
kemungkinan terjadi karena perubahan varietas tanaman, karena banyak
tanaman yang lain mengalami penurunan, sedangkan rambutan
mengalami peningkatan.
p. Sawo merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada kondisi bercurah
hujan sekitar 1250-2500 mm/tahun, ketinggian 900 mdpl serta jenis
tanah alluvial. Kondisi tersebut sesuai dengan kondisi di Kota Mataram.
Namun, sawo membutuhkan suhu yang tidak terlalu panas, karena dapat
merusak pertumbuhan. Dibandingkan dengan jenis lain, peminat
budidaya sawo lebih sedikit sehingga jumlah produksinya sangat kecil
dibandingkan jenis lain.
q. Sirsak merupakan tumbuhan yang tumbuh dengan baik pada suhu 22-28
°C serta curah hujan 1500-2500 mm/tahun. Kondisi tersebut sesuai
dengan kondisi di Kota Mataram. Namun, perkembangan sirsak sedikit
terganggu karena sirsak tidak dapat bertahan dalam keadaan panas
maupun dingin, sedangkan keadaan suhu di Kota Mataram tidak
menentu, terkadang panas maupun sebaliknya. Sirsak juga memiliki
masa panen yang lama sehingga hanya sedikit saja yang
membudidayakannya, dibandingkan dengan jenis lainnya.

3. Perkebunan (Mochamad Azis)


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perkebunan di Kota Mataram
yang paling besar produksinya adalah asam atau asam jawa. Rata-rata
produksi setiap tahunnya mencapai 4 ton, cukup jauh dengan komoditas
perkebunan lainnya yang ada di Kota Mataram seperti pinang dan kapuk yang
rata-rata produksi setiap tahunnya berkisar 1 ton. Sekilas tentang karakter
tanaman asam, tanaman ini diperkirakan berasal dari Afrika yang kemudian
menyebar di wilayah tropis Asia termasuk Indonesia. Di Indonesia tanamn ini
sering dijumpai di sepanjang jalan atau tempat-tempat tertentu yang
difungsikan sebagai pohon peneduh karena ukurannya yang dapat tumbuh
sangat besar. Tanaman asam ini dapat tumbuh dengan maksimal di wilayah
yang ketinggiannya berada di antara 1000 sampai 1500 mdpl yang dapat
tumbuh di tanah yang liat maupun berpasir. Kemudian tanaman ini akan cepat
berbunga apabila hidup di daerah dengan curah hujan yang agak tinggi.
Namun dengan karakteristik tanaman asam yang telah dijelaskan di atas,
terdapat beberapa yang bertolak belakang dengan kondisi geografis Kota
Mataram, salah satunya adalah ketinggian tanamnya. Seharusnya tanaman
asam sangat cocok berada di ketinggian 1000 sampai 1500 meter, sedangkan
ketinggian Kota Mataram saja berada dibawah 100 mdpl sebab berada di
wilayah dataran rendah yang berbatasan langsung dengan laut. Namun
terdapat beberapa kecocokan seperti jenis tanahnya yang cenderung liat dan
berpasir yang sama dengan karakteristik tanah di Kota Mataram yang berupa
tanah aluvial dan endapan sedimen. Begitu juga dengan curah hujan, dimana
tanaman asam sangat cocok tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan
cukup tinggi. Curah hujan Kota Mataram sendiri berkisar 2000 mm tiap
tahunnya.
4. Kehutanan
5. Peternakan (Theresya Yozha Delima)
Kota Mataram merupakan Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
yang terdapat di Pulau Lombok, yaitu pulau yang berada diantara Pulau
Sumbawa dan Pulau Bali. Geomorfologi wilayah ini sebagian besar berupa
dataran rendah dengan kemiringan 0 sampai 2 % berupa dataran marin dan
fluvial serta dataran bergelombang dengan kemiringan 2 sampai 15 %. Karena
Kota Mataram ini termasuk kedalam dataran rendah, maka sangat cocok
sebagai wilayah produksi peternakan. Hal ini juga didukung dengan adanya
banyak rerumputan dan suhu yang cocok untuk peternakan, seperti : hewan
sapi dan kuda. Lokasi yang berdekatan dengan pantai tersebut membuat kota
ini memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi, berkisar 76 hingga 58
persen dan suhu udara yang relatif stabil berkisar antara 26,3 °C hingga 28,8
°C selama lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh sifat air sebagai
penyetabil suhu.
Kota Mataram lokasinya berada di barat daya Gunungapi Rinjani.
Sehingga dekat dengan padang savana sembalun. Sebagian besar wilayah
Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdiri dari padang savana yang
luas. Potensi alam ini sangat cocok untuk pengembangan usaha peternakan.
Ribuan hektar padang savana membentang luas dari wilayah pesisir,
merupakan kawasan yang dapat dijadikan sebagai pusat-pusat pengembangan
peternakan.
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan pemeliharaan hewan
ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Kota
Mataram memiliki beberapa jenis peternakan, salah satunya adalah peternakan
sapi, kuda, babi, kerbau, ayam, dan puyuh. Potensi peternakan yang dimiliki
daerah ini cukup menjanjikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, lantaran
didukung oleh ketersediaan alam berupa padang savana luas dengan akses
pasar yang lumayan besar. Diketahui bahwa Kota Mataram sebagai Ibukota
Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan tingkat pendapatan yang relatif lebih
tinggi dari kabupaten lain, membutuhkan daging sapi yang relatif lebih
banyak. Untuk itu, daerah ini memproduksi daging sapi yang jauh lebih besar
dari kabupaten lain, yaitu sekitar 35% dari total produksi Nusa Tenggara
Barat.
6. Perikanan (Diky Al Khalidy)
Keadaan perikanan disebabkan oleh keadaan meteorologi disuatu wilayah,
seperti suhu udara, curah hujan, angin dan lain-lain. Faktor tersebut
berpengaruh kepada dua hal, baik kepada hasil tanggapan maupun faktor
nelayan. Pada faktor hasil tangkapan, tangkapan dapat saja lebih kecil karena
faktor yang tidak mendukung. Sedangkan pada faktor nelayan, dapat saja
karena kesulitan dalam pengambilan hasil tangkapan. Hal tersebut sesuai
dengan kata Sujiharti, yang menyebutkan bahwa realisasi terhadap
peningkatan hasil laut tergantung dari kondisi alamnya, dimana jika cuaca
bagus dan relevan, hasil produksi dapat meningkat. Jika cuaca buruk, nelayan
tidak akan melaut dan pembudidaya yang masih sangat tergantung dengan
kondisi alam. Jika musim kering biasanya susah air, jika musim hujan
biasanya banjir. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi perikanan
adalah pemberian bantuan berupa alat tangkap untuk nelayan.
Seperti yang terlihat dalam tabel tentang perikanan, jumlah
produksi/tangkapan hasil laut di Kota Mataram cenderung stabil meningkat.
Hal tersebut karena mayoritas penduduk di pesisir berprofesi sebagai nelayan
dan daerah Lombok merupakan daerah persebaran ikan tongkol yang hidup
secara berkelompok dan tahan pada suhu 18-29°C. Keadaan tersebut
menjadikan hasil tangkapan ikan tongkol dapat meningkat setiap tahunnya
dan merupakan hasil tangkapan tertinggi di bagian perikanan.
Pada perikanan darat, di Kota Mataram banyak dibudiaya untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebanyakan dari budidaya tersebut
berfokus pada ikan nila, sehingga jumlah produksi ikan air tawar yang paling
banyak adalah ikan nila, yang disusul oleh ikan mas dan lele. Perikanan darat
juga diupayakan dengan memberikan bantuan berupa pompa air, pupuk dan
kelengkapan budidaya lainnya untuk meningkatkan produksi.

Anda mungkin juga menyukai