Anda di halaman 1dari 6

Potensi Budaya Khas

Adat Pernikahan

Adat pernikahan di Desa Sade masih mempertahankan budaya suku Sasak yang
disebut merariq. Merariq merupakan adat pernikahan yang diawali dengan perjanjian
antara laki-laki dan perempuan yang sudah beberaye atau berpacaran untuk dibawa
lari atau diculik terlebih dahulu sebelum dinikahkan, tanpa sepengetahuan orang tua
ataupun pihak lain yang dapat menggagalkan niat tersebut. Perempuan yang diculik
biasanya dibawa ke tempat peseboan atau persembunyian, yaitu rumah keluarga laki-
laki ataupun tempat lain selama sepuluh hari.

Di Desa Sade, tidak terdapat larangan untuk menikahi perempuan di luar desa.
Pernikahan tersebut dilakukan sesama keluarga, seperti sepupu untuk mempererat
persaudaraan. Karena hal tersebut, satu desa merupakan satu keluarga. Jika laki-laki
yang menikahi perempuan Desa Sade, laki-laki tersebut memiliki tanggungjawab
sebagai masyarakat Desa Sade. Namun, jika perempuan menikah dengan laki-laki di
luar Desa Sade, perempuan tersebut tidak memiliki tanggungjawab sebagai
masyarakat Desa Sade.

Adat pernikahan dalam budaya suku Sasak tidak menggunakan proses pelamaran
ataupun pertunangan. Hal tersebut dikarenakan jika meminta pada orang tua
perempuan, baik melalui proses lamaran atau pertunangan, orang tua menganggapnya
sebagai pelecehan karena anak perempuannya dianggap sebagai barang. Mungkin
proses pelamaran ataupun pertunangan lebih baik ditempat lain, namun tidak bagi
suku Sasak yang lebih menghargai proses penculikan atau dibawa lari.

Mata pencaharian

Mata pencaharian sebagai budaya khas adalah menenun yang mengahsilkan barang
berupa kain, ikat kepala, sapuk, dan sebagainya. Menenun adalah kegiatan yang
dilakukan oleh kaum perempuan di Desa Sade. Benang yang digunakan dalam proses
menenun merupakan benang yang dihasilkan dari kapas menggunakan alat yang
dibuat sendiri di Desa Sade. Hasil tenun tersebut merupakan komoditas di Desa Sade
selain memperkenalkan budaya suku Sasak. Selain itu, diketahui juga hasil tenun
dibeli oleh warga lokal luar desa untuk dijual kembali dikawasan Kuta dengan harga
yang lebih tinggi. Seperti contoh, gelang yang dijual di Desa Sade seharga Rp 2.500
(4 gelang Rp 10.000) dijual kembali di Kuta seharga Rp 7.500 (2 gelang Rp 15.000).
Hal tersebut menggambarkan harga jual di Desa Sade lebih murah karena merupakan
hasil produksi sendiri.

Bangunan

Desa Sade merupakan kampung suku sasak yang masih bertahan sejak 15 generasi
lalu dengan jumlah bangunan rumah sebanyak 150 yang ditempati oleh satu kepala
keluarga setiap rumahnya. Dengan luas 2 Ha, Desa Sade memiliki jumlah penduduk
kurang lebih 700 orang. Sistem pewarisan bangunan dalam Desa Sade adalah anak
bungsu laki-laki. Pemberian warisan bangunan tersebut (khususnya rumah) karena
jika anak bungsu telah menikah, orang tua sudah tidak kuat untuk membuatkan
rumah, berbeda dengan saudara-saudaranya yang proses pembuatan rumahnya
dibantu oleh orang tua maupun saudara-saudara lainnya. Bangunan yang terdapat di
Desa Sade antara lain:

Pembuatan rumah dibantu oleh orang tua, yang mendapatkan warisan rumah anak
bungsu laki

Bale tani

Bale tani terdiri dari dua kata, yaitu bale yang berarti rumah atau tempat tinggal dan
tani yang merupakan pekerjaan mayoritas. Bale tani memiliki nilai filosofis, dimana
bangunan yang rendah dengan pintu kecil agar tamu yang datang harus merunduk
atau menghormati dan walaupun tidak ada pemilih rumah, tetap merunduk atau
menghormati. Sikap tersebut merupakan sikap saling menghargai antara tamu dengan
pemilik rumah, walaupun pemilih rumah tidak berada didalam rumah sekalipun.

Bale tani dibagi menjadi tiga pintu, yaitu pintu sesangkok, pintu dalem bale dan pintu
dalem bale dalem. Setiap bagian memiliki fungsi tersendiri, yaitu pintu sesangkok
sebagai tempat orang tua menerima tamu, pintu dalem bale sebagai dapur dan pintu
dalem bale dalem sebagai tempat melahirkan yang dibantu oleh dukun anak. Jadi,
setiap rumah memiliki tempat melahirkan walaupun terdapat fasilitas puskesmas
untuk melahirkan.

Pondasi dan lantai rumah tidak terbuat dari semen, melainkan campuran dari tanah
liat dan sekam (kulit padi). Setiap dua minggu sekali, pondasi dan lantai rumah di pel
menggunakan kotoran sapi atau kerbau dengan tujuan untuk menutup retakan pada
pondasi maupun lantai (pengganti semen).

Dinding rumah terbuat dari bahan alami, yaitu bambu yang sudah dianyam. Dinding
tersebut berfungsi untuk memberikan sekat atau pembatas antara satu ruangan dengan
ruangan lainnya dan berfungsi sebagai penutup keseluruhan bangunan rumah.

Senada dengan bagian dinding, bagian atap terbuat dari bahan alami, yaitu alang-
alang dan rumbia yang sudah dikeringkan dan dapat bertahan hingga 6-7 tahun.
Bagian yang sering diganti adalan bagian depan karena bentuknya yang lebih landai
dibandingkan dengan bagian tengah. Hal tersebut dikarenakan air hujan yang lebih
lambat untuk turun dibandingkan dengan bagian belakang.

Berugaq sekenem (bale pertemuan/bale rapat)

Berugaq sekenem berasal dari dua kata, yaitu berugaq yang berarti panggung terbuka
dan sekenem yang berarti enam. Penamaan sekenem tersebut karena jumlah tiang
yang terdapat dalam berugaq berjumlah enam tiang. Berugaq sekenem digunakan
untuk proses perkawinan, khitanan (sunatan), syukuran (tahlilan) dan sebagainya.

Lumbung padi

Lumbung padi merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan


padi setelah panen. Satu lumbung padi dapat digunakan oleh 5-6 kepala keluarga.
Cara memasukkan padi adalah dengan menggunakan tangga. Lumbung padi dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah, tengah dan atas. Bagian bawah sebagai
pondasi bangunan, bagian tengah merupakan tempat duduk, tempat makan dan
tempat istirahat dan bagian atas yang merupakan tempat menyimpan padi atau bahan
makanan lainnya.

Bale Kodong

Bale Kodong terdiri dari dua kata, yaitu bale yang berarti rumah atau tempat tinggal
dan kodong yang berarti kecil. Jadi, bale kodong merupakan rumah atau tempat
tinggal terkecil di Desa Sade. Rumah ini ditempati oleh orang yang sudah lanjut usia
atau pasangan yang baru kawin. Orang yang sudah lanjut usia tersebut tinggal di
rumah kodong karena rumah tersebut tidak memiliki tangga, sehingga mudah untuk
ditempati, sedangkan bagi pasangan yang baru kawin memiliki makna bagaimana
rumah tersebut dikembangkan oleh pasangan tersebut. Bale kodong dibuat oleh orang
tua ketika anaknya baru menikah (karena tidak boleh satu rumah ditempati oleh dua
pasangan atau dua kepala keluarga). Bale kodong hanya terdiri dari satu ruangan saja,
termasuk tempat berbulan madu, sedangkan untuk memasak dilakukan diluar rumah.

Tempat peribadatan

Kepercayaan orang tua Desa Sade yang menganut Watu Telu (Hindu, Islam, dan
kepercayaan lokal atau animisme) masih dijalankan. Dahulu, kegiatan ibadah seperti
puasa dan sholat masih diwakilkan oleh kiai ditempat tersebut, kini mulai berubah
seperti pembuatan masjid untuk tempat beribadah umat islam. Tempat peribadatan
agama lain juga ada, namun terdapat di luar desa.

Menara jaga

Menara jaga merupakan bangunan yang tergolong baru di desa sade. Menara jaga
dibangun tahun 2018 yang berfungsi sebagai tempat pemantauan. Kondisi dari
Menara jaga sama seperti bangunan lainnya, yaitu menggunakan bahan alami. Jika
menaiki Menara jaga ini, pengunjung dapat melihat keseluruhan wilayah desa sade,
baik desa sade dalam maupun desa sade luar yang dipisahkan oleh tembok pembatas.

Dampak covid
Dampak covid terhadap pariwisata budaya desa sade sangat dirasakan, khususnya di
bidang ekonomi karena Desa sade merupakan desa wisata yang pendapatan utamanya
berasal dari sektor pariwisata yang berujung pada sektor ekonomi. Awalnya, desa
sade ramai dikunjungi oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Bahkan,
desa sade pernah dikunjungi oleh orang besar maupun pejabat tinggi seperti presiden
Republik Indonesia, bapak Jokowi. Jika tamu merupakan orang besar, akan ada
penyambutan seni

Semenjak covid datang, tidak ada pengunjung yang datang. Bahkan desa sade sempat
tutup selama empat bulan karena mengikuti peraturan dari pemerintah. Peraturan
tersebut mengakibatkan penduduk desa tidak boleh keluar dari kawasan desa dan
warga luar desa tidak boleh masuk ke dalam kawasan desa. Bahkan terdapat hal yang
menarik, dimana wisatawan lokal sangat ingin memasuki kawasan desa, namun
karena mengikuti peraturan pemerintah, masyarakat desa sade tidak mengizinkannya
masuk.

Selain itu, pandemi juga berpengaruh terhadap produksi kerajinan di desa sade.
Tingkat produksi menurun karena tingkat pembelian juga menurun. Hal tersebut
disebabkan oleh lock down yang dilakukan desa sade sehingga hasil kerajinan tidak
dapat terjual

Untuk sekarang ini, keadaan semakin mereda, walaupun kasus terus meningkat. Kini
desa sade sudah kembali buka dengan menerapkan protokol kesehatan dalam
pelaksanaannya. Para pengunjung diwajibkan untuk mencuci tangan sebelum
memasuki kawasan desa dan menggunakan masker serta menjaga jarak. Begitupun
bagi tour guide yang menemani tamu, yang menerapkan protokol kesehatan dalam
menemani wisatawan yang berkunjung.

Pohon cinta, tempat janjian anak gadis, masih terjaga dari dulu hingga sekarang
Promosi dilakukan menggunakan media sosial (teknologi, dengan menggunakan
media berupa foto bahwa desa sade telah buka kembali) dan antar mulut

Anda mungkin juga menyukai