Pd
NIM : A3A023004
Seluma pernah menjadi wilayah tertinggal karena jumlah penduduknya yang relatif
sedikit dan kurangnya pengembangan potensi daerah. Namun, sejak tahun 2008, kabupaten
ini telah mengalami perkembangan signifikan, terutama dalam sektor pertanian, terutama
dalam produksi padi. Hal ini membuat Seluma keluar dari status kabupaten tertinggal.
Sekarang, setiap kecamatan dalam kabupaten ini mampu memenuhi kebutuhan akan padi,
beras, dan pangan lainnya secara memadai, menjadikan Seluma sebagai salah satu daerah
yang makmur di provinsi Bengkulu.
Desa Simpang, terletak di dalam wilayah Kabupaten Seluma, adalah sebuah desa kecil
yang terpencil, berjarak sekitar 5 km dari jalan utama. Desa ini memiliki karakteristik
geografis yang menarik, karena tidak berbatasan langsung dengan desa-desa lainnya. Luas
wilayah Desa Simpang mencapai 2.026,98 hektar dan terbagi menjadi tiga dusun, dengan
jumlah kartu keluarga sebanyak 580, menurut data dari BPS Kabupaten Seluma tahun
2020. Desa Simpang secara geografis ini mendominasi oleh satu kelompok etnik utama,
yaitu suku Serawai, yang merupakan suku kedua terbesar di Provinsi Bengkulu dan
tersebar di Kabupaten Selatan dan Kabupaten Seluma.
Suku Serawai adalah kelompok etnis dengan populasi terbesar kedua di daerah
Bengkulu, terutama berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, seperti kecamatan
Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Masyarakat suku Serawai
memiliki mobilitas yang cukup tinggi, dengan banyak di antara mereka merantau ke
daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti kabupaten Kepahiang, kabupaten
Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan lainnya. Secara tradisional, suku
Serawai menggantungkan hidup dari sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak
di antara mereka yang menanam tanaman perkebunan seperti cengkih, kopi, kelapa, dan
karet. Selain itu, mereka juga mencultivasi tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan
berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Terkait asal usul kata "Serawai," masih terdapat beberapa pendapat yang
berbeda. Beberapa mengklaim bahwa kata "Serawai" mungkin berarti "satu keluarga,"
yang mencerminkan rasa persaudaraan yang kuat di antara anggota suku Serawai,
terutama mereka yang hidup dalam komunitas suku bangsa lain atau merantau. Selain
itu, ada tiga teori lain tentang asal kata "Serawai." Salah satunya adalah bahwa kata
tersebut berasal dari "Sawai," yang merujuk pada dua sungai, yaitu sungai Musi dan
sungai Seluma, yang dibatasi oleh bukit Campang. Teori kedua mengaitkannya dengan
kata "Seran," yang berarti celaka, dalam legenda tentang seorang anak raja yang
dibuang karena penyakit menular dan kemudian mendirikan sebuah negeri. Teori ketiga
menghubungkannya dengan kata "selawai," yang berarti gadis atau perawan,
berdasarkan cerita bahwa suku Serawai adalah keturunan suami-istri dari dua daerah
yang berbeda, yang disebut selawai dalam dialek Lebong. Dengan beragam teori ini,
asal usul kata "Serawai" tetap menjadi misteri, tetapi suku Serawai tetap merupakan
bagian berharga dari kekayaan budaya Bengkulu.
A. Struktur Rumah Masyarakat Suku Serawai kecamatan Seluma Timur
Kabupaten Seluma
1. Foto Tampak Depan Rumah Adat Serawai Desa Simpang Kabupaten Seluma
Rumah adat suku Serawai merupakan sebuah contoh gemilang dalam arsitektur
tradisional yang memadukan harmoni antara manusia dan alam. Dibangun dengan
menggunakan bahan-bahan alamiah, rumah-rumah ini mencerminkan kesadaran yang
mendalam akan pelestarian lingkungan. Keunikan desainnya yang menonjol
membuatnya mampu bertahan dalam segala cuaca ekstrem, termasuk gempa bumi.
Salah satu ciri khas yang mencolok adalah Atap jerambah rumah ini membentang
dalam garis lurus mulai dari beranda hingga mencakup seluruh area dapur. Tidak hanya
itu rumah berugau juga menonjolkan sisi tembok yang miring yang memberikan
estetika tersendiri, dan yang lebih menakjubkan, setiap elemen kayunya dihubungkan
tanpa menggunakan paku, melainkan dengan bambu yang ujungnya tajam. Semua
elemen ini menciptakan rumah adat suku Serawai sebagai bagian integral dari
ekosistem alam, menjadikannya sebuah contoh luar biasa dalam upaya melestarikan
budaya dan lingkungan alam.
2. Rumah Warga Desa Simpang Kabupaten Seluma
Rumah ini merupakan milik Bapak H. Nudin, yang saat ini berusia 78 tahun.
Terletak di Desa Simpang, Kabupaten Seluma, rumah tersebut adalah tempat tinggal
yang telah menjadi saksi sepanjang perjalanan hidupnya.
3. Foto Landasan Kaki
Landasan dasar sebelum naik tangga adalah kunci utama untuk mencapai
keberhasilan dalam perjalanan ke atas. Seperti fondasi yang kuat untuk sebuah
bangunan, pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip dasar adalah landasan
yang memungkinkan kita membangun fondasi yang kokoh untuk pencapaian kita.
Dalam konteks apa pun, apakah itu pendidikan, karier, atau hubungan, memiliki
pemahaman yang kuat tentang dasar-dasar adalah langkah pertama yang krusial menuju
kesuksesan. Sebelum kita bisa mencapai tingkat yang lebih tinggi, kita harus
memahami dan menguasai landasan dasar yang mendasari perjalanan kita.
4. Foto Tiang Rumah
Rumah Serawai desa Simpang Kabupaten Seluma juga menonjol karena
memiliki sekitar 15 tiang yang menjaga integritas struktur rumah. Tiang-tiang ini
memiliki tinggi sekitar 1,8 meter dan menjaga rumah tetap kokoh, bahkan dalam
menghadapi gempa. Keberadaan banyak tiang penopang.
Kolong di bawah rumah digunakan sebagai tempat penyimpanan beragam
barang, seperti gerobak, hasil panen pertanian, kandang hewan, alat-alat pertanian, kayu
bakar, dan banyak lagi. Ini menunjukkan fleksibilitas rumah Serawai desa Simpang
Kabupaten Seluma sebagai ruang yang memadukan fungsi budaya, sosial, dan praktis
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bengkulu.
Gaghang Muko memiliki peran yang penting dalam tradisi berendo, di mana
fungsinya adalah meletakkan alas kaki di teras kecil sebelum memasuki rumah.
7. Foto Ruangan Berendo (Teras)
Selain itu, Berendo juga berfungsi sebagai tempat bermain anak-anak. Ini
adalah tempat di mana anak-anak dapat bermain, berbicara, dan menjalani
kegiatan sehari-hari mereka. Hal ini mencerminkan aspek kehidupan keluarga dan
komunitas yang berpusat pada kebersamaan dan interaksi sosial. Ruangan
Berendo menciptakan ruang yang memungkinkan pertemuan antar generasi,
berbagi cerita, dan menjalin ikatan sosial yang erat dalam masyarakat Serawai.
8. Foto Pagrho
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering membutuhkan tempat untuk
menyimpan berbagai barang, mulai dari tikar, kopi yang belum masak, hingga barang-
barang lainnya. Fungsi dari penyimpanan ini sangat penting dalam menjaga agar
barang-barang tersebut tetap terjaga, terhindar dari kerusakan, dan mudah diakses saat
diperlukan. Dengan adanya berbagai pilihan wadah penyimpanan, kita dapat menjaga
kebersihan, keamanan, dan keteraturan dalam rumah atau tempat kerja kita.
Luagh adalah sebuah istilah yang merujuk pada tempat di mana laki-laki dewasa
dapat berkumpul dan bermalam. Ini adalah sebuah ruang yang khusus disediakan untuk
para bujang, tempat mereka bisa bersosialisasi, bercerita, atau berdiskusi di malam hari
sebelum tidur. Selain itu, luagh juga mencakup tempat tidur laki-laki dewasa yang
disudut ruangan, yang digunakan sebagai tempat istirahat mereka setelah sehari penuh
aktivitas. Konsep luagh telah menjadi bagian penting dari budaya di banyak tempat,
menciptakan lingkungan sosial yang kuat di antara laki-laki dewasa yang tinggal
bersama atau berkumpul di sana.
11. Foto Pagu
Pagu adalah salah satu elemen penting dalam setiap ruangan. Dalam ruang tamu
atau ruang keluarga, pagu berfungsi sebagai tempat meletakkan al-Quran, peci, tasbih,
dan bahkan lampu canting untuk memberikan suasana yang tenang dan sakral. Pagu ini
bukan hanya sekadar penyangga, tetapi juga menjadi wadah untuk memperlihatkan
nilai-nilai keagamaan dan budaya, menciptakan atmosfer yang penuh makna dalam
ruangan luas tersebut.
12. Foto Ruangan Biliak
Biliak Gedang
Dalam konteks rumah adat Serawai, istilah yang sering digunakan adalah
"Bilik Gedang." Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan keluarga pemilik rumah. Bilik Gedang adalah ruangan yang
digunakan sebagai kamar tidur utama, biasanya oleh pemilik rumah dan
pasangan suami-istri. Namun, yang menarik adalah bahwa dalam tradisi ini,
anak-anak yang masih kecil tidur bersama-sama dengan orang tua mereka di
Bilik Gedang ini. Ini mencerminkan nilai-nilai keluarga yang kuat dan
keintiman yang erat antara anggota keluarga dalam budaya Serawai. Ruangan
ini bukan hanya tempat tidur, tetapi juga menjadi simbol kedekatan dan
kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari, di mana orang tua dan anak-anak
berbagi pengalaman dan kehangatan keluarga dalam ruang yang sangat pribadi
ini.
Biliak Gadis
Ruang Tengah