http://www.mobgenic.com/2013/04/22/mbaru-niang-arsitektur-tradisional-khas-manggarai-yang-masih-tersisa/
Rumah Adat Mbaru Niang Ruamah adat Flores merupakan rumah tradisional salah
satu suku Manggarai yang mempunyai bentuk seperti topi kerucut yang hanya dapat kita
temui di desa Wea Rebu, pulau Flores Nusa Tenggara Timur.
(living Space)
1. Fungsi Rumah
Rumah Mbaru Niang sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga, yang
diperuntukkan bagi 6 8 keluarga yang membagi ruang pribadinya dalam sekat kamar di
lantai satu. Mbaru niang terdiri dari lima lantai. berikut adalah susunannya :
Lutur atau lantai dasar, yang dipergunakan untuk tempat tinggal sang penghuni
Lobu berfungsi sebagai gudang tempat penyimpanan bahan makanan dan barang
Lentar berfungsi untuk menyimpan benih tanaman untuk bercocok tanam
Lempa Rea bergungsi untuk menyimpan stok cadangan makanan yang berguna di saat
peceklik atau gagal panen.
Hekang Kode berfungsi sebagai tempat sesajen untuk para leluhur mereka.
Masyarakat Desa Wae Rebo merupakan masyarakat yang taat kepada adat dan tradisi
warisan leluhur mereka, hal ini dapat dilihat dari pola hidup keseharian mereka dan semua
aktifitas yang tidak banyak beruba . salah satu bentuk dari kekuatan tradisi penduduk desa
Wea Rebo adalah arsitektur ruamah tinggala mereka yang masih sama dengan rumah nenek
moyang mereka.
http://www.hdesignideas.com/2013/10/mbaru-niang-rumah-adat-di-pulau-flores.html
Rumah adat Wea Rebo berbentuk kerucut dengan atap yanag menjuntai hampir
menyentuh tanah yang terbuat dari daun lontar, dan struktur lantai yang menggunakan
struktur panggung.Kontruksi bangunan rumah ini menggunakansistem pasak dan pen yang
kemudian di ikat menggunakan rotan sebagai.
3. Proses pembangunan dan penggunaan bahan pada rumah Mbaru Niang (type and process)
https://bloodydirtyboots.wordpress.com/2015/01/04/floating-in-flores-sweet-smile-of-wae-rebo-village/
Pondasi dari mbaru niang terdiri dari beberapa bilang batang kayu yang ditanam ke
tanah sedalam 2 meter. terdapat permasalah pondasi pada bangunan lama, yaitu kayu yang
membusuk karena lembab atau rapuh, sehingga tak kuat menahan keseluruhan bangunan
rumah. seiring dengan kedatangan tamu dan beberapa masukan dari ahli, pondasi mbaru
niang sekarang dibungkus dengan plastik dan ijuk untuk melindungi kayu bersentuhan
langsung dengan tanah wae rebo yang lembab.
Lantai Pertama
lantai pertama ini berdiameter 11 meter, dan merupakan lantai utama, dimana disinilah
kehidupan sosial masyarakat berlangsung. lantai pertama ini dibuat segera setelah pondasi
selesai dilaksanakan, berlandaskan balok-balok dan hamparan papan kayu dan dikelilingi
glondongan rotan besar sebagai dudukan utama atap. Di atas lantai pertama inilah didirikan
tiang utama hingga kepucuk mbaru niang / Ngando yang dilngkapi dengan tangga bambu
untuk menaiki setiap tingkatnya.
Selain kumpulan rotan besar itu sebagai penyangga utama, ada juga bambu-bambu /
buku bambu yang berfunsi sebagai reng atau penyangga yang mengikat sekumpulan-
kumpulan ijuk atau alang-alang yang disusun bergantian
Pekerjaan Lanjutan
Setelah lantai pertama dan tiang utama berdiri, pembangunan tiap-tiap lantai akan
menyesuaikan, dibangun secara simultan dari lantai terbawah, terus hingga keatas. setelah
keseluruhan struktur utama selesai, hingga bambu-bambu pengikat atap siap, barulah
pemasangan ijuk dan alang-alang dilakukan untuk menutupi keseluruhan rumah.
4. Ornamen-Ornamen Yang Khas (values symbol meaning)
Tidak terdapat ornamen-ornamen yang khan pada rumah Baru Niang, bagian luar
bangunan hanya trlihat seperti krucut yang beratap ijuk, dan memiliki beberapa pintu dan
jendela.
Wujud rumah Niang yang secara alami terbentuk dari proses penyesuaian dengan iklim
yang terdapat di pegunungan membuatnya memiliki bentukan yang demikian. Pada proses
pengembangannya, arsitektur rumah Niang juga mengalami proses metamorphosis, dimana
dalam keadaan iklim dan karakter alam pendukungnya juga bisa menjadi potensi bagi proses
pemalihannya.
Gambar 1. 1 Rumah Niang masyarakat Manggarai, Flores Barat, NTT (sumber :
http://sharingindonesia.blogspot.com)
(Rural Settelment)
Tapak terdiri dari 7 gugus rumah beserta altar (compang) sebagai mezbah persembahan
dalam upacara tertentu. Mezbah ini diyakini juga sebagai representasi kehadiran pelindung
masyarakat yang dapat dimediasi oleh seorang tua adat (Tua Golo). Hubungan antara tapak
dengan rumah Niang terlihat sangat jelas digambarkan dengan pola lingkaran sebagai makna
kasatuan dan keutuhan. Penyesuaian posisi ketujuh rumah Niang dalam tapak membentuk
pola setengah lingkaran yang asimetris dengan compang sebagai pusat orientasi bangunan.
Hasil sumber daya masyarakat Wae rebo yaitu kopi, Vanili, dan kulit kayu manis. Kopi
adalah hasil kebun yang banyak diminati para wisaawan yang datang kedesa Wae rebo, para
wisatawan tersebut membeli hasil sumber daya masyarakat tersebut degan harga yang
memuaskan. Begitu juga dengan hasil buah-buahan kebun warga pun tidak ketingalan dibeli
oleh sang tamu. Dari sebagian Hasil sumber daya alam tersebut ada juga yang dijual ke
pasar dengan jarak rumah ke pasar sejauh 15 km. Selain sumber daya Dari segi perkebunan
ada juga sumber daya dari hasil kerajinan kain tenun tangan ibu-ibu masyarakat desa Wae
rebo. Hasil kerajinan kain tenun tersebut berupa sarung, Sarung di sini ada dua macam:
songke dan curak.
Songke mempunyai ciri khas, yaitu berwarna dasar hitam dengan motif hias berwarna
biru, kuning, hijau, putih, jingga, dan magenta. Ini sarung khas Manggarai. Motif hiasnya
bisa bermacam-macam: bunga, daun, atau kotak-kotak geometris. Songke digunakam saat
acara resmi, juga dikenakan sehari-hari.
Curak adalah sarung bermotif gari-garis dengan aneka warna cerah. Sarung-sarung
ini lumayan tebal, sehingga, selain dipakai sebagai bawahan, pada malam hari bisa untuk
menghangatkan tubuh.
Penghasilan Kopi
Penjelasan tentang Tempat tinggal para perantau disini yaitu tempat wisatawan Merantau,
para wisatawan dari mancanegara datang ke desa Wae rebo untuk melihat keindahan desa Wae
rebo, atau sekedar mencari ilmu pengetahuan dan pengalaman, para wisatawan datang disambut
dengan ramah oleh penduduk desa, para wisatawan tersebut tinggal pada satu rumah yang khusus
untuk para tamu datang kedesa tersebut,