Selain pemangku yang bertanggung jawab menjaga hutan adat, masyarakat adat juga
memiliki tanggung jawab sama untuk menjaga dan memelihara kelestarian hutan
Di Lombok NTB, terdapat sebuah desa adat bernama Segenter, Desa Adat
Segenter merupakan desa adat tertua di Lombok yang didiami oleh suku Sasak asli.
Memasuki Desa Adat Segenter, kita akan menemui deretan rumah yang tertata rapi.
Kawasan tersebut hanya mempunyai satu pintu untuk jalan keluar masuk dan
sekeliling kawasan diberi pagar batu bata. Desa yang terkenal dengan bambunya ini
mempunyai berbagai keunikan diantaranya adalah kehadiran rumah-rumah tradisional
suku Sasak yang tertata dengan rapi. Di setiap dua rumah (Bale) yang berhadapan
terdapat Berugak yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para pelaku upacara
pada saat pelaksanaan upacara misalnya merariq, tempat bersantai keluarga dan
temapat menerima tamu. Rumah-rumah di desa ini masih terbuat dari bambu sebagai
penyangganya, anyaman bambu sebagai temboknya, jerami sebagai atapnya, dan
tanah sebagai alasnya. Ada delapan jenis rumah di Desa ini, di antaranya adalah bale
(rumah tempat tinggal). Pintu rumah dibuat rendah (kurang dari 170 cm) sehingga
kadang orang dewasa yang masuk ke dalamnya harus menunduk, ini adalah tanda
bahwa siapapun yang masuk harus menunjukkan kesopanan dan rasa hormat terhadap
pemilik rumah.2
1
Karnia Septia .http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/01/di-desa-adat-bayan-lombok-tebang-
pohon-didenda-kerbau
2
Didan Sardjono, http://majalahasri.com/kearifan-lokal-di-desa-segenter-lombok/april/2017/
rumah karena bagian bawahnya juga sering digunakan untuk menerima tamu atau
sekedar kumpul keluarga. Ada tiga anak tangga kecil di setiap rumah warga Suku
Sasak, jumlahnya melambangkan Wetu Telu (tiga waktu) dalam kehidupan manusia,
yaitu: lahir, berkembang, dan wafat.
Pada jaman dahulu, gadis yang belum bisa menenun belum boleh menikah.
Menenun merupakan lambang kemandirian dan kesiapan seorang perempuan dalam
berumah tangga. Namun, aturan itu sudah tidak berlaku lagi sekarang. Mereka sudah
dianggap pantas untuk menikah sejak umur 17 tahun. Dengan adanya aturan tersebut
pada zamannya, hal itu bisa dijadikan sebagai sarana untuk melestatikan kain tentun
yang terkenal dari Lombok.
Alat tenun yang digunakan oleh wanita suku Sasak terbuat dari kayu dan
penggunaannya masih manual. Bahan-bahan yang digunakan untuk menenun pun
berasal dari alam. Mereka memintal benang sendiri dari kapas dengan alat dari kayu.
Corak-corak warna yang dihasilkan berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya; kunyit
untuk warna kuning dan mengkudu untuk warna biru. Untuk satu tenun ikat atau
tenun songket, mereka membutuhkan waktu sekitar satu minggu hingga satu bulan,
tergantung dari kerumitan corak, warna, serta ukurannya.3
3
https://lucianancy.com/2013/10/28/terios7wonders-10-kearifan-lokal-suku-sasak-di-desa-sade-
lombok/
Daftar Pustaka
https://lucianancy.com/2013/10/28/terios7wonders-10-kearifan-lokal-suku-sasak-di-
desa-sade-lombok/
Tody Auliya, Surjono, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, 2009, e-Journal, Volume 2 Nomor 2
Lampiran Gambar
Berugak