Anda di halaman 1dari 5

Kearifan lokal di Lombok Utara

Di Desa Adat Bayan, Lombok Utara, Tebang Pohon Didenda Kerbau

Selain pemangku yang bertanggung jawab menjaga hutan adat, masyarakat adat juga
memiliki tanggung jawab sama untuk menjaga dan memelihara kelestarian hutan

Masyarakat Adat Bayan, di Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara


Barat (NTB) memberlakukan denda satu ekor kerbau bagi warganya yang menebang
satu pohon di hutan adat. ini merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat adat
Bayan dalam menjaga kelestarian lingkungan terutama hutan. Hal ini tidak lepas dari
peran hukum adat yang masih dipertahankan dan dilaksanakan sampai sekarang.
Selain kerbau, pelaku penebangan pohon juga dikenai denda di antaranya 244 keping
uang bolong, beras 1 kwintal, gula, 44 butir kelapa, ayam, kapur sirih dan kayu bakar.
Jika denda tersebut belum dibayar, maka dia tidak dilayani kebutuhan adat apa pun
dan tidak boleh mengikuti acara adat. Termasuk saat akan menikahkan anaknya,
mereka tidak akan dilayani.

Denda tersebut nantinya akan diserahkan ke pemangku adat untuk menggelar


ritual penyucian. Sementara kerbau dan beras akan dimasak dan dimakan bersama
seluruh masyarakat adat Bayan. aturan ini juga dikenakan kepada masyarakat umum.
Meski bukan bagian dari masyarakat adat, mereka yang terbukti menebang atau
merusak hutan adat akan dilaporkan kepada pemerintah daerah. Hingga saat ini
terdapat 21 titik hutan adat di KLU yang masih terjaga kelestariannya. Untuk
menjaganya, setiap hutan adat memiliki pemangku yang bertugas menjaga hutan dan
menjalani awig-awig di hutan adat. Selain pemangku yang bertanggung jawab
menjaga hutan adat, masyarakat adat juga memiliki tanggung jawab sama untuk
menjaga dan memelihara kelestarian hutan. Pasalnya, bagi masyarakat adat Bayan,
hutan merupakan tempat yang harus dijaga kelestariannya karena di sanalah sumber
kehidupan atau air berasal. Oleh karena itu menjaga hutan merupakan tanggung
jawab bersama masyarakat ada. 1

Filosofi rumah adat seganter, Bayan, Lombok Utara

Di Lombok NTB, terdapat sebuah desa adat bernama Segenter, Desa Adat
Segenter merupakan desa adat tertua di Lombok yang didiami oleh suku Sasak asli.
Memasuki Desa Adat Segenter, kita akan menemui deretan rumah yang tertata rapi.
Kawasan tersebut hanya mempunyai satu pintu untuk jalan keluar masuk dan
sekeliling kawasan diberi pagar batu bata. Desa yang terkenal dengan bambunya ini
mempunyai berbagai keunikan diantaranya adalah kehadiran rumah-rumah tradisional
suku Sasak yang tertata dengan rapi. Di setiap dua rumah (Bale) yang berhadapan
terdapat Berugak yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para pelaku upacara
pada saat pelaksanaan upacara misalnya merariq, tempat bersantai keluarga dan
temapat menerima tamu. Rumah-rumah di desa ini masih terbuat dari bambu sebagai
penyangganya, anyaman bambu sebagai temboknya, jerami sebagai atapnya, dan
tanah sebagai alasnya. Ada delapan jenis rumah di Desa ini, di antaranya adalah bale
(rumah tempat tinggal). Pintu rumah dibuat rendah (kurang dari 170 cm) sehingga
kadang orang dewasa yang masuk ke dalamnya harus menunduk, ini adalah tanda
bahwa siapapun yang masuk harus menunjukkan kesopanan dan rasa hormat terhadap
pemilik rumah.2

Di Lombok juga terdapat rumah penyimpanan lumbung padi (sambi/geleng)


hanya wanita yang bisa memasuki bagian atas (tempat penyimpanan padi) karena
merekalah yang paling mengerti urusan dapur. Sambi/geleng mengajarkan warga
Suku Sasak untuk berhemat, stok makanan biasanya disimpan dan dipakai untuk
keperluan yang bersifat mendadak, seperti: gagal panen atau perayaan-perayaan
penting (pernikahan & festival adat). Sambi/geleng biasanya didirikan di depan

1
Karnia Septia .http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/01/di-desa-adat-bayan-lombok-tebang-
pohon-didenda-kerbau
2
Didan Sardjono, http://majalahasri.com/kearifan-lokal-di-desa-segenter-lombok/april/2017/
rumah karena bagian bawahnya juga sering digunakan untuk menerima tamu atau
sekedar kumpul keluarga. Ada tiga anak tangga kecil di setiap rumah warga Suku
Sasak, jumlahnya melambangkan Wetu Telu (tiga waktu) dalam kehidupan manusia,
yaitu: lahir, berkembang, dan wafat.

Wanita dan Tenun, di Provinsi Lombok

Pada jaman dahulu, gadis yang belum bisa menenun belum boleh menikah.
Menenun merupakan lambang kemandirian dan kesiapan seorang perempuan dalam
berumah tangga. Namun, aturan itu sudah tidak berlaku lagi sekarang. Mereka sudah
dianggap pantas untuk menikah sejak umur 17 tahun. Dengan adanya aturan tersebut
pada zamannya, hal itu bisa dijadikan sebagai sarana untuk melestatikan kain tentun
yang terkenal dari Lombok.

Alat tenun yang digunakan oleh wanita suku Sasak terbuat dari kayu dan
penggunaannya masih manual. Bahan-bahan yang digunakan untuk menenun pun
berasal dari alam. Mereka memintal benang sendiri dari kapas dengan alat dari kayu.
Corak-corak warna yang dihasilkan berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya; kunyit
untuk warna kuning dan mengkudu untuk warna biru. Untuk satu tenun ikat atau
tenun songket, mereka membutuhkan waktu sekitar satu minggu hingga satu bulan,
tergantung dari kerumitan corak, warna, serta ukurannya.3

3
https://lucianancy.com/2013/10/28/terios7wonders-10-kearifan-lokal-suku-sasak-di-desa-sade-
lombok/
Daftar Pustaka

Didan Sardjono, http://majalahasri.com/kearifan-lokal-di-desa-segenter-


lombok/april/2017

https://lucianancy.com/2013/10/28/terios7wonders-10-kearifan-lokal-suku-sasak-di-
desa-sade-lombok/

Karnia Septia .http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/01/di-desa-adat-bayan-


lombok-tebang-pohon-didenda-kerbau

Tody Auliya, Surjono, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, 2009, e-Journal, Volume 2 Nomor 2
Lampiran Gambar

rumah penyimpanan lumbung padi (sambi/geleng)

Berugak

Anda mungkin juga menyukai